Home / Romansa / Jerat Tuan Pebinor / 108. Joseph Adalah Putraku.

Share

108. Joseph Adalah Putraku.

Author: Butiran_Debu
last update Last Updated: 2021-07-12 17:21:19

“Te-test DNA?”

Mulutku tergugup, kedua mata menatap Arsen dalam, dan bisa kurasakan debaran jantung ini ikut berpacu sangat cepat. Aku tak tahu akan menunjukkan ekspresi apa sekarang.

Benar. Memang sejak awal aku ingin Arsen melakukan test DNA antara dia dan Joseph. Aku juga ingin tahu apakah benar putraku adalah benihnya atau lelaki bajingan yang baru saja hampir menjebakku. Tapi di dalam dada ini ada rasa cemas, yang membuatku seperti ingin kabur dari hadapan Arsen.

Lihat lah senyum tipisnya itu. Senyum yang sejak tadi dia tunjukkan seakan membawa luka yang akan membuat kami saling menangis. Sunggu demi Tuhan, aku tidak siap mendengarnya, andai memang Ferdy lah ayah biologis dari bayi yang aku lahirkan.

“Hum. Aku juga tidak  tahu dari mana keberanian ini akhinya datang, Nara. Mungkin ... karena aku sangat tidak rela jika lelaki itu terus mencoba mengganggu hidup kita. Tak akan aku biarkan dia merebut kalian berdua dariku, hanya itu lah alasan a

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nurmala Borupurba1234cantik
aku senang banget thoor rasa penasaranku Sudan terjawab
goodnovel comment avatar
Maulina Novita II
aku seneng thooorr akhirnya udh jelas anaknya arsen..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Jerat Tuan Pebinor   109. Mencintaimu Lebih Dari Nyawa Kami

    Di kala terbangun dari tidur di pagi ini, aku menemukan wajah Arsen sedang terlelap di depanku. Dia tersenyum dan wajahnya secerah sinar mentari di pagi hari. Bibir tipis yang bertengger indah di atas dagunya seperti memiliki penarik yang membuat aku ingin terus memandanginya. Kujalankan tangan menuju wajahnya yang tampan lalu menyentuh bibir itu denga dua ujung jariku. Meski teksturnya agak sedikit kasar, tapi kurasa sangat nyaman menjamahnya. Aku terbuai sehingga ingin lebih lama lagi menyentuh bibir yang semalaman memanjakan sekujur tubuhku. Oh ... lihat lah bulu-bulu di sekitar tanganku menjadi meremang, membayangkan lagi percintaan panas kami tadi malam. Arsen benar-benar jago memainkan seluruh tubuhku dan berhasil membuat aku mendapatkan puncak berkali-kali. Dan satu yang selalu membuat aku bahagia setiap kali mengingat perpaduan cinta kami, Arsen selalu bisa membuatku berada di puncak tanpa menyakiti bagian-bagian diriku yang sensitif. Ya, selain sosis besarnya yang m

    Last Updated : 2021-07-13
  • Jerat Tuan Pebinor   110. Kau Masih Mencintainya?

    “Apa? Kau tidak berbohong kan, Sayang?” Arsen bertanya tak percaya saat kami menikmati makan malam di kafetaria rumah sakit. Aku baru saja menceritakan hari yang kulalui bersama putra kami, lengkap dengan kemajuan pesat yang ditunjukkan oleh Joseph. Bahkan kukatakan padanya bahwa aku lah yang satu harian ini mengganti popok Joseph jika mengompol. “Tidak, aku tidak berbohong. Putramu memang sudah bisa melakukannya, Sayang. Dia menyusu dariku,” sahutku bangga. Memangnya, apa lagi yang membuat seorang ibu bisa bangga, jika tidak menceritakan kepintaran anaknya? Semua kujelaskan pada Arsen membuat matanya ikut berbinar bahagia. “Kenapa tidak mengatakannya sejak tadi? Kau langsung mengajak aku pergi makan tanpa memberitahu kepintaran bayi kita. Kau sudah pintar berlaku curang, ya,” katanya sembari memajukan bibir. Dia lucu, sangat lucu sampai ingin rasanya kumakan dia seperti permen di dalam mulut. “Habiskan makanmu segera, jika ingin bertemu denga

    Last Updated : 2021-07-14
  • Jerat Tuan Pebinor   111. Akan Kujahit Bibir Kalian!

