Clarissa dan Leonardo turun di sebuah bangunan berlantai dua yang sangat menyeramkan. Bangunan itu diberi cat warna merah, dipadukan dengan hitam. Lampunya tidak terang. Membuat siapa saja yang ada di sana pasti merinding melihat kesan pertama pada bangunan itu. Apalagi ada patung Serigala yang siap menerkam musuhnya di setiap sudut ruangan.
Clarissa melangkah memasuki bangunan itu didampingi Leonardo Shu. “Apa kamu akan berkumpul dengan orang-orang penting di sini?” tanya Clarissa kepada Leonardo.
“Iya. Aku juga akan memperkenalkan kamu kepada mereka.” Senyum simpul tak lepas dari bibir Leonardo Shu saat berbicara dengan Clarissa. Dia sudah tidak marah-marah lagi kepada wanita yang saat ini ada di hadapannya.
Clarissa bingung harus mengatakan apa untuk menghindari pertemuannya dengan David Lee. Dia merasa belum siap.
“Bisakah lain kali?” tanya Clarissa. Berharap Leonardo mau memahami dirinya sebagai anggota baru.
Leonardo mulai mengernyitkan dahinya. “Kenapa kamu menolak. Bukankah kamu seharusnya bangga bisa bertemu dengan pamanku?”
Clarissa diam. Dia mencoba berpikir keras agar Leonardo tidak bisa memaksanya untuk pergi menemui David Lee.
“Clarissa.” Leonardo memanggil Clarissa saat dia memperhatikan Clarissa yang hanya diam saja.
Kontan Clarissa langsung mengangkat wajahnya melihat ke arah Leonardo Shu.
“A-ku belum siap,” ucap Clarissa gugup.
Leonardo Shu mulai paham dengan kondisi Clarissa saat ini. “Baiklah. Aku rasa memang kamu belum siap. Mungkin karena kamu adalah anggota baru.”
Hufft….
Clarissa menjadi sedikit tenang. “Aku harap kamu tidak mengatakan apapun tentangku kepadanya. Biarkan aku saja yang menceritakan siapa aku kepada Tuan David. Karena aku ingin mengatakan semua yang ada di dalam hati kepada beliau secara langsung.”
Leonardo menganggukkan kepalanya. Dia mulai menggenggam tangan Clarissa untuk memasuki bangunan tersebut. Clarissa hanya mampu melirik ke arah tangan Leonardo yang tidak mau melepaskan tangannya sedari tadi.
Clarissa tersenyum melihat itu semua. Dia tidak pernah mengira jika pertemuannya dengan Leonardo secara tidak sengaja mengantarkannya ke dalam tujuannya. Clarissa membiarkan tangan Leonardo terus menggenggamnya. Dia akan membiarkan Leonardo melakukan sesuka hatinya. Kerna dia hanyalah alat untuknya balas dendam.
“Apa kamu yakin tidak mau ikut aku bergabung dengan para petinggi geng mafia yang aku pimpin?” tanya Leonardo Shu. Dia sangat berharap jika Clarissa mau duduk mendampinginya bersama orang-orang penting.
Dengan kedua sudut bibir yang melengkung Clarissa menggelengkan kepalanya. Menjawab semua pertanyaan Leonardo Shu.
Leonardo hanya mampu menarik nafasnya panjang saat melihat penolakan dari Clarissa. Dengan hati yang penuh dengan kekecewaan. Leonardo meninggalkan Clarissa sendirian di sudut ruang pertandingan. Ada rasa khawatir di hati Leonardo kepada Clarissa. Bahkan saat dia meninggalkan Clarissa. Dia sering menoleh kebelakang, memastikan Clarissa baik-baik saja tanpa dirinya. Namun Clarissa selalu tersenyum dan menganggukan kepalanya. Agar Leonardo tidak mencemaskannya.
Tidak berapa lama, saat Leonardo Shu sudah berada di tempatnya. David Lee datang bersama dengan segerombolannya. Tangan Clarissa mengepal ketika melihat seseorang yang selama ini menjadi targetnya telah berada di hadapannya. Sorot mata Clarissa tidak lepas dari David Lee. Aura membunuhnya sangat terasa di mata siapa saja yang ada di dekatnya.
