Entah kehidupan seperti apa yang Tuhan rencanakan, hingga Jasmine harus diuji seberat ini. Gadis cantik yang baru saja menikah itu menghela napas beberapa kali dengan tatapan kosong ke arah samping jendela. Dia menatap bingung dengan segala hal yang menimpanya akhir-akhir ini.
Mamanya yang tiba-tiba bilang kalau dirinya bukan anak kandungnya, Zio datang dengan segala dendamnya, Aldo lebih percaya pada Putri daripada dirinya, dan yang paling tragis, dirinya dijual hanya untuk menutupi hutang papanya, yang mana itu adalah untuk kehidupan mamanya dan juga Putri yang terlalu hedon dan glamor semasa papanya masih hidup. Helaan napas berat mengakhiri sesi melamun Jasmine. “Aku gak tahu rencana apa yang sudah Tuhan susun. Aku hanya berharap semoga Tuhan tidak menguji aku di luar kendaliku. Aku harus bisa keluar dari jeratannya. Apapun yang terjadi, dia harus menceraikanku,” lirih Jasmine. Sang sopir hanya melirik sekilas ke arah Jasmine yang tengah bergumam sendiri. Sepertinya karyawan baru itu memang tengah menghadapi masalah yang berat, tapi sopir dari perusahaan itu tidak ikut campur masalah orang lain. Dia hanya diam sambil menyerahkan tisu ke arah Jasmine. “Saya gak tahu apa masalah neng, semoga Tuhan memberikan sedikit keringanan pada nengnya ya.” Jasmine mengulas senyumnya, dia menerima tisu itu dengan menganggukkan kepalanya. “Makasih, Pak.” “Sama-sama, neng.” “Masih jauh ya, Pak?” tanya Jasmine lagi. Sang sopir hanya memberikan gelengan kepalanya. “Mungkin sepuluh menit lagi sampai, neng. Itupun kalau kita tidak kena macet.” Jasmine memberikan anggukan lemah dan kembali menatap jalanan yang begitu ramai. Walaupun terlihat ramai, tapi berbeda dengan hati Jasmine yang begitu sepi dan juga penuh dengan luka.***
Pagi ini, Zio tidak langsung menyusul Jasmine ke kantornya dan memberikan kejutan lagi, jika dirinya adalah CEO dari perusahaan yang dia tempati. Dia malah sedang merencanakan kejutan lain untuk Melda dan juga perusahaan Melda yang memang tengah menjalankan sebuah kerja sama dengan dirinya.
Zio menatap jam di pergelangan tangannya. Sudah lima menit berlalu dari janjiannya, tapi Melda juga belum datang untuk menemuinya. Hingga menit ke tujuh, Melda baru datang dengan sekretarisnya, seperti biasa datang dengan sosok angkuh dan kesombongannya. “Telat tujuh menit, dan ini sudah membuang waktu saya,” ucap Zio sambil melepaskan kacamatanya. “Kamu harusnya sudah dengar kan bagaimana perusahaan saya tidak suka orang yang tidak disiplin?” Melda menatap Zio dengan alis berkerut samar. Dia baru kali ini melihat laki-laki muda ini. Apakah dia CEO perusahaan Zio’s Furnishing itu? Tapi yang kemarin-kemarin? “Maaf, Anda siapa? Eh, maksud saya, Anda pemilik dari Zio’s Furnishing? Atau Anda penerus barunya?” Zio merapikan jasnya dengan menjulurkan tangannya. “Saya CEO di perusahaan ini, dan karena saya baru balik dari luar negeri, jadi saya baru bisa mengendalikan sendiri, dan dia,” tunjuknya pada laki-laki yang baru saja datang. “Tangan kanan saya.”Melda meneguk salivanya dengan kasar. Dia mulai membayangkan jika laki-laki di depannya ini masih lajang. Bukankah sangat bagus jika anaknya mendekatinya? Buat apa merebut Aldo dari Jasmine jika ada laki-laki yang jauh lebih tajir dari Aldo? Aldo hanyalah ketua tim di divisi kantor cabang dari Zio’s furniture, sedangkan dia? Sudah tampan, keren, dan paling penting, pemilik perusahaan.
