“Lepaskan aku!" bentak Clarissa kepada lelaki tersebut.
Lelaki itu menggelengkan kepalanya. “Ingat ayahmu, Nona Clarissa.”
Clarissa menatap lelaki itu. Dari sorot matanya seperti pernah melihat orang itu. "Kamu lagi. Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu seolah-olah tahu siapa aku?"
"Tidak penting, Nona. Ayo kita pergi dari sini. Aku ada jalan pintas."
Lelaki itu menarik tangan Clarissa. Dia mengajak Clarissa lari dari bangunan yang hampir ludes terbakar. Walaupun dengan banyak rintangan akhirnya mereka bisa keluar dari markas Mahesa Cao.
Kedua nafas orang itu tersengal-sengal saat mereka telah sampai di lantai bawah. Clarissa sendiri tidak tahu bagaimana orang itu bisa tahu jika dia berada di markas musuh.
"Ayo masuk, Nona. Sebelum mereka mengetahui keberadaan kita," ucap orang itu saat mereka sampai di samping mobil Subaru Impreza putih.
Clarissa mengikuti perintah orang tersebut untuk masuk ke dalam mobil tanpa banyak bicara. Sesekali dia menatap lelaki itu.
"Kenapa kamu tidak melepaskan topengmu? Di sini cuma ada aku."
Lelaki itu melepaskan topengnya, beralih menatap ke arah Clarissa dengan tersenyum penuh kebahagiaan.
Dia merogoh saku celananya. Memberikan sesuatu kepada Clarissa. "Apa Nona mencari ini? Hingga Nona mendekati Mahesa?"
Clarissa memperhatikan sesuatu yang disodorkan kepadanya. Dia memperhatikan barang itu dengan teliti. Sebuah berlian berwarna biru laut.
Clarissa mengangkat wajahnya. Menatap lelaki itu. "Kenapa kamu membantuku sampai sejauh ini?"
"Karena anda adalah putri dari Antonio Lee. Seseorang yang harus aku jaga. Walaupun anda tidak mengingat saya."
"Apa hubunganmu dengan ayah?"
"Saya adalah salah satu anak buahnya yang pecundang. Bahkan saya takut mati untuk menyelamatkan tuan saya." Mata lelaki itu mulai berkaca-kaca.
"Tuan Park? Benarkah kau adalah tuan Park?" tanya Clarissa sedikit meninggikan suaranya karena terkejut.
Tuan Park meneteskan air mata. "Ampuni saya, Nona. Saya bersedia dihukum seberat mungkin atas semua kesalahan saya di masa lalu."
Walau Clarissa merasa kesal dengan Park Xiao. Namun, tanpa adanya Park Xiao mungkin dia tidak akan berhasil dalam misinya kali ini. "Aku tidak perlu menghukummu, Tuan. Karena tanpa adanya dirimu mungkin aku sudah menyusul ibu dan adikku di alam baka."
"Aku hanya ingin kamu selalu mendukungku, dan datang di saat aku butuh," lanjut Clarissa.
"Tenang, Nona. Aku akan selalu membantumu. Tapi, berhati-hatilah dalam menjalankan sebuah misi. Karena tidak semua orang bisa kita kalahkan."
"Terima kasih sarannya."
Clarissa turun di depan mansion Leonardo Shu. Tampak Leonardo Shu melangkah kesana kemari di depan pintu.
Clarissa mengernyitkan dahinya saat dia melihat ekspresi Leonardo yang terlihat cemas.
"Tuan, sedang apa?"
Leonardo Shu menoleh ke arahnya. Dia langsung menarik tangan Clarissa. Hingga Clarissa jatuh ke pelukannya. "Kamu gapapa 'kan? Aku sangat mengkhawatirkanmu."
Dada Clarissa terasa sesak diperlukan Leonardo Shu seperti ini. Dia merasa terharu sekaligus merasa bersalah melihat simpati Leonardo Shu kepadanya.
Clarissa mengambil nafas dalam-dalam mengeluarkannya secara perlahan. "Aku baik-baik saja. Jangan berlebihan, Tuan."
Leonardo melepaskan pelukannya. Memperhatikan Clarissa dengan seksama. Tubuhnya yang kotor, hitam semua akibat banyaknya asap yang menyelimuti dia di markas Mahesa membuat hampir seluruh tubuhnya menghitam. Dia memutar tubuh Clarissa. Memperhatikan dari atas sampai bawah. Bahkan wajah cantik Clarissa saat ini tidak terlihat.
