"Kenapa diam saja, Kara? Terkejut dengan kehadiranku yang amat tiba-tiba ini?"
Avaline tersenyum, menatap raut wajah tegang Kara. Meski ruangan tempat beradanya ini sangat sempit, akan tetapi setidaknya cukup membuat hatinya senang karena berhasil memberikan syok terapi pada wanita yang telah cukup lama menghabiskan waktu bersama anak lelaki tercintanya seharian ini."Rupanya kau adalah tipe wanita yang tidak bisa mendengar dengan baik ya? Kau sadar tengah berhadapan dengan siapa, Kara Isabelle?" lanjut Avaline dengan tatapannya yang kian menajam dan menakutkan.Sementara Kara, wanita yang masih memiliki anak kecil itu langsung menunduk seraya meremas kuat jari-jemarinya sendiri. Sebenarnya ia ingin meremas pakaian yang dikenakannya, akan tetapi sedetik kemudian dirinya langsung tersadar bahwa itu belum menjadi miliknya dan terlalu mahal untuk dirusak.Tidak pernah Kara sangka sebelumnya, bisa dipergoki oleh Avaline secara langsung seperti ini. Ia"Hey, ini kenapa?"Deghh!Degup jantung Kara seketika kembali berpacu cepat, ketika Barra menyadari sebuah tanda merah di pipinya. Ini yang dikhawatirkannya sedari tadi. Meski sudah berusaha semaksimal mungkin menutupi bekas tamparan di pipinya dengan beberapa helai rambut, Barra pasti akan menyadarinya juga."Kara? Kenapa diam saja? Jelaskan padaku, kenapa pipimu bisa merah seperti ini? Ini seperti—""Ini ... Ini hanya karena nyamuk, Barra," potong Kara cepat seraya langsung menyusul anak lelakinya yang sudah lebih dulu masuk mobil.Saat ini, Kara memang tak berani banyak berinteraksi dengan kekasihnya. Ia terlalu takut pria itu menyadari beberapa kejanggalan yang ada di tubuhnya, sehingga lebih memilih menghindar untuk sementara waktu.Selepas dari pertemuannya dengan Avaline, Kara memang lebih banyak diam. Di benaknya detik ini hanya terbayang dengan kata-kata ancaman wanita itu, yang mana Avaline mengancam dirinya a
"Eh, siapa wanita itu? Kenapa dia bisa satu mobil dengan putra tunggal Keluarga Piterson? Apa dia kekasihnya?""Astaga, kekasihnya? Aku rasa tidak mungkin seorang Barra menjalin hubungan dengan wanita biasa seperti dia!""Iya! Lihat saja gerak-geriknya, sudah terlihat jelas tidak sebanding dengan kita bukan?"Beberapa ucapan tersebut mulai sayup-sayup terdengar di kedua telinga Kara. Meski sesekali kepalanya menunduk sambil menatap ujung dress cantik yang dikenakannya, akan tetapi gerak matanya tetap dapat menangkap berbagai tatapan aneh dari orang-orang yang ada di sekitar.Sungguh, nampaknya kehadirannya malam ini bersama Barra adalah sebuah kesalahan yang sangat fatal!Mulanya Kara memang sudah berusaha menolak sebisa mungkin ajakan Barra untuk pergi bersamanya ke acara ulang tahun perusahaan Doo Luxe Piterson ini, akan tetapi sayang pria itu terlalu sulit untuk ditolak kemauannya.Meski Kara sudah menjelaskan berbagai kekhawatirannya, tetapi tetap saja CEO muda tersebut berhasil m
"Ap—apa?"Kara seketika tak dapat menyembunyikan raut wajah gugupnya. Belum selesai ia mengkhawatirkan Arka yang sedang bersama Avaline, kini Barra malah mengajaknya bertemu langsung dengan Jack.Sungguh, sepertinya Kara benar-benar sangat menyesali keputusannya untuk datang ke acara pesta ini. Bukannya menikmati momen, kini jantungnya malah terus berpacu cepat seperti tengah berada di dalam wahana ekstrim."Iya, kita ke sana. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya," jawab Barra seraya menatap sedikit heran ke arah wajah Kara yang tiba-tiba terlihat sedikit pucat.Satu jarinya bergerak menghapus satu bulir keringat yang ada di dahi sang kekasih. Entah apa yang tengah dirasakan oleh Kara saat ini, Barra tidak tahu. Akan tetapi belum sempat ia bertanya lebih jauh, tiba-tiba saja sudah ada seseorang yang menepuk bahunya dari belakang."Hey, Brother!"Jack menyapa lebih dulu dengan seutas senyumnya. Mata birunya nampak berbinar menatap sang sahabat kecil, hingga setelahnya ia langs
"Jadi, dia orangnya?"Barra bertanya sambil sesekali melirik ke arah Arka yang tengah sangat bersemangat memperhatikan cokelat fountain, kebetulan saat ini anak kecil itu tengah mengantre demi melumuri beberapa potong buah yang ada di tangannya."Maaf, Barra. Aku sama sekali tidak bermaksud menutupi hal ini padamu."Lagi-lagi rasa bersalah membuat bundanya Arka itu merasa tak percaya diri berada di hadapan Barra. Walau sedari tadi kekasihnya tersebut terlihat tenang dan diam saja, akan tetapi tetap ia merasakan sebuah hal yang cukup berbeda darinya.Cemburu?Ya, mungkin hal itu yang tengah dirasakan oleh Barra. Walau tak mengutarakannya langsung, tetapi tetap saja Kara bisa merasakannya. Sedari tadi pria itu memang hanya diam saja padanya, sambil terus memperhatikan Arka dari kejauhan.Tak ada basa-basi hangat, dan tak ada juga sentuhan-sentuhan romantis yang biasa diberikannya. Semua entah kenapa menghilang begitu saja dengan ce
