Melihat Clarissa, sudut bibir lelaki itu tertarik. Sekuat tenaga dia berusaha menahan diri mengatakan siapa dia sebenarnya. Dia ingin menguji Clarissa, sejauh mana tingkat kewaspadaan gadis itu.
“Kenapa Anda diam saja? Jawab pertanyaanku, Tuan.” Clarissa berkata dengan pelan. Tapi, penuh dengan penekanan.
“Kalau saya tidak ingin mengatakannya. Apa yang akan Anda lakukan?”
Kontan pertanyaan itu membuat hati Clarissa membara. Dia merasa ada api yang membakar seluruh tubuhnya. Dengan cepat dia mengeluarkan karambitnya, mengarahkan ke arah leher lelaki itu. “Katakan, kalau kamu tidak ingin mati ditanganku,” bisik Clarissa di telinga lelaki itu.
“Ternyata putri dari tuanku sudah sangat hebat. Dia bahkan tidak pernah takut dengan lawannya.”
Kedua alis Clarissa bertempur mendengar ucapan lelaki itu. Tetapi, dia tidak ingin gegabah dalam bertindak. Lirikan matanya yang tajam membuat siapa saja pasti akan gemetar dibuatnya. Persis seperti ayahnya. “Jangan mengelabui aku, Tuan. Aku bukan orang bodoh yang gampang percaya siapa pun.”
“Tidak ada orang selain kita. Aku bisa saja membunuhmu di tempat ini. Jika Anda tidak jujur, kepadaku,” ucap Clarissa kepada lelaki tersebut.
“Bahkan jika aku mati di tanganmu, aku tidak masalah, Nona.”
Bola mata Clarissa membulat sempurna. Dia perlahan mundur. Bagaimana bisa orang ini terlihat pasrah di depannya? Siapa orang ini sebenarnya?
Mata Clarissa tetap tertuju pada wajah lelaki yang umurnya setara dengan umur pamannya. Dia melihat wajah itu dengan teliti. Mencoba mengingat siapa orang tersebut. Apakah dia mengenalnya atau tidak?
“Apakah kamu tidak mengingat siapa aku? Apakah kamu lupa kebersamaan kita dulu, Nona?”
Pertanyaan lelaki itu membuat Clarissa yakin jika orang itu bukanlah anak buah David Lee, tapi siapa dia?
“Clarissa!”
Clarissa menoleh ke belakang saat ada yang memanggil namanya, tanpa memperhatikan lelaki misterius yang telah pergi meninggalkannya.
“Tuan Leonardo? Apakah sudah selesai acaranya?” tanya Clarissa dengan wajah pucat. Dia takut lelaki yang saat ini ada disampingnya mengatakan siapa dia sebenarnya di depan Leonardo Shu.
“Sudah. Aku mencari kamu sedari tadi. Ternyata kamu ada di sini. Sedang apa kamu di sini sendirian?”
Clarissa mengernyitkan dahinya. Dia merasa tidak sendirian. Lalu kenapa Leonardo mengatakan jika saat ini dia sendirian. Clarissa menoleh kembali ke arah lelaki misterius itu. Ternyata orang itu sudah tidak ada di sana. Mata Clarissa mencari di sekitar tempat itu. Namun, lelaki itu sudah tidak ada. Membuat Clarissa semakin bingung dan penasaran.
“Kamu sedang mencari siapa?” tanya Leonardo memegang pundak Clarissa.
“Hah …?” Clarissa terlihat terkejut saat Leonardo Shu memegang pundak Clarissa. Dia terlihat linglung dan tidak tahu mau menjawab apa.
Leonardo melambaikan kedua tangannya di hadapan Clarissa. Dia merasa ada yang aneh dengan gadis itu. “Kamu kenapa?”
“Tidak. A-ku tidak kenapa-napa. Kita pulang.”
Clarissa berjalan mendahului Leonardo. Dia mengambil nafas dalam-dalam untuk menenangkan hatinya. Berharap lelaki itu tidak membuka mulutnya tentang identitas dia sebenarnya.
Pikiran Clarissa tidak bisa lepas dari lelaki tadi. Dia sudah berusaha sekeras mungkin mengingat siapa lelaki itu. Namun, dia belum mengingat siapa orang yang baru saja ditemui. Hingga sepanjang perjalanan dia hanya terdiam tanpa bersuara.
Sesekali Leonardo melirik ke arah Clarissa. Memperhatikan wanita yang saat ini sering membuat pikirannya menjadi kacau. “Kamu kenapa diam saja sedari tadi? Apakah kamu bertemu dengan seseorang?”
Deg!
Jantung Clarissa terasa ingin lepas saat Leonardo menanyakan hal itu. Dia menatap wajah Leonardo.
