"Selamat malam Nyonya Alexander, selamat malam Nyonya Kylen. Senang bisa bertemu dengan wanita wanita hebat seperti anda," sapa Adrian pada Mia dan Jane yang masih duduk di sudut ruangan.Kemudian pandangan pria itu tertuju pada gadis muda berambut pendek yang juga sedang menatapnya. Serra mengangguk pelan ketika Adrian menatapnya sekilas, seolah mengatakan jika apa yang ada dipikiran pria itu benar. Gadis yang dilihat adalah bungsu mereka."Selamat malam juga Tuan Adrian Mendoza, kami juga senang akhirnya bisa bertemu dengan pemuda hebat seperti anda. Dan gadis muda disebelah kami adalah Naina Wilson," ujar Jane menanggapi sapaan dari Adrian."Hai aku Naina Wilson, apa kau kakak sepupuku?" Naina beranjak kemudian mendekat ke arah pria yang baru saja ia lihat. Pria itu terlihat tersenyum hangat padanya. Semalam ibunya mengatakan jika saudara sepupunya akan datang di acara ini secara khusus agar bisa menemuinya."Kenapa baru sekarang? Kenapa kau baru muncul sekarang? Kenapa kau tidak
Ken menghapus darah yang keluar dari sudut bibirnya, satu pukulan telak mengenai rahangnya. Pria berwajah oriental itu tersenyum hambar karena tahu Reynard hanya mengeluarkan separuh tenaganya. Mungkin pria itu tidak mau membuat keributan lebih besar yang akan menggangu jalannya acara.Tapi seperti biasanya, tidak akan ada media atau siapapun yang berani merekam kejadian barusan. Mereka tahu benar apa resikonya jika berani mengganggu sang malaikat maut Jayde's."Jauhi dia bangsat!" seru Reynard dengan penuh penekanan. Darahnya serasa mendidih, jika bukan ditempat ini maka ingin sekali ia buat pria didepannya jatuh bersimbah darah. "Jaga sikapmu Dude, kau bisa menakuti mommy dan ibumu..." