Clarissa duduk menyilangkan kakinya sesaat setelah mengambil minuman dari atas meja. Setiap tegukan jus yang masuk ke dalam bibir Clarissa tak luput dari perhatian Mahesa Cao, membuatnya tidak sabar untuk memiliki Carissa. “Kenapa kamu tidak menjawab, Sayang?”
Mahesa berusaha membelai pipi Clarissa. Namun, tangannya ditahan oleh Clarissa. “Jika anda berminat, jangan di sini karena aku tidak suka jadi tontonan."
Kedua sudut bibir Mahesa terangkat seketika. Dia menatap Clarissa penuh dengan nafsu. Ia berdiri dan mengulurkan tangannya untuk Clarissa.
Clarissa tersenyum menerima uluran tangan lelaki yang sudah masuk ke dalam perangkapnya. Dia berdiri menggandeng tangan lelaki itu, melangkah ke luar club dengan sangat anggun. Membuat siapa saja iri melihat pemandangan tersebut.
"Kita akan ke mana, Sayang?"
"Terserah, yang jelas aku tidak suka di hotel karena aku ingin berlama-lama berada di sampingmu," ucap Clarissa bergelayut manja.
"Baiklah, kalau begitu kita ke markas.”
Clarissa sudah tidak mampu lagi menyembunyikan kebahagiaannya. Dia tidak perlu bersusah payah untuk membuat Mahesa menggiringnya ke markas.
"Apa kamu bahagia bisa bersamaku?" tanya Mahesa berusaha mencium Clarissa. Tapi, tangan Clarissa berusaha mendorong wajah Mahesa perlahan.
"Jangan di sini, Tuan. Aku malu."
"Kamu memang gadis yang sangat menggemaskan." Mahesa mencubit dagu Clarissa yang lancip.
Clarissa hanya membalas senyuman agar Mahesa tidak curiga. Namun, sebenarnya Clarissa ingin mematahkan tangan Mahesa Cao saat ini juga. Baru kali ini ada lelaki berani menyentuh dirinya. Jika saja bukan karena untuk mencari nama di Anggota Geng Srigala Putih. Clarissa tidak akan pernah mau diperlakukan seperti itu.
Mobil Bentley Mulsanne hitam itu turun di sebuah gedung berlantai tiga. Memiliki warna kombinasi antara putih dan abu-abu.
Clarissa turun dengan sangat anggun saat pintu mobil terbuka. Dia memasuki bangunan mewah itu dengan menggandeng tangan Mahesa Cao. Semua orang yang berada di sana menundukkan kepala.
Mata Clarissa melihat sekeliling markas tersebut. Tidak ada hal yang membuatnya tertarik bahkan di sana tidak ada barang mewah yang terpampang. Walaupun bangunan itu berlantai tiga. Apa benar berlian itu di tangan Mahesa?
Clarissa berusaha menepis kecurigaannya. Dia akan mencari berlian itu nanti. Dia melangkah menuju sebuah ruangan yang sangat besar bahkan pintunya berlapis dengan emas. Dari semua ruangan hanya ruangan itu yang terlihat mewah. Clarissa yakin jika ruangan tersebut adalah ruangan Mahesa.
Mahesa membuka jas mahal yang dia kenakan di depan Clarissa, saat mereka sudah berada di dalam ruangan tersebut. Dia perlahan mendekati Clarissa, mencium aroma tubuh Clarissa yang begitu menggoda.
“Apa anda tidak ingin bermain-main terlebih dahulu, Tuan?” tanya Clarissa melangkah menuju ke sebuah kursi goyang. Dia melemparkan pantatnya di atas kursi goyang tersebut.
“Aku tidak suka terburu-buru. Bagiku itu kurang menyenangkan,” lanjut Clarissa.
“Apanya yang kurang menyenangkan, Sayang. Bukankah kita akan menikmati surga dunia bersama?”
Sorot mata Clarissa berubah menjadi tajam. Dia merasa muak dengan lelaki seperti Mahesa Cao. Perlahan dia bangkit mendekati Mahesa dengan aura pembunuh. Membuat Mahesa sedikit tidak mengerti.
“Ada apa denganmu? Kenapa kamu menatapku seperti itu?”
Senyum menyeringai terpampang jelas di bibir Clarissa. “Aku bukan wanita murahan yang akan menyerahkan diriku kepadamu. Asal kamu tau, yang aku inginkan bukan tidur bersamamu, melainkan nyawamu.”
Clarissa mengeluarkan pistolnya yang baru saja dibeli dari sahabatnya. Dia mengarahkan ke kening Mahesa. Namun, raut wajah Mahesa terlihat biasa saja. Dia tidak takut sama sekali. Malah dia tersenyum dengan apa yang dilakukan oleh Clarissa. Membuat Clarissa menautkan kedua alisnya.