“Bisa dilanjutkan meetingnya?” tanya Zio lagi. Melda mengerjapkan matanya dan menatap kembali Zio. “Maaf sebelumnya, apa kamu sudah menikah?” “Saya di sini tidak mau membahas status sosial saya, fokus sama meeting kali ini. Jangan bikin waktu saya terbuang karena hal yang tidak penting,” jawab Zio dengan tegas. Melda langsung diam. Sepertinya laki-laki di depannya ini sangat disiplin.“Putri harus tahu ini,” batin Melda.Melda mulai menyodorkan sebuah dokumen kerja sama, dan ini kedua kalinya Melda bekerja sama dengan perusahaan Zio’s Furnishings. Kali ini, Melda akan memperpanjang kerja samanya lagi agar bisa mendapatkan untung, apalagi Zio’s Furnishing ini adalah perusahaan di bidang furniture yang mana penjualan dari milik Zio Furnishing tidak lagi diragukan. Bahkan distribusinya sudah mencakup luar dan dalam negeri.
“Tim kami sudah meninjau semua persyaratan yang kamu ajukan. Sepertinya bisa kita sepakati sebagian besar poinnya. Kami hanya perlu sedikit fleksibilitas di bagian distribusi,” Melda mulai membicarakan soal kerja samanya. Zio menyeringai, sepertinya tepat sasaran dengan apa yang dia tuju. Tangannya mengetuk-ngetuk meja seakan tengah berpikir. “Distribusi, ya? Menarik. Tapi, sayangnya, perusahaan kami cukup ketat soal distribusi. Kami hanya bekerja sama dengan mitra yang bisa mengikuti seluruh persyaratan, tanpa pengecualian.” Melda masih mempertahankan senyumnya. Sepertinya dia harus sabar menghadapi CEO daripada tangan kanan dari CEO ini. “Ini untuk kepentingan bersama. Kalau kita saling menyesuaikan, hasil akhirnya akan lebih baik. Perusahaanmu bisa mencapai target pasar baru, dan kami bisa membantu dalam distribusi lokal, dan aku yakin perusahaan kamu akan maju karena hal ini.” Zio lagi-lagi memiringkan senyumnya dengan bersedekap dada. “Tanpa perusahaan kamu, perusahaan saya jauh lebih maju. Kamu pikir saya bodoh? Perusahaan kamu omsetnya lagi menurun dan kamu mau memanfaatkan perusahaan saya?” Zio beranjak berdiri dengan merapikan jasnya. “Maaf, kalau kamu tidak bisa memenuhi syarat kami, cari perusahaan lain.” Setelah bilang seperti itu, Zio langsung meninggalkan Melda dengan segala kedongkolannya. Wanita paruh baya itu mengepalkan tangannya. “Jangan sombong kamu, anak muda. Aku yakin Putri pasti bisa menaklukkan kamu. Jika tidak dengan kerja sama, maka saya akan membuat kamu terjerat dengan pesona Putri.”Zio keluar dari kafe itu dan langsung menuju perusahaannya. Dia akan melihat bagaimana syoknya Jasmine jika atasannya adalah suaminya sendiri. Zio akan menekan banyak pekerjaan dan akan mempersulit Jasmine di manapun tempatnya.
Dengan tidak sabar, Zio langsung membawa mobilnya menuju perusahaannya. Dia akan melihat bagaimana reaksi Jasmine nantinya.***
Di sisi lain, Jasmine sudah sampai di perusahaan pusat sepuluh menit yang lalu. Dia juga sudah menata ruang kerjanya sedemikian rupa. Ternyata kabar tentang Jasmine yang dituduh selingkuh dan sudah menikah dengan laki-laki tua tidak sampai di kantor pusat.
