Nila yang baru saja turun dari taksi dikejutkan dengan pria yang duduk di teras rumahnya. Netranya memicing, memastikan siapa pria itu.“Danu?” panggil Nila ragu.Pria yang semula memperhatikan tanaman itu mendongak lalu berdiri. “Hai, rindu aku?”“Astaga, ke mana saja kamu?” balas Nila.“Aku sedang berobat-maksudku Ayahku, aku mengantarnya berobat di Singapura,” ujar Danu.“Aku tahu itu, maksudku kamu menghilang ke mana? Kamu tidak bisa dihubungi, seakan-akan kamu yang berobat saja,” tukas Nila diakhiri kekehan.“Ya, begitulah. Oh ya, Haiden apa kabar?” tanya Danu.“Aku lengah Dan, aku membiarkan seseorang mengotori otak bersihnya. Dia sudah mengetahui banyak kosa kata buruk di usianya yang sedini ini, seharusnya aku menjaganya,” balas Nila lesu.“Apa yang terjadi?” tanya Danu prihatin.“Pernah, dia pulang dengan wajah penuh memar. Saat aku menanyainya, justru jawaban yang aku dengar sangat menyeramkan.” Nila kembali mengingat kata-kata kasar yang dilontarkan Haiden hari itu.“Haiden
Hari ini Nila mulai bekerja, dan pagi-pagi sekali Danu sudah nangkring di depan rumah. Nila segera masuk ke mobil, di mana Danu sudah berdiri untuk membukakan pintu.“Sudah siap bekerja?” tanya Danu.“Tentu saja, siap melayani apa pun masalahmu!” balas Nila menggebu.Keduanya lalu menaiki mobil dan memulai perjalanan menuju kantor. Di perjalanan Danu menyodorkan beberapa dokumen kepada Nila.“Tolong cek tanggal pertemuan, kalau ada yang bentrok nanti kamu atur ulang jadwalnya,” titah Danu.“Baiklah Dan.” Nila mulai sibuk berkutat dengan berkas-berkas di tangannya.“Andai aku bisa memilikimu La, sayangnya itu mustahil,” batin Danu.Cit— Nila menutup mata dan telinganya saat mendengar ban mobil kontainer yang berdecit. Tangannya seketika gemetar, bayangan kejadian hari itu muncul kembali di kepalanya.Melihat Nila yang tidak baik-baik saja, Danu meminggirkan mobil lalu menangkup wajah Nila. “Ada apa? Apa kamu mengalami sesuatu?”“S-suara itu, aku teringat saat aku ditabrak oleh kontain
“Intinya wanita itu tidak ada habisnya membuat masalah. Rasanya ingin aku pecat saat itu juga,” tukas Nila kesal.“Lalu kenapa tidak melakukannya? Lagi pula kamu berhak penuh atas bekerja atau tidaknya dia,” balas Danu tak mengerti.“Andai aku bisa, Haiden benar-benar seperti orang lain. Tapi, aku ingat betul hanya melahirkan satu bayi. Tetapi sifatnya sangat berbanding terbalik dengan Haiden yang aku kenal,” ungkap Nila tidak habis pikir.Akhir-akhir ini Nila berpikir, alasan perubahan sikap Haiden yang sangat aneh. Ia merasa itu juga sebagian kesalahannya, andai ia tidak lengah dan membiarkan Haiden mendapat pengaruh buruk dari luar.“Sejujurnya aku merasa gagal menjadi Ibu, putraku harus memiliki sifat yang buruk dan pengetahuan orang dewasa di usianya yang masih balita,” ujar Nila.Danu lalu mengelus pundak Nila untuk menguatkan, “Yakinlah, semua akan baik-baik saja. Dia masih putramu, yang kamu lahirkan dengan nyawa sebagai taruhan, yang kamu perjuangkan dengan keringat sebagai p
Di dalam mobil terdapat dua anak manusia yang sama-sama sedang merasa bahagia. Keduanya tersenyum lega setelah mendapatkan sebuah proyek besar yang akan membawa perubahan untuk perusahaan mereka.“Saya sangat lega, Pak. Dengan begini, perusahaan kita akan semakin maju dan dikenal banyak orang,” ujar Nila.“Aku juga senang. Bicaramu Nila, ini di luar jam kerja,” timpal Danu.“Iya-iya!” “Mau makan untuk merayakan ini?” tawar Danu.“Oh ayolah, kamu lupa kita habis rapat di mana? Uang tiga puluh juta habis hanya dalam sekali makan.” Nila memutar bola mata malas, mengingat Danu yang tergolong cukup boros.“Tiga puluh juta, jika dibandingkan dengan banyaknya uang hasil proyek itu tidak ada apa-apanya La. Itu, bisa disebut investasi yang menjanjikan,” papar Danu.“Alah, tetap saja boros namanya. Memang tidak bisa, makan di tempat yang biasa-biasa saja?” tanya Nila sewot.“Nanti saat kamu menjadi wanitaku, semua uang itu milikmu La.”Setelah ucapan Danu, suasana di mobil mendadak hening seir