Leonardo Shu tersenyum saat melihat penampilan Clarissa. Dia berusaha menahan bibirnya agar tidak terbuka. Tapi, penampilan Clarissa membuatnya tidak bisa menahan diri.
"Hahahaha… kamu lucu sekali." Leonardo memegang perutnya yang terasa kaku.
Clarissa memanyunkan bibirnya. "Dasar."
Dia pergi meninggalkan Leonardo di luar mansion sendirian.
Clarissa mencoba melihat dirinya di depan cermin saat dia sudah memasuki kamar. Dia meringis menanggung malu. Clarissa memasuki kamar mandi setelah puas melihat penampilannya di cermin.
"Sudah selesai mandinya?"
Baru saja dia ingin keluar dari kamar mandi untuk mengganti pakaiannya, tiba-tiba dia melihat Leonardo sudah duduk di atas ranjang dengan menyilangkan kakinya.
"Ada sedang apa ada di sini, Tuan?" tanya Clarissa panik. Dia bersembunyi di balik pintu kamar mandi.
"Untuk apa kamu menyembunyikan tubuhmu dari hadapanku? Bukankah Mahesa telah menjamah tubuhmu?"
Andai saja saat ini Clarissa tidak hanya mengenakan handuk. Pasti mulut bejat Leonardo sudah dibungkam dengan tangannya. "Pergi dari sini. Aku ingin mengenakan pakaianku!"
Leonardo Shu bukannya pergi malah berjalan mendekati Clarissa. Dia merasa sakit hati saat Clarissa pergi menemui Mahesa dengan berpenampilan layaknya wanita malam.
"Jangan mendekat. Kalau tidak, aku tidak segan-segan menghabisi Anda, Tuan!"
Leonardo tidak peduli dengan apa yang dikatakan Clarissa. Api gemuruh di hatinya membuat matanya terasa gelap.
Dia mendekati Clarissa hingga Clarissa tersudut ke tembok. "Dengar Clarissa. Mulai sekarang kamu adalah milikku. Jika kamu ingin jabatan di geng tersebut. Aku bisa memberikannya kepadamu dengan mudah. Jangan kau kotori tubuhmu untuk lelaki lain."
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi mulus Leonardo Shu. "Jangan kamu samakan aku dengan wanita lain, Tuan Leonardo Shu. Aku masih punya harga diri. Satu lagi, jangan anda pikir anda bisa berbuat sesuka hati anda kepadaku. Walaupun anda adalah orang yang berjasa dalam hidupku."
Clarissa mendorong tubuh Leonardo Shu sekuat tenaga. Dia melangkah meninggalkan lelaki itu. Mengambil pakaiannya yang pernah dia kenakan waktu pertama kali masuk ke dalam mansion tersebut.
Leonardo bersedekap di dada memperhatikan Clarissa. Sorot matanya tidak lepas dari wanita itu. Bahkan saat Clarissa kembali ke kamar mandi, mata Leonardo terus mengikutinya.
Setelah selesai dengan semua ritualnya. Clarissa melangkah melewati Leonardo Shu tanpa banyak bicara.
"Mau ke mana kamu?" tanya Leonardo saat Clarissa hampir akan melewati pintu kamar tersebut.
Clarissa menghentikan langkahnya. Dia berbalik menatap Leonardo Shu yang saat ini mendekatinya.
"Lebih baik aku pergi, Tuan. Tempatku bukan di sini."
Leonardo Shu menggenggam tangan Clarissa. "Tidak semudah itu Clarissa. Kamu harus tetap ada di sampingku sampai kapanpun, karena kamu telah membuatku hampir gila."
"Anda ini siapa? Berani sekali anda mengatur hidupku."
Leonardo Shu menatap mata Clarissa lekat. Membuat Clarissa memejamkan matanya. Dia tidak sanggup menatap mata Leonardo. Entah apa yang terjadi pada dirinya. Akhir-akhir ini dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri di depan Leonardo Shu. Bahkan dia tidak mampu menatap mata lelaki itu secara langsung.
"Tatap mataku Clarissa. Aku ingin tahu apakah perasaan kita sama atau tidak."