“Aku tidak bertemu dengan siapa pun. Jadi jangan berpikir terlalu jauh.” Clarissa kembali menatap ke depan.
Leonardo memilih diam, tidak menjawab ataupun bertanya kembali kepada Clarissa. Dia tidak ingin terlalu jauh ikut campur dalam urusan Clarissa, walaupun dia ingin mengetahui sebenarnya apa yang terjadi. Dia kembali fokus nyetir mobil.
“Ayo, turun.”
Clarissa menatap kedua bola mata Leonardo yang saat ini membukakan pintu mobil untuknya. “Seharusnya Anda tidak berlebihan seperti ini, Tuan. Aku bisa sendiri.”
“Jangan banyak bicara. Ayo, turun.”
Clarissa menuruti semua perintah Leonardo. Dia kembali memperhatikan lelaki itu saat dia telah turun dari mobil. Dia merasa takut hatinya melunak kepada lelaki yang telah menguasai Mansion peninggalan ayahnya.
“Jangan menatapku seperti itu, Clarissa.”
“Boleh aku bertanya?”
“Katakan apa yang ingin kamu tanyakan kepadaku,” ucap Leonardo tersenyum ramah, raut wajah yang kejam sudah hilang.
“Kenapa anda terlihat berubah, Tuan? Apakah Anda mulai tertarik kepadaku?”
“Uhuk … uhuk.” Leonardo seketika langsung terbatuk. Bagaimana dia bisa menemukan wanita to the point seperti Clarissa.
“Aku masuk terlebih dahulu.”
“Tunggu ...!”
Clarissa melangkah mendekati Leonardo yang ingin menjauhi pertanyaan konyol darinya.
“Kita bahas itu nanti. Aku sangat lelah malam ini.”
Ucapan Leonardo semakin membuat Clerissa yakin jika lelaki itu telah tertarik padanya. Namun, dia ingin memastikan semuanya.
***
“Bolehkah pagi ini aku yang masak, Bik?” tanya Clarissa kepada seorang asisten rumah tangga yang terlihat sudah tidak muda lagi.
“Eh, Non ….”
“Panggil saja Clarissa.”
“Clarissa?”
“Iya nama saya Clarissa.”
Wanita itu tiba-tiba matanya menitikkan air mata, saat Clarissa menyebut namanya. Clarissa yang melihat hal itu sedikit bingung dengan sikap wanita tersebut.
“Aku tahu itu kamu, Non. Apakah kamu tidak mengingatku?”
Clarissa berusaha menyembunyikan identitasnya. Namun, ada saja yang mengenalnya. Dia tahu bahwa wanita tersebut adalah kepala asisten rumah tangganya dulu, tetapi dia berpura-pura tidak mengenalnya.
“Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud, Bik. Bahkan aku tidak mengenal siapa Anda.”
“Benarkah seperti itu, Nona? Namun, kenapa Anda tahu di mana letak dapur di Mansion ini?”
Clarissa memejamkan matanya. Dia merasa sangat bodoh hari ini bahkan kebodohannya membuat wanita itu mengenalinya.
“Saya rasa untuk mencari dapur di Mansion ini tidaklah sulit.”
“Kenapa Anda tidak katakan yang sebenarnya kepada saya, Non, apakah Anda tidak mempercayai saya?”
Clarissa yang awalnya ingin masak mulai mengurungkan niatnya. Dia tidak mau tambah panjang lebar masalahnya.
“Non ...!”
“Jika kamu mengetahui siapa aku, anggap saja semua itu tidak benar. Kalau kamu ingin keluargamu selamat.” Clarissa pergi dari sana. Padahal dia ingin mengambil hati Leonardo. Dia ingin Leonardo semakin mencintainya dengan menu sarapan yang dia buat untuk Leonardo.
Clarissa duduk termenung, memandangi gelas yang berisi air putih di tangannya.
“Tadi malam bagaimana? Apakah seru?” tanya Clarissa saat melihat Leonardo menggeser kursi yang ada di sampingnya.
"Lumayan. Tapi, ada misi yang harus kita selesaikan. Kamu tidak boleh ikut dalam misi ini."
Kedua alis Clarissa mengernyit saat dia menatap Leonardo. “Kenapa aku tidak boleh ikut?”
Leonardo meletakkan gelas di samping Clarissa saat dia telah selesai minum air yang baru saja dituangkan ke dalam gelas.
“Ini misi bahaya. Wanita tidak boleh ikut.”
“Kalau aku memaksa. Apa yang akan kamu lakukan, Tuan?”