Nila membuka lemari pakaian Haiden, dan ternyata kosong tanpa sisa. Beberapa mainan kesayangan yang tidak bisa ia tinggalkan juga tidak ada. Nila lalu menelisik seluruh ruangan, dan menyadari bahwa pakaian Mala juga tidak ada.“Tidak mungkin, putraku pasti ada di sekitar sini. Haiden?” Netranya menangkap sebuah kertas berwarna merah yang terselip di tumpukan buku meja belajarnya. Wanita itu lalu menarik kertas itu kasar.“Maaf nyonya, rupanya putra Anda lebih menyukai saya sebagai Ibunya dari pada Anda Ibu kandungnya sendiri. Memang, putra mana yang mau diasuh oleh seorang jalang murahan. Selamat menikmati hari-hari penuh penyesalan. Karena sekeras apa pun usahamu, akan berakhir sia-sia. Aku berada di tempat yang tidak pernah kamu duga. Wanita angkuh sepertimu pantas hidup sendiri, alih-alih ditemani putra yang tampan, manis, dan berperilaku baik seperti Haiden.”Air mata Nila lolos ketika membacanya, rasa sedih bercampur dengan emosi. Tangannya bergerak meremas kertas sialan tersebu
“Memang, yang mengontrak adalah asisten pribadi teman saya. Itu juga, karena sebelumnya saya bertemu dengan Mala yang mengatakan memiliki dua anak, tapi baru saja kehilangan pekerjaan karena majikan lamanya pindah. Saat itu saya mengalami kecelakaan, dan asisten pribadi teman saya menghubungi Mala yang sebelumnya sudah menghubungi saya lebih dulu,” cetus Nila.“Sebenarnya, semua yang dikatakan beliau sepenuhnya bohong.” “Faktanya, beliau hanya memiliki satu anak hasil berhubungan gelap dengan suami orang lain. Anaknya tewas karena di bunuh orang suruhan istri sah orang tersebut. Tentang majikan sebelum Anda, beliau mengakhiri kontrak karena Mala mengambil alih semua pekerjaan rumah. Seakan-akan, Mala adalah Ibu dari anak tersebut, sekaligus istri rumah tersebut. Itu alasan, mengapa klien sebelumnya mengakhiri kontrak,” ungkap Bu Tiwi. Nila cukup tercengang, ia lalu mengingat-ingat tingkah laku Mala saat bekerja di rumahnya. Wanita itu memang kerap kali memosisikan diri sebagai Ibu d
Nila berkalang gontai ke arah mobil setelah keluar dari perusahaan. Alih-alih benang merah, mereka justru menemui gang buntu. Tidak ada yang bisa membantu dari data diri Mala yang tertera di perusahaan ini.Danu lalu mengelus pundak Nila di tengah langkahnya. Pria itu menatap netra Nila lekat sembari tersenyum, “Semua pasti akan baik-baik saja.”Nila menghela nafas sebelum akhirnya memaksakan senyum. Keduanya lalu masuk ke dalam mobil dan pergi ke tempat selanjutnya. Tempat yang menurut mereka cukup berisiko.“Apa kamu yakin akan ke sana La?” tanya Danu untuk ke sekian kalinya.“Jadikan itu pertanyaan terakhirmu Dan, jangankan rumah istri sah, rumah duka pun akan kudatangi jika itu berhubungan dengan putraku,” tukas Nila.“Aku benar-benar bisa gila jika tidak segera mendapatkan putraku,” imbuhnya.Keduanya memang berencana mendatangi rumah pria yang sempat menjadikan Mala sebagai simpanan. Mereka ingin tahu, apa ada sesuatu di sana.“Aku harap, kendalikan dirimu di sana La. Kita tidak
“Memang benar semua yang dikatakan oleh pimpinan perusahaan tersebut. Kecuali, di poin putranya terbunuh oleh orang suruhan saya,” cetus Gina dengan wajah tenangnya. Wanita itu memfokuskan pandangan pada kukku-kukku palsu yang mempercantik jari-jarinya.“Maksud Anda? Lalu siapa yang memerintahkan orang untuk membunuh putra suster tersebut?”Wanita itu tersenyum penuh misteri sebelum akhirnya mengatakan, “Entah Anda mau percaya atau tidak, tapi ini adalah faktanya.”“Pelaku yang menyuruh orang untuk membunuh putra dari jalang itu adalah Mas Alam. Ya, suamiku sendiri yang melakukannya tanpa perintahku. Wanita itu terlalu naif hingga berharap putranya akan mewarisi harta suamiku. Apa pun yang terjadi, suamiku sangat menyayangi Arthur putra kami. Dia juga sangat memanjakan Artha putri kesayangannya. Bahkan sejak keduanya lahir, aku tidak diberikan sedikit pun warisan. Semua hartanya di bagi dua untuk putra putri kami. Lalu dengan percaya dirinya, jalang itu bertanya kepada suamiku perihal