"Barra! Cukup! Mommy tidak seperti itu!"Suara hentakan keras, seketika membuat Kara melirik ke arah pintu. Entah kenapa ia merasa seperti mendengar suara Avaline. Namun sayang saat ini dirinya tak bisa memastikan keluar, karena sang anak yang baru saja tertidur di dalam dekapannya."Semoga tidak terjadi sesuatu di sana. Semoga Barra bisa mengendalikan emosinya, karena biar bagaimanapun Ibu Avaline adalah ibu kandungnya sendiri," gumam Kara seraya sesekali mengusap pundak Arka yang semakin tertidur pulas.Entah sejak kapan Avaline tahu keberadaan Barra di sini, Kara tak tahu. Namun satu hal yang jelas tengah dikhawatirkannya sekarang adalah tentang kemarahan wanita itu. Kara takut kalau Avaline nanti akan semakin meradang padanya, karena Barra lebih memilih bersamanya dengan Arka di tempat ini.Apalagi semalam Barra pergi begitu saja dari acara ulang tahun perusahaannya 'kan? Pasti Avaline akan sangat berang dengan hal tersebut, dan akan menuduhnya sebagai penyebab dari semua kekacaua
Kara dan Barra saling pandang, tepat sesaat setelah Avaline menyodorkan sebuah amplop yang cukup tebal dari tangannya. Mereka berdua nampak terkejut, sekaligus tak mengerti dengan sikap Avaline yang tiba-tiba seperti ini."Bu, saya rasa—""Boleh saya bertemu dengan Arka? Saya ingin melihat keadaannya langsung," potong Avaline tak mau berbasa-basi.Lagi-lagi pernyataan itu membuat Kara dan Barra saling melempar pandangannya. Mereka berdua terus digempur dengan perubahan sikap Avaline yang sangat jauh dari dugaannya, sampai akhirnya Barra kembali bergerak selangkah lebih maju."Maaf, Mom. Sepertinya Mommy tidak perlu repot-repot memberikan amplop ini ke Kara, semua biaya perawatan Arka telah aku tanggung. Dan untuk bertemu Arka secara langsung, sepertinya tidak bisa. Dia baru saja tertidur, setelah tadi sempat tidak mau makan dan muntah," tutur Barra cepat seraya mengembalikan sebuah amplop yang tadinya telah berada di tangan Kara pada sang ibunda.Barra nampaknya sengaja mengatakan kon
"Tante, apa Tante tidak bisa mencegah semuanya? Aku mohon Tante, apa kata orang tuaku nanti jika aku sampai masuk penjara?"Clarissa memohon-mohon tepat di samping Avaline, tanpa peduli lagi dengan harga dirinya yang jatuh. Ia benar-benar tak ingin ulahnya sampai diketahui pihak kepolisian, karena itu sungguh dapat merusak namanya dan juga merusak nama baik keluarganya."Tante, aku mohon. Tolong aku untuk kali ini saja, aku benar-benar tidak ingin masalah kemarin semakin runyam," pinta Clarissa lagi dengan semakin lirih.Entah sudah berapa kali punggung tangan Avaline ia kecup. Clarissa benar-benar melakukan segala upaya agar sahabat orang tuanya itu mau membantu dirinya, agar jejak kejahatannya kemarin tak sampai diketahui orang lain."Sudahlah, Clarissa. Sekarang Tante belum bisa memikirkan rencana yang matang. Untuk sementara ini, kita pantau dulu saja apa yang dilakukan Jack dan Barra untuk Kara," sahut Avaline singkat seraya menarik tangannya dan menyuruh Clarissa agar segera men
"Kenapa?"Satu pertanyaan itu terlontar ketika Jack menyadari tatapan berbeda dari wanita di sampingnya. Entah kenapa ia menangkap sinyal lain, hingga kini dua alisnya tertekuk sempurna."Ah, tidak apa-apa. Aku hanya ... Hanya sedang mengagumi ketampananmu saja," sahut Clarissa yang kian membuat Jack mengerenyit."Kau mau mencoba menggodaku, agar tindakan busukmu tidak terbongkar? Cih! Jangan pernah berharap seperti itu, Clarissa! Aku tidak akan terpengaruh!" balas Jack akhirnya seraya menyesap kopi hangat pesanannya.Mendengar hal itu, Clarissa pun tertawa kecil. Ia menggeleng karena maksudnya memang sama sekali tak seperti itu, akan tetapi dirinya juga menikmati sikap Jack yang terlalu percaya diri di hadapannya."Jangan salah paham, Jack. Aku hanya sedang berandai menjadi Kara. Aku benar-benar tak habis pikir dengannya, karena bisa-bisanya dia mengabaikan pria tampan dan mapan sepertimu," lanjut Clarissa seraya menatap penuh ke arah pria yang baru saja menghampirinya.Clarissa sedi
