Leonardo mengambil nafas panjang mendengar pertanyaan Clarissa. Dia mencoba menahan emosinya saat menghadapi Clarissa yang keras kepala. “Jangan memancing emosiku, Clarissa.”
“Aku tidak memancing emosimu, Tuan. Aku adalah salah satu anggota di geng mafia yang berada dalam naunganmu bahkan aku adalah wakil pemimpin di Geng Srigala Putih. Namun, kamu tidak mau mengatakan misi itu kepadaku. Lalu apa artinya aku menjadi seorang wakil pemimpin di geng itu?”
“Dengarkan aku, Clarissa. Aku cuma ...,”
“Lebih baik aku mundur saja, Tuan. Daripada aku hanya menjadi boneka,” ucap Clarissa. Dia ingin tahu bagaimana reaksi Leonardo Shu.
Leonardo mengusap wajahnya dengan kasar. Dia sangat mengkhawatirkan wanita yang saat ini duduk di sampingnya. Namun, ternyata wanita itu sama sekali tidak mengerti.
“Oke, aku akan mengatakan semuanya kepadamu. Kita ada misi mengambil berlian permata biru laut yang berada di tangan Mahesa Cao. Seorang bos Mafia yang terkenal sangat kejam. Aku harap kamu tidak tertarik dengan misi itu.”
“Jika aku tertarik bagaimana?” tanya Clarissa.
Mata Leonardo menatap Clarissa dengan Tajam. “Apa kamu ingin mati, Clarissa?!”
“Apa kau meragukanku, Tuan Leonardo Shu? Kau pikir aku adalah wanita yang lemah, hingga aku tidak bisa melawan orang tersebut.”
Leonardo memejamkan matanya, memegang kepala yang terasa sangat pusing. Dia tidak ingin Clarissa dalam bahaya. Apalagi Mahesa bukan orang sembarangan. “Bisakah kamu mengikuti perintahku sekali saja? Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Clarissa.”
Dia mendekatkan wajahnya ke depan Leonardo. Hingga wajah mereka sangat dekat, bahkan hampir tidak ada jarak di antara mereka.
“Apa sebegitu khawatirnya anda kepadaku, Tuan?”
“Cukup, Clarissa! Kamu tetap berada di mansion. Tidak ada bantahan lagi,” bentak Leonardo memukul meja makan.
Tangan Clarissa bersedekap di dada. “Maaf, Tuan. Alasan anda tidak masuk akal bagiku. Jadi, aku tetap akan ikut dalam misi ini.” Clarissa pergi dari hadapan Leonardo. Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Leonardo.
“Clarissa, berhenti!”
Clarissa menoleh. Dia berbalik arah dan menatap Leonardo. “Seperti apa yang aku katakan sebelumnya, Tuan. Aku akan pergi dari Mansion ini, daripada aku hanya menjadi boneka di anggota geng itu.”
Leonardo Shu menghembuskan nafas gusar. Dia gelisah dengan ancaman Clarissa. Apa lagi Clarissa adalah wanita berkepala batu.
“Terserah kamu, Clarissa. Aku sudah tidak bisa menahanmu lagi. Tapi, kamu harus ingat satu hal. Kamu harus hati-hati dengan orang itu.”
Wajah Clarissa berubah sumringah. Dia berlari ke arah Leonardo. Memeluk lelaki itu dengan sangat erat. “Terima kasih, Tuan.”
Leonardo hanya terdiam mendapatkan pelukan secara tiba-tiba dari Clarissa. Membuat dia tidak tahu harus bagaimana. Tangannya perlahan membalas pelukan Clarissa bahkan saat ini jantungnya terasa ingin pindah dari tempatnya. Detak jantungnya begitu cepat. Hingga Leonardo takut jika Clarissa nanti mendengar suara detak jantungnya.
Clarissa mulai melepaskan pelukannya. Dia baru sadar dengan apa yang dia lakukan. “Maaf, aku kelepasan.”
Kedua pipi Clarissa memerah. Dia langsung pergi dari hadapan Leonardo. Bergegas menuju kamarnya lalu menutup pintu dengan sangat keras.
“Dasar bodoh kamu, Clarissa. Apakah sebegitu murahannya dirimu? Hingga kamu memeluk Leonardo? Ingat Clarissa, kamu jangan sampai terbuai dalam permainanmu sendiri.”
Clarissa mulai mempersiapkan dirinya untuk misi merebut berlian itu dari tangan Mahesa. Dia mengambil ponselnya yang saat ini terletak di atas meja rias. Dia mengetik nama Mahesa Cao di internet.