“Kamu adalah anak kemarin sore Clarissa. Kamu ingin membunuhku? Apa kamu yakin akan berhasil?”
“Maksudmu?” Clarissa terlihat kebingungan dengan ucapan Mahesa. Bagaimana orang ini bisa mengatakan hal itu. Sedangkan pistol Clarissa sudah berada tepat di keningnya?
“Lakukan saja apa yang kamu inginkan, Clarissa. Namun, jika tidak berhasil, jangan salahkan aku.”
Clarissa menekan pelatuk pistol tersebut. Tapi, tidak terjadi apapun kepada Mahesa Cao. Dia mulai memeriksa pistolnya, dan ternyata tidak ada peluru di dalamnya.
“Ha-ha-ha-ha. Clarissa … Clarissa. Asal kamu tahu, sahabat yang selama ini kamu percaya adalah anak buahku.” Mahesa menarik dagu Clarissa. “Menurut kamu kenapa aku tadi mendekatimu? Karena kecantikanmu? Kau terlalu bodoh Clarissa. Aku tidak mungkin membawa seorang wanita murahan ke dalam markas.”
Clarissa mengepalkan tangannya. Dia merasa terkhianati untuk kesekian kali. Saat ini nyawanya berada di ujung tanduk. Tidak mungkin dia melawan Mahesa dengan beberapa anak buah yang dimilikinya. Apalagi saat ini dia hanya seorang diri.
“Aku beri kamu waktu untuk berpikir. Keluar dalam keadaan mati atau tinggal dalam keadaan hidup?”
“Jika aku memilih tinggal. Apa yang akan terjadi?” tanya Clarissa. Dia tidak ingin gegabah dalam mengambil tindakan.
“Menikah denganku. Hidupmu akan lebih sejahtera.”
Clarissa membuang mukanya. Dia bahkan enggan menatap wajah lelaki tua seperti Mahesa Cao. Lalu bagaimana dia bisa menjadi istrinya. Tapi, dia juga tidak mau mati konyol di tangan Mahesa.
“Aku butuh waktu untuk itu.”
“Tidak masalah. Aku beri kamu waktu satu minggu. Dalam waktu satu minggu ke depan, kamu harus sudah menjadi istriku.”
Setidaknya dalam waktu satu minggu itu dia bisa menemukan berlian tersebut. “Baiklah.”
Clarissa duduk termenung di tepi ranjang. Memegang kepalanya yang terasa berat. Semua rencananya gagal total. Dia yakin jika berlian itu sudah tidak ada di markas ini. Saat dia merebahkan tubuhnya, terdengar suara teriakan orang-orang dari lantai dasar.
Clarissa mencoba bangkit dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata markas ini kebakaran. Dia terlihat panik melihat semua itu. Bagaimana dia keluar dari tempat itu? Sedangkan dia saat ini sedang dikunci.
Clarissa mencoba melihat barang-barang yang ada di dalam kamar tersebut. Dia mengangkat sebuah kursi untuk memecahkan jendela kamar tersebut. Namun, dia urungkan niatnya. Rasanya percuma dia memecahkan kaca itu. Dia tidak akan bisa keluar dari sana, karena dia berada di lantai tiga. Jika dia melompat, dia juga akan mati.
Clarissa mulai pasrah. Dia memejamkan matanya, menjemput ajal yang sebentar lagi akan menjemput. “Maafkan Clarissa, Ayah. Clarissa tidak bisa menyelamatkan Ayah.”
“Ayo, pergi.”
Clarissa membuka matanya. Dia melihat seseorang memakai topeng kain berwarna hitam menarik tangan Clarissa. Clarissa hanya memperhatikan lelaki tersebut. Dia tidak tahu siapa lelaki itu. Apakah dia Leonardo Shu?
Namun, dari gestur tubuhnya dia bukan Leonardo. Leonardo lebih tinggi daripada orang tersebut. “Siapa kamu?”
“Tidak penting siapa aku, yang terpenting saat ini kamu bisa pergi dari sini dengan selamat.”
Clarissa hanya mengikuti langkah lelaki itu. Dia tidak mau melanjutkan pertanyaannya. Dia simpan rapat-rapat rasa penasaran yang ada dalam hatinya.
Melihat ke sekeliling markas yang telah hampir habis terbakar dengan raut wajah kecewa. Dia menghempaskan tangan lelaki itu dengan kuat.
