Melihat raut wajah Zero, bibir Clarissa tersenyum menyeringai. Dia maju beberapa langkah dengat tatapan ingin membunuh.“Apa kamu takut berhadapan dengan wanita lemah seperti diriku, Zero. Asal kau tahu, aku sangat menghormati tuan Alexander Lee, jika tidak, mungkin kamu sudah mati dari tadi,” ucap Clarissa tepat di depan mata Zero.***“Selamat pagi, Tuan Nelson.” Alexander berjabat tangan dengan seorang lelaki dengan usia sekitar lima puluh tahun yang tubuhnya sangat berisi. Lelaki itu tersenyum ketika Alexander Lee menjabat tangannya.“Pagi, Tuan. Aku sengaja datang pagi karena aku ingin bertemu dengan gadis yang kau janjikan kepadaku. Setelah melihat fotonya, aku tidak bisa tidur. Dia sungguh sangat cantik. Apakah dia sudah datang?”Alexander tersenyum getir mendengar hal itu. Dia berusaha mengatur napasnya agar dia bisa menahan emosi mendengar lelaki hidung belang itu memuji keponakannya. Dia ingin sekali menggagalkan semua rencana dia dengan Clarissa tentang hal ini, walaupun
Wajah Nelson terlihat sangat pucat ketika kaca mobilnya diketuk oleh salah satu pria yang memakai tudung hitam tersebut.Clarissa melirik ke arah Nelson. Dia ingin tertawa melihat wajah Nelson yang begitu jelas, jika orang tersebut ketakutan. Namun, dia mencoba menahannya."Buka pintunya? Atau kalau tidak, kaca pintu mobilmu akan aku pecahkan!"Clarissa yang sudah tidak sabar mulai turun dari mobil tanpa mendengar perkataan Nelson."Rissa apa yang akan kamu lakukan?!" teriak Nelson mengkhawatirkan Clarissa.Clarissa tidak peduli, dia melangkah mendekati ke enam orang tersebut.Tangannya mulai menarik salah satu di antara mereka dan menghajar mereka satu per satu. Hal itu membuat Nelson melongo. Lelaki itu turun dari mobil dengan bertepuk tangan. "Kamu luar biasa sekali, Rissa. Kamu bisa mengalahkan mereka dengan sekali pukulan. Kenapa kamu tidak menjadi bodyguardku saja daripada harus bekerja di tempat Alexander Lee?""Apakah tawaran Tuan itu benar? Atau Anda hanya memujiku saja?" "
Hati Clarissa merasa teriris mendengar pertanyaan David Lee. Pertanyaan itu membuat dia mengingat Bram. Dia tidak suka David Lee bertanya tentang itu, dia mencoba menghela napas agar lebih bisa mengontrol dirinya di depan David Lee karena sorot mata David Lee tidak lepas darinya."Pamanku yang selama ini melatihku, Tuan. Akan tetapi, dia sudah meninggal dunia.""Aku turut bersedih mendengar hal itu, Nona," jawab David Lee bersimpati.Clarissa hanya tersenyum. Dia lebih memilih diam dan tidak banyak bicara.Setelah makanan datang, semua orang yang ada di meja tersebut mulai menikmati makanan mereka. Tidak ada yang bersuara ketika mereka menikmati hidangan makanan mereka, tetapi mata David Lee yang sering kali menatapnya membuat Clarissa mulai tidak nyaman dengan hal itu. Apa David Lee mulai mencurigainya? Bukankah tidak ada satupun orang yang mengenali wajahnya?Clarissa menyudahi makan siangnya dan mengambil segelas air putih yang sudah tersedia di samping piringnya. "Permisi, Tuan.