Jasmine menghela nafasnya dengan berat. “Oke, Jasmine, lupakan semua yang bikin kamu sakit, semuanya sudah selesai. Hidup penuh penderitaan kamu juga sudah dimulai, jadi kamu harus siap dengan segala hal yang bikin kamu gila nantinya,” ucapnya pada diri sendiri. Tiba-tiba saja para karyawan langsung heboh, berbicara tentang kedatangan CEO-nya yang baru saja pulang dari luar negeri. “Kalian tahu CEO baru kita? Dia ganteng banget, astagaaa.” “Masa sih? CEO kita sudah menampakkan diri? Dia sudah pulang dari luar negeri? Gimana ganteng gak?” tanya karyawan lain. “Gantengnya gak ada otak, kalau kalian mau tahu, mending sekarang lihat, dia masih di lantai dua ngobrol sama asistennya.” Lalu menatap ke arah Jasmine yang diam dengan tatapan bingungnya. “Kamu juga, harus tahu bagaimana CEO kita, dan kamu beruntung pindah ke sini tadi.” “Harus ya?” tanya Jasmine. “Harus, ayok aku kasih tahu.” Dinda langsung menarik tangan Jasmine. Mereka semua akan melihat bagaimana CEO yang katanya ganteng, tapi tidak ada otaknya itu.Diam-diam, Dinda dan Jasmine mengintip Zio yang tengah ngobrol dengan asistennya di depan lift. Seketika mata Jasmine membelalak dengan tatapan bingungnya.
“Dia CEO kita?” “Hem, ganteng kan?” sahut Dinda. “Kabarnya dia belum menikah, tapi ada yang bilang baru-baru ini habis melangsungkan pernikahan secara diam-diam . Gak tahu yang benar yang mana.” Jasmine diam membisu, dia memejamkan matanya dengan segala kebetulan yang terjadi.“Kenapa jadi seperti ini? Kenapa aku bisa masuk dalam perusahaan laki-laki kejam itu? Apa ini adalah salah satu rencananya juga?”“Zio’s Furniture, ck, kenapa bisa sih? Harusnya aku lihat dulu kan siapa CEO perusahaan ini, bukan langsung masuk saja. Dan sekarang, bagaimana bisa aku keluar dari ranah hidup yang begitu melelahkan ini? Bagaimana bisa aku hidup dengan tenang jika semuanya ada di bawah kendali dia?” Jasmine mengacak rambutnya. Saat ini, dia tidak fokus dengan apa yang ada di depannya. Desainnya bahkan tidak tersentuh sama sekali karena memikirkan hidupnya yang semakin rumit. “Stttt, berdiri semua! Pak Zio datang!” pekik salah satu teman kerjanya. Semuanya langsung berdiri dengan memberi hormat ke Zio yang tengah lewat menuju ruangannya. Dia menghentikan langkahnya dan menatap ke arah ruang kerja tim dua. Tatapannya mengarah pada Jasmine dengan senyum miringnya. Sedetik kemudian, dia melangkahkan kakinya menuju ruangannya. Dinda langsung menghembuskan napasnya, menyandarkan tubuhnya ke kursi miliknya. “Aihhh, sumpah Pak Zio tampan sekali sih.” “Sayang sekali dia itu katanya susah disentuh, ya. D
Pranggg....“Arrhhh kenapa bisa seperti ini? siapa yang berani-beraninya mengunggah semua ini?” teriak Putri dengan menepis semua barang-barangnya yang ada diatas meja.“Putri, kamu apa-apaan sih, kenapa seperti ini?” binggung Melda yang baru saja pulang dari kantor.Putri menyodorkan ponselnya dengan menghapus air matanya dengan kasar. “Mama bisa lihat sendiri? Putri yakin ini adalah ulah kak Jasmine, Putri yakin dia yang menyebarkan fitnah ini ma,”Melda menarik ponsel yang ada ditangan Putri, dia mengerutkan keningnya saat melihat pemberitaan yang mana bersisi semua foto-foto Putri, dan bukan hanya di kantor tapi diluar kantor bahkan sebelum Jasmine dan juga Aldo putus.