Clarissa melangkah memperhatikan David Lee. Hingga dia masuk ke dalam area penonton pertandingan. Agar David Lee tidak curiga ada seseorang yang saat ini mulai memperhatikannya.
“Permisi,” ucap Clarissa kepada salah satu penonton yang ada di sampingnya.
“Bolehkah aku bertanya?” lanjut Clarissa kepada salah satu lelaki yang saat ini sedang diajak bicara.
Lelaki itu mengangguk kan kepalanya. Hingga membuat Clarissa berani melanjutkan pertanyaannya. “Siapa pemuda berkulit putih, rambutnya berwarna merah yang duduk di samping tuan David Lee?”
“Dia adalah anak tuan David Lee. Namanya tuan Justine Lee.” Lelaki itu menatap Clarissa.
“Apa kamu anggota baru?” tanya lelaki tersebut kepada Clarissa.
“Bisa dibilang seperti itu,” jawab Clarissa menampakkan senyumnya.
Clarissa tidak menyangka jika Justine Lee mengikuti jejak ayahnya bergabung dengan para geng mafia. Padahal dulu Justine Lee adalah seorang anak pendiam yang suka membangkang kepada ayahnya. Mereka dulu adalah sahabat. Namun setelah melihat keangkuhan di wajah Justine membuat Clarissa ingin menghabisi pemuda itu. Dia tidak peduli jika Justine adalah sahabatnya dulu.
“Kenapa anda menatap anak tuan David seperti itu?” tanya lelaki tersebut.
Clarissa menoleh ke arah lelaki yang belum dia kenal itu. “Apa maksud anda? Aku tidak paham pertanyaan anda.”
Clarissa berusaha menyembunyikan sesuatu dari lelaki yang umurnya sudah tidak terlalu muda itu.
“Aku yakin kamu paham dengan apa yang aku katakan, Nona. Semoga kamu bisa mencapai semua tujuan kamu,” ucap Lelaki itu. Namun ketika Clarissa ingin menjawab pertanyaan dari lelaki tersebut, tiba-tiba lelaki itu sudah pergi dari hadapannya. Membuat Clarissa penasaran siapa lelaki itu. Dia seperti tahu apa yang Clarissa pikirkan.
Clarissa mencoba mencari lelaki itu. Namun sayangnya, dia tidak menemukan apa-apa. Padahal dia mencari lelaki itu sampai ke halaman markas. ‘Siapa lelaki itu? Apakah dia tahu sesuatu? Atau dia mulai curiga denganku?’ Clarisa bermonolog dengan hatinya.
Dia mengusap wajahnya dengan frustasi, Baru saja dia memulai misinya. Namun sudah ada orang yang mulai mencarinya. Dia takut jika orang itu mengatakan sesuatu kepada David Lee. Karena jika sampai itu terjadi. Dia yakin detik itu juga David Lee akan membunuhnya, dan membunuh ayahnya.
Clarissa melihat ke sana-sini berharap dia menemukan lelaki itu, tetapi hasilnya sama. Dia tidak menemukan lelaki itu. Hingga dia terduduk lemas di taman depan markas saat dia tahu bahwa lelaki itu tidak dapat ditemukan.
Clarissa hanya mampu meneteskan air matanya saat dia tidak menemukan lelaki yang baru saja dia temui. Saat ini dia hanya mampu berharap. Bahwa lelaki itu tidak akan mengatakan apapun kepada siapapun.
“Kamu sedang apa di sini?”
Clarissa menoleh ke arah sumber suara. Kontan dia langsung berdiri saat dia melihat orang yang baru saja menegurnya.
“Seharusnya kamu tidak perlu menangis. Karena air mata itu terlalu berharga. Tuan Antonio pasti marah besar jika putrinya menangis seperti ini.”
Mata Clarissa terbelalak saat orang itu mengetahui siapa dirinya. Padahal dia sebisa mungkin menyembunyikan identitasnya. “Kau tahu siapa aku?”
“Siapa yang tidak akan mengenalmu, Tuan putri? Seluruh anak buah keluarga Lee tentu paham siapa kamu.”
Seketika Clarissa mengambil karambit yang berada di saku celananya. Dia tidak mau siapapun ada yang tahu identitasnya.
