Beranda / Romansa / Jerat Pembantu Tuan Abizar / 53: Walaikumsalam, Tuan Izar

Share

53: Walaikumsalam, Tuan Izar

Penulis: Hailey's Daily
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Setelah makan bersama kami, pulanglah Tuan.”

Mawar memohon. Wajah memelas tersebut sedikit membuat Abizar luluh. “Kenapa begitu terburu-buru mengusirku, hem?”

“Aku bukan mengusirmu,” Mawar menyangkal, kepalanya merunduk ke bawah.

“Baiklah aku akan makan dan pulang setelah selesai,” Abizar terlihat patuh. Sedikit rona senang tercerminkan di wajah Mawar. Abizar merundukkan punggungnya, memberikan tangannya untuk Dimas agar disambut oleh bocah itu. Dibantu oleh Abizar, bocah itu bangkit berdiri. Abizar menggerakkan kepalanya ke dalam, begitu saja mereka menjadi akrab.

Orang-orang sudah menunggu di meja makan. Mawar mengikuti punggung Abizar yang masuk bersamaan dengan Dimas. Abizar yang ‘beruang’ membuat Dimas percaya, melalui Abizar dia bisa membalaskan dendam tiga sekawan yang harta orang tua mereka menguasai desa ini.

Suasana di meja makan cukup menyenangkan. Abizar mendadak lihai mengamb

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   54: Hendrik, Bayu, Samuel

    “Kenapa kamu memberitahunya?” Mawar terdengar marah, mata wanita itu memerah. Dimas terlihat malas, tidak ditanggapinya sang Kakak dia sibuk memasukkan kripik ke dalam mulut. “Dimas!” Mawar membentak, satu tetes air mata membasahi ujung irisnya. Dimas menghela napas, sambil mengulum jari yang asin karena bumbu dia membalas, “katanya, uang hanya bisa dilawan dengan uang. Karena aku tidak memiliki uang, jadi aku serahkan saja kepada beliau—Tuan Abizar—yang beruang. Ini semua juga demi kamu, Kak. Mereka harus menerima ganjarannya.” “Bagaimana kalau Tuan Abizar membunuh mereka? Kamu mau majikanku dipidana, hah!” Suara Mawar meninggi. “Biarkan saja Hendrik, Bayu dan Samuel brengsek itu mati. Agar mereka juga merasakan bagaimana rasanya jadi kamu yang pernah berusaha bunuh diri karena nyaris diperkosa dan terus diteror oleh mereka. Kalau soal Tuan Abizar, aku yakin. Beliau memiliki lebih banyak uang untuk mengendalikan hukum agar tidak menahannya, kamu

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   55: My Rose

    “Permen sama es krimnya mana, Kak Mawar?” Satria merengek-rengek. “Ih, kalau bo’ong aku aduin ke Om Izar, loh. Biar nggak jadi nikahin Kak Mawar yang nggak nepatin janji!” Satria memeletkan lidahnya. Mawar yang tengah menyusun piring hanya tersenyum kecil, “tunggu sebentar, ya. Kakak beresin ini dulu. Setelah ini kita ke toko depan, sekalian Kak Mawar mau beli perlengkapan mandi, tubuh Kak Mawar bau soalnya.” Akhirnya Satria menunggu dengan sabar. Bocah lelaki bergelayut di kaki jenjang Mawar saat wanita itu masih menyusun piring. Tentu saja ulah Satria membuat Mawar kesusahan dan tidak bisa bergerak dengan leluasa. Setelah semua piring sudah tersusun dengan benar Satria mengulurkan tangannya ke udara, meminta untuk disambut oleh Mawar dan digendong. Mawar langsung mengangkat pinggang mungil bocah tersebut lalu membawanya ke dalam pelukan. Dalam dekapan Mawar ‘pun Satria tidak diam, seperti kebiasaannya yang sudah mendarah-daging bocah itu menggesek-gesekkan kepalanya ke dada dan

