Setelah berdebat dengan Zio dan sedikit membuat moodnya begitu hancur, Jasmine langsung menuju kantornya. Tujuannya hanya satu, mengembalikan moodnya dengan bertemu dengan Aldo. Sejak tadi Aldo dihubungi, tidak diangkat. Sepertinya laki-laki itu tengah marah dengan dirinya karena semalam Jasmine ingkar janjinya, yang mana mereka akan nonton dan juga menghabiskan waktu bersama. Tapi naasnya, Jasmine malah terjerat masalah hingga dirinya harus dinikah paksa dengan Aldenzio, laki-laki yang penuh dengan dendam terhadap keluarganya.
Dengan tergesa, Jasmine turun dari taksi yang dia tumpangi. “Aku harus minta maaf sama Aldo. Apapun yang terjadi, Aldo gak boleh marah sama aku. Dia mood booster aku, dia laki-laki yang selalu ada buat aku di saat moodku sedang berantakan,” gumamnya sambil masuk ke dalam kantornya.
Dengan langkah cepat, Jasmine melangkah menuju lift, bahkan dia sama sekali tidak menyadari jika mobil Zio terparkir di luar gedung perusahaannya. Yang ada di pikirannya hanyalah wajah Aldo, senyumnya yang menenangkan, dan cara dia selalu mendukungnya. Senyum yang selalu membuat Jasmine merasa semangat. Intinya, Jasmine saat ini butuh sebuah ketenangan untuk harinya yang sangat tidak jelas ini.
Begitu lift terbuka, Jasmine langsung masuk dan menekan tombol lantai di mana devisinya berada. Selama perjalanan, dia menghela napas dalam-dalam, berusaha mengatur pikiran dan perasaannya.
“Aku harus bisa, tenang Jas, kamu bisa menghadapi semuanya sendiri,” ucapnya dengan menghela napasnya, menyemangati dirinya sendiri.Ketika pintu lift terbuka, Jasmine langsung melangkah keluar, mencari sosok Aldo di antara para rekan kerja yang berlalu-lalang. Namun, perasaannya mulai tak enak ketika melihat Aldo tidak berada di tempatnya.
“Sell, kamu lihat Aldo gak?” tanyanya ke Sella, teman kantornya.
Sella, yang baru saja duduk dengan kopi yang di tangannya, menjawab, “Tadi kayaknya aku lihat Aldo keluar, coba kamu tanya sama Rafa, soalnya dia yang ngobrol sama Aldo tadi.”Jasmine mengangguk cepat, dia langsung berjalan ke arah ruangan Rafa.
“Raf.” “Oe, apa?” jawab Rafa sambil membalikkan tubuhnya. “Eh, ada neng cantik, kenapa cari Aldo ya?”Tanpa tanya pun, Rafa sudah tahu jika Jasmine tengah mencari kekasihnya.
“Hem, dia dimana? Sejak tadi aku cariin gak ada, aku telpon juga gak diangkat.” “Ada, katanya mau ke taman bentar. Gak tahu sih, katanya ada urusan dikit tadi.” “Taman?” bingung Jasmine. Rafa menganggukkan kepalanya dengan pasti. “Hem, coba kamu susul, kalau gak ada berarti dia sudah di patri, tapi alangkah baiknya kamu lihat di patri dulu. Kalau gak ada, sudah jelas dia ada di taman.” “Thanks ya.” “Yoi,” jawab Rafa santai.Tanpa berpikir panjang, Jasmine langsung berbalik, dan seperti yang dibilang Rafa, Jasmine menuju patri lebih dulu, dan ternyata benar, di patri tidak ada. Jasmine langsung menuju lift untuk ke taman.
“Aku yakin Aldo bukan tipe pemarah. Dia akan bisa menerima semua alasanku,” lirihnya lagi, menyemangati dirinya sendiri.Setelah lift terbuka, Jasmine melangkah keluar dengan cepat, melintasi koridor menuju pintu keluar ke taman. Intinya, dia harus sampai di taman dengan cepat. Sesekali Jasmine melirik jam di pergelangan tangannya. “Masih ada waktu sepuluh menit,” gumamnya.
Sesampainya di taman, Jasmine langsung menghentikan langkahnya dengan tatapan tak percayanya. Laki-laki yang sangat dia sayang kini tengah berpelukan dengan gadis yang sangat Jasmine kenal.