“Darimana anda tahu siapa aku?” tanya Clarissa berusaha mendekati lelaki itu. Dia tidak ingin lelaki itu membaca pergerakannya.
Lelaki itu hanya menatap gerak-gerik Clarissa. Dia tahu bahwa saat ini Clarissa sedang memegang karambit di tangan kirinya. Namun dia pura-pura tidak tahu.
Melihat Clarissa, sudut bibir lelaki itu tertarik. Sekuat tenaga dia berusaha menahan diri mengatakan siapa dia sebenarnya. Dia ingin menguji Clarissa, sejauh mana tingkat kewaspadaan gadis itu. “Kenapa Anda diam saja? Jawab pertanyaanku, Tuan.” Clarissa berkata dengan pelan. Tapi, penuh dengan penekanan. “Kalau saya tidak ingin mengatakannya. Apa yang akan Anda lakukan?” Kontan pertanyaan itu membuat hati Clarissa membara. Dia merasa ada api yang membakar seluruh tubuhnya. Dengan cepat dia mengeluarkan karambitnya, mengarahkan ke arah leher lelaki itu. “Katakan, kalau kamu tidak ingin mati ditanganku,” bisik Clarissa di telinga lelaki itu. “Ternyata putri dari tuanku sudah sangat hebat. Dia bahkan tidak pernah takut dengan lawannya.” Kedua alis Clarissa bertempur mendengar ucapan lelaki itu. Tetapi, dia tidak ingin gegabah dalam bertindak. Lirikan matanya yang tajam membuat siapa saja pasti akan gemetar dibuatnya. Persis seperti ayahnya. “Jangan mengelabui aku, Tuan. Aku buka
Leonardo mengambil nafas panjang mendengar pertanyaan Clarissa. Dia mencoba menahan emosinya saat menghadapi Clarissa yang keras kepala. “Jangan memancing emosiku, Clarissa.” “Aku tidak memancing emosimu, Tuan. Aku adalah salah satu anggota di geng mafia yang berada dalam naunganmu bahkan aku adalah wakil pemimpin di Geng Srigala Putih. Namun, kamu tidak mau mengatakan misi itu kepadaku. Lalu apa artinya aku menjadi seorang wakil pemimpin di geng itu?” “Dengarkan aku, Clarissa. Aku cuma ...,” “Lebih baik aku mundur saja, Tuan. Daripada aku hanya menjadi boneka,” ucap Clarissa. Dia ingin tahu bagaimana reaksi Leonardo Shu. Leonardo mengusap wajahnya dengan kasar. Dia sangat mengkhawatirkan wanita yang saat ini duduk di sampingnya. Namun, ternyata wanita itu sama sekali tidak mengerti. “Oke, aku akan mengatakan semuanya kepadamu. Kita ada misi mengambil berlian permata biru laut yang berada di tangan Mahesa Cao. Seorang bos Mafia yang terkenal sangat kejam. Aku harap kamu tidak ter
Clarissa duduk menyilangkan kakinya sesaat setelah mengambil minuman dari atas meja. Setiap tegukan jus yang masuk ke dalam bibir Clarissa tak luput dari perhatian Mahesa Cao, membuatnya tidak sabar untuk memiliki Carissa. “Kenapa kamu tidak menjawab, Sayang?” Mahesa berusaha membelai pipi Clarissa. Namun, tangannya ditahan oleh Clarissa. “Jika anda berminat, jangan di sini karena aku tidak suka jadi tontonan." Kedua sudut bibir Mahesa terangkat seketika. Dia menatap Clarissa penuh dengan nafsu. Ia berdiri dan mengulurkan tangannya untuk Clarissa. Clarissa tersenyum menerima uluran tangan lelaki yang sudah masuk ke dalam perangkapnya. Dia berdiri menggandeng tangan lelaki itu, melangkah ke luar club dengan sangat anggun. Membuat siapa saja iri melihat pemandangan tersebut. "Kita akan ke mana, Sayang?" "Terserah, yang jelas aku tidak suka di hotel karena aku ingin berlama-lama berada di sampingmu," ucap Clarissa bergelayut manja. "Baiklah, kalau begitu kita ke markas.” Clarissa