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   56: Tiga Sekawan Gila

    “Kumohon izinkan aku pergi ….”Mendengar permohonan Mawar, Samuel mengedikkan bahu ke Hendrik. Mereka melakukan isyarat mata, lalu Hendrik yang ada di belakang Mawar menyingkir dan memberikan ruang. Sebelum ke kasir, Mawar mencari Satria yang ternyata ada dalam gendongan Bayu. Bayu menyeringai saat wajah Mawar pias, Bayu memang baik pada Satria membuat Satria senang. Tanpa beban bocah itu naik ke gendongan Bayu sambil mengulum lollipop, kadang bibir manisnya menciumi pipi Bayu yang tidak keberatan.“Turunkan Satria,” mendengar permintaan Mawar, kedua alis Bayu terangkat. Bayu malah mengencangkan gendongan, Satria yang masih kecil belum menyadari ketakutan kakaknya.“Kumohon, turunkan adikku.”Bayu mengabaikan Mawar dan beralih ke Satria, “kamu jahat mau turun dari gendongan Kakak, Satria?”Satria yang polos menggeleng, “nggak, kok. Kak Bayu ‘kan baik.” Mendengar jawaban Satria

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   57: Lima Tahun Yang Lalu

    Lima tahun yang lalu, Mawar disekap mereka dan nyaris diperkosa karena Dimas yang berusia 11 tahun merengek kepada Mawar untuk mengambilkan seragamnya di tempat jahit yang cukup jauh. Hari sudah gelap, besok Dimas harus berangkat sekolah tapi siang sebelumnya tidak sempat mengambil seragamnya. Karena Dimas disibukkan dengan PR yang dia tumpuk selama liburan, Dimas memaksa kakaknya untuk mengambilkannya jauh-jauh ke sana. Menggunakan sepeda Mawar berangkat ke tempat jahit setelah Isya’. Sejam Dimas menunggu kakaknya tidak pulang, dia mengabaikan PR-nya lalu menyusul ke tempat jahit. Tapi di tengah jalan, Dimas hanya menemukan sepeda Mawar di tepi sawah dan plastik berisi seragamnya yang tergeletak sembarangan. Dimas langsung mencari-cari Mawar di sekitar sawah, menemukan kakaknya yang nyaris ditelanjangi di semak-semak. Tangis wanita itu teredam parau karena mulutnya diikat menggunakan blouse-nya. Mata Dimas memerah saat melihat kakaknya di

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   58: Tak Ada Mawar

    Tiga hari tak ada Mawar, tiga hari Abizar tidak makan.Bukan tidak lapar, sekalipun perutnya melilit Abizar tidak ada selera.Dia selalu memesan makanan, Alif yang menemaninya di rumah selalu membuatkannya makanan, tapi setelah satu suapan saat semuanya terasa hambar, Abizar berdecak dan segera menjauhkan makanannya.Melihat Mawar yang lahap selama ini selalu membangkitkan nafsu makan Abizar, kata lain tak ada Mawar tak ada alasan Abizar untuk makan.“Wajahmu pucat, Tuan. Tiga hari ini Anda hanya makan beberapa suap dan minum air putih, Anda bisa jatuh sakit.” Alif terlihat khawatir, dengan nada rendah berusaha dibujuknya sang tuan yang selama tiga hari hanya fokus bekerja dan bekerja, hanya menyela waktu untuk beribadah lima waktu. Bahkan tanpa makan, lelaki itu masih meremas otaknya untuk berpikir keras. Seharusnya apa yang Abizar peroleh dalam keadaan seperti ini, resikonya tidak optimal.Abizar terlihat tidak perduli, tangannya masih menari-nari di atas keyboard. Tatapannya fokus

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   59: Mantan Mawar Yang Malang