“Mama akan takedown semua pemberitaan ini, dan mama akan kasih pelajaran untuk Jasmine, kamu tenang saja.”Melda menyentuh bahu Putri dengan meletakan ponselnya diatas kasur. “Sepertinya kamu salah merebut Aldo sayang.”“Maksud mama?” binggung Putri dengan menghapus air matanya.Melda menegakakn duduknya dengan mena
Menikah dengan laki-laki yang tidak Jasmine sukai membuat Jasmine merasa seperti tinggal satu atap dengan orang asing, bukan seperti sepasang suami istri. Mereka terlihat seperti dua orang yang tinggal bersama tanpa ikatan apa pun. Tidak ada percakapan antara mereka. Keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Jasmine duduk di ruang tengah dengan laptop di pangkuannya dan beberapa kertas berserakan di sampingnya. Sedangkan Zio, malam ini sudah rapi. Laki-laki itu keluar dari kamarnya, bahkan aroma parfumnya tercium oleh Jasmine dari jarak yang cukup jauh. Gadis cantik itu langsung mendongak saat mendengar suara pintu kamar terbuka. Ia menatap jam di laptopnya sambil mengerutkan kening. “Dia mau ke mana jam segini?” gumamnya pelan. Merasa diperhatikan, Zio yang tengah menuruni tangga sambil sibuk dengan ponselnya, langsung menatap Jasmine. Tatapan itu membuat Jasmine segera memalingkan wajahnya, berpura-pura fokus pada laptopnya.“Kerja yang benar, nggak usah kepo sama urusan orang
Pagi ini masih seperti pagi biasanya, tidak ada percakapan antara Aldenzio dan Jasmine. Sepertinya, weekend ini menjadi weekend pertama bagi Jasmine setelah menikah dengan laki-laki yang pernah ia tolak saat SMA.Namun, Jasmine sudah punya rencana untuk mengisi waktu luangnya. Ya, Jasmine bukan tipe orang yang menghabiskan waktu untuk jalan-jalan dan shopping. Dia lebih memilih berdiam diri di dalam kamarnya, menghabiskan waktu membaca buku dan menyelesaikan pekerjaan kantor yang tinggal beberapa langkah lagi.Tapi sepertinya, agendanya hanya sebatas wacana saja, karena tidak semudah itu Aldenzio membiarkan Jasmine hidup enak menikmati kekayaannya. Dia ingin membuat hidup Jasmine menderita, bukan menjadikannya ratu di rumahnya.“Kamu pikir kamu di sini ratu?” ucap Zio, bersidekap di depan pintu kamar Jasmine.Jasmine yang sedang sibuk dengan laptopnya menatap ke arah Aldenzio sambil menghela napas panjang. “Deadline kerjaan yang kamu berikan besok, dan kamu kira aku enak-enakan gak ke
"Itu mobil Zio, kan?" gumam Jasmine sambil menatap ke arah jalanan, di mana mobil Zio melaju dengan kecepatan tinggi. Gadis cantik yang tengah membawa banyak paper bag itu menatap penuh kebingungan saat suaminya keluar dan melaju dengan mobilnya begitu cepat."Aku ikutin nggak ya?" Jasmine langsung memasukkan barang-barangnya ke dalam bagasi mobil. Sepertinya dia ingin mengikuti mobil Zio, tapi setelah berada di dalam mobil dan memakai seatbelt-nya, Jasmine menggelengkan kepalanya, lalu memukul pelan kepalanya. 'Gak boleh, Jas. Bukannya sudah jelas kalau dalam perjanjian itu tidak boleh ikut campur dan melebihi batas soal privasi? Ya walaupun garis besarnya privasi kamu sendiri sudah jadi asumsi Zio, kan?'Sedetik kemudian, Jasmine menyalakan mesin mobilnya, sambil tetap menggelengkan kepalanya. "Gak! Anggap saja dia orang asing yang masuk dalam hidup kamu, Jas. Kamu nggak boleh ikut campur dalam masalah dia," gumamnya pelan.Dari pada ikut campur urusan Zio, alangkah baiknya Jasmine