"Kak David?!"David Lee menurunkan kakinya, dia berdiri dan menyambut kedatangan Alexander Lee dengan merentangkan tangan. Namun, Alexander Lee sama sekali tidak mendekat. Dengan wajah marah dia berkata, "Untuk apa kakak datang ke mari?"David Lee menurunkan tangannya. Dia terlihat kecewa melihat sikap Alexander Lee. "Kenapa kamu seperti tidak suka melihatku, Alexander? Apa kamu mulai membenciku?""Apakah menurutmu, aku akan berbaik hati dengan penjahat seperti kamu, Kak?! Kalau orang diluar sana mereka jahat dengan orang lain, sedangkan kamu? Apa yang kamu lakukan, Kak? Kau menghancurkan saudaramu sendiri. Apakah kamu sudah gila?!""Cukup!" bentak David Lee kepada Alexander Lee. "Aku menyayangimu, Alexander Lee. Pernahkah aku melukaimu? Tidak, 'kan?" David Lee berjalan mendekati Alexander Lee. "Seharusnya kamu bisa berpikir, kenapa hanya Antonio Lee yang aku hancurkan? Kenapa aku tidak pernah menghancurkan kamu? Padahal aku tahu semua yang kamu lakukan."Alexander Lee menganga mend
Hari ini Alexander memutuskan untuk pergi kesuatu tempat dan bertemu dengan seseorang di sebuah tempat yang tidak ada satupun orang yang tahu di mana tempat itu berada.Gedung itu adalah tempat peninggalan sang ayah yang telah diberikan kepada Alexander Lee.Alexander menatapgedung itu dengan air mata yang kembali menetes. Dia mengingat sang ayah yang sangat menyayanginya. Sebagai seorang anak, dia merasa gagal untuk membuat keluarganya kembali utuh, bahkan dia tidak bisa melindungisang kakak karena sifatnya yang pecundang dan takut mati untuk membela saudaranya sendiri, membuat dia harus kehilangan Kakak pertamanya untuk waktu yang lumayan lama.Alexander masuk ke dalam gedung itu, matanya melihat ke sana kemari di setiap sudut gedung tersebut. Tidak ada yang berubah, hanya saja karena tidak terawat, menciptakan banyak sarang laba-laba yang menghiasi langit-langit gedung itu. Ketika dia membuka pintu, di sana terlihat seorang lelaki yang menggunakan jaket hitam, dan topi hitam. “Apa
“Aku akan membenci orang yang pantas dibenci, begitu pula sebaliknya,” ucap Alexander lalu pergi meninggalkan Leonardo.Leonardo hanya menatap kepergian Alexander Lee, dia tersenyum melihat perilaku Alexander yang tidak memihak kepada siapa pun. Setelah Alexander tidak terlihat lagi dia memutuskan untuk mencari keberadaan Carissa. Dia sangat merindukan wanita itu. wanita yang selama ini hadir dalam mimpinya.Leonardo Shu menghubungi nomor ponsel yang diberikan Alexander kepadanya, tetapi karena tidak diangkat dia mencoba mengirimkan sebuah pesan kepada nomor itu.[Apa kamu lupa denganku, Carissa? Aku adalah kekasihmu, lelaki yang selama ini kamu rindukan.]Leonardo Shu menunggu balasan dari sang pemilik nomor ponsel itu. Tapi, tidak ada satupun balasan darinya hingga terpaksa Leonardo melacak keberadaan wanita yang sangat mencintai melalui nomor telepon.Leonrdo Shu turun dari motornya dengan menggunakan sebuah masker hitam dilengkapi dengan kacamata hitam, dan tidak lupa topi untuk m
Mata Clarissa melotot mendengar ada orang mengetuk pintu. “Kamu dengar itu?”Leonardo hanya menganggukkan kepala ,mengiyakan apa yang ditanyakan oleh Clarissa.“Ada orang di luar apartemenku, kamu harus sembunyi. Aku tidak mau ada orang yang mengetahui bahwa ada kamu di sini, kamu tahu kan apa yang aku maksud?”“Tapi, aku sembunyi di mana, Clarissa?” tanya Leonardo Shu bingung, dan menoleh ke sana sini mencari tempat persembunyian yang tepat.“Terserah, aku tidak peduli. Yang penting ketika aku membuka pintu kamu sudah bersembunyi.” Leonardo diam mematung, dia menatap Clarissa dengan penuh belas kasihan.“Kenapa kamu malah diam? Ayo sembunyi,” ucap Clarissa mendorong tubuh Leonardo agar Leonardo bisa mencari tempat persembunyian terlebih dahulu.Carissa melangkah mendekati pintu apartemennya. Tapi, sebelum dia benar-benar membuka pintu tersebut, dia memastikan terlebih dahulu, apakah Leonardo sudah bersembunyi atau belum.”“Kamu … ada apa?” tanya Clarissa setelah dia membukakan pintu