"Arka!"Kara berteriak kencang dan langsung berlari panik ke arah sang anak yang tiba-tiba terlihat terjatuh dari kejauhan.Dengan napas yang tak karuan, ia segera membopong tubuh mungil tersebut ke tempat yang tak begitu ramai. Sampai akhirnya dirinya segera merebahkan anak lelakinya itu secara pelan, dan menatap wajah pucatnya.Oh, astaga. Sebenarnya apa yang telah terjadi? Bukankah sedari tadi Arka nampak sehat-sehat saja? Bahkan setelah mengantre cokelat fountain, anak lelakinya itu masih bisa bercengkrama dengan para pemusik yang tengah menghibur tamu-tamu Keluarga Piterson "Bunda! Arka enggak kuat! Sakit!" lirih anak kecil itu seraya meremas kuat perutnya.Tangis Arka pecah, tetapi tak bersuara. Wajah pucatnya semakin terlihat, seiiring dengan dinginnya genggam tangan mungil yang Kara rasakan.Sungguh, Kara benar-benar kalut. Ia bingung harus melakukan apa, sampai-sampai beberapa orang mulai berdatangan mengerubungi dirinya dan juga sang anak."Kara, Arka kenapa?"Suara itu sek
"Aku pasti tidak akan membuatnya menyesal, Jack! Dia bahagia bersamaku!"Deghh!Degup jantung Kara sampai berhenti mendengar suara yang tak asing itu. Dengan segera ia menoleh ke arah pintu yang baru saja terbuka, dan kembali menatap ke arah lagi untuk memastikan bahwa anaknya tersebut tak terbangun."Barra, lebih baik—""Ssttt! Aku belum selesai berbicara, Sayang. Aku harus memastikan sahabat kecilku ini, kalau kau akan tetap baik-baik saja bersamaku!" ucap Barra seraya mengecup dahi Kara sekilas.Diam-diam salah satu tangan Jack pun terkepal melihat pemandangan itu. Ia merasa cemburu sekaligus kesal, terlebih tatapan Barra padanya terlihat seolah sedang mengejek dirinya."Apa ada lagi hal yang kau khawatirkan, Jack? Silakan ucapakan saja sekarang, agar aku bisa mengklarifikasinya langsung!" lanjut Barra lagi dengan nada yang terkesan santai, tetapi cukup menyeramkan juga.Meski tersenyum, tetapi tetap saja tatapan amar
"Barra .... A–aku —""Kara, tolong jangan seperti ini!"Barra mengusap wajahnya cepat, seraya berkali-kali terlihat menunduk. Pria itu sungguh tidak tahu harus melakukan apa, agar wanita yang ada di hadapannya ini bisa berkata jujur padanya."Barra ...."Lagi-lagi ucapan Kara terputus, karena setelahnya pria yang telah dipanggilnya tersebut tiba-tiba saja telah menarik dirinya masuk ke dalam dekapan erat. Tak ada lagi cecaran tanya dari mulut Barra. Pria itu hanya diam memeluk dirinya, hingga ia langsung balas mendekapnya."Barra, are you okay?"Tidak menjawab, pria tersebut hanya menggeleng. Barra masih juga belum melepaskan pelukannya pada Kara, sehingga alhasil kini wanita tersebut merasa semakin bersalah karena telah menutupi pertemuannya dengan Avaline di salah satu pusat perbelanjaan beberapa waktu yang lalu.Sebenarnya Kara ingin jujur, tetapi ia tak tahu harus memulainya dari mana. Kara terlalu takut membuat hubungan Avaline dan Barra hancur, walau kenyataannya hubungan antar
"Apa? Bagaimana bisa? Bukankah semalam dia baik-baik saja?"Avaline nampak sangat terkejut, yang mana hal itu seketika cukup membuat Jack merasa bingung.Baik, sepertinya ibu kandung sahabat kecilnya tersebut sama sekali tidak tahu-menahu tentang kejadian semalam. Ya, untuk sementara Jack berkesimpulan seperti itu."Jack? Kenapa diam saja? Arka sakit apa? Kenapa dia bisa dilarikan ke rumah sakit? Apa dia memiliki sakit yang cukup serius?" Avaline kembali melimpahkan beberapa pertanyaan untuk Jack yang berhasil membuat rasa ingin tahunya membuncah.Sementara Clarissa, diam-diam wanita itu telah mengeluarkan keringat dingin. Ia tak menyangka akan terlibat dalam pembahasan masalah ini, sehingga sekarang dirinya sedang berusaha mati-matian untuk bersikap normal agar tak mengundang suatu kecurigaan apa pun dari Jack."Arka sakit karena keracunan salah satu makanan, Tante. Dokter bilang, sepertinya makanan itu dari salah satu makanan yang terakhir kali Arka makan semalam," tutur Jack dengan