    “Nara, temani mama berbelanja,” kata Mama Riana pagi tadi, ketika aku akan bersiap berangkat ke Rumah Sakit tempat putraku dirawat. Awalnya aku ingin menolak, mengingat aku sangat ingin terus memeluk Joseph seperti yang aku lakukan beberapa hari ini. Rasanya sangat menyenangkan melihat kemajuan yang putraku tunjukkan setiap harinya, tapi juga tidak tega menolak ajakan mama mertua yang sangat baik ini. Aku menghargai semua kebaikan Mama Riana, sebab itu aku berada di sini dengannya. Di sebuah pusat perbelanjaan yang sangat besar, dan aku dengan lima puluh persennya punn masih milik keluarga Sudrajat.Memasuki butik ini aku tertegun melihat semua pelayan toko menyambut kami sangat hormat. Tidak. Bukan ini pertama kalinya aku masuk ke butik mahal seperti ini. Sejak jadi istrinya Arsen Sudrajat, aku sering pergi berbelanja dengan Bi Ratna atau diriku sendiri. Tapi dengan salah satu keluarga Sudrajat, ini lah pertama kalinya setelah dulu dengan Arsen mengukur baju peng

    Last Updated : 2021-07-15
  • Jerat Tuan Pebinor   112. Bahkan Ingin Membunuhnya.

    Ya, aku paham apa yang ada di pikiran mama mertuaku. Beliau pasti sangat malu, bahkan mungkin sudah membayangkan kehancuran nama keluarganya jika sampai gosip ini tersebar di luaran sana. Sebagai keluarga terpandang yang tidak pernah terdengar cela, Mama Riana tentunya merasa sangat terhina dengan para pelayan yang berani menyebut aib keluarganya. Jika aku tidak pernah ada di keluarga ini, mungkin selamanya nama keluarga Sudrajat akan selalu wangi di telinga semua orang. Tuhan ... rasanya aku sampai bingung untuk mengatakan ini pada Mama Riana, membuat mulutku bahkan gemetar sebelum mampu mengeluarkan sepatah kata pun. “Nara, kau dengar perkataanku?” Tentu saja. Telingaku mendengar sangat jelas setiap kata yang beliau katakan. Hanya saja ... bibir ini terlalu berat untuk berucap. “Maaf, tolong maafkan aku,” ucapku akhirnya. Membuang napas kasar, Mama Riana tidak mengatakan apa pun lagi. Dia segera berdiri dan meraih tasnya dari atas meja.

    Last Updated : 2021-07-17
  • Jerat Tuan Pebinor   113. Tak Ada Yang Boleh Menyentuh Istriku.

    Selama berjam-jam di ruang inkubator itu aku habiskan dengan termenung sembari menyusui putraku. Aku bahkan tidak mendengar ketika perawat menyapa satu sampai dua kali. Mereka sampai menepuk pundakku lebih dulu, untuk akhirnya aku tahu bahwa mereka tengah berbicara padaku. “Nyonya Nara, Dokter Arlan mencari Anda di luar,” ucap perawat itu dan menunjuk pintu di sisi kiri kami. Benar saja. Aku bisa melihat Arlan tengah mengintip dari kaca kecil di bagian atas pintu itu dan dia tengah menatapku. Kenapa dia mencariku di saat yang tidak tepat? Padahal kupikir hari ini ingin sendiri sampai Arsen datang menjemputku pulang. Tapi ... bukankah sangat tidak sopan jika aku tidak menemui Arlan? Apalagi di sini ada beberapa perawat, mereka bisa saja berpikir keluarga Sudrajat sangat tidak rukun. Belum lagi masalah dengan mamanya Ferdy juga akan dikait-kaitkan dengan semua ini. Lantas, mau tak mau aku harus beranjak dari sofa menyusui yang aku gunakan duduk. “Tolong

    Last Updated : 2021-07-18
  • Jerat Tuan Pebinor   114. Menyelasikan Masalah Putraku.

