Aldenzio memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Mataku fokus pada jalan, tapi pikiranku nggak tenang. Sesekali, Zio melirik ke arah Jasmine yang terbaring tak sadar di kursi penumpang. Darah yang mengalir dari luka di dahinya bikin Zio makin panik. Entah kenapa, Zio malah teringat kejadian di mana mamanya juga mengalami hal seperti ini dulu saat hampir saja bunuh diri. Dan ini malah terjadi pada Jasmine.“Apa kamu mau bunuh diri, Jas?” gumamnya pelan. Sedetik kemudian, Zio menggelengkan kepalanya. “Gak mungkin! Dia gak mungkin lakuin hal senekat ini.”Tatapan Zio kembali ke arah Jasmine yang masih memejamkan matanya dengan tidur tenangnya. "Kamu tahan ya," gumamnya, meskipun Zio tahu kata-katanya nggak akan sampai ke telinga Jasmine. Setidaknya dia memiliki kata-kata penengang untuk dirinya. Entah apa yang dilakukan Jasmine hingga bisa jatuh di kamar mandi dan sampai seperti sekarang ini. "Jangan mati dulu, Jasmine. Aku masih butuh kamu."Tiba-tiba hujan turun begitu deras, membuat Zi
Jasmine sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa. Dia sendirian di ruang itu, entah ke mana Aldenzio. Setelah Jasmine sadar, laki-laki itu tidak lagi menampakkan batang hidungnya. Namun, bukannya Jasmine khawatir, dia hanya menggelengkan kepalanya. Dia sudah cukup tahu bagaimana suaminya memperlakukan dirinya.Tiba-tiba saja Jasmine merasakan panggilan alam. Gadis itu menghela napas, berusaha bangkit dari tidurnya. "Argh, kenapa masih sakit sih," gumamnya pelan sambil mencoba mencari pegangan.Namun, tiba-tiba saja pegangannya meleset. Hampir saja kepala Jasmine kembali menghantam sudut meja kalau saja tidak ada seseorang yang sigap menolongnya. "Kalau sakit, hati-hati," ucap orang itu.Jasmine langsung mendongak, ingin melihat siapa yang datang. Napasnya langsung tercekat ketika melihat Aldo berada di ruangannya sendirian.Buru-buru Jasmine menghempaskan tangan Aldo yang ada di pinggangnya. "Gak usah sentuh aku." "Jas..." "Apa? Mau ngetawain hidup aku? Mau bilang kalau aku gadis g
Kata-kata Jasmine barusan masih terngiang di kepalanya. Dia duduk di ruang tunggu dengan berulang kali meraup wajahnya. Sesekali, dia menatap pintu ruangan Jasmine. Sepertinya memang benar-benar ada yang dilewatkan oleh Zio. Tangan laki-laki itu langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.“Cari data Jasmine, apakah benar jika Jasmine itu bukan anak dari Melda.”“Baik, Tuan. Akan segera aku carikan datanya dan aku kirim ke Tuan sesegera mungkin.”“Baik, malam ini harus sudah dapat.”“Siap, Tuan.”Zio berjalan merunduk sambil memainkan ponselnya hingga dia tidak sadar menabrak seseorang. Refleks, Zio menahan pinggangnya. Putri menatap tanpa kedip laki-laki yang ada di depannya. Pahatan wajahnya memang benar-benar sempurna, bahkan dia sampai menjatuhkan beberapa resep dokter yang ada di tangannya.“Jadi ini yang Mama tunjukkan fotonya. Sumpah ganteng banget,” batin Putri.Zio langsung melepaskan tangannya, membenarkan jasnya, dan pura-pura tidak mengenal gadis yang ada di