Leonardo mengambil nafas panjang mendengar pertanyaan Clarissa. Dia mencoba menahan emosinya saat menghadapi Clarissa yang keras kepala. “Jangan memancing emosiku, Clarissa.” “Aku tidak memancing emosimu, Tuan. Aku adalah salah satu anggota di geng mafia yang berada dalam naunganmu bahkan aku adalah wakil pemimpin di Geng Srigala Putih. Namun, kamu tidak mau mengatakan misi itu kepadaku. Lalu apa artinya aku menjadi seorang wakil pemimpin di geng itu?” “Dengarkan aku, Clarissa. Aku cuma ...,” “Lebih baik aku mundur saja, Tuan. Daripada aku hanya menjadi boneka,” ucap Clarissa. Dia ingin tahu bagaimana reaksi Leonardo Shu. Leonardo mengusap wajahnya dengan kasar. Dia sangat mengkhawatirkan wanita yang saat ini duduk di sampingnya. Namun, ternyata wanita itu sama sekali tidak mengerti. “Oke, aku akan mengatakan semuanya kepadamu. Kita ada misi mengambil berlian permata biru laut yang berada di tangan Mahesa Cao. Seorang bos Mafia yang terkenal sangat kejam. Aku harap kamu tidak ter
Clarissa duduk menyilangkan kakinya sesaat setelah mengambil minuman dari atas meja. Setiap tegukan jus yang masuk ke dalam bibir Clarissa tak luput dari perhatian Mahesa Cao, membuatnya tidak sabar untuk memiliki Carissa. “Kenapa kamu tidak menjawab, Sayang?” Mahesa berusaha membelai pipi Clarissa. Namun, tangannya ditahan oleh Clarissa. “Jika anda berminat, jangan di sini karena aku tidak suka jadi tontonan." Kedua sudut bibir Mahesa terangkat seketika. Dia menatap Clarissa penuh dengan nafsu. Ia berdiri dan mengulurkan tangannya untuk Clarissa. Clarissa tersenyum menerima uluran tangan lelaki yang sudah masuk ke dalam perangkapnya. Dia berdiri menggandeng tangan lelaki itu, melangkah ke luar club dengan sangat anggun. Membuat siapa saja iri melihat pemandangan tersebut. "Kita akan ke mana, Sayang?" "Terserah, yang jelas aku tidak suka di hotel karena aku ingin berlama-lama berada di sampingmu," ucap Clarissa bergelayut manja. "Baiklah, kalau begitu kita ke markas.” Clarissa
“Lepaskan aku!" bentak Clarissa kepada lelaki tersebut. Lelaki itu menggelengkan kepalanya. “Ingat ayahmu, Nona Clarissa.” Clarissa menatap lelaki itu. Dari sorot matanya seperti pernah melihat orang itu. "Kamu lagi. Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu seolah-olah tahu siapa aku?" "Tidak penting, Nona. Ayo kita pergi dari sini. Aku ada jalan pintas." Lelaki itu menarik tangan Clarissa. Dia mengajak Clarissa lari dari bangunan yang hampir ludes terbakar. Walaupun dengan banyak rintangan akhirnya mereka bisa keluar dari markas Mahesa Cao. Kedua nafas orang itu tersengal-sengal saat mereka telah sampai di lantai bawah. Clarissa sendiri tidak tahu bagaimana orang itu bisa tahu jika dia berada di markas musuh. "Ayo masuk, Nona. Sebelum mereka mengetahui keberadaan kita," ucap orang itu saat mereka sampai di samping mobil Subaru Impreza putih. Clarissa mengikuti perintah orang tersebut untuk masuk ke dalam mobil tanpa banyak bicara. Sesekali dia menatap lelaki itu. "Kenapa kamu tida
"Permisi, Tuan." Refleks mata Leonardo melirik ke arah sumber suara. Ternyata orang yang baru saja menganggu kesenangannya adalah salah satu anak buahnya yang berada dalam anggota Geng Srigala Putih. Clarissa yang menyadari hal itu langsung pergi ke kamar. Dia menutup pintu kamarnya. Dia bahkan tidak melihat orang itu sama sekali. Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Merasa bodoh dengan apa yang dia lakukan dengan Leonardo Shu tadi. Andai saja orang itu tidak datang, entah apa yang terjadi antara dia dan Leonardo. *** Leonardo Shu menarik tangan orang itu untuk menjauh dari kamar Clarissa. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini?!" Lelaki itu menundukkan kepalanya. Dia sadar betul jika dirinya telah datang di waktu yang salah. "Maafkan saya, Tuan. Bukan maksud saya untuk mengganggu anda, akan tetapi ....," "Tapi apa? Katakan! Jangan buang waktuku untuk hal tidak penting." "Markas Geng Srigala Putih diserang, Tuan." Tanpa banyak bertanya, Leonardo Shu langsung pergi begitu saj