    Alif mengalah, kalimat terakhirnya membuat Abizar tergelitik. “Jika Anda kena bala’, cuma satu permintaan saya, Tuan. Jika jadi hantu jangan gentayangi saya.” Lelaki itu melengos pergi begitu saja, meninggalkan Abizar yang tengah menyusun barang-barang.Abizar butuh sedikit persiapan. Jangan sampai dia ketinggalan rupiah agar bisa memberi Satria uang jajan. Selain uang, Abizar membawa sedikit pakaian, hanya beberapa lembar meskipun nanti menginapnya belum pasti.Abizar tidak akan menghubungi Mawar terlebih-dahulu, biarkan saja ini menjadi surprise tersendiri nantinya. Walaupun Abizar tidak yakin, respon Mawar nanti akan seperti apa.“Samuel James Pilli,” Abizar menggumamkan nama itu saat menuruni anak tangga. Tatapannya kosong, “apakah aku salah kelakuan ayahnya kubalas ke anaknya?” Abizar bertanya pada diri sendiri seiring langkah baru yang dia ambil.“Tidak, tidak. Aku tidak salah sama sekali,” Abizar menyeringai saat sampai di teras depan. “Karena ini bukan hanya tentang Melati den

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   60: Menginap Di Rumah Calon Mertua

    “Tuan Abizar?” Mawar baru pulang dari pasar bersama Bu Nau. Di halaman rumahnya, mobil Abizar terparkir rapi sang pemilik tengah main kejar-kejaran dengan Satria di halaman bunga matahari. Abizar yang mengejar Satria menangkapnya lalu menjunjungnya tinggi-tinggi dalam gendongan. Abizar semringah saat menoleh, didapatinya Mawar yang membawa sekeranjang penuh sayur-sayuran dan buah-buahan. Menurunkan Satria dari gendongannya, Abizar meraih tangan Bu Nau dan menyalaminya. Sedangkan untuk Mawar, Abizar hanya melempar senyum sok manis. Yang di baliknya ada niat tersembunyi, semoga Mawar luluh dan tidak mengusir Abizar karena datang di waktu yang tidak tepat. “Woalah, baru tiga hari Nak Izar udah datang aja. Bukannya kata Mawar sampai lima hari, ya? Seharusnya lusa ‘kan?” Bu Nau bertanya bingung. Meskipun tidak rela Mawar dibawa pergi, tapi dia senang melihat kehadiran lelaki tampan dengan ciri khas timur tengah tersebut. Sebelum Abizar membuka mulut, Mawar langsung menyela. “Tuan, kita

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   61: Abizar Dan Rutinitas Orang-Orang Desa

    Mawar menggiring lelaki itu, saat di ruang depan Mawar meminta Abizar duduk di kursi rotan terlebih dahulu. Mawar akan mencari kamar mana yang setidaknya cukup layak untuk Abizar tempati. Abizar menunggu dengan sabar, matanya terus mengintai Mawar yang bolak-balik dari satu ruangan ke ruangan yang lain. Mawar berhenti di kamarnya sendiri, apa Abizar memakai kamar ini saja? Mawar tidur di kamar Wulan setidaknya sampai satu bulan ke depan, Wulan tidak akan keberatan. Tak ada kamar kosong di sini, Mawar tidak mungkin begitu tega mengusir kedua adiknya lelaki dari kamar mereka agar Abizar bisa menempatinya. Tak ada pilihan Mawar menongolkan kepalanya ke ruang depan, tersenyum meminta pengertian Abizar. “Tunggu sebentar, ya Tuan.” Kembali lagi ke kamarnya, Mawar memindahkan semua barang-barang dan pakaiannya ke kamar Wulan. Gorden dan seprai pink yang baru dia ganti kemaren, digantinya kembali dengan warna yang lebih jantan. Hitam. Setelah mengosongkan lemari, Mawar menyapu ulang kamarn

Bab terbaru

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   79: Surat Talak Dari Tuan Omar

