"Aku pasti tidak akan membuatnya menyesal, Jack! Dia bahagia bersamaku!"
Deghh!Degup jantung Kara sampai berhenti mendengar suara yang tak asing itu. Dengan segera ia menoleh ke arah pintu yang baru saja terbuka, dan kembali menatap ke arah lagi untuk memastikan bahwa anaknya tersebut tak terbangun."Barra, lebih baik—""Ssttt! Aku belum selesai berbicara, Sayang. Aku harus memastikan sahabat kecilku ini, kalau kau akan tetap baik-baik saja bersamaku!" ucap Barra seraya mengecup dahi Kara sekilas.Diam-diam salah satu tangan Jack pun terkepal melihat pemandangan itu. Ia merasa cemburu sekaligus kesal, terlebih tatapan Barra padanya terlihat seolah sedang mengejek dirinya."Apa ada lagi hal yang kau khawatirkan, Jack? Silakan ucapakan saja sekarang, agar aku bisa mengklarifikasinya langsung!" lanjut Barra lagi dengan nada yang terkesan santai, tetapi cukup menyeramkan juga.Meski tersenyum, tetapi tetap saja tatapan amar"Barra .... A–aku —""Kara, tolong jangan seperti ini!"Barra mengusap wajahnya cepat, seraya berkali-kali terlihat menunduk. Pria itu sungguh tidak tahu harus melakukan apa, agar wanita yang ada di hadapannya ini bisa berkata jujur padanya."Barra ...."Lagi-lagi ucapan Kara terputus, karena setelahnya pria yang telah dipanggilnya tersebut tiba-tiba saja telah menarik dirinya masuk ke dalam dekapan erat. Tak ada lagi cecaran tanya dari mulut Barra. Pria itu hanya diam memeluk dirinya, hingga ia langsung balas mendekapnya."Barra, are you okay?"Tidak menjawab, pria tersebut hanya menggeleng. Barra masih juga belum melepaskan pelukannya pada Kara, sehingga alhasil kini wanita tersebut merasa semakin bersalah karena telah menutupi pertemuannya dengan Avaline di salah satu pusat perbelanjaan beberapa waktu yang lalu.Sebenarnya Kara ingin jujur, tetapi ia tak tahu harus memulainya dari mana. Kara terlalu takut membuat hubungan Avaline dan Barra hancur, walau kenyataannya hubungan antar
"Apa? Bagaimana bisa? Bukankah semalam dia baik-baik saja?"Avaline nampak sangat terkejut, yang mana hal itu seketika cukup membuat Jack merasa bingung.Baik, sepertinya ibu kandung sahabat kecilnya tersebut sama sekali tidak tahu-menahu tentang kejadian semalam. Ya, untuk sementara Jack berkesimpulan seperti itu."Jack? Kenapa diam saja? Arka sakit apa? Kenapa dia bisa dilarikan ke rumah sakit? Apa dia memiliki sakit yang cukup serius?" Avaline kembali melimpahkan beberapa pertanyaan untuk Jack yang berhasil membuat rasa ingin tahunya membuncah.Sementara Clarissa, diam-diam wanita itu telah mengeluarkan keringat dingin. Ia tak menyangka akan terlibat dalam pembahasan masalah ini, sehingga sekarang dirinya sedang berusaha mati-matian untuk bersikap normal agar tak mengundang suatu kecurigaan apa pun dari Jack."Arka sakit karena keracunan salah satu makanan, Tante. Dokter bilang, sepertinya makanan itu dari salah satu makanan yang terakhir kali Arka makan semalam," tutur Jack dengan
"Bunda? Om Baik? Kenapa diam? Nanti Bunda sama Om Baik enggak seperti itu 'kan?"Arka kembali bertanya, seraya menatap dua orang dewasa yang tengah memeluknya. Di dalam dua netra kecokelatan itu, terlihat sedikit tatapan kecewa.Ya, Arka kecewa. Arka kecewa karena apa yang diharapkannya tak bisa langsung dipastikan oleh dua orang tersayangnya.Arka tentu tak mau mengalami kejadian seperti mimpi buruknya semalam, tetapi sayang jawaban yang didapatkannya saat ini malah seolah menjelaskan semuanya."Ya sudah, kalau begitu lebih baik Arka pergi aja! Arka enggak mau Bunda sama Om Baik pis—""Arka, Sayang. Tidak boleh berbicara seperti itu. Nanti Bunda Kara bisa sedih, Nak," cegah Barra lebih dulu sebelum melihat Kara semakin terdiam.Anak kecil itu sedikit memajukan bibirnya. Arka nampaknya belum begitu puas dengan tanggapan dua orang yang sangat disayanginya ini, akan tetapi sedetik kemudian dirinya menyadari tatapan sang bunda yang nampak sedikit berkaca-kaca ke arahnya."Maaf, Bunda. Ar