Leonardo Shu pergi dari apartemen Clarissa. Dia menutup pintu dengan sangat kasar karena kecewa dengan ucapan Clarissa. Tapi, bagaimanapun dia tidak pernah ingin kehilangan wanita itu. Walaupun dia sangat kecewa kepada Clarissa, tetapi dia sangat mencintainyaClarissa hanya mampu diam dan duduk di depan pintu. Dia merasa sedih melihat sikap Leonardo, jujur di hati yang paling dalam dia sangat merindukan Leonardo Shu. Kedatangan Leonardo Shu membuat hatinya sangat bahagia, dia juga ingin berlama-lama dengan Leonardo Shu, tetapi cinta mereka tidak semudah itu, cinta mereka butuh perjuangan untuk bersatu kembali. Dia tidak mau kehilangan Leonardo Shu untuk kedua kalinya.Carissa menangis sepanjang malam dengan bersandar di pintu memikirkan cobaan hidup yang selama ini dia alami, sampai dia mendengar suara alarm dari hp-nya yang menandakan sudah waktunya dia untuk pergi ke rumah Nelson untuk bekerja di hari pertamanya. Dia menghapus air matanya lalu mengambil handphone tersebut, meliha
“Pesan dari David lee, dia tahu kalau aku masih hidup, dan dia ingin membawa aku kepadanya. Lelaki ini mungkin berpikir kalau aku bodoh, Paman.” “Biarkan saja, Clarissa. Kita yang akan membuat dia menjadi orang bodoh. Kamu tinggal di rumah aku akan membawa Zero pergi ke rumahnya, dan buat dia yakin bahwa Zero telah berhasil menjalankan misinya.”Clarissa tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Alexander, dia akan menuruti semua yang dikatakan lelaki itu, mungkin itu seperti sebuah permainan yang sangat menyenangkan. Clarissa sedang asyik memainkan ponsel Zero, sedangkan Alexander langsung pergi bersama anak buahnya yang baru saja datang. Kali ini dia tidak hanya akan memberikan kejutan kepada David, tetapi dia juga akan menyelamatkan Isabella, dan setelah semuanya selesai, Alexander akan menghubungi JUstine untuk menyelamatkan kakaknya.Sesuai dengan rencana, Alexander meminta anak buahnya meletakkan potongan mayat Zero berada di depan pintu mansion David, sedangkan Alexander, d
Mengingat Clarissa dia malah teringat Zero yang sudah mulai tergila-gila kepada wanitanya itu. Entah mengapa dia juga takut jika sebenarnya ini hanya sebuah jebakan dari Zero untuk membuat Clarissa bisa ditangkap David Lee. Leonardo ingin menghubungi Clarissa untuk berhati-hati. Akan tetapi saat ini dia juga tidak memiliki sebuah ponsel untuk menghubungi Clarissa.Leonardo mulai bingung. Dia tidak tahu harus berbuat apa, yang bisa dia lakukan saat ini adalah berharap agar tugas Justine bisa segera karena hanya itu cara dia untuk membuat Clarissa selamat dari Zero.Dia tahu selama ini Zero tidak sungguh-sungguh mencintai Clarissa. Ada maksud dan tujuan tersembunyi dari lelaki itu untuk Clarissa kalau tidak, tidak mungkin lelaki itu menyakiti Clarissa selama ini.Leonardo langsun mempercepat langkahnya agar dia segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tubuhnya terasa sakit, begitu pula dengan kepalanya. Rasa khawatir mulai menghantui di dalam pikirannya. ***“Bagaimana menurut
