“Nona Nila baik-baik saja Roland, kau tidak perlu cemas,” ujar Dokter pribadi keluarga Jason.“Syukurlah kalau begitu Dok.”“Tetapi pastikan agar kepalanya tidak terbentur apa pun sampai tiga bulan ke depan. Karena benturan kecil saja bisa berakibat fatal.” “Baiklah Dok, saya akan memastikan Nona Nila tidak mendapatkan benturan sama sekali. Tetapi, kenapa belum sadar Dok? Apakah ini normal?” tanya Roland memastikan.“Alasan Nona Nila pingsan hanya karena syok saja, sebentar lagi juga pasti akan sadar. Kalau begitu saya permisi dulu,” pamit sang Dokter.Setelah Dokter tersebut pergi, Roland menggendong Nila naik ke kamarnya. Ia lalu membaringkan Nila di kasur, sembari menatap lekat wanita yang akhir-akhir ini menghuni hatinya.Tes! “Sialan!” umpat Roland tertahan saat darah di pelipisnya menetes ke wajah Nila. Bersamaan dengan itu Nila perlahan membuka matanya, ia merasakan bau anyir di sekitar wajahnya. Roland kembali setelah sempat mengambil tisu, pria itu lalu membersihkan darah
Sudah dua hari terakhir sejak Nila tidak bisa mengunjungi Jason karena yang memegang izin menemui Jason adalah Santi. Mustahil bagi wanita itu memberikan izin kepada Nila untuk menemui Jason barang sedetik.Saat ini, Nila tengah berada di halaman belakang rumah bersama Roland dan Bayu. Wanita itu terus merengek untuk menemui Jason, meski hanya beberapa menit.“Ayolah Roland, pikirkan sebuah cara. Aku yakin kau bisa melakukannya,” ujar Nila memohon.“Itu sulit Nona, mengingat Madam sangat waspada. Di saat-saat seperti ini, Madam tidak akan lengah pada hal sekecil apa pun,” balas Roland.“Mana mungkin kau tidak bisa melakukan apa pun Roland? Bukankah kau orang kepercayaan Mas Jason? Masa hanya sekedar memberikan aku jalan bertemu Mas Jason saja tidak mampu?”“Yang menjadi masalah adalah, yang memegang kendali di sini bukan saya, Nona. Jika saya bisa membawa Anda masuk, sudah saya lakukan sejak kemarin. Jangankan Anda, saya saja sangat sulit untuk sekedar melihat Pak Jason,” tukas Roland
Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari, terlihat dua orang wanita yang berjalan tergopoh-gopoh di lobi rumah sakit dengan diikuti oleh banyak pria dengan setelan hitam.Tatapannya berubah nyalang setelah melihat sepuluh pengawal yang ia tugaskan terikat menjadi satu dengan kondisi babak belur. Wanita yang berusia lebih dari setengah abad menendang pintu ruang rawat dengan kuat.Membangunkan seorang pria yang terlelap di sofa. Beberapa pengawal langsung memegangi tangan pria tersebut, mengabaikan berontaknya.“Sialan! Lepaskan saya!”“Apa yang akan Anda lakukan Madam?!” teriaknya.Wanita yang dipanggil Madam itu segera menarik paksa wanita yang tertidur di atas bangkar putranya. Setelah wanita itu terduduk dengan mata setengah terpejam, tanpa basa-basi Madam Santi menjatuhkan tamparan di pipi wanita tersebut.Plak!“Akh!” erang sang wanita yang merupakan Nila Anggraini.“Jalang sialan! Berani-beraninya kau datang kemari? Ingin menjemput ajalmu sendiri?!” teriak Santi.Beberapa pengawal
Tamara terlelap di kursi sebelah bangkar tempat Jason terlelap. Wanita itu mengabaikan tukang bersih-bersih yang tengah membersihkan kekacauan sisa semalam. Tak dapat dipungkiri uang adalah segalanya, tidak ada protes dari pihak rumah sakit terkait semua yang terjadi.Jari-jari Jason bergerak seiring dengan matanya yang terbuka perlahan. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Tamara yang terlelap dengan menindih tangan kirinya.Tangan kanan Jason terulur mengelus surai Tamara, sehingga sang pemilik terusik. Tamara membuka matanya, ia sangat terkejut melihat pelaku yang mengelus kepalanya.“Jason? K-kamu sudah sadar?” tanya Tamara dengan mata berkaca-kaca.Jason mengangguk lemah tangannya terulur membersihkan air mata Tamara. “Aku baik-baik saja, jangan menangis seperti ini Tamara.”“Baik-baik saja apanya, kamu terbaring lemah lebih dari satu Minggu Jason. Setiap hari terasa menyeramkan dengan bayang-bayang kehilanganmu.” Tangisan Tamara pecah saat itu juga.Jason menarik Tamara untu