Selama bekerja, Zio tidak begitu fokus dengan pekerjaannya. Entah kenapa, dia merasa ada yang aneh pada dirinya. Kenapa sekarang dia sering memikirkan Jasmine? Semua ucapan gadis itu, yang seharusnya tidak penting, justru terus terngiang di pikirannya. Zio menyandarkan kepalanya pada kursi kerja sambil meraup wajah dengan kasar. "Aku ini kenapa sih? Mau Jasmine bukan anak dari Melda, mau dia bertaruh dengan segala hal di masa lalu, seharusnya aku gak begini. Yang harusnya kupikirkan itu cuma cara buat mereka sengsara, bukan seperti ini," gumamnya pelan. Zio berusaha menenangkan pikirannya dengan menyeruput kopi yang ada di mejanya, sampai dia dikagetkan oleh ketukan dari luar. Tok… tok… tok… "Permisi, Pak Aldenzio," ucap sekretarisnya sambil menjulurkan kepala ke dalam ruangan. "Masuk." Sekretaris itu masuk sambil membawa beberapa dokumen dan sebuah kertas kecil. "Maaf, Pak. Ini dokumen yang harus ditandatangani, dan nanti sore ada rapat jam tiga. Selain itu, ini…" Ia m
Jasmine berjalan menjauh dari ruangan itu dengan raut wajah kesal. "Kalau aku nggak bisa masuk dengan cara baik-baik, mungkin ada cara lain," gumamnya. Dia lalu duduk di bangku yang agak jauh dari ruangan itu, memperhatikan setiap gerak-gerik pengawal yang menjaga pintu.Sesekali, mereka berbincang dengan pelan. Salah satu dari mereka bahkan tampak sering melihat jam tangan, seolah menunggu sesuatu. Jasmine menunggu dengan sabar, walaupun sambil menahan nyeri di kakinya.Setelah beberapa menit, seorang perawat mendekati dua pengawal itu sambil membawa nampan kecil berisi gelas dan makanan ringan. Kedua pengawal itu tampak berterima kasih, lalu salah satu dari mereka berjalan ke sudut lorong, mungkin untuk menikmati makanannya."Ini kesempatanku!" pikir Jasmine sambil beranjak berdiri.Dengan hati-hati, dia berjalan mendekati pintu ruangan itu, memastikan pengawal yang tersisa sedang sibuk berbicara dengan perawat. Jasmine menahan napas, tubuhnya merapat ke dinding. Ketika suasana ter
Jasmine merasa kebingungan saat hendak membuka pintu, tapi tidak bisa. Bahkan, bolak-balik dia menariknya, dan hasilnya tetap sama. Dia menatap ke arah Luna yang masih berbaring lemah. Jasmine sudah merapikan tempat tidur Luna dan juga sudah membersihkan tubuhnya. “Kok nggak bisa dibuka? Masa iya dikunci dari luar sih?” gumamnya pelan. Tak butuh waktu lama, Jasmine mendengarkan suara pintu dibuka. Gadis itu langsung mundur beberapa langkah. Mau sembunyi pun percuma karena kakinya juga tidak bisa buat jalan cepat. Tatapan mata Elang Aldenzio langsung terarah pada Jasmine yang berdiri di depan pintu. Gadis itu meneguk salivanya susah payah dengan tangan yang sedikit gemetar. “Aldenzio,” lirih Jasmine. “Aku bisa jelas.....” ‘Ikut aku sekarang!’ tegas Zio dengan menarik paksa tangan Jasmine. “Awhhh, kaki aku masih sakit, Zi.” Zio tidak menghiraukan ucapan Jasmine, dia menarik paksa Jasmine keluar dari rumah sakit. Dengan langkah kaki yang terseok-seok, bahkan Jasmine sampai menetes
Setelah mengantarkan Jasmine pulang dan mengurung gadis itu di rumah, Zio kembali ke kantornya dengan perasaan jengkel. Jujur, dia masih sangat marah dengan kelancangan Jasmine. Tangannya meraih ponsel untuk bertanya tentang kondisi mamanya di rumah sakit.“Hallo, Dok. Bagaimana kondisi Mama?” tanyanya langsung.“Hallo, Tuan. Kondisi Mama Anda baik, tidak ada masalah yang serius, dan tidak ada alat medis yang dilepaskan. Jadi, sepertinya dugaan Anda salah. Nona Jasmine hanya masuk untuk mengelap tubuh Mama Anda. Dari yang saya lihat, dia juga merapikan meja saja. Coba, Tuan cek CCTV lagi. Kalau ada yang mencurigakan atau apapun itu, Anda bisa beri tahu saya,” jawab dokter di seberang telepon.Tanpa menjawab, Zio langsung memutuskan panggilan. Dia segera mengecek rekaman CCTV yang tersambung ke ruangan mamanya. Dalam rekaman itu terlihat jelas Jasmine masuk, duduk di samping tempat tidur mamanya, dan mulai berbicara. Bahkan, suara Jasmine terekam dengan jelas, mengungkapkan keluh kesa