“Apa kamu selingkuh, Al? Apa ini yang dibilang Zio tadi?” lirihnya tanpa sadar, air matanya jatuh membasahi pipinya.
“Kenapa dia ada di sini?” Bingung Jasmine, tangan Jasmine mengepal kuat dengan tatapan terarah pada dua sejoli yang ada di depannya. “Seniat itu kalian menghancurkan hidupku,” serunya sambil menghapus air mata yang tiba-tiba jatuh di pipinya.Tanpa berpikir panjang, Jasmine melangkahkan kakinya menuju taman. Air matanya yang tidak mau berhenti membuat Jasmine merasakan sakit yang begitu nyata. Dia tidak menyangka jika laki-laki yang sangat Jasmine percayai, nyatanya adalah laki-laki yang memberikan luka terhebat untuknya. Saat semakin dekat, ia melihat bagaimana Aldo tersenyum dan menatap Putri dengan lembut, bahkan tangannya merapikan rambut Putri yang tengah terbawa angin.
“Brengsek!” desis Jasmine dengan napas yang memburu.Jasmine menarik tangan Aldo dengan kasar hingga pelukannya terlepas.
Plak! “Kak Jasmine!” pekik Putri, menatap Aldo yang tengah menoleh sambil memegang pipinya yang terasa panas. “Kamu apa-apaan sih, kak? Ini kantor kamu sendiri, kamu mau menjatuhkan pamor kamu sendiri?” panik Putri sambil menangkup pipi Aldo. “Kamu nggak papa kan, Al?” Jasmine tersenyum sinis ke arah Putri, dia mendorong tubuh Putri dengan kasar. “Drama apa lagi ini, Put? Belum puas kamu hancurkan hidup aku? Iya?” “Kamu sendiri yang menghancurkan hidupmu, kak. Jangan seakan menyalahkan kita yang tidak tahu apa-apa,” jawab Putri dengan wajah sok memelas. “Kamu bilang seperti itu? Apa kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan? Kamu sudah merebut apa yang kakak punya, kamu selingkuh sama dia, kan?” tunjuk Jasmine dengan menghapus air matanya dengan kasar.Aldo tertawa sumbang mendengar ucapan Jasmine, dia malah menarik Putri ke belakangnya dan mendorong Jasmine. “Yang harusnya tanya itu aku, Jas. Kamu sudah menikah, dan apa sepantasnya kamu menjadikan aku sebagai selingan kamu? Aku selingkuh itu juga karena kamu yang sudah menyelingkuhi aku diam-diam, bahkan kamu sampai menikah sama laki-laki lain, kan? Dan berkat Putri, aku tahu semuanya. Kebusukan kamu sudah menyebar di kantor ini.”
“Aldo.” Lirih Jasmine, menatap sekeliling yang tengah menatap mereka. Putri mengulas senyum sinisnya dan menatap Jasmine yang tengah bingung. “Kenapa bingung? Bukannya benar, ya? Kamu lebih memilih menikah dengan laki-laki tua daripada Aldo, jadi aku nggak salah kan memberikan kenyamanan untuk Aldo?” “Ini semua kamu yang lakukan, Putri! Kalau tidak ulah kamu dan ma...” teriak Jasmine dengan napas memburunya. “Stttttt! Ini kantor kakakku, cantik. Dan harusnya kamu malu karena kamu yang mengintip kami selingkuh, tahu-taunya kamu yang selingkuh, eh, sampai menikah.” Aldo menggelengkan kepalanya. Dia tidak percaya dengan Jasmine dan juga kelakuannya. “Sejak kapan kalian main belakang, Aldo? Kamu lebih percaya dia daripada aku? Kamu nggak mau mendengarkan semua penjelasanku, Aldo?” tangis Jasmine. Aldo terkekeh pelan. “Buat apa? Bukannya semua sudah jelas? Aku nggak nyangka kamu akan sebejat ini, Jasmine. Oh, atau jangan-jangan kamu sudah hamil, ya? Kamu jual berapa tubuh kamu sama om-om itu?” Plak! “Tutup mulut kamu, Aldo! Aku kira kamu laki-laki yang baik dan bisa menjadi pelindungku. Nyatanya, aku salah. Kamu laki-laki bangsat yang juga berusaha untuk menghancurkan hidupku.”Putri mendorong bahu Jasmine dengan senyum sinisnya. "Bangsat! Jangan teriak, bangsat! Ingat, kelakuan kamu jauh lebih bangsat, kak."