“Syaratnya, kamu harus membebaskan ayah Clarissa.”Justine masih berpikir keras dengan hal itu. Dia tidak mungkin membebaskan pamannya sebelum ibunya bebas dari tangan ayahnya sampai dia hanya bisa diam saat Leonardo mengatakan syarat yang diajukan kepadanya.“Bagaimana? Apakah kamu sanggup? Kamu sudah membunuh Clarissa dan aku sudah kehilangannya, sebagai rasa penyesalanmu aku ingin kamu membebaskan ayahnya.”Justine masih membatu. Dia sendiri tidak tahu harus mengatakan apa untuk menjawab perkataan Leonardo. Dia masih bingung akan semua hal itu. Dia tahu bahwa sampai detik ini dia bersalah dengan Clarissa. Oleh sebab itu, dia membebaskan Leonardo. Apalagi setelah mendengarkan apa yang dikatakan oleh Rissa Elmer bahwa dia harus meminta maaf dengan cara membebaskan orang yang paling disayang Clarissa waktu Rissa berada di apartemennya.“Kenapa kamu malah diam, Justine? Apa kau tidak mendengarkan apa yang sedang aku katakan?” tanya Leonardo Shu sedikit kecewa.JUstine menghela napas pa
Justine yang baru saja merebahkan tubuhnya dengan memainkan ponsel, kaget saat mendapatkan pesan suara dari seseorang yang tidak dia kenal. Api amarah mulai menyelimuti hatinya saat mendengar suara orang yang tidak asing baginya berbicara di dalam telepon genggam Justine. “Biadab kamu, Zero!” Justine melempar ponselnya hingga ponsel itu terjatuh di lantai dalam keadaan pecah. Dia benar-benar tersulut emosi. selama ini dia tidak menyangka jika ayahnya sangat peduli dengan Zero, tetapi tidak dengannya. Justine mengambil ponselnya yang lain, lalu dia menghubungi salah satu anak buahnya untuk melepaskan Leonardo. [“Bagaimana kalau tuan David tahu tentang ini, Tuan muda? KIta bisa dimakan habis oleh beliau.”] “Kau ikuti perintahku atau ikuti perintah tua bangka itu?” [“Baik, Tuan.”] Justine langsung menutup sambungan teleponnya. Dia sudah tidak sabar lelaki itu bebas untuk membunuh Zero karena hanya dia yang bisa melawan Zero untuk saat ini. JUstine mengirimkan sebuah pesan kepada ana
Clarissa menatap ke arah pintu dan beralih menatap sang paman, seolah menanyakan siapa yang sedang mengetuk pintunya.“Kenapa kamu malah menatap paman? Kamu tanya kepada paman? Mana mungkin paman tahu. Coba kamu lihat siapa yang datang,” perintah Alexander kepada Clarissa.“Tidak mungkin Justine, kan, Paman? Tadi dia baru saja menghubungiku.”Alexander langsung bingung ketika Clarissa mengira itu adalah Justine. Dia melihat ke sana-sini, mencari tempat untuk bersembunyi.Alexander langsung pergi menuju kamar, dia tidak tahu itu kamar Clarissa atau kamar tamu, yang terpenting baginya adalah mencari tempat persembunyian yang tepat, dengan memerhatikan siapa yang baru saja datang mengunjungi apartemen Clarissa dari balik pintu kamar.Dia terus memerhatikan kedua orang yang saat ini ada di hadapannya, dia melihat setiap gerak -gerik mereka.“Clarissa … aku membutuhkanmu,” ucap Zero duduk di sofa yang ada di ruang tamu.“Kamu kenapa?”“Aku sedang mencari ibuku, Clarissa. Dia diculik oleh s
“Tentu, rencana ini jauh lebih berhasil daripada rencana kita yang sebelumnya. Sebenarnya ini adalah rencanamu, Clarissa. Aku hanya memperbaikinya saja.”Clarissa masih belum paham apa yang dikatakan oleh sang paman. “Aku belum mengerti, Paman.”Alexander berdiri, dia melihat ke sekitar ruangan itu, degan memikirkan apa yang sedang dia bicarakan dengan Clarissa.“Aku pernah dengar sebelum Leonardo ditangkap kembali oleh David, dia telah menculik ibu Zero, istri kedua David Lee. Aku akan membantumu untuk meyakinkan Zero jika sebenarnya, selama ini David lee hanya memanfaatkan dia, sedangkan kamu, kamu buat Justine semakin membenci David Lee karena ibunya di sekap. Buat Justine menyesal karena selama ini telah membantu ayahnya yang selalu menyakiti keluargamu.”Clarissa malah tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Alexander. “Itu adalah rencana yang sudah aku pikirkan sebelumnya, Paman. Walau aku tidak tahu jika Leonardo menculik ibu Zero. Tapi, di mana sekarang ibu Zero? Apakah Davi