Apakah mungkin benih-benih cinta mulai bermekaran? Lihat saja, hanya diamin Jasmine dua hari saja membuat Zio sedikit merasakan ada yang hilang. Bahkan dia juga merasa jika memang benar adanya, dia keterlaluan memperlakukan Jasmine seenaknya sendiri hanya karena balas dendamnya. Harusnya memang Melda dan juga Putri sasarannya, bukan malah Jasmine. Ada kemungkinan juga Zio sudah mulai memudarkan rasa dendamnya untuk Jasmine dan malah berubah menjadi sebuah cinta.Setelah dua hari Jasmine sedikit menghindari Zio, pagi ini tanpa sengaja keduanya membuka pintu kamarnya secara bersamaan. Gadis cantik yang kakinya masih sedikit lebam itu menatap sekilas ke arah Zio dan kembali ke baskom yang ada di tangannya. Tadinya Jasmine mau turun untuk sarapan dan juga mengembalikan baskom-nya, tapi berhubung Zio ternyata masih di rumah, Jasmine jadi enggan untuk turun. Gadis itu hendak kembali ke dalam kamarnya, tapi tangannya ditahan oleh Zio.“Kaki kamu gimana?”Jasmine refleks menatap kakinya tanpa
“Hari ini Mama sudah bisa keluar dari rumah sakit, Ma,” ucap Zio sambil merapikan barang-barang mamanya. “Tapi maaf, Zio harus keluar kota malam ini juga karena kerjaan, Ma, dan Zio gak tahu akan pulang kapan.”“Kerjaan atau kamu mencari Jasmine yang kabur dari kamu?”Tangan Zio langsung berhenti saat mamanya menyebut nama istrinya. Bukankah sang suster sudah melarang mamanya menonton TV?“Gak usah kamu tutupi, Zi. Mama tahu semuanya. Mama tahu kalau kamu menikah dengan anak dari Melda, wanita yang sudah menghancurkan hidup Mama, kan? Kenapa harus kamu tutupi?”“Mama tahu dari mana?” tanya Zio dengan menatap ke arah Luna.“Mama tahu karena Mama lihat siaran kamu di TV. Kalau Mama gak diam-diam menonton, Mama gak akan tahu sosok istri kamu. Mama tidak akan melarang semua kebahagiaan kamu. Jasmine gadis baik-baik. Mama masih ingat jelas bagaimana Jasmine minta maaf sama Mama dan nangis-nangis karena Papanya juga jadi korban dari perselingkuhan Mamanya.”Zio makin tidak bisa berkata-kata
Melda tidak menyangka jika ternyata Aldenzio adalah putra dari wanita yang sudah dia rusak rumah tangganya. Dan yang paling tidak dia sangka, ternyata dia menjual Jasmine ke Aldenzio, bukan kepada laki-laki tua seperti yang ada di angan-angannya.Sekarang, Melda hanya bisa menerima semuanya. Mau menangis darah pun, Aldenzio tidak akan pernah melepaskannya, apalagi semua bukti sudah Aldenzio kantongi dan diserahkan ke pihak yang berwajib.Hanya tinggal Putri saja yang bisa menyelesaikan semuanya. Entah Putri bisa menolong Melda atau tidak, tapi setidaknya Putri bisa mencari pengacara untuk meringankan hukumannya.Berita penangkapan Melda ternyata diketahui oleh Luna. Wanita paruh baya itu menonton berita penangkapan tersebut sambil menghela napas panjang dengan kasar.“Jadi selama ini dia masih berkeliaran di luar? Dan apa sebenarnya yang terjadi? Zio, kenapa dia menyebut nama Jasmine, istrinya? Apa mereka ada hubungan di balik semua ini?”Saat hendak melihat berita lain, sang suster m