"Barra! Cukup! Mommy tidak seperti itu!"Suara hentakan keras, seketika membuat Kara melirik ke arah pintu. Entah kenapa ia merasa seperti mendengar suara Avaline. Namun sayang saat ini dirinya tak bisa memastikan keluar, karena sang anak yang baru saja tertidur di dalam dekapannya."Semoga tidak terjadi sesuatu di sana. Semoga Barra bisa mengendalikan emosinya, karena biar bagaimanapun Ibu Avaline adalah ibu kandungnya sendiri," gumam Kara seraya sesekali mengusap pundak Arka yang semakin tertidur pulas.Entah sejak kapan Avaline tahu keberadaan Barra di sini, Kara tak tahu. Namun satu hal yang jelas tengah dikhawatirkannya sekarang adalah tentang kemarahan wanita itu. Kara takut kalau Avaline nanti akan semakin meradang padanya, karena Barra lebih memilih bersamanya dengan Arka di tempat ini.Apalagi semalam Barra pergi begitu saja dari acara ulang tahun perusahaannya 'kan? Pasti Avaline akan sangat berang dengan hal tersebut, dan akan menuduhnya sebagai penyebab dari semua kekacaua
Kara dan Barra saling pandang, tepat sesaat setelah Avaline menyodorkan sebuah amplop yang cukup tebal dari tangannya. Mereka berdua nampak terkejut, sekaligus tak mengerti dengan sikap Avaline yang tiba-tiba seperti ini."Bu, saya rasa—""Boleh saya bertemu dengan Arka? Saya ingin melihat keadaannya langsung," potong Avaline tak mau berbasa-basi.Lagi-lagi pernyataan itu membuat Kara dan Barra saling melempar pandangannya. Mereka berdua terus digempur dengan perubahan sikap Avaline yang sangat jauh dari dugaannya, sampai akhirnya Barra kembali bergerak selangkah lebih maju."Maaf, Mom. Sepertinya Mommy tidak perlu repot-repot memberikan amplop ini ke Kara, semua biaya perawatan Arka telah aku tanggung. Dan untuk bertemu Arka secara langsung, sepertinya tidak bisa. Dia baru saja tertidur, setelah tadi sempat tidak mau makan dan muntah," tutur Barra cepat seraya mengembalikan sebuah amplop yang tadinya telah berada di tangan Kara pada sang ibunda.Barra nampaknya sengaja mengatakan kon
"Tante, apa Tante tidak bisa mencegah semuanya? Aku mohon Tante, apa kata orang tuaku nanti jika aku sampai masuk penjara?"Clarissa memohon-mohon tepat di samping Avaline, tanpa peduli lagi dengan harga dirinya yang jatuh. Ia benar-benar tak ingin ulahnya sampai diketahui pihak kepolisian, karena itu sungguh dapat merusak namanya dan juga merusak nama baik keluarganya."Tante, aku mohon. Tolong aku untuk kali ini saja, aku benar-benar tidak ingin masalah kemarin semakin runyam," pinta Clarissa lagi dengan semakin lirih.Entah sudah berapa kali punggung tangan Avaline ia kecup. Clarissa benar-benar melakukan segala upaya agar sahabat orang tuanya itu mau membantu dirinya, agar jejak kejahatannya kemarin tak sampai diketahui orang lain."Sudahlah, Clarissa. Sekarang Tante belum bisa memikirkan rencana yang matang. Untuk sementara ini, kita pantau dulu saja apa yang dilakukan Jack dan Barra untuk Kara," sahut Avaline singkat seraya menarik tangannya dan menyuruh Clarissa agar segera men