    114Dua mertuaku menerima setiap tuduhan yang Arsen tumpahkan pada mereka, tanpa mengatakan apa pun. Mama dan Papa mertua sepertinya bersengaja membiarkan putra mereka puas mengeluarkan segala pembelaan itu. Aku semakin ragu, gugup, dan gemetar mencengkram gaunku di sisi kiri kanan.“Nara, dengarkan aku, oke?” Arsen menyentuh pundakku lembut sedang matanya lurus manatap manikku. “Kau tidak harus mendengarkan apa pun kata mama dan papa. Kau istriku, dan hanya aku yang perlu kau dengarkan. Pulang lah sekarang dan jangan membuat dirimu stress,” lanjutnya. Entah itu perintah atau permohonan aku tak bisa membedakannya. Yang aku dengar, nadanya lembut dan tegas di waktu yang bersamaan.Harus kah aku pulang seperti yang dikatakan oleh Arsen? Rasanya akan sangat tidak sopan andai aku mengiyakan perkataan Arsen, tapi juga takut untuk membantahnya. Sehingga hanya diam lah yang bisa aku lakukan

    Last Updated : 2021-07-19
  • Jerat Tuan Pebinor   115. Siapa Naomi?

    Aku dan Arsen saling menatap satu sama lain. Sangat banyak dugaan buruk yang datang ke pikiranku, tentang masalah apa lagi yang akan mengganggu ketenangan kami. Begitu juga dengan Mama Riana, yang langsung memberikan tatapan tajam pada suamiku, ketika beliau melepaskan ponsel dari tangannya. “Siapa Naomi?” Nada suara yang dingin itu sangat menusuk tulang sum-sumku, apalagi mendengar Mama Riana menyebutkan nama seorang perempuan. Ya, Naomi, dia pasti seorang perempuan. “Naomi?” Arsen menunjukkan wajah bingung ketika mengulangi nama itu. “Siapa dia? Aku tidak mengenalnya,” sambung Arsen, melihatku dan mama mertua bergantian. “Nara, naik lah ke atas. Mama akan berbicara dengan Arsen, dan aku berharap kau tidak menguping.” Apakah Mama Riana ingin menyembunyikan sesuatu dariku? Apa yang ingin mereka bicarakan sebenarnya? Dada ini bergemuruh di dalam sana, tidak terima ketika mertua sendiri tidak ingin aku mengetahui siapa perem

    Last Updated : 2021-07-21
  • Jerat Tuan Pebinor   116. Apa Aku Siap Menerimanya?

    “Nara! Nara!” Sayup kudengar seseorang menyerukan namaku di kejauhan, memaksa mata ini bergerak pelan meski itu terlalu berat untuk kulakukan. Gelap. Segalanya terlihat hitam saat aku berhasil membuka mata dan memindai tempat di sekitar. “Nara, buka pintunya! Mama tau kau di dalam.” Dan suara itu kembali terdengar menyadarkan aku bahwa seseorang baru saja memaksa bangun dari tidurku yang panjang. Itu mama mertua. Beliau menggedor pintu kamar yang aku tempati, dan terus memaksa ingin dibukakan. Dengan malas kuangkat diri bangkit menjauhi kasur empuk tempat berbaring, lalu melangkah malas untuk membuka pintu kamar itu. Mama Riana segera masuk seperti orang yang sudah tidak sabaran. “Astaga, kenapa di sini gelap sekali?” katanya, melewatiku dan mencari skalar lampu di dinding tembok. Saat lampu itu dinyalakan, segera aku memicing untuk menjaga silau yang mengagetkan penglihatan. Dan lihat lah, Mama Riana kini menatapku dengan wajah iba da

    Last Updated : 2021-07-21

Latest chapter

  • Jerat Tuan Pebinor   128. Happy Ending

    Setelah membersihkan diri lebih dulu, kududukkan diri di depan meja rias yang besar itu. Hari ini Arsen akan kembali dari luar kota, dan kupikir ingin menyambut suamiku dengan dandanan yang sedikit menarik. Dia pasti merindukanku, dan akan semakin senang dia melihatku nanti dengan riasan ini. Setelahnya, tak lupa kuganti pakaian dengan gaun yang baru kubeli siang tadi, memang sengaja aku membelinya demi menyambut Arsen kembali.Tepat setelah kupikir siap, pintu kamar diketuk dari luar sana. Hatiku melambung seketika itu juga, menduga suamiku akhirnya kembali. Dengan sedikit berjingkrak, kubuka handel pintu sembari menyambut suamiku dengan kedua tangan melintang.“Selamat datang suamiku ...!” seruku sangat girang.Tapi apa ini? Bukannya wajah Arsen, tapi Bi Ratna lah yang berdiri di depanku. Sedikit malu aku dengan tatapan lurusnya yang tertuju pada penampilanku.“Eh, Bi Ratna. Ada apa, Bi?” tanyaku menghilangkan rasa gugup.