Perlahan dia membaca biodata lelaki itu. Bibirnya melengkung saat dia tahu bahwa lelaki itu adalah lelaki playboy yang memiliki banyak istri bahkan dari foto profilnya saja Clarissa bisa menebak sosok lelaki yang akan menjadi targetnya. Namun, dia butuh uang untuk melanjutkan misinya sedangkan dia sama sekali tidak memegang uang.
Clarissa kembali mengambil napas gusar. Dia sebenarnya masih enggan untuk bertemu dengan Leonardo. Namun, mau bagaimana lagi, dia tetap harus menemui lelaki itu untuk meminjam uang.
Clarissa melangkah menuju ke kamar Leonardo. Perlahan tangannya mulai terangkat untuk mengetuk pintu yang terbuat dari kayu dengan tebal sekitar 6 cm. Clarissa menurunkan tangannya kembali. Dia mondar-mandir di depan pintu kamar Leonardo.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Leonardo saat dia membuka pintu.
Clarissa menghentikan langkahnya. Melihat ke arah Leonardo. Dia memaksakan bibirnya untuk tersenyum. Walaupun sebenarnya, saat ini, dia sedang menanggung malu.
“Kenapa kamu ada di depan kamarku?”
Clarissa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia bingung harus memulai perkataannya dari mana.
“Kamu ini aneh sekali. Membuat aku semakin pusing dengan sikapmu.” Leonardo menutup pintu kamarnya. Dia berjalan meninggalkan Clarissa.
Clarissa memegang tangan kekar milik Leonardo. Hingga Leonardo menghentikan langkahnya, beralih menatap tangan Clarissa yang saat ini memegang tangannya. “Ada apa Clarissa? Katakanlah.”
“Emmm. Bisakah … aku meminjam uang?” tanya Clarissa sedikit ragu.
Leonardo Shu mengerutkan keningnya. “Buat apa? Jangan bilang untuk misi itu. Awas kalau rencana kamu aneh-aneh.”
“Aku memang tinggal di sini. Tapi, aku rasa tidak semua ucapan Anda aku turuti.”
Leonardo Shu mengeluarkan sebuah kartu kredit tanpa limit kepada Clarissa. “Ini untukmu, mulai sekarang kamu tidak perlu meminjam lagi.”
“Ini apa? Aku hanya meminjam uang, bukan meminta belas kasihan dari Anda, Tuan.” Clarissa mengembalikan kartu kredit tersebut. Dia merasa terhina jika harus menerimanya. Leonardo memegang tangan Clarissa. Dia meletakkan kartu itu di telapak tangan Clarissa lalu beranjak pergi dari hadapan Clarissa.
Clarissa hanya mampu menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Leonardo. Dia menatap kembali kartu itu, mengambil napas gusar dan pergi ke kamarnya.
Hari ini Clarissa akan mencari tahu di mana Mahesa Cao berada. Dia melihat penampilannya yang sudah terlihat sangat cantik dengan gaun merah yang panjangnya di bawah lutut.
Drettt ….
Clarissa menatap handphonenya, kemudian meletakkan di telinga. “ Hallo, bagaimana? Apakah kamu menemukan orang itu?"
[“Saat ini, dia berada di sebuah Club yang tidak jauh dari Mansion Leonardo.”]
“Perfect.” Clarissa memakai lipstik merah di bibirnya. “Aku akan ke sana sekarang.”
Clarissa memutuskan sambungan teleponnya. Meletakkan handphonenya ke dalam tas.
Dia melangkah dengan sangat anggun keluar dari Mansion itu. Begitu pula saat dia berjalan masuk ke dalam Club. Semua mata tertuju kepada Clarissa begitu pula dengan Mahesa Cao.
Mahesa Cao langsung menepis semua wanita yang mendekatinya. Dia melangkah mendekati Clarissa. Dia duduk di samping Clarissa. “Bolehkah aku tahu namamu?”
Clarissa melepas kacamatanya. Menatap Mahesa Cao. “Hanya orang terhormat yang bisa duduk di sampingku.”
Mahesa semakin penasaran dengan Clarissa. Dia terlihat cantik dan menggoda. Tapi, tidak murah. “Apa menurutmu, aku tidak terhormat?”
Melihat Clarissa hanya diam. Mahesa memberanikan diri untuk duduk di samping Clarissa. “Apa kamu salah satu di antara mereka ?”