Pagi ini Jason tiba di kantor dengan ditemani Tamara selaku sekretaris sekaligus tunangannya. Keduanya tampak serasi dengan setelan jas senada berwarna coklat muda. “Apa agendaku hari ini Tamara?” tanya Jason sembari memperhatikan jam tangannya.“Nanti jam delapan ada tanda tangan kontrak dengan investor baru asal Kanada, penerjemah akan tiba pukul setengah delapan untuk berunding. Jam sepuluh ada beberapa dokumen yang harus ditandatangani terkait pembangunan beberapa proyek. Dilanjut makan siang dengan klien sekaligus membahas proyek pembangunan sekolah dasar swasta. Jam dua siang menghadiri rapat bersama para pemegang saham untuk memantau progres saham satu bulan terakhir, juga membahas pengembangan kinerja perusahaan. Seharusnya jam empat sore kosong, tetapi baru beberapa menit yang lalu seseorang membuat janji,” papar Tamara.“Siapa?” tanya Jason, seingatnya ia tidak pernah menerima janji dadakan, kecuali jika orang itu sangat penting.“Klien yang berencana menggunakan jasa perus
Malam harinya Tamara berkendara seorang diri, mengingat ide nya untuk makan malam ditolak mentah-mentah oleh Jason. Mobil yang ia kendarai lalu berhenti di depan sebuah rumah kayu yang terlihat rapuh dan hampir roboh.“Kerja bagus Robi, sepertinya kau akan singgah di sini cukup lama. Jadi belilah perlengkapan untuk singgah, dan nikmati hari-harimu bersama wanita tua itu. Aku sarankan untuk berhati-hati, aku takut kau jatuh cinta,”“Di luar sana masih banyak wanita-wanita cantik sepertimu Nona, mengapa aku harus memilih wanita tua dan ringkih seperti dia,” ungkap Robi.“Menyingkirlah, aku akan mengambil videonya,” titah Tamara. Wanita itu mengeluarkan handphone nya dan mulai merekam kondisi wanita tua yang cukup memprihatinkan itu.“Hai nyonya tua, coba sapa putramu. Mungkin ingin menitipkan kalimat terakhir? Siapa yang tahu, malam ini kau akan pergi menemui ajalmu,” ujar Tamara disertai kekehan.“Roland, jangan khawatirkan Ibu. Uruslah dirimu sendiri dan hidup dengan baik Nak, apa pun
Pagi-pagi sekali Nila sudah bangun dan berkutat dengan taman barunya. Memang, rumah baru yang ia pergi mencakup sebuah taman kecil yang sudah tumbuh beberapa bunga indah seperti mawar dan melati. Nila tengah duduk di teras ditemani tumpukan kertas lamaran pekerjaan dan secangkir kopi. Sedangkan Mala tengah mempersiapkan Haiden untuk pergi ke sekolah. Di dalam kamar terlihat Mala yang menggendong Haiden yang terbalut handuk setelah mandi. Keduanya lalu bercanda kecil. “Tuan Muda, bagaimana jika Anda memanggil saya Ibu? Terdengar menggemaskan bukan? Memiliki dua Ibu,” ujar Mala di luar nalar. “Bolehkah aku memanggil begitu? Memang, sekarang suster lebih terlihat seperti Ibuku dari pada Mama kandungku sendiri. Suster, maksudku Ibu yang mengurus segalanya tentangku. Mama selalu sibuk mengurusi Om Jason tanpa mengurusi aku. Kata Ibu, Mama sering di kamar bersama Om Roland. Entah kenapa Mamaku suka sekali berganti pria, aku malu mengakuinya Ibu,” ujar Haiden. “Sekarang ayo pakai seragam
“Jadi? Kamu menemukan dia?” tanya Jason yang ke sekian kalinya sejak empat tahun terakhir.“Ya, aku menemukan dia. Perempuan dua puluh lima tahun, dia seorang pelacur yang memang biasa berada di bar. Malam itu dia sedang diputuskan pacarnya, lalu memutuskan untuk mabuk-mabukan,” ujar Roland.“Mana mungkin ada seorang jalang yang masih perawan, kau pasti salah orang. Sudah empat tahun dan kau masih belum menemukan dia? Parah sekali kau ini,” tukas Jason.“Kau mengingat wajahnya?” tanya Roland memastikan.“Meski sudah memudar, aku yakin ingatan tentang wajahnya akan kembali saat aku melihatnya,” balas Jason.“Kalau begitu lihat foto-foto ini.” Roland menyodorkan foto-foto porno Nila yang nyatanya adalah foto hasil editan.“Dia orangnya! Bawa aku menemui dia!” “Kenapa Anda membuang waktu menemui seorang jalang, Pak?” tanya Roland jengah.“Kau ini tuli atau bagaimana? Dia masih perawan, mana mungkin ada jalang perawan bodoh!” “Malam itu hari pertamanya, aku bahkan memiliki nomor muncika