“Lepaskan aku!" bentak Clarissa kepada lelaki tersebut. Lelaki itu menggelengkan kepalanya. “Ingat ayahmu, Nona Clarissa.” Clarissa menatap lelaki itu. Dari sorot matanya seperti pernah melihat orang itu. "Kamu lagi. Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu seolah-olah tahu siapa aku?" "Tidak penting, Nona. Ayo kita pergi dari sini. Aku ada jalan pintas." Lelaki itu menarik tangan Clarissa. Dia mengajak Clarissa lari dari bangunan yang hampir ludes terbakar. Walaupun dengan banyak rintangan akhirnya mereka bisa keluar dari markas Mahesa Cao. Kedua nafas orang itu tersengal-sengal saat mereka telah sampai di lantai bawah. Clarissa sendiri tidak tahu bagaimana orang itu bisa tahu jika dia berada di markas musuh. "Ayo masuk, Nona. Sebelum mereka mengetahui keberadaan kita," ucap orang itu saat mereka sampai di samping mobil Subaru Impreza putih. Clarissa mengikuti perintah orang tersebut untuk masuk ke dalam mobil tanpa banyak bicara. Sesekali dia menatap lelaki itu. "Kenapa kamu tida
"Permisi, Tuan." Refleks mata Leonardo melirik ke arah sumber suara. Ternyata orang yang baru saja menganggu kesenangannya adalah salah satu anak buahnya yang berada dalam anggota Geng Srigala Putih. Clarissa yang menyadari hal itu langsung pergi ke kamar. Dia menutup pintu kamarnya. Dia bahkan tidak melihat orang itu sama sekali. Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Merasa bodoh dengan apa yang dia lakukan dengan Leonardo Shu tadi. Andai saja orang itu tidak datang, entah apa yang terjadi antara dia dan Leonardo. *** Leonardo Shu menarik tangan orang itu untuk menjauh dari kamar Clarissa. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini?!" Lelaki itu menundukkan kepalanya. Dia sadar betul jika dirinya telah datang di waktu yang salah. "Maafkan saya, Tuan. Bukan maksud saya untuk mengganggu anda, akan tetapi ....," "Tapi apa? Katakan! Jangan buang waktuku untuk hal tidak penting." "Markas Geng Srigala Putih diserang, Tuan." Tanpa banyak bertanya, Leonardo Shu langsung pergi begitu saj
"Nanti kamu akan tahu sendiri. Sebaiknya, kamu istirahat setelah kita sampai ke mansion." "Kamu selalu membuatku penasaran, Tuan." Clarissa melihat ke arah luar jendela. Memikirkan sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Dia kembali menoleh ke arah Leonardo berharap lelaki itu bisa sedikit membantunya. "Tuan … bolehkah aku minta bantuan?" "Katakan saja. Apa pun yang kamu inginkan, pasti akan kuturuti." Clarissa memutar bola matanya. Dia merasa malas mendengar gombalan Leonardo. "Aku ingin pergi sebentar, Tuan. Bolehkah aku meminjam salah satu mobil milik Tuan?" tanya Clarissa kepada Leonardo. "Kamu mau ke mana? Aku akan mengantarmu." Clarissa diam. Dia menatap Leonardo Shu dengan menelan ludahnya. Tidak tahu harus berkata apa lagi pada Leonardo. Tidak mungkin dia mengajak Leonardo dalam hal ini. Bisa terbongkar semua rahasia yang selama ini dia simpan jika Leonardo ikut dengannya. Clarissa mencoba berpikir apa yang akan dia katakan kepada orang yang ada di sampingnya itu. "K
Clarissa mematung. Dia seperti kenal dengan suara lelaki itu. Dia mencoba melirik ke belakang. Lelaki yang tingginya hampir 150cm itu ternyata adalah William Zhi, mantan pemimpin Geng Srigala Putih. “Letakkan pistolmu, nyawamu akan selamat.” William tersenyum saat dia melihat Clarissa mengikuti semua perintahnya. “Aku tidak menyangka jika mengalahkanmu semudah ini Clarissa.” Clarissa hanya mengepalkan tangannya. Dia tidak menyangka jika dia masuk ke dalam jebakan William Zhi. “Ikat Clarissa. Aku ingin dia menjadi santapan buaya malam ini. Agar dia tidak bisa memenangkan kompetisi yang akan segera diselenggarakan.” “Baik, Tuan.” Pras mengikuti semua perintah William. Dia mencari sebuah tali dan mengikat Clarissa dengan sangat kencang. Hingga Clarissa tidak bisa melepaskan ikatan tersebut. “Jika Tuan Leonardo tahu semua yang kamu perbuat kepadaku. Aku yakin nyawamu tidak akan pernah selamat,” ucap Clarissa saat dia dipaksa Pras jalan. William tidak memedulikan ucapan Clarissa.