"Nanti kamu akan tahu sendiri. Sebaiknya, kamu istirahat setelah kita sampai ke mansion." "Kamu selalu membuatku penasaran, Tuan." Clarissa melihat ke arah luar jendela. Memikirkan sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Dia kembali menoleh ke arah Leonardo berharap lelaki itu bisa sedikit membantunya. "Tuan … bolehkah aku minta bantuan?" "Katakan saja. Apa pun yang kamu inginkan, pasti akan kuturuti." Clarissa memutar bola matanya. Dia merasa malas mendengar gombalan Leonardo. "Aku ingin pergi sebentar, Tuan. Bolehkah aku meminjam salah satu mobil milik Tuan?" tanya Clarissa kepada Leonardo. "Kamu mau ke mana? Aku akan mengantarmu." Clarissa diam. Dia menatap Leonardo Shu dengan menelan ludahnya. Tidak tahu harus berkata apa lagi pada Leonardo. Tidak mungkin dia mengajak Leonardo dalam hal ini. Bisa terbongkar semua rahasia yang selama ini dia simpan jika Leonardo ikut dengannya. Clarissa mencoba berpikir apa yang akan dia katakan kepada orang yang ada di sampingnya itu. "K
Clarissa mematung. Dia seperti kenal dengan suara lelaki itu. Dia mencoba melirik ke belakang. Lelaki yang tingginya hampir 150cm itu ternyata adalah William Zhi, mantan pemimpin Geng Srigala Putih. “Letakkan pistolmu, nyawamu akan selamat.” William tersenyum saat dia melihat Clarissa mengikuti semua perintahnya. “Aku tidak menyangka jika mengalahkanmu semudah ini Clarissa.” Clarissa hanya mengepalkan tangannya. Dia tidak menyangka jika dia masuk ke dalam jebakan William Zhi. “Ikat Clarissa. Aku ingin dia menjadi santapan buaya malam ini. Agar dia tidak bisa memenangkan kompetisi yang akan segera diselenggarakan.” “Baik, Tuan.” Pras mengikuti semua perintah William. Dia mencari sebuah tali dan mengikat Clarissa dengan sangat kencang. Hingga Clarissa tidak bisa melepaskan ikatan tersebut. “Jika Tuan Leonardo tahu semua yang kamu perbuat kepadaku. Aku yakin nyawamu tidak akan pernah selamat,” ucap Clarissa saat dia dipaksa Pras jalan. William tidak memedulikan ucapan Clarissa.
"Kau tidak akan bisa membunuhku, Clarissa," kata Pras dengan bibir bergetar.Clarissa melangkah mendekati Pras dengan senyum menakutkan. "Apa kamu yakin jika aku tidak bisa membunuhmu, Pras? Kau sombong sekali.""Ten-tu." Pras kembali menelan ludah dan berusaha mundur menjauhi Clarissa. "Ka-mu tidak punya senjata. Tidak mungkin bisa mengalahkan ku."Clarissa semakin tersenyum lebar. Dia merasa lelaki yang ada di depannya sangat lucu. Apalagi kakinya bergetar begitu hebat. Terlihat jelas jika di sedang ketakutan. "Kamu mau kemana lagi, Pras? Bahkan kamu sudah tidak bisa pergi kemana pun sekarang." Pras berhenti saat dia merasa terpojok. Dia tahu betul kemampuan Clarissa dalam bela diri. Membuat dia terpaksa mengambil pistol yang ada di saku celananya. "Jangan mendekat, Clarissa, atau aku akan membunuhmu."Pras menodongkan pistol itu ke arah Clarissa. Namun, Clarissa terlihat sangat santai. Dia malah menarik tangan kanan Pras yang saat ini sedang memegang pistol. Perlahan dia mulai pe
"Jangan, Tuan. Aku punya penyakit gatal yang menular. Aku terpaksa menutupi seluruh tubuhku agar Anda tidak tertular. Atau jangan-jangan Anda bersedia memiliki penyakit gatal sepertiku? Kalau Anda bersedia, aku akan membuka topiku di depan Anda saat ini juga." Mendengar pernyataan dari orang memakai topi yang ada di depannya, William langsung mencegah orang itu membuka topi. "Tidak. Aku tidak mau memiliki penyakit aneh seperti kamu. Cepat buka pintunya dan bawa gadis itu ke sarang buaya." "Baik, Tuan." Clarissa membuka pintu dengan senyum penuh kemenangan. Akhirnya dia bisa menyaksikan pengkhianat itu mati di depan matanya. "Ayo jalan!" bentak Clarissa kepada Pras yang tertutup wajahnya hingga membuat William tidak tahu jika saat ini yang terikat adalah Pras. William memperhatikan orang yang didorong Clarissa. "Tunggu ….!" Clarissa menghentikan langkahnya. Dia memejamkan matanya sejenak, berharap William tidak curiga. William mendekati Clarissa. "Kamu yakin dia Clarissa?" "Tent