"Itu semua karena kamu, Putri!"
Aldo menarik tangan Putri. "Kita pergi dari sini."
"Oh iya, satu lagi," jeda Aldo sambil menatap ke arah Jasmine. "Hubungan kita sudah selesai. Jangan ganggu aku lagi."
Setelah bilang seperti itu, Aldo langsung pergi dari taman. Banyak sekali karyawan di sana yang melihat pertikaian itu, dan mereka juga tidak mengira jika Jasmine akan menjadi istri dari laki-laki tua.
Dari sudut ruangan, Zio tertawa puas dengan apa yang dia lihat. "Jika dengan cara baik-baik tidak membuat kamu mengikuti caraku, maka aku akan perlihatkan bagaimana Aldenzio menjadi kejam, dan untuk kamu, Putri, sebentar lagi kamu yang akan merasakan penderitaan."
Zio menatap manager perusahaannya dengan menganggukkan kepalanya. "Lakukan sesuai perintahku."
"Baik, Tuan."
Zio tersenyum puas, matanya menatap tajam ke arah Jasmine yang duduk terpuruk di taman, air matanya jatuh membasahi pipi. Dari kejauhan, dia merasa puas melihat semua rencana yang dia siapkan mulai terwujud satu per satu. "Ini baru awal," gumamnya, "Dan akan aku pastikan masih ada banyak hari ke depan untuk semua penderitaan kamu, Jasmine."
Tiba-tiba, Pak Andi sebagai manajer perusahaannya langsung menghampiri Jasmine. Dia tahu kalau berita Jasmine menikah dengan laki-laki misterius itu sudah menyebar di kantor, karena dirinyalah yang sudah menyebarkan berita itu tanpa memperlihatkan sosok suami Jasmine itu siapa. Apalagi ini adalah perintah dari Aldenzio langsung. "Jasmine, bisa kita bicara sebentar?" tanyanya, suaranya tegas namun tetap menunjukkan rasa empati.
Jasmine kaget. Dia langsung berdiri dari duduknya dan menghapus air matanya dengan kasar. "Ada apa, Pak?"
"Aku baru mendengar kabar tentang masalah pribadi yang kamu alami. Sangat disayangkan, apalagi kabarnya kamu sudah menikah sekarang. Kami khawatir bahwa semua ini bisa merusak reputasi perusahaan," ujarnya dengan nada yang lebih rendah.
"Reputasi perusahaan?" Jasmine bingung, kembali menatap Andi. "Apa beritanya sudah sejauh itu, Pak?"
"Iya, bahkan dengan cepat menyebar ke penjuru kantor, jadi kami memutuskan mulai hari ini kamu akan dipindahkan ke kantor pusat," kata Pak Andi.
Jasmine merasa jantungnya berdegup kencang. "Kantor pusat? Tapi... kenapa harus sekarang?"
"Ini adalah keputusan yang diambil untuk melindungi kamu dan perusahaan. Aku paham ini mungkin terdengar mendesak, apalagi masalah pribadi kamu sudah sampai di telinga CEO kita, dan karena kamu masih baru jadi karyawan, CEO kita tidak memecat kamu dan masih memberikan kesempatan kedua untuk kamu," jelasnya.
Seketika, Jasmine terdiam. Di satu sisi, dia merasa tidak siap untuk meninggalkan rekan-rekannya. Namun, di sisi lain, ada rasa lega yang mengalir dalam dirinya. Ini bisa menjadi cara untuk menghindari Aldo, untuk mengobati luka yang masih membekas di hatinya.
"Baiklah, Pak. Jika itu yang terbaik, saya akan mengikutinya," jawabnya pelan dengan mengulas senyumnya.
"Bagus. Segera kemasi barang-barangmu. Kita akan melakukan perpindahan hari ini juga," Pak Andi menepuk bahunya, memberikan semangat. "Jangan putus asa dengan semua yang sudah melanda kamu, semangat dan pantang menyerah itu kuncinya."
Jasmine mengangguk, dia langsung bergegas ke dalam kantor dan mengemas barang-barangnya.
Namun, sebelum meninggalkan kantor, Jasmine melirik ke arah Aldo, yang sedang berbicara dengan Sella di pojok ruangan. Bahkan tidak ada yang menyapa Jasmine karena skandal barusan. Gadis cantik itu menarik nafasnya dengan berat dan menghembuskan perlahan.