Clarissa duduk menyilangkan kakinya sesaat setelah mengambil minuman dari atas meja. Setiap tegukan jus yang masuk ke dalam bibir Clarissa tak luput dari perhatian Mahesa Cao, membuatnya tidak sabar untuk memiliki Carissa. “Kenapa kamu tidak menjawab, Sayang?” Mahesa berusaha membelai pipi Clarissa. Namun, tangannya ditahan oleh Clarissa. “Jika anda berminat, jangan di sini karena aku tidak suka jadi tontonan." Kedua sudut bibir Mahesa terangkat seketika. Dia menatap Clarissa penuh dengan nafsu. Ia berdiri dan mengulurkan tangannya untuk Clarissa. Clarissa tersenyum menerima uluran tangan lelaki yang sudah masuk ke dalam perangkapnya. Dia berdiri menggandeng tangan lelaki itu, melangkah ke luar club dengan sangat anggun. Membuat siapa saja iri melihat pemandangan tersebut. "Kita akan ke mana, Sayang?" "Terserah, yang jelas aku tidak suka di hotel karena aku ingin berlama-lama berada di sampingmu," ucap Clarissa bergelayut manja. "Baiklah, kalau begitu kita ke markas.” Clarissa
“Lepaskan aku!" bentak Clarissa kepada lelaki tersebut. Lelaki itu menggelengkan kepalanya. “Ingat ayahmu, Nona Clarissa.” Clarissa menatap lelaki itu. Dari sorot matanya seperti pernah melihat orang itu. "Kamu lagi. Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu seolah-olah tahu siapa aku?" "Tidak penting, Nona. Ayo kita pergi dari sini. Aku ada jalan pintas." Lelaki itu menarik tangan Clarissa. Dia mengajak Clarissa lari dari bangunan yang hampir ludes terbakar. Walaupun dengan banyak rintangan akhirnya mereka bisa keluar dari markas Mahesa Cao. Kedua nafas orang itu tersengal-sengal saat mereka telah sampai di lantai bawah. Clarissa sendiri tidak tahu bagaimana orang itu bisa tahu jika dia berada di markas musuh. "Ayo masuk, Nona. Sebelum mereka mengetahui keberadaan kita," ucap orang itu saat mereka sampai di samping mobil Subaru Impreza putih. Clarissa mengikuti perintah orang tersebut untuk masuk ke dalam mobil tanpa banyak bicara. Sesekali dia menatap lelaki itu. "Kenapa kamu tida
"Permisi, Tuan." Refleks mata Leonardo melirik ke arah sumber suara. Ternyata orang yang baru saja menganggu kesenangannya adalah salah satu anak buahnya yang berada dalam anggota Geng Srigala Putih. Clarissa yang menyadari hal itu langsung pergi ke kamar. Dia menutup pintu kamarnya. Dia bahkan tidak melihat orang itu sama sekali. Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Merasa bodoh dengan apa yang dia lakukan dengan Leonardo Shu tadi. Andai saja orang itu tidak datang, entah apa yang terjadi antara dia dan Leonardo. *** Leonardo Shu menarik tangan orang itu untuk menjauh dari kamar Clarissa. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini?!" Lelaki itu menundukkan kepalanya. Dia sadar betul jika dirinya telah datang di waktu yang salah. "Maafkan saya, Tuan. Bukan maksud saya untuk mengganggu anda, akan tetapi ....," "Tapi apa? Katakan! Jangan buang waktuku untuk hal tidak penting." "Markas Geng Srigala Putih diserang, Tuan." Tanpa banyak bertanya, Leonardo Shu langsung pergi begitu saj
"Nanti kamu akan tahu sendiri. Sebaiknya, kamu istirahat setelah kita sampai ke mansion." "Kamu selalu membuatku penasaran, Tuan." Clarissa melihat ke arah luar jendela. Memikirkan sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Dia kembali menoleh ke arah Leonardo berharap lelaki itu bisa sedikit membantunya. "Tuan … bolehkah aku minta bantuan?" "Katakan saja. Apa pun yang kamu inginkan, pasti akan kuturuti." Clarissa memutar bola matanya. Dia merasa malas mendengar gombalan Leonardo. "Aku ingin pergi sebentar, Tuan. Bolehkah aku meminjam salah satu mobil milik Tuan?" tanya Clarissa kepada Leonardo. "Kamu mau ke mana? Aku akan mengantarmu." Clarissa diam. Dia menatap Leonardo Shu dengan menelan ludahnya. Tidak tahu harus berkata apa lagi pada Leonardo. Tidak mungkin dia mengajak Leonardo dalam hal ini. Bisa terbongkar semua rahasia yang selama ini dia simpan jika Leonardo ikut dengannya. Clarissa mencoba berpikir apa yang akan dia katakan kepada orang yang ada di sampingnya itu. "K
Clarissa mematung. Dia seperti kenal dengan suara lelaki itu. Dia mencoba melirik ke belakang. Lelaki yang tingginya hampir 150cm itu ternyata adalah William Zhi, mantan pemimpin Geng Srigala Putih. “Letakkan pistolmu, nyawamu akan selamat.” William tersenyum saat dia melihat Clarissa mengikuti semua perintahnya. “Aku tidak menyangka jika mengalahkanmu semudah ini Clarissa.” Clarissa hanya mengepalkan tangannya. Dia tidak menyangka jika dia masuk ke dalam jebakan William Zhi. “Ikat Clarissa. Aku ingin dia menjadi santapan buaya malam ini. Agar dia tidak bisa memenangkan kompetisi yang akan segera diselenggarakan.” “Baik, Tuan.” Pras mengikuti semua perintah William. Dia mencari sebuah tali dan mengikat Clarissa dengan sangat kencang. Hingga Clarissa tidak bisa melepaskan ikatan tersebut. “Jika Tuan Leonardo tahu semua yang kamu perbuat kepadaku. Aku yakin nyawamu tidak akan pernah selamat,” ucap Clarissa saat dia dipaksa Pras jalan. William tidak memedulikan ucapan Clarissa.