Clarissa memalingkan wajahnya. Dia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi kepada dia. "Aku sudah berhasil membawa berlian itu. Upah apa yang akan kamu berikan kepadaku?"
"Jangan mengalihkan pembicaraan. Aku sedang bertanya tentang perasaanmu kepadaku. Bukan tentang berlian itu. Persetan dengan berlian itu. Aku bahkan tidak peduli!" bentak Leonardo memegang kedua pundak Clarissa.
Kedua mata mereka saling bertemu. Leonardo Shu kembali mendekatkan wajah mereka berdua. Clarissa mulai memejamkan matanya. Namun, saat bibir mereka akan bersatu tiba-tiba ada sesuatu yang mengganggu mereka.
"Permisi, Tuan." Refleks mata Leonardo melirik ke arah sumber suara. Ternyata orang yang baru saja menganggu kesenangannya adalah salah satu anak buahnya yang berada dalam anggota Geng Srigala Putih. Clarissa yang menyadari hal itu langsung pergi ke kamar. Dia menutup pintu kamarnya. Dia bahkan tidak melihat orang itu sama sekali. Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Merasa bodoh dengan apa yang dia lakukan dengan Leonardo Shu tadi. Andai saja orang itu tidak datang, entah apa yang terjadi antara dia dan Leonardo. *** Leonardo Shu menarik tangan orang itu untuk menjauh dari kamar Clarissa. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini?!" Lelaki itu menundukkan kepalanya. Dia sadar betul jika dirinya telah datang di waktu yang salah. "Maafkan saya, Tuan. Bukan maksud saya untuk mengganggu anda, akan tetapi ....," "Tapi apa? Katakan! Jangan buang waktuku untuk hal tidak penting." "Markas Geng Srigala Putih diserang, Tuan." Tanpa banyak bertanya, Leonardo Shu langsung pergi begitu saj
"Nanti kamu akan tahu sendiri. Sebaiknya, kamu istirahat setelah kita sampai ke mansion." "Kamu selalu membuatku penasaran, Tuan." Clarissa melihat ke arah luar jendela. Memikirkan sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Dia kembali menoleh ke arah Leonardo berharap lelaki itu bisa sedikit membantunya. "Tuan … bolehkah aku minta bantuan?" "Katakan saja. Apa pun yang kamu inginkan, pasti akan kuturuti." Clarissa memutar bola matanya. Dia merasa malas mendengar gombalan Leonardo. "Aku ingin pergi sebentar, Tuan. Bolehkah aku meminjam salah satu mobil milik Tuan?" tanya Clarissa kepada Leonardo. "Kamu mau ke mana? Aku akan mengantarmu." Clarissa diam. Dia menatap Leonardo Shu dengan menelan ludahnya. Tidak tahu harus berkata apa lagi pada Leonardo. Tidak mungkin dia mengajak Leonardo dalam hal ini. Bisa terbongkar semua rahasia yang selama ini dia simpan jika Leonardo ikut dengannya. Clarissa mencoba berpikir apa yang akan dia katakan kepada orang yang ada di sampingnya itu. "K
Clarissa mematung. Dia seperti kenal dengan suara lelaki itu. Dia mencoba melirik ke belakang. Lelaki yang tingginya hampir 150cm itu ternyata adalah William Zhi, mantan pemimpin Geng Srigala Putih. “Letakkan pistolmu, nyawamu akan selamat.” William tersenyum saat dia melihat Clarissa mengikuti semua perintahnya. “Aku tidak menyangka jika mengalahkanmu semudah ini Clarissa.” Clarissa hanya mengepalkan tangannya. Dia tidak menyangka jika dia masuk ke dalam jebakan William Zhi. “Ikat Clarissa. Aku ingin dia menjadi santapan buaya malam ini. Agar dia tidak bisa memenangkan kompetisi yang akan segera diselenggarakan.” “Baik, Tuan.” Pras mengikuti semua perintah William. Dia mencari sebuah tali dan mengikat Clarissa dengan sangat kencang. Hingga Clarissa tidak bisa melepaskan ikatan tersebut. “Jika Tuan Leonardo tahu semua yang kamu perbuat kepadaku. Aku yakin nyawamu tidak akan pernah selamat,” ucap Clarissa saat dia dipaksa Pras jalan. William tidak memedulikan ucapan Clarissa.