"Ini untuk yang terbaik," gumamnya pada diri sendiri, berharap bahwa langkah ini bisa membawanya pada kedamaian yang selama ini dia cari.
Sesaat setelah menyelesaikan pengemasan, Jasmine melangkah keluar dari kantor, dengan tekad baru di dalam hatinya. Mungkin, perpindahan ini adalah awal baru baginya—sebuah kesempatan untuk melepaskan masa lalu dan melanjutkan hidup.
Entah kehidupan seperti apa yang Tuhan rencanakan, hingga Jasmine harus diuji seberat ini. Gadis cantik yang baru saja menikah itu menghela napas beberapa kali dengan tatapan kosong ke arah samping jendela. Dia menatap bingung dengan segala hal yang menimpanya akhir-akhir ini.Mamanya yang tiba-tiba bilang kalau dirinya bukan anak kandungnya, Zio datang dengan segala dendamnya, Aldo lebih percaya pada Putri daripada dirinya, dan yang paling tragis, dirinya dijual hanya untuk menutupi hutang papanya, yang mana itu adalah untuk kehidupan mamanya dan juga Putri yang terlalu hedon dan glamor semasa papanya masih hidup.Helaan napas berat mengakhiri sesi melamun Jasmine. “Aku gak tahu rencana apa yang sudah Tuhan susun. Aku hanya berharap semoga Tuhan tidak menguji aku di luar kendaliku. Aku harus bisa keluar dari jeratannya. Apapun yang terjadi, dia harus menceraikanku,” lirih Jasmine.Sang sopir hanya melirik sekilas ke arah Jasmine yang tengah bergumam sendiri. Sepertinya karyawan baru
“Zio’s Furniture, ck, kenapa bisa sih? Harusnya aku lihat dulu kan siapa CEO perusahaan ini, bukan langsung masuk saja. Dan sekarang, bagaimana bisa aku keluar dari ranah hidup yang begitu melelahkan ini? Bagaimana bisa aku hidup dengan tenang jika semuanya ada di bawah kendali dia?” Jasmine mengacak rambutnya. Saat ini, dia tidak fokus dengan apa yang ada di depannya. Desainnya bahkan tidak tersentuh sama sekali karena memikirkan hidupnya yang semakin rumit. “Stttt, berdiri semua! Pak Zio datang!” pekik salah satu teman kerjanya. Semuanya langsung berdiri dengan memberi hormat ke Zio yang tengah lewat menuju ruangannya. Dia menghentikan langkahnya dan menatap ke arah ruang kerja tim dua. Tatapannya mengarah pada Jasmine dengan senyum miringnya. Sedetik kemudian, dia melangkahkan kakinya menuju ruangannya. Dinda langsung menghembuskan napasnya, menyandarkan tubuhnya ke kursi miliknya. “Aihhh, sumpah Pak Zio tampan sekali sih.” “Sayang sekali dia itu katanya susah disentuh, ya. D
Pranggg....“Arrhhh kenapa bisa seperti ini? siapa yang berani-beraninya mengunggah semua ini?” teriak Putri dengan menepis semua barang-barangnya yang ada diatas meja.“Putri, kamu apa-apaan sih, kenapa seperti ini?” binggung Melda yang baru saja pulang dari kantor.Putri menyodorkan ponselnya dengan menghapus air matanya dengan kasar. “Mama bisa lihat sendiri? Putri yakin ini adalah ulah kak Jasmine, Putri yakin dia yang menyebarkan fitnah ini ma,”Melda menarik ponsel yang ada ditangan Putri, dia mengerutkan keningnya saat melihat pemberitaan yang mana bersisi semua foto-foto Putri, dan bukan hanya di kantor tapi diluar kantor bahkan sebelum Jasmine dan juga Aldo putus.“Mama akan takedown semua pemberitaan ini, dan mama akan kasih pelajaran untuk Jasmine, kamu tenang saja.”Melda menyentuh bahu Putri dengan meletakan ponselnya diatas kasur. “Sepertinya kamu salah merebut Aldo sayang.”“Maksud mama?” binggung Putri dengan menghapus air matanya.Melda menegakakn duduknya dengan mena