  • Jerat Tuan Pebinor   127. Roda Itu Berputar.

    Sudah tiga hari ini Arsen harus pergi ke luar kota untuk mengurus beberapa pekerjaan yang diminta oleh papanya. Jujur, aku sudah sangat merindukan suami yang sangat manja dan bawel itu, sampai-sampai ketika menyusukan Joseph pun hanya wajahnya lah yang terbayang di mataku. Mungkinkah ini yang disebut dengan jatuh cinta sangat dalam? Seperti aku tidak bisa mengendalikan diriku dari rasa rindu yang menggetarkan jiwa.Ketika baru saja kuletakkan Joseph di atas boks tidurnya, ponselku sudah berbunyi di atas nakas. Beruntung suara nyaring itu tidak mengganggu tidur putraku. Hanya menepuk bokongnya beberapa kali, Joseph sudah kembali terlelap. Ah ... itu ulah Arsen. Ketika dia akan berangkat tempo hari, Arsen membuat nada ponselku sangat besar. Katanya agar aku tidak beralasan tidak mendengar suara ponsel ketika dia menghubungiku.Dan lihat siapa yang menelepon sekarang? Siapa lagi jika bukan dia. Lantas kugeser layar ponselku pada posisi menerima, dan wajahnya segera terlih

  • Jerat Tuan Pebinor   126. Mereka Pelayanmu.

    "Ini, makan lah yang banyak."Arsen meletakkan sangat banyak potongan daging dan sayuran di atas piringku.

  • Jerat Tuan Pebinor   125. Sayang, Aku belum ....

    “Sayang, aku tidak melihat gelas kopinya!”Arsen berseru dari dapur, menghentikanku yang baru saja akan membuka baju.“Itu ada di laci atas kepalamu, Sayang. Mendongak lah dan buka lacinya!” balasku tak kalah kencang.“Laci yang mana? Aku tidak melihatnya!”Ini tidak akan berhasil. Jika aku terus berteriak, Joseph akan terbangun dari tidurnya yang belum lima belas menit. Lantas kubenarkan lagi letak pakaianku sembari mendatanginya ke dapur.Dia memang selalu begitu. Apa pun tak pernah terlihat oleh matanya. Entah karena malas mencari atau memang dia tak bisa menemukan sebuah barang dengan benar, hanya dia dan Tuhan lah yang tahu.“Di mana itu? Di mana gelas kopinya?”Kulihat Arsen tengah membuka-buka laci di atas kepalanya tapi tidak juga melihat gelas yang dia cari. Astaga ....Mengambil posisi berdiri di sebelahnya, kuraih salah satu gelas dari dalam laci dan menyera

  • Jerat Tuan Pebinor   124. Joseph-ku Bahagiaku. END

    Sejak pagi masih terbilang samar, semua orang sudah sibuk mempersiapkan diri untuk menjemput Joseph ke rumah sakit. Ini terlalu membahagiakan sampai kami tidak sabar menunggu hari sedikit lebih siang.Lihat lah Papa Sudrajat yang sangat bersemangat menuruni anak tangga. Beliau lah yang lebih sibuk sejak tadi dan beliau pula yang lebih lama berbenah, seakan cucunya sudah bisa menilai penampilan seseorang.Aku tersenyum melihat papa mertua yang biasanya tak pernah absen berangkat ke kantor itu, kini seperti seorang anak kecil yang tidak menunggu diajak jalan-jalan.“Kalian belum siap? Sudah pukul sebelas, kita harus berangkat sekarang.”“Siapa yang sangat lama turun dari kamarnya? Kurasa kami sudah menunggu tiga puluh menit di sini,” sahut Mama Riana menimpali perkataan suaminya.“Kenapa tidak memanggilku jika begitu? Aku pikir kalian belum siap.”Aku dan Arsen hanya tertawa mendengar perbincangan dua orang

  • Jerat Tuan Pebinor   123. Aku Sangat Bahagia.