Jasmine menatap kaget ketika dirinya malah ketiduran di kamar Aldenzio. Matanya berputar menatap ke arah Zio. Untungnya, suami kejam dan tidak punya perasaan itu masih tidur. Sial, gara-gara tengah malam mendengar Zio muntah, Jasmine harus rela berjaga sampai ketiduran di sofa kamar Zio. Gadis cantik itu berjalan dengan kaki berjinjit, jangan sampai Zio bangun dan melihat Jasmine berada di dalam kamarnya.Perlahan tapi pasti, Jasmine membuka handel pintu kamar Zio, berusaha tidak menimbulkan suara sama sekali. Berhasil! Jasmine bisa keluar dengan selamat tanpa ketahuan oleh Zio. “Huhhh, untung selamat,” gumamnya sambil menutup pintu kamarnya.Langkah kakinya menuju sofa di kamarnya. Dia menatap jam yang masih menunjukkan pukul lima pagi. Itu artinya, Jasmine bangun terlalu pagi. Gadis cantik itu menyentilkan jarinya. Sepertinya karena masih pagi, Jasmine bisa membuat sarapan dulu. Sejak menjadi istri Zio, Jasmine memang tidak pernah menginjakkan kaki di dapur. Dulu, saat bersama Putr
Pagi-pagi begini, Jasmine sudah sibuk mengurus beberapa laporan pengiriman dan mempersiapkan bahan untuk rapat nanti. Dia tahu, Zio menunjuknya sebagai pemimpin rapat bukan karena percaya akan kemampuannya, tapi untuk mempermalukannya di depan semua orang. Zio yakin Jasmine takkan mampu menyelesaikan tugas itu dengan baik, dan akan menggunakan momen ini untuk membuat Jasmine semakin terpojok.Namun, siapa sangka, Jasmine justru sudah siap dengan semua pekerjaannya hari ini.“Pak Zio sudah datang?” tanya Jasmine pada sekretarisnya, Siska. “Maaf, Jas. Sepertinya belum,” jawab Siska sambil melirik jam di meja kerjanya. “Kamu mau titip bahan untuk rapat? Nanti aku kasih ke Pak Zio.”“Enam desain untuk bahan rapat hari ini sudah selesai,” Jasmine menyerahkan sebuah map. “Salinannya juga sudah aku kirim via email. Nanti, tolong bilang ke Pak Zio kalau aku sudah menyelesaikan semuanya.”Siska tertegun. “Enam desain? Kamu gak salah, Jas? Kalau gak salah, kemarin Pak Zio bilang cuma butuh dua
PlakkkJasmine mematung sejenak setelah bunyi tamparan keras mendarat di pipinya. Kepalanya berputar cepat, tangan kanannya memegang pipi yang masih terasa panas, dan matanya berkaca-kaca. Melda menatapnya dengan penuh emosi."Kenapa kamu bersusah-susah menghancurkan perusahaan Mama, ha? Apa karena Mama sudah memaksamu menikah?" tanya Melda dengan suara penuh amarah. "Atau mungkin ini balas dendammu, huh? Anak yang tidak tahu diri, hanya bisa menyusahkan, dan sekarang malah semakin keterlaluan, kamu, Jasmine!" ucap Melda dengan napas yang memburu.Jasmine hanya bisa menatap Melda dengan tatapan kosong. Bibirnya bergetar tanpa suara. Semua tuduhan yang dilayangkan Melda terasa begitu menghantam, membuat Jasmine terdiam dan terpaku.Setelah cukup tenang, Jasmine mendongak dan menghapus air matanya dengan kasar. "Apa belum cukup Mama menghancurkan hidup Jasmine? Apa Mama tidak merasa kalau ini adalah hukuman buat Mama selama ini?"Melda tertawa sumbang sambil menarik rambut Jasmine. "Bi