"Kau tidak akan bisa membunuhku, Clarissa," kata Pras dengan bibir bergetar.Clarissa melangkah mendekati Pras dengan senyum menakutkan. "Apa kamu yakin jika aku tidak bisa membunuhmu, Pras? Kau sombong sekali.""Ten-tu." Pras kembali menelan ludah dan berusaha mundur menjauhi Clarissa. "Ka-mu tidak punya senjata. Tidak mungkin bisa mengalahkan ku."Clarissa semakin tersenyum lebar. Dia merasa lelaki yang ada di depannya sangat lucu. Apalagi kakinya bergetar begitu hebat. Terlihat jelas jika di sedang ketakutan. "Kamu mau kemana lagi, Pras? Bahkan kamu sudah tidak bisa pergi kemana pun sekarang." Pras berhenti saat dia merasa terpojok. Dia tahu betul kemampuan Clarissa dalam bela diri. Membuat dia terpaksa mengambil pistol yang ada di saku celananya. "Jangan mendekat, Clarissa, atau aku akan membunuhmu."Pras menodongkan pistol itu ke arah Clarissa. Namun, Clarissa terlihat sangat santai. Dia malah menarik tangan kanan Pras yang saat ini sedang memegang pistol. Perlahan dia mulai pe
“Pesan dari David lee, dia tahu kalau aku masih hidup, dan dia ingin membawa aku kepadanya. Lelaki ini mungkin berpikir kalau aku bodoh, Paman.” “Biarkan saja, Clarissa. Kita yang akan membuat dia menjadi orang bodoh. Kamu tinggal di rumah aku akan membawa Zero pergi ke rumahnya, dan buat dia yakin bahwa Zero telah berhasil menjalankan misinya.”Clarissa tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Alexander, dia akan menuruti semua yang dikatakan lelaki itu, mungkin itu seperti sebuah permainan yang sangat menyenangkan. Clarissa sedang asyik memainkan ponsel Zero, sedangkan Alexander langsung pergi bersama anak buahnya yang baru saja datang. Kali ini dia tidak hanya akan memberikan kejutan kepada David, tetapi dia juga akan menyelamatkan Isabella, dan setelah semuanya selesai, Alexander akan menghubungi JUstine untuk menyelamatkan kakaknya.Sesuai dengan rencana, Alexander meminta anak buahnya meletakkan potongan mayat Zero berada di depan pintu mansion David, sedangkan Alexander, d
Mengingat Clarissa dia malah teringat Zero yang sudah mulai tergila-gila kepada wanitanya itu. Entah mengapa dia juga takut jika sebenarnya ini hanya sebuah jebakan dari Zero untuk membuat Clarissa bisa ditangkap David Lee. Leonardo ingin menghubungi Clarissa untuk berhati-hati. Akan tetapi saat ini dia juga tidak memiliki sebuah ponsel untuk menghubungi Clarissa.Leonardo mulai bingung. Dia tidak tahu harus berbuat apa, yang bisa dia lakukan saat ini adalah berharap agar tugas Justine bisa segera karena hanya itu cara dia untuk membuat Clarissa selamat dari Zero.Dia tahu selama ini Zero tidak sungguh-sungguh mencintai Clarissa. Ada maksud dan tujuan tersembunyi dari lelaki itu untuk Clarissa kalau tidak, tidak mungkin lelaki itu menyakiti Clarissa selama ini.Leonardo langsun mempercepat langkahnya agar dia segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tubuhnya terasa sakit, begitu pula dengan kepalanya. Rasa khawatir mulai menghantui di dalam pikirannya. ***“Bagaimana menurut