"Kau tidak akan bisa membunuhku, Clarissa," kata Pras dengan bibir bergetar.Clarissa melangkah mendekati Pras dengan senyum menakutkan. "Apa kamu yakin jika aku tidak bisa membunuhmu, Pras? Kau sombong sekali.""Ten-tu." Pras kembali menelan ludah dan berusaha mundur menjauhi Clarissa. "Ka-mu tidak punya senjata. Tidak mungkin bisa mengalahkan ku."Clarissa semakin tersenyum lebar. Dia merasa lelaki yang ada di depannya sangat lucu. Apalagi kakinya bergetar begitu hebat. Terlihat jelas jika di sedang ketakutan. "Kamu mau kemana lagi, Pras? Bahkan kamu sudah tidak bisa pergi kemana pun sekarang." Pras berhenti saat dia merasa terpojok. Dia tahu betul kemampuan Clarissa dalam bela diri. Membuat dia terpaksa mengambil pistol yang ada di saku celananya. "Jangan mendekat, Clarissa, atau aku akan membunuhmu."Pras menodongkan pistol itu ke arah Clarissa. Namun, Clarissa terlihat sangat santai. Dia malah menarik tangan kanan Pras yang saat ini sedang memegang pistol. Perlahan dia mulai pe
"Jangan, Tuan. Aku punya penyakit gatal yang menular. Aku terpaksa menutupi seluruh tubuhku agar Anda tidak tertular. Atau jangan-jangan Anda bersedia memiliki penyakit gatal sepertiku? Kalau Anda bersedia, aku akan membuka topiku di depan Anda saat ini juga." Mendengar pernyataan dari orang memakai topi yang ada di depannya, William langsung mencegah orang itu membuka topi. "Tidak. Aku tidak mau memiliki penyakit aneh seperti kamu. Cepat buka pintunya dan bawa gadis itu ke sarang buaya." "Baik, Tuan." Clarissa membuka pintu dengan senyum penuh kemenangan. Akhirnya dia bisa menyaksikan pengkhianat itu mati di depan matanya. "Ayo jalan!" bentak Clarissa kepada Pras yang tertutup wajahnya hingga membuat William tidak tahu jika saat ini yang terikat adalah Pras. William memperhatikan orang yang didorong Clarissa. "Tunggu ….!" Clarissa menghentikan langkahnya. Dia memejamkan matanya sejenak, berharap William tidak curiga. William mendekati Clarissa. "Kamu yakin dia Clarissa?" "Tent
"Iya. Pamanku hanya David Lee, suami dari bibi. Memang menurutmu siapa lagi, Clarissa?" tanya Leonardo. Dia merasa aneh dengan pertanyaan Clarissa.Clarissa tidak bergeming. Dia terlihat gelisah mendengar David Lee akan datang. "Untuk apa dia datang ke mari, Tuan?" Leonardo Shu melongo mendengar pertanyaan Clarissa. Dia menatap Clarissa penuh tanda tanya. "Kenapa kamu nampak aneh, Clarissa? Ini adalah mansionnya. Apa kamu tidak ingin bertemu dengan paman dan bibiku? Atau jangan-jangan kamu sudah mengenalnya?"Leonardo Shu mulai curiga dengan gelagat Clarissa. Dia yakin ada sesuatu yang membuat Clarissa tidak mau bertemu dengan pamannya. Leonardo Shu mulai menatap Clarissa lebih dekat. Dia seperti mencari sesuatu di mata ClarissaClarissa gelagapan. Dia menundukkan kepalanya agar Leonardo Shu tidak bisa menatap matanya. Dia tidak sadar karena pertanyaannya, Leonardo Shu mulai curiga kepadanya. "Apa menurut Tuan, aku terlihat aneh? Aku hanya gugup jika bertemu dengan orang besar sepe
"Ekhem … mau minum apa, Tuan David?" tanya seorang wanita paruh baya, dengan tubuh berisi mendekati David Lee.David Lee menatap wanita itu. Wanita yang pernah setia kepada kakaknya itu tentu tahu semua rahasia yang pernah dia lakukan lima belas tahun yang lalu. David Lee bangkit. Dia menarik tangan wanita tersebut menjauh dari Leonardo Shu. "Ada apa, Tuan? Mengapa anda menarik tangan saya dengan kasar seperti ini?" tanya wanita itu, pura-pura tidak tahu.David Lee melepaskan tangan asisten rumah tangga itu dengan keras saat dia tidak melihat siapa pun. "Jangan kamu katakan yang sebenarnya kepada Leonardo Shu kalau kamu ingin keluargamu selamat.""Kenapa Tuan jahat sekali kepada Tuan Antonio. Beliau adalah kakak Tuan. Seharusnya Anda menghormatinya dan menyayanginya, Tuan. Bukan menghancurkan seluruh keluarga beliau."David Lee mengangkat tangannya kemudian mengepalkan tangannya. Dia menurunkan kembali tangan yang hampir memukul asisten rumah tangga tersebut. Dia menyisir rambutnya