Carissa bingung harus menjawab apa dengan pertanyaan pemuda itu. Dia tidak mungkin mengatakan jika itu adalah mayat Arman, terpaksa dia harus memikirkan terlebih dahulu alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan salah satu anak buah Nelson tersebut.“Nona Risa kenapa kamu malah diam? Apakah pertanyaanku ada yang salah?”“Bukan seperti itu, tetapi aku rasa kamu tidak perlu menanyakan isi dari kardus itu karena itu bukan urusan kamu, kalau kamu berniat membantuku angkat saja barang itu kedalam bagasi, tetapi kalau kamu tidak berniat membantuku, kamu tidak perlu repot-repot untuk membuang tenagamu.”“Aku hanya ingin tahu saja, Nona. Kalau kamu tidak ingin memberitahukan kepadaku juga tidak masalah.”Lelaki itu berusaha mengangkat kardus tersebut. Namun, kardus itu sangat berat, bahkan beratnya seperti dia memikul satu orang laki-laki yang tenaganya sangat kua. Lelaki itu meletakkan kardus itu kembali. Dia menatap heran ke arah Clarissa. “Kenapa berat sekali Nona? Aku seperti menggendo
Clarissa duduk di samping Arman. Dia mengambil sebuah pisau tajam yang ukurannya terbilang cukup kecil. Dia menancapkan pisau itu di dada Arman dan juga di leher lelaki itu. Dia sudah lama tidak bermain dengan benda tajam akhir-akhir ini. Jadi, kali ini dia merasa bahwa dia cukup puas telah melampiaskan kekesalannya kepada Arman. Akan tetapi, dia juga tidak tahu akan dia bawa kemana mayat Arman. Clarissa kembali berdiri untuk mencari jalan keluar, ketika dia mencoba berpikir tentang cara dia bisa keluar dari semua masalah itu, dia melihat sebuah jendela. Clarissa tersenyum melihat jendela tersebut. Lalu dia melangkah mendekati jendela tersebut. Perlahan dia mulai membuka jendela itu, dan memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja tanpa ada yang melihat kejadian tersebut. Saat dia sudah memastikan semuanya, Clarissa kembali menuju ke arah Arman. Dia ingin membawa Arman keluar dari tempat itu, tetapi dia jua tidak mau jika sampai ada yang melihat Arman. Lalu dia memutuskan untuk
Clarissa memutuskan sambungan telepon. Dia sangat sakit hati mendengar apa yang telah diucapkan pamannya. Selama ini dia berpikir jika sang paman akan selalu ada di sampingnya untuk membela dia, tetapi Alexander masih saja memikirkan Justine. Clarissa bingung ingin cerita dengan siapa, saat ini dia sudah tidak punya siapa-siapa, lalu dia memutuskan untuk pergi ke markas Geng Harimau Putih untuk melampiaskan kekesalannya. Dia pergi dengan mobil yang telah diberikan Nelson kepadanya. Setelah dia sampai di markas, semua orang langsung berkumpul, menyambut dia dengan menundukkan kepala. Mereka terlihat takut saat Clarissa datang dengan raut wajah yang menakutkan.Clarissa duduk di kursi yang biasa digunakan Nelson duduk dengan menatap semua orang yang ada di sana. “Bagaimana, apakah sudah ada perkembangannya tentang pembunuh calon suamiku?”Tidak ada yang menjawab pertanyaan Clarissa, semua orang yang di sana hanya mampu menyembunyikan wajahnya dari Clarissa sampai membuat Clarissa na