“Syaratnya, kamu harus membebaskan ayah Clarissa.”Justine masih berpikir keras dengan hal itu. Dia tidak mungkin membebaskan pamannya sebelum ibunya bebas dari tangan ayahnya sampai dia hanya bisa diam saat Leonardo mengatakan syarat yang diajukan kepadanya.“Bagaimana? Apakah kamu sanggup? Kamu sudah membunuh Clarissa dan aku sudah kehilangannya, sebagai rasa penyesalanmu aku ingin kamu membebaskan ayahnya.”Justine masih membatu. Dia sendiri tidak tahu harus mengatakan apa untuk menjawab perkataan Leonardo. Dia masih bingung akan semua hal itu. Dia tahu bahwa sampai detik ini dia bersalah dengan Clarissa. Oleh sebab itu, dia membebaskan Leonardo. Apalagi setelah mendengarkan apa yang dikatakan oleh Rissa Elmer bahwa dia harus meminta maaf dengan cara membebaskan orang yang paling disayang Clarissa waktu Rissa berada di apartemennya.“Kenapa kamu malah diam, Justine? Apa kau tidak mendengarkan apa yang sedang aku katakan?” tanya Leonardo Shu sedikit kecewa.JUstine menghela napas pa
Justine yang baru saja merebahkan tubuhnya dengan memainkan ponsel, kaget saat mendapatkan pesan suara dari seseorang yang tidak dia kenal. Api amarah mulai menyelimuti hatinya saat mendengar suara orang yang tidak asing baginya berbicara di dalam telepon genggam Justine. “Biadab kamu, Zero!” Justine melempar ponselnya hingga ponsel itu terjatuh di lantai dalam keadaan pecah. Dia benar-benar tersulut emosi. selama ini dia tidak menyangka jika ayahnya sangat peduli dengan Zero, tetapi tidak dengannya. Justine mengambil ponselnya yang lain, lalu dia menghubungi salah satu anak buahnya untuk melepaskan Leonardo. [“Bagaimana kalau tuan David tahu tentang ini, Tuan muda? KIta bisa dimakan habis oleh beliau.”] “Kau ikuti perintahku atau ikuti perintah tua bangka itu?” [“Baik, Tuan.”] Justine langsung menutup sambungan teleponnya. Dia sudah tidak sabar lelaki itu bebas untuk membunuh Zero karena hanya dia yang bisa melawan Zero untuk saat ini. JUstine mengirimkan sebuah pesan kepada ana
Clarissa menatap ke arah pintu dan beralih menatap sang paman, seolah menanyakan siapa yang sedang mengetuk pintunya.“Kenapa kamu malah menatap paman? Kamu tanya kepada paman? Mana mungkin paman tahu. Coba kamu lihat siapa yang datang,” perintah Alexander kepada Clarissa.“Tidak mungkin Justine, kan, Paman? Tadi dia baru saja menghubungiku.”Alexander langsung bingung ketika Clarissa mengira itu adalah Justine. Dia melihat ke sana-sini, mencari tempat untuk bersembunyi.Alexander langsung pergi menuju kamar, dia tidak tahu itu kamar Clarissa atau kamar tamu, yang terpenting baginya adalah mencari tempat persembunyian yang tepat, dengan memerhatikan siapa yang baru saja datang mengunjungi apartemen Clarissa dari balik pintu kamar.Dia terus memerhatikan kedua orang yang saat ini ada di hadapannya, dia melihat setiap gerak -gerik mereka.“Clarissa … aku membutuhkanmu,” ucap Zero duduk di sofa yang ada di ruang tamu.“Kamu kenapa?”“Aku sedang mencari ibuku, Clarissa. Dia diculik oleh s
“Tentu, rencana ini jauh lebih berhasil daripada rencana kita yang sebelumnya. Sebenarnya ini adalah rencanamu, Clarissa. Aku hanya memperbaikinya saja.”Clarissa masih belum paham apa yang dikatakan oleh sang paman. “Aku belum mengerti, Paman.”Alexander berdiri, dia melihat ke sekitar ruangan itu, degan memikirkan apa yang sedang dia bicarakan dengan Clarissa.“Aku pernah dengar sebelum Leonardo ditangkap kembali oleh David, dia telah menculik ibu Zero, istri kedua David Lee. Aku akan membantumu untuk meyakinkan Zero jika sebenarnya, selama ini David lee hanya memanfaatkan dia, sedangkan kamu, kamu buat Justine semakin membenci David Lee karena ibunya di sekap. Buat Justine menyesal karena selama ini telah membantu ayahnya yang selalu menyakiti keluargamu.”Clarissa malah tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Alexander. “Itu adalah rencana yang sudah aku pikirkan sebelumnya, Paman. Walau aku tidak tahu jika Leonardo menculik ibu Zero. Tapi, di mana sekarang ibu Zero? Apakah Davi