"Aku tau semuanya Clarissa. Aku tahu siapa kamu sebenarnya. Kamu adalah Clarissa Lee, 'kan? Anak kandung dari Antonio Lee. Saudara pertama pamanku. Seharusnya kamu yang berada di mansion ini, bukan aku.”Clarissa mendorong tubuh Leonardo Shu. Dia terkejut mendengar pertanyaan Leonardo Shu. Dari mana orang itu tahu siapa dia?Clarissa memalingkan wajahnya dari Leonardo. Dia tidak mampu menatap mata Leonardo.. "Kamu salah, Tuan. Aku bukan Clarissa yang kamu maksud. Mana mungkin aku pemilik mansion ini? Aku hanyalah orang biasa yang tidak punya apa-apa""Jangan membohongiku, Clarissa. Aku tahu kamu adalah Clarissa Lee."Clarissa menatap Leonardo Shu dengan nanar. "Sudah berapa kali aku katakan, aku bukan Clarissa Lee! Jangan memaksa aku untuk mengakui sesuatu hal yang mustahil seperti ini."Leonardo Shu berdiri. Dia meradang melihat Clarissa tetap tidak mau mengakui siapa dia sebenarnya."Ikut denganku!" ucap Leonardo mencekal tangan Clarissa."Kamu mau bawa aku kemana?" Leonardo Shu ti
“Pesan dari David lee, dia tahu kalau aku masih hidup, dan dia ingin membawa aku kepadanya. Lelaki ini mungkin berpikir kalau aku bodoh, Paman.” “Biarkan saja, Clarissa. Kita yang akan membuat dia menjadi orang bodoh. Kamu tinggal di rumah aku akan membawa Zero pergi ke rumahnya, dan buat dia yakin bahwa Zero telah berhasil menjalankan misinya.”Clarissa tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Alexander, dia akan menuruti semua yang dikatakan lelaki itu, mungkin itu seperti sebuah permainan yang sangat menyenangkan. Clarissa sedang asyik memainkan ponsel Zero, sedangkan Alexander langsung pergi bersama anak buahnya yang baru saja datang. Kali ini dia tidak hanya akan memberikan kejutan kepada David, tetapi dia juga akan menyelamatkan Isabella, dan setelah semuanya selesai, Alexander akan menghubungi JUstine untuk menyelamatkan kakaknya.Sesuai dengan rencana, Alexander meminta anak buahnya meletakkan potongan mayat Zero berada di depan pintu mansion David, sedangkan Alexander, d
Mengingat Clarissa dia malah teringat Zero yang sudah mulai tergila-gila kepada wanitanya itu. Entah mengapa dia juga takut jika sebenarnya ini hanya sebuah jebakan dari Zero untuk membuat Clarissa bisa ditangkap David Lee. Leonardo ingin menghubungi Clarissa untuk berhati-hati. Akan tetapi saat ini dia juga tidak memiliki sebuah ponsel untuk menghubungi Clarissa.Leonardo mulai bingung. Dia tidak tahu harus berbuat apa, yang bisa dia lakukan saat ini adalah berharap agar tugas Justine bisa segera karena hanya itu cara dia untuk membuat Clarissa selamat dari Zero.Dia tahu selama ini Zero tidak sungguh-sungguh mencintai Clarissa. Ada maksud dan tujuan tersembunyi dari lelaki itu untuk Clarissa kalau tidak, tidak mungkin lelaki itu menyakiti Clarissa selama ini.Leonardo langsun mempercepat langkahnya agar dia segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tubuhnya terasa sakit, begitu pula dengan kepalanya. Rasa khawatir mulai menghantui di dalam pikirannya. ***“Bagaimana menurut