Menikah dengan laki-laki yang tidak Jasmine sukai membuat Jasmine merasa seperti tinggal satu atap dengan orang asing, bukan seperti sepasang suami istri. Mereka terlihat seperti dua orang yang tinggal bersama tanpa ikatan apa pun. Tidak ada percakapan antara mereka. Keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Jasmine duduk di ruang tengah dengan laptop di pangkuannya dan beberapa kertas berserakan di sampingnya. Sedangkan Zio, malam ini sudah rapi. Laki-laki itu keluar dari kamarnya, bahkan aroma parfumnya tercium oleh Jasmine dari jarak yang cukup jauh. Gadis cantik itu langsung mendongak saat mendengar suara pintu kamar terbuka. Ia menatap jam di laptopnya sambil mengerutkan kening. “Dia mau ke mana jam segini?” gumamnya pelan. Merasa diperhatikan, Zio yang tengah menuruni tangga sambil sibuk dengan ponselnya, langsung menatap Jasmine. Tatapan itu membuat Jasmine segera memalingkan wajahnya, berpura-pura fokus pada laptopnya.“Kerja yang benar, nggak usah kepo sama urusan orang
Pagi ini masih seperti pagi biasanya, tidak ada percakapan antara Aldenzio dan Jasmine. Sepertinya, weekend ini menjadi weekend pertama bagi Jasmine setelah menikah dengan laki-laki yang pernah ia tolak saat SMA.Namun, Jasmine sudah punya rencana untuk mengisi waktu luangnya. Ya, Jasmine bukan tipe orang yang menghabiskan waktu untuk jalan-jalan dan shopping. Dia lebih memilih berdiam diri di dalam kamarnya, menghabiskan waktu membaca buku dan menyelesaikan pekerjaan kantor yang tinggal beberapa langkah lagi.Tapi sepertinya, agendanya hanya sebatas wacana saja, karena tidak semudah itu Aldenzio membiarkan Jasmine hidup enak menikmati kekayaannya. Dia ingin membuat hidup Jasmine menderita, bukan menjadikannya ratu di rumahnya.“Kamu pikir kamu di sini ratu?” ucap Zio, bersidekap di depan pintu kamar Jasmine.Jasmine yang sedang sibuk dengan laptopnya menatap ke arah Aldenzio sambil menghela napas panjang. “Deadline kerjaan yang kamu berikan besok, dan kamu kira aku enak-enakan gak ke
"Itu mobil Zio, kan?" gumam Jasmine sambil menatap ke arah jalanan, di mana mobil Zio melaju dengan kecepatan tinggi. Gadis cantik yang tengah membawa banyak paper bag itu menatap penuh kebingungan saat suaminya keluar dan melaju dengan mobilnya begitu cepat."Aku ikutin nggak ya?" Jasmine langsung memasukkan barang-barangnya ke dalam bagasi mobil. Sepertinya dia ingin mengikuti mobil Zio, tapi setelah berada di dalam mobil dan memakai seatbelt-nya, Jasmine menggelengkan kepalanya, lalu memukul pelan kepalanya. 'Gak boleh, Jas. Bukannya sudah jelas kalau dalam perjanjian itu tidak boleh ikut campur dan melebihi batas soal privasi? Ya walaupun garis besarnya privasi kamu sendiri sudah jadi asumsi Zio, kan?'Sedetik kemudian, Jasmine menyalakan mesin mobilnya, sambil tetap menggelengkan kepalanya. "Gak! Anggap saja dia orang asing yang masuk dalam hidup kamu, Jas. Kamu nggak boleh ikut campur dalam masalah dia," gumamnya pelan.Dari pada ikut campur urusan Zio, alangkah baiknya Jasmine
Jasmine menatap kaget ketika dirinya malah ketiduran di kamar Aldenzio. Matanya berputar menatap ke arah Zio. Untungnya, suami kejam dan tidak punya perasaan itu masih tidur. Sial, gara-gara tengah malam mendengar Zio muntah, Jasmine harus rela berjaga sampai ketiduran di sofa kamar Zio. Gadis cantik itu berjalan dengan kaki berjinjit, jangan sampai Zio bangun dan melihat Jasmine berada di dalam kamarnya.Perlahan tapi pasti, Jasmine membuka handel pintu kamar Zio, berusaha tidak menimbulkan suara sama sekali. Berhasil! Jasmine bisa keluar dengan selamat tanpa ketahuan oleh Zio. “Huhhh, untung selamat,” gumamnya sambil menutup pintu kamarnya.Langkah kakinya menuju sofa di kamarnya. Dia menatap jam yang masih menunjukkan pukul lima pagi. Itu artinya, Jasmine bangun terlalu pagi. Gadis cantik itu menyentilkan jarinya. Sepertinya karena masih pagi, Jasmine bisa membuat sarapan dulu. Sejak menjadi istri Zio, Jasmine memang tidak pernah menginjakkan kaki di dapur. Dulu, saat bersama Putr