    “Ayahmu dimana, Tuan?” Alif bertanya.Abizar berdeham setelah mendorong jauh Alif dari calon istrinya. “Ada di dalam, tengah digebuki bocah manja yang lebih muda puluhan tahun darinya.”“Tidak Anda tolong?” Alif shock.“Sudah, kok.” Abizar membantahnya, lalu menyeringai. “Melalui doa.”Alif baru saja hendak masuk ke dalam, Abizar sudah menarik tengkuk kemejanya. “Sudahlah tidak usah ikut campur. Biarkan Omar mengatasinya sendiri.”“Sesekali Anda durhaka saya memaklumi, Tuan. Tapi kali ini Anda benar-benar durhaka!” Alif berusaha melepaskan diri dari tahanan Abizar. “Nona Mawar!” Alif menjerit iba ke Mawar, “saya mohon bujuk dulu calon suamimu ini! Kalau Tuan Besar kenapa-napa bagaimana?”“Sudah kubilang dia tidak akan kenapa-napa, tenang saja.” Abizar masih terlihat santai. Alif akhirnya mengalah. Abizar bukan tidak perduli, tapi Omar memang tidak mau diganggu. Nanti dia keluar sendiri.Lama menunggu, nyaris setengah jam, Abizar tidak bisa tidak khawatir. Lelaki itu bangkit tanpa kata

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   78: Dendam Samuel

    “Tuan Muda,” panggilan lemah dari luar tersebut membuat Samuel mengerang.“Ada apa?” Sahut Samuel sinis. Dilepaskannya jeratannya dari tubuh Mawar, Mawar menggeser tubuh menjauh mendekati lemari, wanita itu bersembunyi di sudut—melihatnya Samuel hanya menghela napas.Lelaki tua tersebut diam, seperti ragu untuk mengatakannya. Samuel tidak disuka diganggu tapi saat dia menahan amarah untuk menyahut malah tidak dibalas, lelaki itu bangkit dan menyenderkan tubuh ke kusen pintu setelah membukanya. “Ada apa?” Tanyanya tajam kepada satpam rumahnya.“Omar Hafshan … datang melayat.”Samuel menahan napas lalu terkekeh. Lucu sekali, sang pembunuh datang ke rumah korban untuk berduka. Samuel mengabaikan tatapan satpamnya yang heran—melihat Mawar bersembunyi ketakutan di sudut kamar dan penampilan Samuel yang hanya memakai celana pendek. Samuel mengambil kembali pakaiannya, memakainya satu-persatu. Terngiang nama Omar di kepalanya, lelaki itu terlihat begitu emosi.“Kulepaskan kamu, lain kali jan

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   77: Tiga Sekawan Gila (Lagi)

    Di ayat terakhir surat Yasin, Abizar langsung menutup buku mininya. Dilanjutkan dengan Tahlilan, Abizar berbisik ke lelaki tua yang duduk bersimpuh di sebelahnya. “Samuel James Pilli, anaknya Aland James Pilli dimana?”“Tuan Muda mengurung diri di dalam kamarnya. Dia cukup shock karena Tuan Besar bunuh diri.”Abizar manggut-manggut. “Bisakah kami masuk dan menemuinya?” Abizar tahu permintaan tersebut tidak mungkin dipenuhi, tapi Samuel adalah tujuan mereka datang kemari setelah Aland terkujur mati.“Maaf, tidak bisa.” Tentu saja penolakan yang akan mereka terima.“Atau sampaikan ….” Abizar cekatan, “sampaikan ke Samuel, Omar Hafshan yang ‘membunuh’ ibunya ada di rumah ini. Datang untuk melayat.” Pak tua tersebut terlihat shock, tatapannya menghunus ke arah Omar yang terlihat tidak perduli. Omar menatap buku mini di tangannya, bibirnya berbisik tanpa suara, bukan mendoakan Aland, doa itu dia kirim untuk Melati.“Permisi,” satpam tersebut bangkit lalu masuk ke ruangan dalam. Abizar meng