“Syaratnya, kamu harus membebaskan ayah Clarissa.”Justine masih berpikir keras dengan hal itu. Dia tidak mungkin membebaskan pamannya sebelum ibunya bebas dari tangan ayahnya sampai dia hanya bisa diam saat Leonardo mengatakan syarat yang diajukan kepadanya.“Bagaimana? Apakah kamu sanggup? Kamu sudah membunuh Clarissa dan aku sudah kehilangannya, sebagai rasa penyesalanmu aku ingin kamu membebaskan ayahnya.”Justine masih membatu. Dia sendiri tidak tahu harus mengatakan apa untuk menjawab perkataan Leonardo. Dia masih bingung akan semua hal itu. Dia tahu bahwa sampai detik ini dia bersalah dengan Clarissa. Oleh sebab itu, dia membebaskan Leonardo. Apalagi setelah mendengarkan apa yang dikatakan oleh Rissa Elmer bahwa dia harus meminta maaf dengan cara membebaskan orang yang paling disayang Clarissa waktu Rissa berada di apartemennya.“Kenapa kamu malah diam, Justine? Apa kau tidak mendengarkan apa yang sedang aku katakan?” tanya Leonardo Shu sedikit kecewa.JUstine menghela napas pa
Justine yang baru saja merebahkan tubuhnya dengan memainkan ponsel, kaget saat mendapatkan pesan suara dari seseorang yang tidak dia kenal. Api amarah mulai menyelimuti hatinya saat mendengar suara orang yang tidak asing baginya berbicara di dalam telepon genggam Justine. “Biadab kamu, Zero!” Justine melempar ponselnya hingga ponsel itu terjatuh di lantai dalam keadaan pecah. Dia benar-benar tersulut emosi. selama ini dia tidak menyangka jika ayahnya sangat peduli dengan Zero, tetapi tidak dengannya. Justine mengambil ponselnya yang lain, lalu dia menghubungi salah satu anak buahnya untuk melepaskan Leonardo. [“Bagaimana kalau tuan David tahu tentang ini, Tuan muda? KIta bisa dimakan habis oleh beliau.”] “Kau ikuti perintahku atau ikuti perintah tua bangka itu?” [“Baik, Tuan.”] Justine langsung menutup sambungan teleponnya. Dia sudah tidak sabar lelaki itu bebas untuk membunuh Zero karena hanya dia yang bisa melawan Zero untuk saat ini. JUstine mengirimkan sebuah pesan kepada ana
Clarissa menatap ke arah pintu dan beralih menatap sang paman, seolah menanyakan siapa yang sedang mengetuk pintunya.“Kenapa kamu malah menatap paman? Kamu tanya kepada paman? Mana mungkin paman tahu. Coba kamu lihat siapa yang datang,” perintah Alexander kepada Clarissa.“Tidak mungkin Justine, kan, Paman? Tadi dia baru saja menghubungiku.”Alexander langsung bingung ketika Clarissa mengira itu adalah Justine. Dia melihat ke sana-sini, mencari tempat untuk bersembunyi.Alexander langsung pergi menuju kamar, dia tidak tahu itu kamar Clarissa atau kamar tamu, yang terpenting baginya adalah mencari tempat persembunyian yang tepat, dengan memerhatikan siapa yang baru saja datang mengunjungi apartemen Clarissa dari balik pintu kamar.Dia terus memerhatikan kedua orang yang saat ini ada di hadapannya, dia melihat setiap gerak -gerik mereka.“Clarissa … aku membutuhkanmu,” ucap Zero duduk di sofa yang ada di ruang tamu.“Kamu kenapa?”“Aku sedang mencari ibuku, Clarissa. Dia diculik oleh s
“Tentu, rencana ini jauh lebih berhasil daripada rencana kita yang sebelumnya. Sebenarnya ini adalah rencanamu, Clarissa. Aku hanya memperbaikinya saja.”Clarissa masih belum paham apa yang dikatakan oleh sang paman. “Aku belum mengerti, Paman.”Alexander berdiri, dia melihat ke sekitar ruangan itu, degan memikirkan apa yang sedang dia bicarakan dengan Clarissa.“Aku pernah dengar sebelum Leonardo ditangkap kembali oleh David, dia telah menculik ibu Zero, istri kedua David Lee. Aku akan membantumu untuk meyakinkan Zero jika sebenarnya, selama ini David lee hanya memanfaatkan dia, sedangkan kamu, kamu buat Justine semakin membenci David Lee karena ibunya di sekap. Buat Justine menyesal karena selama ini telah membantu ayahnya yang selalu menyakiti keluargamu.”Clarissa malah tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Alexander. “Itu adalah rencana yang sudah aku pikirkan sebelumnya, Paman. Walau aku tidak tahu jika Leonardo menculik ibu Zero. Tapi, di mana sekarang ibu Zero? Apakah Davi