“Hari ini Mama sudah bisa keluar dari rumah sakit, Ma,” ucap Zio sambil merapikan barang-barang mamanya. “Tapi maaf, Zio harus keluar kota malam ini juga karena kerjaan, Ma, dan Zio gak tahu akan pulang kapan.”“Kerjaan atau kamu mencari Jasmine yang kabur dari kamu?”Tangan Zio langsung berhenti saat mamanya menyebut nama istrinya. Bukankah sang suster sudah melarang mamanya menonton TV?“Gak usah kamu tutupi, Zi. Mama tahu semuanya. Mama tahu kalau kamu menikah dengan anak dari Melda, wanita yang sudah menghancurkan hidup Mama, kan? Kenapa harus kamu tutupi?”“Mama tahu dari mana?” tanya Zio dengan menatap ke arah Luna.“Mama tahu karena Mama lihat siaran kamu di TV. Kalau Mama gak diam-diam menonton, Mama gak akan tahu sosok istri kamu. Mama tidak akan melarang semua kebahagiaan kamu. Jasmine gadis baik-baik. Mama masih ingat jelas bagaimana Jasmine minta maaf sama Mama dan nangis-nangis karena Papanya juga jadi korban dari perselingkuhan Mamanya.”Zio makin tidak bisa berkata-kata
Melda tidak menyangka jika ternyata Aldenzio adalah putra dari wanita yang sudah dia rusak rumah tangganya. Dan yang paling tidak dia sangka, ternyata dia menjual Jasmine ke Aldenzio, bukan kepada laki-laki tua seperti yang ada di angan-angannya.Sekarang, Melda hanya bisa menerima semuanya. Mau menangis darah pun, Aldenzio tidak akan pernah melepaskannya, apalagi semua bukti sudah Aldenzio kantongi dan diserahkan ke pihak yang berwajib.Hanya tinggal Putri saja yang bisa menyelesaikan semuanya. Entah Putri bisa menolong Melda atau tidak, tapi setidaknya Putri bisa mencari pengacara untuk meringankan hukumannya.Berita penangkapan Melda ternyata diketahui oleh Luna. Wanita paruh baya itu menonton berita penangkapan tersebut sambil menghela napas panjang dengan kasar.“Jadi selama ini dia masih berkeliaran di luar? Dan apa sebenarnya yang terjadi? Zio, kenapa dia menyebut nama Jasmine, istrinya? Apa mereka ada hubungan di balik semua ini?”Saat hendak melihat berita lain, sang suster m
Melda menggigit kukunya, panik merayapi pikirannya. Bagaimana Zio bisa tahu rahasia besarnya? Jangan-jangan, memang benar jika Zio tahu segalanya tentang hidupnya. Wanita paruh baya itu mondar-mandir di ruangannya dengan tatapan penuh kecemasan. Rahasia yang sudah ia kubur dalam-dalam dan percaya tak akan pernah ada yang mengetahuinya ternyata kini terancam terungkap. Jasmine sudah membongkar semuanya sebelum ia pergi meninggalkan segala huru-hara ini.“Tidak, aku harus cari Jasmine. Dia pusat masalahnya. Kalau dia tidak cerita pada Zio, mana mungkin Zio tahu semua ini,” desis Melda, mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja.Baru saja ia hendak menghubungi orang kepercayaannya, tiba-tiba pintu ruangannya diketuk dari luar oleh asistennya.“Apa ada info soal yang saya minta tadi?” tanyanya cepat.Pria itu mengangguk, lalu menyerahkan beberapa berkas ke hadapan Melda.“Sepertinya, Bu Melda melewatkan sesuatu. Baru-baru ini ada kabar yang menyangkut soal Aldenzio dan Jasmine.”Me