Pagi-pagi begini, Jasmine sudah sibuk mengurus beberapa laporan pengiriman dan mempersiapkan bahan untuk rapat nanti. Dia tahu, Zio menunjuknya sebagai pemimpin rapat bukan karena percaya akan kemampuannya, tapi untuk mempermalukannya di depan semua orang. Zio yakin Jasmine takkan mampu menyelesaikan tugas itu dengan baik, dan akan menggunakan momen ini untuk membuat Jasmine semakin terpojok.Namun, siapa sangka, Jasmine justru sudah siap dengan semua pekerjaannya hari ini.“Pak Zio sudah datang?” tanya Jasmine pada sekretarisnya, Siska. “Maaf, Jas. Sepertinya belum,” jawab Siska sambil melirik jam di meja kerjanya. “Kamu mau titip bahan untuk rapat? Nanti aku kasih ke Pak Zio.”“Enam desain untuk bahan rapat hari ini sudah selesai,” Jasmine menyerahkan sebuah map. “Salinannya juga sudah aku kirim via email. Nanti, tolong bilang ke Pak Zio kalau aku sudah menyelesaikan semuanya.”Siska tertegun. “Enam desain? Kamu gak salah, Jas? Kalau gak salah, kemarin Pak Zio bilang cuma butuh dua
“Hari ini Mama sudah bisa keluar dari rumah sakit, Ma,” ucap Zio sambil merapikan barang-barang mamanya. “Tapi maaf, Zio harus keluar kota malam ini juga karena kerjaan, Ma, dan Zio gak tahu akan pulang kapan.”“Kerjaan atau kamu mencari Jasmine yang kabur dari kamu?”Tangan Zio langsung berhenti saat mamanya menyebut nama istrinya. Bukankah sang suster sudah melarang mamanya menonton TV?“Gak usah kamu tutupi, Zi. Mama tahu semuanya. Mama tahu kalau kamu menikah dengan anak dari Melda, wanita yang sudah menghancurkan hidup Mama, kan? Kenapa harus kamu tutupi?”“Mama tahu dari mana?” tanya Zio dengan menatap ke arah Luna.“Mama tahu karena Mama lihat siaran kamu di TV. Kalau Mama gak diam-diam menonton, Mama gak akan tahu sosok istri kamu. Mama tidak akan melarang semua kebahagiaan kamu. Jasmine gadis baik-baik. Mama masih ingat jelas bagaimana Jasmine minta maaf sama Mama dan nangis-nangis karena Papanya juga jadi korban dari perselingkuhan Mamanya.”Zio makin tidak bisa berkata-kata
Melda tidak menyangka jika ternyata Aldenzio adalah putra dari wanita yang sudah dia rusak rumah tangganya. Dan yang paling tidak dia sangka, ternyata dia menjual Jasmine ke Aldenzio, bukan kepada laki-laki tua seperti yang ada di angan-angannya.Sekarang, Melda hanya bisa menerima semuanya. Mau menangis darah pun, Aldenzio tidak akan pernah melepaskannya, apalagi semua bukti sudah Aldenzio kantongi dan diserahkan ke pihak yang berwajib.Hanya tinggal Putri saja yang bisa menyelesaikan semuanya. Entah Putri bisa menolong Melda atau tidak, tapi setidaknya Putri bisa mencari pengacara untuk meringankan hukumannya.Berita penangkapan Melda ternyata diketahui oleh Luna. Wanita paruh baya itu menonton berita penangkapan tersebut sambil menghela napas panjang dengan kasar.“Jadi selama ini dia masih berkeliaran di luar? Dan apa sebenarnya yang terjadi? Zio, kenapa dia menyebut nama Jasmine, istrinya? Apa mereka ada hubungan di balik semua ini?”Saat hendak melihat berita lain, sang suster m