    Tak dapat kuhindarkan pacuan jantung yang memicu sangat cepat kala mendengar perkataan dari papa mertua. Telapak tangan segera berkeringat dan dudukku tak bisa tenang sekarang. Bayangan buruk segera menghampiri kepala ini, membuat dugaan-dugaan buruk di dalam sana. Apakah Joseph mengalami penurunan? Tak sabar aku ingin mendengar penjelasan dari Papa Sudrajat. Dengan sedikit memajukan tubuh, aku lantas bertanya pada beliau. “Jo-Joseph? Apa yang terjadi pada Joseph?” Arsen segera memeluk dan memberikan kata-kata penenang untukku. Tapi suaranya seakan menghilang oleh pikiran buruk yang sudah lebih dulu merasuki pikiran ini. Tak sabar kutunggu papa mertua melanjutkan perkataannya yang tertunda. “Papa Mertua, katakan ada apa dengan Joseph-ku?” “Sayang, tenangkan dirimu. Kau tidak boleh seperti ini,” peringat Arsen, meremas pundakku tempat tangannya bertengger. Kemudian dia berbicara pada papanya. “Biar aku antar Nara ke atas, nanti papa bisa berbic

  • Jerat Tuan Pebinor   122. Kau Lelaki Yang Baik Hati.

    “Nara ....” Dia memanggil namaku pelan. Tangannya semakin dekat ke wajah, sehingga bisa aku rasakan udara yang dibawanya. Berusaha untuk tidak terpengaruh, aku kembali mengingatkannya meski suaraku terdengar bergetar. “Aku adik iparmu, Arlan. Kau tidak boleh melakukannya,” kataku, tapi Arlan tidak mengindahkan kalimat itu. Punggung jarinya menyentuh permukaan kulitku sehingga kaki di bawah sana semakin gemetar. Tidak. Jika seseorang berpikir aku menikmati perlakuannya, jelas itu salah. Aku hanya ingin menunjukkan pada lelaki ini bahwa aku tidak setakut yang dia bayangkan. Aku tidak ingin Arlan merasa diriku melihat dirinya seperti monster yang menakutkan dan harus dijauhi. Aku tidak ingin dia merasa dirinya tidak diinginkan oleh kami. Maksudku ... keluarga. Ya, karena sekarang aku adalah menantu di keluarganya, jadi aku juga menempatkan diri sebagai keluarga baginya. Harus kulihat, sejauh apa dia sebenarnya ingin dimengerti. Beberapa detik dia s

  • Jerat Tuan Pebinor   121.

    Arsen tahu Arlan memiliki perasaan padaku, sebab itu dia tak pernah merasa rela membiarkan aku pergi untuk menemui saudaranya. Dia tentunya takut jika masalah ini akan merembet lebih jauh lagi, sehingga membuat kegaduhan ke depannya. Tapi setelah kuyakinkan Arsen bahwa aku pasti bisa menjaga diri, dia hanya mengangguk ketika melepaskan aku pergi menemui saudaranya.“Hati-hati, Sayang. Ingat, kau harus segera menghubungiku jika sesuatu terjadi. Dan berusaha lah membuat Arlan tidak marah,” pesannya. Dia mengecup puncak kepalaku berkali-kali dan mengatakan dia sangat mencintai diriku.Ah ... aku sendiri juga merasa gemetar ketika memasuki apartemen milik Arlan, membayangkan mungkin dia akan semakin marah melihat kedatanganku.Ketika kutekan bell di sebelah pintu, seseorang lantas membukanya dan mengatakan Arlan berpesan tidak ingin diganggu.“Tapi ini sangat penting, Bi. Tolong biarkan aku masuk,” ucapku pada asisten rumah yang sudah

  • Jerat Tuan Pebinor   120. Mari Kita Luruskan.

    “Aku akan gila dengan semua ini.” Mama Riana tertunduk lemas. Sedangkan aku hanya bisa diam mengusap pundak mama mertua yang pastinya sedang sangat tertekan. Beliau memegangi wajah di atas kedua telapak tangannya dengan mulut yang terus saja mengoceh tentang kelakuan dua putranya yang ... memang sangat keterlaluan. “Bagaimana jika Naomi benar melakukan aborsi? Aku akan membunuh Arsen yang dengan bodohnya menyarankan hal gila itu padanya!” Beliau mengangkat wajah dan menatapku. “Lihat lah, Nara, aku adalah ibu yang gagal mendidik putra-putranya, sampai kalian harus menderita karena itu. Aku sangat menyesal yang selalu menuruti keinginan dua anak itu,” ucapnya lagi. Setiap kata yang beliau ucapkan adalah penyesalan dan menyalahkan diri sendiri. Rasanya sangat tak adil, padahal bukan beliau yang bersalah. Semua ini adalah kesalahan Arlan dan juga Arsen yang sangat tidak tahu diri. “Jangan membeb

DMCA.com Protection Status