Carissa bingung harus menjawab apa dengan pertanyaan pemuda itu. Dia tidak mungkin mengatakan jika itu adalah mayat Arman, terpaksa dia harus memikirkan terlebih dahulu alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan salah satu anak buah Nelson tersebut.“Nona Risa kenapa kamu malah diam? Apakah pertanyaanku ada yang salah?”“Bukan seperti itu, tetapi aku rasa kamu tidak perlu menanyakan isi dari kardus itu karena itu bukan urusan kamu, kalau kamu berniat membantuku angkat saja barang itu kedalam bagasi, tetapi kalau kamu tidak berniat membantuku, kamu tidak perlu repot-repot untuk membuang tenagamu.”“Aku hanya ingin tahu saja, Nona. Kalau kamu tidak ingin memberitahukan kepadaku juga tidak masalah.”Lelaki itu berusaha mengangkat kardus tersebut. Namun, kardus itu sangat berat, bahkan beratnya seperti dia memikul satu orang laki-laki yang tenaganya sangat kua. Lelaki itu meletakkan kardus itu kembali. Dia menatap heran ke arah Clarissa. “Kenapa berat sekali Nona? Aku seperti menggendo
Clarissa duduk di samping Arman. Dia mengambil sebuah pisau tajam yang ukurannya terbilang cukup kecil. Dia menancapkan pisau itu di dada Arman dan juga di leher lelaki itu. Dia sudah lama tidak bermain dengan benda tajam akhir-akhir ini. Jadi, kali ini dia merasa bahwa dia cukup puas telah melampiaskan kekesalannya kepada Arman. Akan tetapi, dia juga tidak tahu akan dia bawa kemana mayat Arman. Clarissa kembali berdiri untuk mencari jalan keluar, ketika dia mencoba berpikir tentang cara dia bisa keluar dari semua masalah itu, dia melihat sebuah jendela. Clarissa tersenyum melihat jendela tersebut. Lalu dia melangkah mendekati jendela tersebut. Perlahan dia mulai membuka jendela itu, dan memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja tanpa ada yang melihat kejadian tersebut. Saat dia sudah memastikan semuanya, Clarissa kembali menuju ke arah Arman. Dia ingin membawa Arman keluar dari tempat itu, tetapi dia jua tidak mau jika sampai ada yang melihat Arman. Lalu dia memutuskan untuk
Clarissa memutuskan sambungan telepon. Dia sangat sakit hati mendengar apa yang telah diucapkan pamannya. Selama ini dia berpikir jika sang paman akan selalu ada di sampingnya untuk membela dia, tetapi Alexander masih saja memikirkan Justine. Clarissa bingung ingin cerita dengan siapa, saat ini dia sudah tidak punya siapa-siapa, lalu dia memutuskan untuk pergi ke markas Geng Harimau Putih untuk melampiaskan kekesalannya. Dia pergi dengan mobil yang telah diberikan Nelson kepadanya. Setelah dia sampai di markas, semua orang langsung berkumpul, menyambut dia dengan menundukkan kepala. Mereka terlihat takut saat Clarissa datang dengan raut wajah yang menakutkan.Clarissa duduk di kursi yang biasa digunakan Nelson duduk dengan menatap semua orang yang ada di sana. “Bagaimana, apakah sudah ada perkembangannya tentang pembunuh calon suamiku?”Tidak ada yang menjawab pertanyaan Clarissa, semua orang yang di sana hanya mampu menyembunyikan wajahnya dari Clarissa sampai membuat Clarissa na