"Kenapa?"Satu pertanyaan itu terlontar ketika Jack menyadari tatapan berbeda dari wanita di sampingnya. Entah kenapa ia menangkap sinyal lain, hingga kini dua alisnya tertekuk sempurna."Ah, tidak apa-apa. Aku hanya ... Hanya sedang mengagumi ketampananmu saja," sahut Clarissa yang kian membuat Jack mengerenyit."Kau mau mencoba menggodaku, agar tindakan busukmu tidak terbongkar? Cih! Jangan pernah berharap seperti itu, Clarissa! Aku tidak akan terpengaruh!" balas Jack akhirnya seraya menyesap kopi hangat pesanannya.Mendengar hal itu, Clarissa pun tertawa kecil. Ia menggeleng karena maksudnya memang sama sekali tak seperti itu, akan tetapi dirinya juga menikmati sikap Jack yang terlalu percaya diri di hadapannya."Jangan salah paham, Jack. Aku hanya sedang berandai menjadi Kara. Aku benar-benar tak habis pikir dengannya, karena bisa-bisanya dia mengabaikan pria tampan dan mapan sepertimu," lanjut Clarissa seraya menatap penuh ke arah pria yang baru saja menghampirinya.Clarissa sedi
"Kau memintaku untuk menjabarkan semuanya?"Jack tersenyum miring, dengan menatap remeh ke arah Barra. Rasa sakit akibat pukulan di wajahnya benar-benar membuatnya tak tahan, sehingga kini dirinya tak lagi mau menahan semuanya demi menjaga perasaan sahabat kecilnya tersebut."Baiklah, kalau begitu aku akan jabarkan semua ketidakbecusanmu!" lanjut pria itu seraya kembali berdiri dengan tegak dan membenarkan sedikit kerah kemejanya.Barra masih menetap di posisi yang sedikit menjauh. Ia tak mau lagi kehilangan kendali, apalagi nanti Kara dan Arka bisa kapan saja menyaksikan perkelahiannya dengan Jack."Pertama sekali kau sudah lalai menjaga Kara, Barra! Bisa-bisanya kau tidak tahu apa saja yang telah dilakukan oleh ibumu ke Kara, padahal pada saat kejadiannya kau berada di sekitar mereka!"Barra terdiam, mengakui dalam hati kecerobohan yang paling bodoh yang pernah dilakukannya tersebut. Andai saja Jack tak memberi tahunya waktu itu, mungkin sampai saat ini Kara masih memendam segalanya
"Maaf kalau kehadiranku di sini mengejutkanmu, Kara. Akan tetapi Barra memintaku untuk menjagamu di sini sesaat, dia sedang menemui Arka yang kebetulan baru saja sadar," tutur Avaline pelan hingga membuat Kara mengerjap sesaat.Yang di hadapannya ini, benar Avaline ibu kandungnya Barra bukan? Kenapa wanita itu bisa tiba-tiba berubah selembut ini padanya? Apakah ini sebuah keajaiban? Atau malah hanya sebuah mimpi? "Bu ...."Kara tak sempat menyelesaikan kata-katanya, berkat pelukan Avaline yang sangat tiba-tiba. Jujur, ia sungguh tidak tahu telah melewati hal penting apa selama pingsan tadi. Dirinya masih tak menyangka, terlebih ibu kandungnya Barra tersebut bisa memeluknya dengan sangat erat seperti ini."Barra sudah menceritakan semuanya padaku, Kara! Tolong maafkan semua sikap tidak pantasku padamu! Aku benar-benar sudah sangat menyesal, karena telah menganggapmu yang tidak-tidak dan membuatmu serta cucuku sendiri menderita!" ucap Avaline langsung dengan kian memeluk erat wanita mu
"Apa? Ayah kandungnya?"Orang tuanya Clarissa berikut para tamu yang lain langsung kompak bergumam, dengan dua netra yang membulat. Suara riuh desas-desus pun kian terdengar di telinga Avaline. Wanita itu seketika merasa malu, hingga kembali berusaha mendorong tubuh Kara."Tunggu, Mom! Jadi Arka kecelakaan, Kara?" Barra segera mencegah, dengan menatap ke arah bundanya Arka tersebut dengan penuh serius dan khawatir."Iya, Barra. Dia sudah ditemukan oleh salah satu anak buah Jack, tetapi...." Kara tak sanggup melanjutkan bercerita, karena kini perasaannya kembali hancur ketika mengingat Jack yang telah berupaya mencelakai anaknya.Sementara Avaline, ia kian panik tak karuan ketika mendapati tatapan tajam dari kedua calon besannya. Ia seolah bingung ingin beralasan apa, hingga akhirnya hanya bisa berusaha menarik Kara dan membuat wanita itu menjauh dari anaknya."Sudah cukup semua karanganmu hari ini, Kara! Barra dan Clarissa akan menikah! Jadi—""Aku ikut bersama Kara!" potong Barra mem