“Maaf, Pak. Ada tamu yang bersikeras ingin bertemu dengan Bapak. Saya tidak bisa melarangnya, dia sedang berada di ruang tamu kantor,” ucap sang sekretaris sambil menundukkan kepala.“Dan berita tentang Bapak semakin menyebar luas ke mana-mana, jadi asumsi publik terus berkembang. Saya juga sudah melihat ini sangat berpengaruh pada perusahaan. Apa Bapak mau saya bantu untuk take down berita ini? Biar nanti saya dan asisten Bapak yang mengatasinya.”Aldenzio menggelengkan kepalanya dengan tatapan datar. “Saya sudah punya cara sendiri. Take down atau tidak, beritanya akan tetap mengalir begitu saja karena pasti ada oknum yang berpihak pada penyebar berita.”“Tapi itu nggak benar, kan, Pak?” tanya Rika memastikan. “Eh, maaf kalau saya lancang.”Aldenzio tidak menjawab, hanya melirik sekilas sang sekretaris. “Nggak perlu saya klarifikasi, nanti kamu tahu sendiri,” jawabnya sambil berjalan ke arah ruang tamu kantornya.Dia sudah cukup hafal siapa yang datang. Pasti Melda dan Putri yang aka
Pagi ini, kabar pengunduran diri Jasmine sekaligus video Jasmine kencan malam itu dengan Zio sudah ramai jadi perbincangan di seluruh penjuru kantor. Banyak sekali yang menduga-duga jika Jasmine mengundurkan diri karena memang Jasmine ketahuan selingkuh dengan CEO dari perusahaannya sendiri. Apalagi kabarnya Jasmine memang sudah melakukan pernikahan secara diam-diam. Sosok suami Jasmine saja tidak ada yang tahu bagaimana, dan jelas ini menyimpan banyak pertanyaan dari rekan kerjanya. Apalagi Zio hari ini juga tidak masuk kerja.“Gila, nggak nyangka jika Jasmine ternyata seperti itu.” “Parahnya lagi Pak Zio, harusnya dia tahu kan status kontrak kerjaan Jasmine seperti apa. Dan kenapa kalau sudah bersuami dia malah deketin Jasmine, sampai buat dinner romantis segala?”“Ck, nggak lupa kan kalau Jasmine itu pindahan dari kantor cabang? Jadi aku yakin Jasmine status saat ngelamar kerja belum menikah. Apalagi katanya nikahnya diam-diam, kan?” “Jangan-jangan ini yang membuat Jasmine hidup
“Kenapa bisa kecolongan seperti ini? Kalian bisa kerja nggak sih!” teriak Zio memarahi beberapa pengawal yang sedang berdiri berjejer di depannya. “Saya nggak mau, sekarang juga cari Jasmine sampai ketemu. Kalau belum ketemu, tidak ada yang boleh kembali ke rumah ini, ngerti?” “Ba-baik, tuan.” Gugup mereka. “Tunggu apa lagi? Cari sekarang!” teriak Zio, sambil menunjuk ke arah luar. Beberapa pengawal itu langsung keluar dari ruangan tengah. Zio meraup wajahnya dengan frustrasi. Padahal, kabar bahagia sedang menyelimutinya, malah dia harus mendapatkan kabar buruk bahwa istrinya kabur lewat balkon. Zio menatap ke arah atas, dia beranjak berdiri dan menaiki anak tangga, tapi sebelum naik, suara Bi Mirna membuat Zio berhenti. “Maaf, tuan. Tadi saya menemukan ini di kamar Nona Jasmine.” Ucap Mirna, dengan menyodorkan selembar kertas yang dilipat kecil. “Maaf, kami sudah teledor menjaga Nona Jasmine.” Zio tidak menjawab, dia hanya mengibaskan tangannya dan beranjak menaiki anak tang