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   76: Omar Ingin Mati (2)

    “Agar Anda mati dengan tenang seperti Aland, lakukanlah apa yang harus Anda lakukan. Saya bukan mengharapkan kematian Anda, Tuan Hafshan. Saya hanya tidak suka melihat Anda bertahan hidup, tapi Anda malah tersiksa karena Anda masih hidup.”Omar menyungging senyum, lelaki itu mengeluarkan diri dari mobil. Omar menunggu Abizar turun. Abizar melirik Mawar yang sudah mengangkat kepalanya, mereka saling pandang sejenak. “Aku turun, Mawar. Tunggu sebentar, ya. Aku akan segera kembali.” Abizar meringis melihat setitik air mata jatuh dari iris merah wanita itu. “Jangan menangis, oke?” Abizar berdecak, “siapa yang kamu tangisi? Omar? Jangan bilang, tidak bisa mendapatkan Omar yang terlalu bucin kepada Melati kamu malah menjadikanku pelarian.” Abizar menggerutu.Mawar tertawa mendengar gerutuan Abizar, diusapnya ujung iris mata.“Aku perlu ‘mengantar’ Tuan Omar Hafshan yang terhormat ke pangkuan Yang Maha Kuasa,” Abizar terkekeh. Firasatnya bilang begitu, kenangan tentang Melati selesai, Omar s

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   75: Omar Ingin Mati

    Seharusnya mereka tidak datang. Menjadi penyesalan saat mereka menginjakkan kaki ke mari. Penthouse mewah tersebut nampak berkabung, berkibarnya bendera kuning menjelaskan kematian seseorang tanpa kata dan seruan. Ruangan depan yang biasanya lengang ramai oleh penduduk kampung yang membacakan surat Yasin.Aland memang hanyalah seorang agnostic yang sebenarnya tidak percaya akan Tuhan, masuk Islam hanya untuk bisa menikahi Luna, seumur hidupnya tidak pernah salat sama sekali, Al-Qur’an hanya pernah dia sentuh sampulnya tanpa pernah membukanya apalagi membacanya—sekalipun Aland bisa berbahasa Arab karena ahli dalam berbagai bahasa. Meskipun begitu, Aland pernah mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan tidak pernah membatalkannya sampai saat ini. Dia masih umat Nabi Muhammad, hambanya Allah, sekalipun … hanya gelar.“Siapa mati?” Suara Abizar berat, jangan bilang Aland. Sekalipun itu kenyataannya, Abizar meringis tidak suka. Dendam memang masih terpupuk untuk lelaki itu namun terlalu cepat

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   74: Yang Menggoda

    “Jadi semua ini ada hubungannya dengan Aland James Pilli?”Omar terlihat marah, kedua seberang giginya saling menggesek saat terngiang nama tersebut dan membayangkan wajahnya.“Dia membeli jantung Melati untuk anaknya? Pertanyaannya kenapa harus Melati?” Abizar yang duduk menghadapnya memerhatikan wajah tersebut. Mata merah Omar mencerminkan kesedihan, air matanya yang mengalir mencerminkan penyesalan.“Ini juga salah Abi ‘kan?” Abizar menghela napas, ingin menyalahkan Aland tapi Aland juga kehilangan seorang istri, Samuel juga kehilangan seorang Ibu. Mereka setimpal, keduanya salah dan keduanya ‘berhak’.Omar menoleh sendu, teringat kelakuannya. Seharusnya dia tidak memberi harapan palsu kepada Aland, tapi saat itu Omar terdesak, mendadak adiknya juga membutuhkan pedonor jantung setelah kecelakaan karena menyusulnya ke Indonesia.“Aku tahu ini salahku, tapi kenapa harus Melati yang terlibat?” Omar terlihat tidak terima, air matanya kembali menetes. “Andai aku tahu Aland sampai segitu