“Lepaskan aku!" bentak Clarissa kepada lelaki tersebut. Lelaki itu menggelengkan kepalanya. “Ingat ayahmu, Nona Clarissa.” Clarissa menatap lelaki itu. Dari sorot matanya seperti pernah melihat orang itu. "Kamu lagi. Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu seolah-olah tahu siapa aku?" "Tidak penting, Nona. Ayo kita pergi dari sini. Aku ada jalan pintas." Lelaki itu menarik tangan Clarissa. Dia mengajak Clarissa lari dari bangunan yang hampir ludes terbakar. Walaupun dengan banyak rintangan akhirnya mereka bisa keluar dari markas Mahesa Cao. Kedua nafas orang itu tersengal-sengal saat mereka telah sampai di lantai bawah. Clarissa sendiri tidak tahu bagaimana orang itu bisa tahu jika dia berada di markas musuh. "Ayo masuk, Nona. Sebelum mereka mengetahui keberadaan kita," ucap orang itu saat mereka sampai di samping mobil Subaru Impreza putih. Clarissa mengikuti perintah orang tersebut untuk masuk ke dalam mobil tanpa banyak bicara. Sesekali dia menatap lelaki itu. "Kenapa kamu tida
"Permisi, Tuan." Refleks mata Leonardo melirik ke arah sumber suara. Ternyata orang yang baru saja menganggu kesenangannya adalah salah satu anak buahnya yang berada dalam anggota Geng Srigala Putih. Clarissa yang menyadari hal itu langsung pergi ke kamar. Dia menutup pintu kamarnya. Dia bahkan tidak melihat orang itu sama sekali. Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Merasa bodoh dengan apa yang dia lakukan dengan Leonardo Shu tadi. Andai saja orang itu tidak datang, entah apa yang terjadi antara dia dan Leonardo. *** Leonardo Shu menarik tangan orang itu untuk menjauh dari kamar Clarissa. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini?!" Lelaki itu menundukkan kepalanya. Dia sadar betul jika dirinya telah datang di waktu yang salah. "Maafkan saya, Tuan. Bukan maksud saya untuk mengganggu anda, akan tetapi ....," "Tapi apa? Katakan! Jangan buang waktuku untuk hal tidak penting." "Markas Geng Srigala Putih diserang, Tuan." Tanpa banyak bertanya, Leonardo Shu langsung pergi begitu saj
"Nanti kamu akan tahu sendiri. Sebaiknya, kamu istirahat setelah kita sampai ke mansion." "Kamu selalu membuatku penasaran, Tuan." Clarissa melihat ke arah luar jendela. Memikirkan sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Dia kembali menoleh ke arah Leonardo berharap lelaki itu bisa sedikit membantunya. "Tuan … bolehkah aku minta bantuan?" "Katakan saja. Apa pun yang kamu inginkan, pasti akan kuturuti." Clarissa memutar bola matanya. Dia merasa malas mendengar gombalan Leonardo. "Aku ingin pergi sebentar, Tuan. Bolehkah aku meminjam salah satu mobil milik Tuan?" tanya Clarissa kepada Leonardo. "Kamu mau ke mana? Aku akan mengantarmu." Clarissa diam. Dia menatap Leonardo Shu dengan menelan ludahnya. Tidak tahu harus berkata apa lagi pada Leonardo. Tidak mungkin dia mengajak Leonardo dalam hal ini. Bisa terbongkar semua rahasia yang selama ini dia simpan jika Leonardo ikut dengannya. Clarissa mencoba berpikir apa yang akan dia katakan kepada orang yang ada di sampingnya itu. "K
Clarissa mematung. Dia seperti kenal dengan suara lelaki itu. Dia mencoba melirik ke belakang. Lelaki yang tingginya hampir 150cm itu ternyata adalah William Zhi, mantan pemimpin Geng Srigala Putih. “Letakkan pistolmu, nyawamu akan selamat.” William tersenyum saat dia melihat Clarissa mengikuti semua perintahnya. “Aku tidak menyangka jika mengalahkanmu semudah ini Clarissa.” Clarissa hanya mengepalkan tangannya. Dia tidak menyangka jika dia masuk ke dalam jebakan William Zhi. “Ikat Clarissa. Aku ingin dia menjadi santapan buaya malam ini. Agar dia tidak bisa memenangkan kompetisi yang akan segera diselenggarakan.” “Baik, Tuan.” Pras mengikuti semua perintah William. Dia mencari sebuah tali dan mengikat Clarissa dengan sangat kencang. Hingga Clarissa tidak bisa melepaskan ikatan tersebut. “Jika Tuan Leonardo tahu semua yang kamu perbuat kepadaku. Aku yakin nyawamu tidak akan pernah selamat,” ucap Clarissa saat dia dipaksa Pras jalan. William tidak memedulikan ucapan Clarissa.