"Apa? Jadi stok darah di rumah sakit ini habis?"Tubuh Kara kian bergetar lemas, mendengar kenyataan yang lagi-lagi sangat menyiksa dirinya. Dengan sekuat tenaga, ia mencoba untuk tetap terlihat tegar. Namun sayang nyatanya tak bisa, apalagi kondisi anaknya saat ini semakin memburuk dengan membutuhkan donor darah yang sangat sulit untuk dicari."Maaf, Bu. Kami pihak rumah sakit juga sudah berusaha mencari, tetapi memang benar-benar sedang habis. Apalagi darah yang dibutuhkan oleh anak ibu cukup langka. Kami di sini jarang menemuinya, sehingga mungkin ibu bisa menghubungi kebarat terdekat yang mempunyai golongan darah yang sama."Kara terdiam mendengar penuturan tersebut. Ia tentu tak mempunyai kerabat lain, terkecuali Barra yang memang sudah jelas memiliki darah yang sama dengan anaknya. Yang jadi pertanyaannya, apakah ia bisa meminta tolong pada pria tersebut? Bukankah pada hari ini pria itu akan menikah dengan Clarissa?"Bagaimana, Bu? Apakah ada?" Sang dokter kembali bertanya, hin
Degghh!Tubuh Kara seketika semakin lemas mendengarnya. Jadi, penderitaannya selama ini disebabkan dari orang terdekatnya sendiri? Bahkan dulu saja Kara tak berani mencurigai siapa pun dari salah satu teman-temannya, ia hanya menganggap malam itu dirinya sedang mengalami kesialan. Namun, siapa sangka jika pada kenyataannya yang terjadi malah sebaliknya? Semuanya ternyata sudah direncanakan dengan rapi. Bahkan dirinya selama ini tidak pernah menyadari kejanggalan tersebut, karena saking terlarutnya dalam keterpurukan."Aku benar-benar tidak menyangka kau bisa melakukan hal seburuk itu padaku, Jack!" ucap Kara akhirnya dengan berkali-kali mencoba menarik pasokan oksigen yang ada di sekitar.Jujur, napas wanita itu benar-benar sesak saat ini! Kara kembali tak kuasa dengan kenyataan yang baru saja diketahuinya, hingga dirinya kembali menatap sang anak yang sedang terbaring tak berdaya dengan beberapa bercak darah di tubuhnya."Aku tidak ingin melihat keberadaanmu di sini lagi, Jack! Mula
"Bagaimana? Apa semuanya sudah bersih?"Sayup-sayup suara itu terdengar, hingga membuat Kara berusaha membuka dua netranya yang sedari tadi tertutup rapat.Dengan pandangan yang masih buram, wanita tersebut mencoba menatap sekeliling mencari siapa yang telah berbicara. Namun sayang pada kenyataannya tak ada siapa pun di sekitarnya saat ini, hingga membuat dirinya menghela napas kemudian."Bagus! Kalau begitu nanti hubungi aku lagi!"Setelahnya, Kara tak mendengar suara apa-apa kembali. Sekelilingnya menjadi sunyi, hingga kini ia beralih menatap setiap dinding rumah sakit dan sebuah bangku kosong yang ada di sampingnya."Apa tadi aku sudah pingsan?" Wanita itu bergumam pelan, sambil berupaya bangkit dari tempat tidurnya.Dengan kepala yang masih sangat pening, Kara mencoba mengingat lagi bagaimana cara dirinya bisa berada di rumah sakit. Ia benar-benar bingung karena tetiba terbangun di tempat ini. Hingga beberapa saat kemudian napasnya terasa sesak, seiring dengan munculnya beberapa k