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   73: Calon Mertua

    Mata Omar membuka sempurna, akhirnya sinar matahari pagi membangunkannya. Napas Omar tersengal-sengal dengan mata merah dan pipi basah, diperhatikannya seisi ranjang. Berantakan-acak-acakan, bantal kepala melayang, seprai terlepas dan guling yang malang. Omar berusaha menurunkan diri dari ranjang, kakinya menjadi jelly, tubuhnya nyaris terhempas jatuh. Omar berusaha bangkit untuk mengambil air wudhu’—dia butuh salat, dia butuh dzikir, dia harus menyebut nama Tuhannya, agar luka ini sembuh, hati ini lapang dan kenangan itu bisa dikubur sedalam-dalam mungkin.Air wudhu’ membasuh wajah Omar, lelaki itu terlihat lega. Lalu dibentangkannya sajadah, waktunya menyembah Tuhan dan mengemis kekuatan darinya. Omar bukan ingin menghapus kenangan tentang Melati, Omar hanya ingin Tuhan memberikannya sudut pandang berbeda tentang apa yang terjadi belasan tahun yang lalu.Setelah wajahnya cukup semringah, Omar menurunkan diri menggunakan anak tangga menuju meja makan, ingin sarapan dan menagih janji

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   72: Mimpi Omar

    Masing-masing dada mereka bergemuruh hebat, Omar menatap wajah tersebut penuh cinta. Apalagi saat tangannya membelai kening dan pipinya, membenamkan bibirnya, merengkuhnya dalam pelukan, berguling bersama di atas ranjang, tawa terdengar hangat dan memanjakan. Semuanya bergulir di kepala Omar yang masih terlelap, sekalipun adzan Subuh sudah terlewat, Abizar menyerah membangunkannya. Omar tidur seperti mati. Saat kepalanya mengulang kenangan dengan wujud mimpi, wajah Omar bahagia. Senyum terukir di bibirnya, lelaki itu tertawa senang. Dengan mata berair haru.Guling di sebelahnya menjadi korban—dipeluk, diremuk, diciumi olehnya yang mengigau. Menjadikan daging guling tersebut sebagai dada Melati yang Omar senang sekali menempelkan telinga ke dadanya, untuk mendengarkan detak jantungnya.Tapi kebahagiaan itu surut, saat mimpi yang diremake dari masa lalu tersebut berganti. Wajah Omar berubah keras, kecewa dan tangisnya meledak. Padahal lelaki itu hanya mengigau.Omar mencintai wanita in

  • Jerat Pembantu Tuan Abizar   71: Melamar Mawar

    Jeritan seorang lelaki membuat rumah mewah tersebut gaduh. Beberapa pelayan langsung berlari tergopoh menuju kamar yang ditempati Tuan Besar, wajah mereka pucat saat mendapati Samuel terpuruk di lantai, sisa-sisa jeritannya terdengar menyedihkan, pipi merahnya dibasahi oleh air mata. Beberapa kepala mendongak ke arah plafon, semua kaki langsung selembut jelly, beberapa dari mereka berpegangan atau terjatuh, terpuruk dan ikut menjerit seperti Samuel. Aland mati gantung diri. Tetesan darah dari luka di lehernya membasahi kemeja putih yang dia kenakan. Matanya tertutup rapat, seakan mati dalam keadaan damai. Samuel menepuk-nepuk lantai, suaranya serak. “Papa … Papa ….” Jeritannya menyusul keras, “PAPA! PAPA!” Seperti memerintah jiwa sang Ayah untuk kembali ke jasadnya, tapi sekeras apapun Samuel menjerit dan memohon, semuanya sia-sia. Samuel terbatuk parau, dadanya sempit. Dengan sebelah tangan dicekramnya kuat. Salahsatu pelayan berusaha membawanya ke ranjang, penyakit Samuel kumat. S

DMCA.com Protection Status