Melda menatap tak percaya dengan hasil video yang terekam di ponsel Putri. Dia melihat sendiri bagaimana Zio mengungkapkan perasaannya dan juga seberapa effort dia memberikan kejutan untuk Jasmine.“Mama kaget kan? Sepertinya Zio memang tertipu dengan muka polosnya. Dan asal Mama tahu, Kak Jasmine ternyata tidak dikeluarkan dari kantor cabang Zio. Dia malah ditarik ke perusahaan besar Zio, dan mungkin Kak Jasmine menggoda Zio hingga dia terjerat sama sifat manipulatif Zio,” ucap Putri sambil duduk tenang di sofa.“Jasmine gak boleh bahagia. Dia harus menderita, seperti dulu Mama menderita karena hadirnya gadis pembawa sial itu,” ucap Melda dengan tangan yang mengepal kuat.Putri yang tadinya asyik memainkan kuku-kukunya langsung mendongak dengan senyum miring. “Bukannya ini kesempatan yang bagus ya, Ma?”“Maksud kamu?”“Mama butuh perusahaan Zio untuk melancarkan usaha Mama, kan? Tinggal ancam Zio dengan video ini dan buat Zio harus meninggalkan Jasmine. Lalu, Zio jadi kekasih Putri.
“Lembur lagi, Jas?” tanya salah satu temannya yang sedang bersiap-siap untuk pulang.Jasmine mengangguk sambil menatap Tika yang hendak pulang. “Mau pulang?”“Iyalah, doi sudah jemput di depan. Baik-baik di sini ya, ingat jaga kesehatan. Baru sembuh malah lembur lagi kamu.”“Yang sakit kaki, bukan kepala, sayang,” jawab Jasmine sambil mengangkat beberapa berkasnya. “Apalagi kerjaan numpuk, jadi harus siap lembur. Tadi juga ada tambahan tugas dari kepala tim, dan itu harus diselesaikan hari ini. Besok harus sudah siap dikirim ke Pak CEO.”“Fighting! Aku pamit dulu ya.”“Hem, hati-hati,” ucap Jasmine sambil melambaikan tangannya.Tika langsung keluar kantor, meninggalkan Jasmine sendirian.Dari ruangannya, Zio menatap CCTV, melihat Jasmine sendirian di ruangannya. Laki-laki itu mengukir senyum. “Sepertinya Rika memang benar-benar bisa diandalkan,” gumamnya pelan.Baru juga diomongin, Rika sudah menjulurkan kepalanya. “Maaf, Pak, semuanya sudah selesai. Apa saya boleh pulang?”“Hem,” jaw
Sepertinya siang ini Rika dibuat pusing dengan kemauan CEO-nya. Entah kenapa tiba-tiba Zio memintanya untuk mencarikan cara agar bisa meminta maaf pada seorang wanita. Dan yang jadi pertanyaan Rika adalah, memangnya atasannya ini sedang dekat dengan seorang gadis? Kalaupun iya, siapa? Sepertinya hari ini akan menjadi perbincangan para karyawan, karena saat jam istirahat, Rika berkumpul dengan tim desain sambil membicarakan kalau desain Jasmine sudah di-ACC oleh sang CEO dan akan diluncurkan minggu depan. “Kenapa sih kelihatan pusing banget? Tugas dari pak bos numpuk ya?” tanya Rangga sambil menyerahkan kopi cup yang baru saja diambil dari lobi bawah, menemani mereka ngobrol. Rika mengangguk pelan. “Sebenarnya hari ini aku nggak ada kerjaan, tapi...” “Bagus dong, masa nggak ada kerjaan malah pusing? Mau tukaran sama aku?” sahut Jasmine sambil menunjuk laptopnya. “Kerjaan aku numpuk banget karena beberapa hari kemarin aku nggak datang ke kantor.” Masalahnya bukan itu. Masalahn