"Kau tidak akan bisa membunuhku, Clarissa," kata Pras dengan bibir bergetar.Clarissa melangkah mendekati Pras dengan senyum menakutkan. "Apa kamu yakin jika aku tidak bisa membunuhmu, Pras? Kau sombong sekali.""Ten-tu." Pras kembali menelan ludah dan berusaha mundur menjauhi Clarissa. "Ka-mu tidak punya senjata. Tidak mungkin bisa mengalahkan ku."Clarissa semakin tersenyum lebar. Dia merasa lelaki yang ada di depannya sangat lucu. Apalagi kakinya bergetar begitu hebat. Terlihat jelas jika di sedang ketakutan. "Kamu mau kemana lagi, Pras? Bahkan kamu sudah tidak bisa pergi kemana pun sekarang." Pras berhenti saat dia merasa terpojok. Dia tahu betul kemampuan Clarissa dalam bela diri. Membuat dia terpaksa mengambil pistol yang ada di saku celananya. "Jangan mendekat, Clarissa, atau aku akan membunuhmu."Pras menodongkan pistol itu ke arah Clarissa. Namun, Clarissa terlihat sangat santai. Dia malah menarik tangan kanan Pras yang saat ini sedang memegang pistol. Perlahan dia mulai pe
"Jangan, Tuan. Aku punya penyakit gatal yang menular. Aku terpaksa menutupi seluruh tubuhku agar Anda tidak tertular. Atau jangan-jangan Anda bersedia memiliki penyakit gatal sepertiku? Kalau Anda bersedia, aku akan membuka topiku di depan Anda saat ini juga." Mendengar pernyataan dari orang memakai topi yang ada di depannya, William langsung mencegah orang itu membuka topi. "Tidak. Aku tidak mau memiliki penyakit aneh seperti kamu. Cepat buka pintunya dan bawa gadis itu ke sarang buaya." "Baik, Tuan." Clarissa membuka pintu dengan senyum penuh kemenangan. Akhirnya dia bisa menyaksikan pengkhianat itu mati di depan matanya. "Ayo jalan!" bentak Clarissa kepada Pras yang tertutup wajahnya hingga membuat William tidak tahu jika saat ini yang terikat adalah Pras. William memperhatikan orang yang didorong Clarissa. "Tunggu ….!" Clarissa menghentikan langkahnya. Dia memejamkan matanya sejenak, berharap William tidak curiga. William mendekati Clarissa. "Kamu yakin dia Clarissa?" "Tent
"Iya. Pamanku hanya David Lee, suami dari bibi. Memang menurutmu siapa lagi, Clarissa?" tanya Leonardo. Dia merasa aneh dengan pertanyaan Clarissa.Clarissa tidak bergeming. Dia terlihat gelisah mendengar David Lee akan datang. "Untuk apa dia datang ke mari, Tuan?" Leonardo Shu melongo mendengar pertanyaan Clarissa. Dia menatap Clarissa penuh tanda tanya. "Kenapa kamu nampak aneh, Clarissa? Ini adalah mansionnya. Apa kamu tidak ingin bertemu dengan paman dan bibiku? Atau jangan-jangan kamu sudah mengenalnya?"Leonardo Shu mulai curiga dengan gelagat Clarissa. Dia yakin ada sesuatu yang membuat Clarissa tidak mau bertemu dengan pamannya. Leonardo Shu mulai menatap Clarissa lebih dekat. Dia seperti mencari sesuatu di mata ClarissaClarissa gelagapan. Dia menundukkan kepalanya agar Leonardo Shu tidak bisa menatap matanya. Dia tidak sadar karena pertanyaannya, Leonardo Shu mulai curiga kepadanya. "Apa menurut Tuan, aku terlihat aneh? Aku hanya gugup jika bertemu dengan orang besar sepe