Carissa bingung harus menjawab apa dengan pertanyaan pemuda itu. Dia tidak mungkin mengatakan jika itu adalah mayat Arman, terpaksa dia harus memikirkan terlebih dahulu alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan salah satu anak buah Nelson tersebut.“Nona Risa kenapa kamu malah diam? Apakah pertanyaanku ada yang salah?”“Bukan seperti itu, tetapi aku rasa kamu tidak perlu menanyakan isi dari kardus itu karena itu bukan urusan kamu, kalau kamu berniat membantuku angkat saja barang itu kedalam bagasi, tetapi kalau kamu tidak berniat membantuku, kamu tidak perlu repot-repot untuk membuang tenagamu.”“Aku hanya ingin tahu saja, Nona. Kalau kamu tidak ingin memberitahukan kepadaku juga tidak masalah.”Lelaki itu berusaha mengangkat kardus tersebut. Namun, kardus itu sangat berat, bahkan beratnya seperti dia memikul satu orang laki-laki yang tenaganya sangat kua. Lelaki itu meletakkan kardus itu kembali. Dia menatap heran ke arah Clarissa. “Kenapa berat sekali Nona? Aku seperti menggendo
Clarissa duduk di samping Arman. Dia mengambil sebuah pisau tajam yang ukurannya terbilang cukup kecil. Dia menancapkan pisau itu di dada Arman dan juga di leher lelaki itu. Dia sudah lama tidak bermain dengan benda tajam akhir-akhir ini. Jadi, kali ini dia merasa bahwa dia cukup puas telah melampiaskan kekesalannya kepada Arman. Akan tetapi, dia juga tidak tahu akan dia bawa kemana mayat Arman. Clarissa kembali berdiri untuk mencari jalan keluar, ketika dia mencoba berpikir tentang cara dia bisa keluar dari semua masalah itu, dia melihat sebuah jendela. Clarissa tersenyum melihat jendela tersebut. Lalu dia melangkah mendekati jendela tersebut. Perlahan dia mulai membuka jendela itu, dan memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja tanpa ada yang melihat kejadian tersebut. Saat dia sudah memastikan semuanya, Clarissa kembali menuju ke arah Arman. Dia ingin membawa Arman keluar dari tempat itu, tetapi dia jua tidak mau jika sampai ada yang melihat Arman. Lalu dia memutuskan untuk
Clarissa memutuskan sambungan telepon. Dia sangat sakit hati mendengar apa yang telah diucapkan pamannya. Selama ini dia berpikir jika sang paman akan selalu ada di sampingnya untuk membela dia, tetapi Alexander masih saja memikirkan Justine. Clarissa bingung ingin cerita dengan siapa, saat ini dia sudah tidak punya siapa-siapa, lalu dia memutuskan untuk pergi ke markas Geng Harimau Putih untuk melampiaskan kekesalannya. Dia pergi dengan mobil yang telah diberikan Nelson kepadanya. Setelah dia sampai di markas, semua orang langsung berkumpul, menyambut dia dengan menundukkan kepala. Mereka terlihat takut saat Clarissa datang dengan raut wajah yang menakutkan.Clarissa duduk di kursi yang biasa digunakan Nelson duduk dengan menatap semua orang yang ada di sana. “Bagaimana, apakah sudah ada perkembangannya tentang pembunuh calon suamiku?”Tidak ada yang menjawab pertanyaan Clarissa, semua orang yang di sana hanya mampu menyembunyikan wajahnya dari Clarissa sampai membuat Clarissa na