Melda menggigit kukunya, panik merayapi pikirannya. Bagaimana Zio bisa tahu rahasia besarnya? Jangan-jangan, memang benar jika Zio tahu segalanya tentang hidupnya. Wanita paruh baya itu mondar-mandir di ruangannya dengan tatapan penuh kecemasan. Rahasia yang sudah ia kubur dalam-dalam dan percaya tak akan pernah ada yang mengetahuinya ternyata kini terancam terungkap. Jasmine sudah membongkar semuanya sebelum ia pergi meninggalkan segala huru-hara ini.“Tidak, aku harus cari Jasmine. Dia pusat masalahnya. Kalau dia tidak cerita pada Zio, mana mungkin Zio tahu semua ini,” desis Melda, mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja.Baru saja ia hendak menghubungi orang kepercayaannya, tiba-tiba pintu ruangannya diketuk dari luar oleh asistennya.“Apa ada info soal yang saya minta tadi?” tanyanya cepat.Pria itu mengangguk, lalu menyerahkan beberapa berkas ke hadapan Melda.“Sepertinya, Bu Melda melewatkan sesuatu. Baru-baru ini ada kabar yang menyangkut soal Aldenzio dan Jasmine.”Me
“Maaf, Pak. Ada tamu yang bersikeras ingin bertemu dengan Bapak. Saya tidak bisa melarangnya, dia sedang berada di ruang tamu kantor,” ucap sang sekretaris sambil menundukkan kepala.“Dan berita tentang Bapak semakin menyebar luas ke mana-mana, jadi asumsi publik terus berkembang. Saya juga sudah melihat ini sangat berpengaruh pada perusahaan. Apa Bapak mau saya bantu untuk take down berita ini? Biar nanti saya dan asisten Bapak yang mengatasinya.”Aldenzio menggelengkan kepalanya dengan tatapan datar. “Saya sudah punya cara sendiri. Take down atau tidak, beritanya akan tetap mengalir begitu saja karena pasti ada oknum yang berpihak pada penyebar berita.”“Tapi itu nggak benar, kan, Pak?” tanya Rika memastikan. “Eh, maaf kalau saya lancang.”Aldenzio tidak menjawab, hanya melirik sekilas sang sekretaris. “Nggak perlu saya klarifikasi, nanti kamu tahu sendiri,” jawabnya sambil berjalan ke arah ruang tamu kantornya.Dia sudah cukup hafal siapa yang datang. Pasti Melda dan Putri yang aka
Pagi ini, kabar pengunduran diri Jasmine sekaligus video Jasmine kencan malam itu dengan Zio sudah ramai jadi perbincangan di seluruh penjuru kantor. Banyak sekali yang menduga-duga jika Jasmine mengundurkan diri karena memang Jasmine ketahuan selingkuh dengan CEO dari perusahaannya sendiri. Apalagi kabarnya Jasmine memang sudah melakukan pernikahan secara diam-diam. Sosok suami Jasmine saja tidak ada yang tahu bagaimana, dan jelas ini menyimpan banyak pertanyaan dari rekan kerjanya. Apalagi Zio hari ini juga tidak masuk kerja.“Gila, nggak nyangka jika Jasmine ternyata seperti itu.” “Parahnya lagi Pak Zio, harusnya dia tahu kan status kontrak kerjaan Jasmine seperti apa. Dan kenapa kalau sudah bersuami dia malah deketin Jasmine, sampai buat dinner romantis segala?”“Ck, nggak lupa kan kalau Jasmine itu pindahan dari kantor cabang? Jadi aku yakin Jasmine status saat ngelamar kerja belum menikah. Apalagi katanya nikahnya diam-diam, kan?” “Jangan-jangan ini yang membuat Jasmine hidup
“Kenapa bisa kecolongan seperti ini? Kalian bisa kerja nggak sih!” teriak Zio memarahi beberapa pengawal yang sedang berdiri berjejer di depannya. “Saya nggak mau, sekarang juga cari Jasmine sampai ketemu. Kalau belum ketemu, tidak ada yang boleh kembali ke rumah ini, ngerti?” “Ba-baik, tuan.” Gugup mereka. “Tunggu apa lagi? Cari sekarang!” teriak Zio, sambil menunjuk ke arah luar. Beberapa pengawal itu langsung keluar dari ruangan tengah. Zio meraup wajahnya dengan frustrasi. Padahal, kabar bahagia sedang menyelimutinya, malah dia harus mendapatkan kabar buruk bahwa istrinya kabur lewat balkon. Zio menatap ke arah atas, dia beranjak berdiri dan menaiki anak tangga, tapi sebelum naik, suara Bi Mirna membuat Zio berhenti. “Maaf, tuan. Tadi saya menemukan ini di kamar Nona Jasmine.” Ucap Mirna, dengan menyodorkan selembar kertas yang dilipat kecil. “Maaf, kami sudah teledor menjaga Nona Jasmine.” Zio tidak menjawab, dia hanya mengibaskan tangannya dan beranjak menaiki anak tang