Melda menggigit kukunya, panik merayapi pikirannya. Bagaimana Zio bisa tahu rahasia besarnya? Jangan-jangan, memang benar jika Zio tahu segalanya tentang hidupnya. Wanita paruh baya itu mondar-mandir di ruangannya dengan tatapan penuh kecemasan. Rahasia yang sudah ia kubur dalam-dalam dan percaya tak akan pernah ada yang mengetahuinya ternyata kini terancam terungkap. Jasmine sudah membongkar semuanya sebelum ia pergi meninggalkan segala huru-hara ini.“Tidak, aku harus cari Jasmine. Dia pusat masalahnya. Kalau dia tidak cerita pada Zio, mana mungkin Zio tahu semua ini,” desis Melda, mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja.Baru saja ia hendak menghubungi orang kepercayaannya, tiba-tiba pintu ruangannya diketuk dari luar oleh asistennya.“Apa ada info soal yang saya minta tadi?” tanyanya cepat.Pria itu mengangguk, lalu menyerahkan beberapa berkas ke hadapan Melda.“Sepertinya, Bu Melda melewatkan sesuatu. Baru-baru ini ada kabar yang menyangkut soal Aldenzio dan Jasmine.”Me
“Maaf, Pak. Ada tamu yang bersikeras ingin bertemu dengan Bapak. Saya tidak bisa melarangnya, dia sedang berada di ruang tamu kantor,” ucap sang sekretaris sambil menundukkan kepala.“Dan berita tentang Bapak semakin menyebar luas ke mana-mana, jadi asumsi publik terus berkembang. Saya juga sudah melihat ini sangat berpengaruh pada perusahaan. Apa Bapak mau saya bantu untuk take down berita ini? Biar nanti saya dan asisten Bapak yang mengatasinya.”Aldenzio menggelengkan kepalanya dengan tatapan datar. “Saya sudah punya cara sendiri. Take down atau tidak, beritanya akan tetap mengalir begitu saja karena pasti ada oknum yang berpihak pada penyebar berita.”“Tapi itu nggak benar, kan, Pak?” tanya Rika memastikan. “Eh, maaf kalau saya lancang.”Aldenzio tidak menjawab, hanya melirik sekilas sang sekretaris. “Nggak perlu saya klarifikasi, nanti kamu tahu sendiri,” jawabnya sambil berjalan ke arah ruang tamu kantornya.Dia sudah cukup hafal siapa yang datang. Pasti Melda dan Putri yang aka
Pagi ini, kabar pengunduran diri Jasmine sekaligus video Jasmine kencan malam itu dengan Zio sudah ramai jadi perbincangan di seluruh penjuru kantor. Banyak sekali yang menduga-duga jika Jasmine mengundurkan diri karena memang Jasmine ketahuan selingkuh dengan CEO dari perusahaannya sendiri. Apalagi kabarnya Jasmine memang sudah melakukan pernikahan secara diam-diam. Sosok suami Jasmine saja tidak ada yang tahu bagaimana, dan jelas ini menyimpan banyak pertanyaan dari rekan kerjanya. Apalagi Zio hari ini juga tidak masuk kerja.“Gila, nggak nyangka jika Jasmine ternyata seperti itu.” “Parahnya lagi Pak Zio, harusnya dia tahu kan status kontrak kerjaan Jasmine seperti apa. Dan kenapa kalau sudah bersuami dia malah deketin Jasmine, sampai buat dinner romantis segala?”“Ck, nggak lupa kan kalau Jasmine itu pindahan dari kantor cabang? Jadi aku yakin Jasmine status saat ngelamar kerja belum menikah. Apalagi katanya nikahnya diam-diam, kan?” “Jangan-jangan ini yang membuat Jasmine hidup
“Kenapa bisa kecolongan seperti ini? Kalian bisa kerja nggak sih!” teriak Zio memarahi beberapa pengawal yang sedang berdiri berjejer di depannya. “Saya nggak mau, sekarang juga cari Jasmine sampai ketemu. Kalau belum ketemu, tidak ada yang boleh kembali ke rumah ini, ngerti?” “Ba-baik, tuan.” Gugup mereka. “Tunggu apa lagi? Cari sekarang!” teriak Zio, sambil menunjuk ke arah luar. Beberapa pengawal itu langsung keluar dari ruangan tengah. Zio meraup wajahnya dengan frustrasi. Padahal, kabar bahagia sedang menyelimutinya, malah dia harus mendapatkan kabar buruk bahwa istrinya kabur lewat balkon. Zio menatap ke arah atas, dia beranjak berdiri dan menaiki anak tangga, tapi sebelum naik, suara Bi Mirna membuat Zio berhenti. “Maaf, tuan. Tadi saya menemukan ini di kamar Nona Jasmine.” Ucap Mirna, dengan menyodorkan selembar kertas yang dilipat kecil. “Maaf, kami sudah teledor menjaga Nona Jasmine.” Zio tidak menjawab, dia hanya mengibaskan tangannya dan beranjak menaiki anak tang