Klikk!Sambungan telepon itu tiba-tiba langsung diputuskan sepihak begitu saja oleh Clarissa. Padahal masih ada banyak kata-kata yang Kara ingin sampaikan. Setidaknya ia ingin menitipkan pesan pada Barra melalui wanita itu, meski sebenarnya dirinya juga tak terlalu yakin akan langsung disampaikan nanti atau tidak.Tingg![Lihatlah, Kara. Bukankah Barra benar-benar menyayangiku?]Degghh!Hati Kara seketika terasa perih, melihat sebuah foto yang tiba-tiba dikirimkan oleh Clarissa. Di gambar itu terlihat dengan jelas bahwa wanita tersebut sedang memamerkan sebuah liontin baru. Dan tak hanya itu saja, Clarissa juga terlihat dengan senangnya bersandar pada Barra tepat di atas ranjang dengan gaun malamnya yang sangat tipis hingga tak benar-benar mampu menutupi setiap lekuk tubuhnya.Jadi, seperti inikah Barra yang sebenarnya? Pria itu ternyata hanya gemar mengumbar janji manis, tanpa pernah berniat untuk sungguh-sungguh?Ah, lagi-lagi Kara menyesal karena telah mengubah anggapannya pada Bar
Ada dua berita yang Kara terima hari ini. Yang pertama adalah kabar baik, karena keinginannya untuk segera keluar dari rumah sakit ini bisa terkabulkan. Sementara untuk yang keduanya, entah termasuk kabar baik atau buruk.Kabar baik atau buruk? Kenapa seperti itu?Ya, Kara sendiri pun sebenarnya tak tahu mengapa dirinya bisa berpikiran seperti itu. Namun yang jelas, ia sungguh tak menyangka dengan berita tersebut.Kalau dibilang senang, dirinya sebenarnya cukup senang karena ternyata Barra bisa menjalani komitmen yang serius dengan wanita lain. Namun jika dibilang tidak senang, Kara juga merasa seperti itu. Ia sangat kecewa, karena ternyata pria tersebut lebih memilih untuk mengurus pernikahannya terlebih dahulu dengan Clarissa, dibandingkan dengan mencari keberadaan anaknya yang masih menghilang.Ke mana janji pria itu yang katanya ingin segera mencari Arka sampai berhasil ditemukan? Kenapa pula janji tersebut dengan mudahnya menguap tanpa kabar,
Berhari-hari berlalu, Kara merasa semakin tak betah karena hanya membaringkan tubuhnya di atas sebuah ranjang rumah sakit. Semua kebutuhannya, bahkan sudah tersedia di sekitarnya. Kurang lebih selama seminggu ini semua uang diinginkannya pasti selalu akan dilayani dengan baik, akan tetapi sayang nyatanya semua itu belum bisa membuat hatinya merasa tenang dan damai begitu saja."Apa belum ada kabar baik tentang keberadaan Arka?" Wanita itu langsung bertanya, tepat ketika melihat sesosok orang yang baru saja masuk ke dalam ruang inapnya. Jack yang mendengarnya pun langsung mendesah pasrah. Ia longgarkan kerah pakaiannya yang tiba-tiba terasa sesak, sebelum akhirnya kembali mendekat dan duduk di hadapan wanita yang akhir-akhir ini sering melamun dengan tatapannya yang terlihat sedikit kosong."Maaf, Kara. Aku dan para anak buahku belum bisa melacaknya. Para penculik itu memakai plat nomor mobil palsu, sehingga kita sempat sangat kebingungan untuk m
Waktu telah berganti malam, hingga tak sadar Kara tertidur di dalam dekapan pria yang ada di sampingnya. Sayup-sayup suara bunyi hewan malam telah terdengar. Wanita itu sedikit menggeliat menggerakkan badannya yang pegal-pegal, hingga beralih menatap ke sebuah jendela besar yang hanya menampilkan gelap gulitanya malam."Bagaimana kabarmu sekarang, Nak? Apa kamu bisa tertidur tanpa bunda di sisimu? Apa sebelumnya kamu sudah makan dan membersihkan diri?"Kara membatin, dengan perasaannya yang kembali sesak. Dalam kesunyian malam, ia terisak kecil. Kara tak berani banyak mengeluarkan suara, karena tak mau membangunkan tidur pria yang sedari tadi sudah memeluk dan menjaga tidurnya.Barra, pria itu ternyata benar-benar hanya memeluk tubuhnya sampai malam. Putra tunggal Avaline tersebut sama sekali tak mengingkari janji, atau pun nekat berbuat hal lebih yang mungkin saja bisa dilakukannya di tempat ini.Sebenarnya, ada sedikit rasa beruntung b