Melda menatap tak percaya dengan hasil video yang terekam di ponsel Putri. Dia melihat sendiri bagaimana Zio mengungkapkan perasaannya dan juga seberapa effort dia memberikan kejutan untuk Jasmine.“Mama kaget kan? Sepertinya Zio memang tertipu dengan muka polosnya. Dan asal Mama tahu, Kak Jasmine ternyata tidak dikeluarkan dari kantor cabang Zio. Dia malah ditarik ke perusahaan besar Zio, dan mungkin Kak Jasmine menggoda Zio hingga dia terjerat sama sifat manipulatif Zio,” ucap Putri sambil duduk tenang di sofa.“Jasmine gak boleh bahagia. Dia harus menderita, seperti dulu Mama menderita karena hadirnya gadis pembawa sial itu,” ucap Melda dengan tangan yang mengepal kuat.Putri yang tadinya asyik memainkan kuku-kukunya langsung mendongak dengan senyum miring. “Bukannya ini kesempatan yang bagus ya, Ma?”“Maksud kamu?”“Mama butuh perusahaan Zio untuk melancarkan usaha Mama, kan? Tinggal ancam Zio dengan video ini dan buat Zio harus meninggalkan Jasmine. Lalu, Zio jadi kekasih Putri.
“Lembur lagi, Jas?” tanya salah satu temannya yang sedang bersiap-siap untuk pulang.Jasmine mengangguk sambil menatap Tika yang hendak pulang. “Mau pulang?”“Iyalah, doi sudah jemput di depan. Baik-baik di sini ya, ingat jaga kesehatan. Baru sembuh malah lembur lagi kamu.”“Yang sakit kaki, bukan kepala, sayang,” jawab Jasmine sambil mengangkat beberapa berkasnya. “Apalagi kerjaan numpuk, jadi harus siap lembur. Tadi juga ada tambahan tugas dari kepala tim, dan itu harus diselesaikan hari ini. Besok harus sudah siap dikirim ke Pak CEO.”“Fighting! Aku pamit dulu ya.”“Hem, hati-hati,” ucap Jasmine sambil melambaikan tangannya.Tika langsung keluar kantor, meninggalkan Jasmine sendirian.Dari ruangannya, Zio menatap CCTV, melihat Jasmine sendirian di ruangannya. Laki-laki itu mengukir senyum. “Sepertinya Rika memang benar-benar bisa diandalkan,” gumamnya pelan.Baru juga diomongin, Rika sudah menjulurkan kepalanya. “Maaf, Pak, semuanya sudah selesai. Apa saya boleh pulang?”“Hem,” jaw
Sepertinya siang ini Rika dibuat pusing dengan kemauan CEO-nya. Entah kenapa tiba-tiba Zio memintanya untuk mencarikan cara agar bisa meminta maaf pada seorang wanita. Dan yang jadi pertanyaan Rika adalah, memangnya atasannya ini sedang dekat dengan seorang gadis? Kalaupun iya, siapa? Sepertinya hari ini akan menjadi perbincangan para karyawan, karena saat jam istirahat, Rika berkumpul dengan tim desain sambil membicarakan kalau desain Jasmine sudah di-ACC oleh sang CEO dan akan diluncurkan minggu depan. “Kenapa sih kelihatan pusing banget? Tugas dari pak bos numpuk ya?” tanya Rangga sambil menyerahkan kopi cup yang baru saja diambil dari lobi bawah, menemani mereka ngobrol. Rika mengangguk pelan. “Sebenarnya hari ini aku nggak ada kerjaan, tapi...” “Bagus dong, masa nggak ada kerjaan malah pusing? Mau tukaran sama aku?” sahut Jasmine sambil menunjuk laptopnya. “Kerjaan aku numpuk banget karena beberapa hari kemarin aku nggak datang ke kantor.” Masalahnya bukan itu. Masalahn