"Kau memintaku untuk menjabarkan semuanya?"Jack tersenyum miring, dengan menatap remeh ke arah Barra. Rasa sakit akibat pukulan di wajahnya benar-benar membuatnya tak tahan, sehingga kini dirinya tak lagi mau menahan semuanya demi menjaga perasaan sahabat kecilnya tersebut."Baiklah, kalau begitu aku akan jabarkan semua ketidakbecusanmu!" lanjut pria itu seraya kembali berdiri dengan tegak dan membenarkan sedikit kerah kemejanya.Barra masih menetap di posisi yang sedikit menjauh. Ia tak mau lagi kehilangan kendali, apalagi nanti Kara dan Arka bisa kapan saja menyaksikan perkelahiannya dengan Jack."Pertama sekali kau sudah lalai menjaga Kara, Barra! Bisa-bisanya kau tidak tahu apa saja yang telah dilakukan oleh ibumu ke Kara, padahal pada saat kejadiannya kau berada di sekitar mereka!"Barra terdiam, mengakui dalam hati kecerobohan yang paling bodoh yang pernah dilakukannya tersebut. Andai saja Jack tak memberi tahunya waktu itu, mungkin sampai saat ini Kara masih memendam segalanya
"Barra?"Avaline terkejut melihat kedatangan anaknya yang sangat tiba-tiba. Tak ada angin dan tak ada hujan, seketika saja Barra menginjakkan kaki kembali ke hadapannya setelah beberapa waktu yang lalu menuduh dirinya yang berbuat tidak-tidak pada Arka."Langsung to the point saja, Mom. Apa yang Mommy mau, agar Mommy tidak lagi mengusik hidup Arka dan Kara?" ucap Barra yang kian membuat Avaline tak mengerti.Tanpa sapaan dan tanpa di awali oleh percakapan ringan, tiba-tiba saja Barra seperti ini. Entah apa yang telah dipikirkan oleh anak lelakinya tersebut, tetapi yang jelas sepertinya saat ini sosok itu sedang sangat lelah."Kalau Mommy bilang padamu untuk jangan pernah dekati mereka berdua lagi, itu pasti tidak akan kau turuti juga 'kan? Lalu, untuk apa kau bertanya seperti itu?" sahut Avaline seraya duduk di sebuah kursi besar kesayangannya.Avaline akhirnya memilih mengikuti drama yang telah anaknya sore ini buat. Meski tak tahu apa yang melatarbelakangi kedatangan Barra ke sini,
"Baiklah, kalau begitu besok aku akan datang kembali dengan membawa surat perjanjian. Dan setelah itu, Mommy dan Clarissa tidak boleh lagi mengganggu hidupku, dan juga Kara dan Arka!"Barra beranjak ingin segera pergi dari rumah yang sebenarnya tak pernah dianggapnya sebagai rumah tersebut. Namun sayang, langkahnya tiba-tiba saja terhenti ketika sang ibu yang kembali memanggil dirinya."Apalagi, Mom?" tanya pria itu tak mengerti.Avaline tersenyum seraya beranjak mendekat. Ia kembali melihat anaknya dari atas sampai bawah, hingga bergerak menciptakan sedikit jarak."Kenapa harus dengan Clarissa? Mommy tidak bisa menjamin orang lain," tuturnya dengan tatapan yang semakin sulit diartikan.Oh, astaga! Ada apa lagi ini? Kenapa Barra selalu tak bisa berbicara sesaat pada ibunya? Barra benar-benar lelah dengan sikap Avaline yang sangat tak bisa ditebak seperti ini. Entah apalagi yang akan dimau olehnya, sehingga kini terlihat mengulur-ulur wakt
"Langsung saja, aku tidak bisa meninggalkan Arka lama-lama," ucap Kara sambil sesekali melirik orang-orang yang ada di sekitarnya.Saat ini, ibu satu anak itu memang berada di keramaian pusat perbelanjaan. Ia terpaksa menitipkan Arka di tempat penitipan anak, karena Jack tak mau percakapannya nanti terganggu atau pun terputus.Entah apa yang akan dibicarakan pria itu padanya, Kara tak bisa menebak karena semalam Jack hanya bilang ingin bertemu saja tanpa menanggapi rasa penasarannya yang sudah sangat membuncah akan keberadaan Barra."Jack? Kenapa diam saja? Kau bilang semalam ingin berbicara denganku secara langsung 'kan? Jadi sekarang bicaralah," lanjut wanita itu kembali mendesak.Jack menghela napas sesaat, seraya mengambil segelas kopi yang ada di hadapannya. Sepertinya saat ini Kara benar-benar tak bisa bersabar, karena wanita itu sangat mengkhawatirkan kekasihnya yang sedang menghilang tanpa kabar selama beberapa hari ini.Ternyata