"Kau tidak akan bisa membunuhku, Clarissa," kata Pras dengan bibir bergetar.Clarissa melangkah mendekati Pras dengan senyum menakutkan. "Apa kamu yakin jika aku tidak bisa membunuhmu, Pras? Kau sombong sekali.""Ten-tu." Pras kembali menelan ludah dan berusaha mundur menjauhi Clarissa. "Ka-mu tidak punya senjata. Tidak mungkin bisa mengalahkan ku."Clarissa semakin tersenyum lebar. Dia merasa lelaki yang ada di depannya sangat lucu. Apalagi kakinya bergetar begitu hebat. Terlihat jelas jika di sedang ketakutan. "Kamu mau kemana lagi, Pras? Bahkan kamu sudah tidak bisa pergi kemana pun sekarang." Pras berhenti saat dia merasa terpojok. Dia tahu betul kemampuan Clarissa dalam bela diri. Membuat dia terpaksa mengambil pistol yang ada di saku celananya. "Jangan mendekat, Clarissa, atau aku akan membunuhmu."Pras menodongkan pistol itu ke arah Clarissa. Namun, Clarissa terlihat sangat santai. Dia malah menarik tangan kanan Pras yang saat ini sedang memegang pistol. Perlahan dia mulai pe
"Jangan, Tuan. Aku punya penyakit gatal yang menular. Aku terpaksa menutupi seluruh tubuhku agar Anda tidak tertular. Atau jangan-jangan Anda bersedia memiliki penyakit gatal sepertiku? Kalau Anda bersedia, aku akan membuka topiku di depan Anda saat ini juga." Mendengar pernyataan dari orang memakai topi yang ada di depannya, William langsung mencegah orang itu membuka topi. "Tidak. Aku tidak mau memiliki penyakit aneh seperti kamu. Cepat buka pintunya dan bawa gadis itu ke sarang buaya." "Baik, Tuan." Clarissa membuka pintu dengan senyum penuh kemenangan. Akhirnya dia bisa menyaksikan pengkhianat itu mati di depan matanya. "Ayo jalan!" bentak Clarissa kepada Pras yang tertutup wajahnya hingga membuat William tidak tahu jika saat ini yang terikat adalah Pras. William memperhatikan orang yang didorong Clarissa. "Tunggu ….!" Clarissa menghentikan langkahnya. Dia memejamkan matanya sejenak, berharap William tidak curiga. William mendekati Clarissa. "Kamu yakin dia Clarissa?" "Tent
"Iya. Pamanku hanya David Lee, suami dari bibi. Memang menurutmu siapa lagi, Clarissa?" tanya Leonardo. Dia merasa aneh dengan pertanyaan Clarissa.Clarissa tidak bergeming. Dia terlihat gelisah mendengar David Lee akan datang. "Untuk apa dia datang ke mari, Tuan?" Leonardo Shu melongo mendengar pertanyaan Clarissa. Dia menatap Clarissa penuh tanda tanya. "Kenapa kamu nampak aneh, Clarissa? Ini adalah mansionnya. Apa kamu tidak ingin bertemu dengan paman dan bibiku? Atau jangan-jangan kamu sudah mengenalnya?"Leonardo Shu mulai curiga dengan gelagat Clarissa. Dia yakin ada sesuatu yang membuat Clarissa tidak mau bertemu dengan pamannya. Leonardo Shu mulai menatap Clarissa lebih dekat. Dia seperti mencari sesuatu di mata ClarissaClarissa gelagapan. Dia menundukkan kepalanya agar Leonardo Shu tidak bisa menatap matanya. Dia tidak sadar karena pertanyaannya, Leonardo Shu mulai curiga kepadanya. "Apa menurut Tuan, aku terlihat aneh? Aku hanya gugup jika bertemu dengan orang besar sepe
"Ekhem … mau minum apa, Tuan David?" tanya seorang wanita paruh baya, dengan tubuh berisi mendekati David Lee.David Lee menatap wanita itu. Wanita yang pernah setia kepada kakaknya itu tentu tahu semua rahasia yang pernah dia lakukan lima belas tahun yang lalu. David Lee bangkit. Dia menarik tangan wanita tersebut menjauh dari Leonardo Shu. "Ada apa, Tuan? Mengapa anda menarik tangan saya dengan kasar seperti ini?" tanya wanita itu, pura-pura tidak tahu.David Lee melepaskan tangan asisten rumah tangga itu dengan keras saat dia tidak melihat siapa pun. "Jangan kamu katakan yang sebenarnya kepada Leonardo Shu kalau kamu ingin keluargamu selamat.""Kenapa Tuan jahat sekali kepada Tuan Antonio. Beliau adalah kakak Tuan. Seharusnya Anda menghormatinya dan menyayanginya, Tuan. Bukan menghancurkan seluruh keluarga beliau."David Lee mengangkat tangannya kemudian mengepalkan tangannya. Dia menurunkan kembali tangan yang hampir memukul asisten rumah tangga tersebut. Dia menyisir rambutnya