Melda menatap tak percaya dengan hasil video yang terekam di ponsel Putri. Dia melihat sendiri bagaimana Zio mengungkapkan perasaannya dan juga seberapa effort dia memberikan kejutan untuk Jasmine.“Mama kaget kan? Sepertinya Zio memang tertipu dengan muka polosnya. Dan asal Mama tahu, Kak Jasmine ternyata tidak dikeluarkan dari kantor cabang Zio. Dia malah ditarik ke perusahaan besar Zio, dan mungkin Kak Jasmine menggoda Zio hingga dia terjerat sama sifat manipulatif Zio,” ucap Putri sambil duduk tenang di sofa.“Jasmine gak boleh bahagia. Dia harus menderita, seperti dulu Mama menderita karena hadirnya gadis pembawa sial itu,” ucap Melda dengan tangan yang mengepal kuat.Putri yang tadinya asyik memainkan kuku-kukunya langsung mendongak dengan senyum miring. “Bukannya ini kesempatan yang bagus ya, Ma?”“Maksud kamu?”“Mama butuh perusahaan Zio untuk melancarkan usaha Mama, kan? Tinggal ancam Zio dengan video ini dan buat Zio harus meninggalkan Jasmine. Lalu, Zio jadi kekasih Putri.
“Lembur lagi, Jas?” tanya salah satu temannya yang sedang bersiap-siap untuk pulang.Jasmine mengangguk sambil menatap Tika yang hendak pulang. “Mau pulang?”“Iyalah, doi sudah jemput di depan. Baik-baik di sini ya, ingat jaga kesehatan. Baru sembuh malah lembur lagi kamu.”“Yang sakit kaki, bukan kepala, sayang,” jawab Jasmine sambil mengangkat beberapa berkasnya. “Apalagi kerjaan numpuk, jadi harus siap lembur. Tadi juga ada tambahan tugas dari kepala tim, dan itu harus diselesaikan hari ini. Besok harus sudah siap dikirim ke Pak CEO.”“Fighting! Aku pamit dulu ya.”“Hem, hati-hati,” ucap Jasmine sambil melambaikan tangannya.Tika langsung keluar kantor, meninggalkan Jasmine sendirian.Dari ruangannya, Zio menatap CCTV, melihat Jasmine sendirian di ruangannya. Laki-laki itu mengukir senyum. “Sepertinya Rika memang benar-benar bisa diandalkan,” gumamnya pelan.Baru juga diomongin, Rika sudah menjulurkan kepalanya. “Maaf, Pak, semuanya sudah selesai. Apa saya boleh pulang?”“Hem,” jaw
Sepertinya siang ini Rika dibuat pusing dengan kemauan CEO-nya. Entah kenapa tiba-tiba Zio memintanya untuk mencarikan cara agar bisa meminta maaf pada seorang wanita. Dan yang jadi pertanyaan Rika adalah, memangnya atasannya ini sedang dekat dengan seorang gadis? Kalaupun iya, siapa? Sepertinya hari ini akan menjadi perbincangan para karyawan, karena saat jam istirahat, Rika berkumpul dengan tim desain sambil membicarakan kalau desain Jasmine sudah di-ACC oleh sang CEO dan akan diluncurkan minggu depan. “Kenapa sih kelihatan pusing banget? Tugas dari pak bos numpuk ya?” tanya Rangga sambil menyerahkan kopi cup yang baru saja diambil dari lobi bawah, menemani mereka ngobrol. Rika mengangguk pelan. “Sebenarnya hari ini aku nggak ada kerjaan, tapi...” “Bagus dong, masa nggak ada kerjaan malah pusing? Mau tukaran sama aku?” sahut Jasmine sambil menunjuk laptopnya. “Kerjaan aku numpuk banget karena beberapa hari kemarin aku nggak datang ke kantor.” Masalahnya bukan itu. Masalahn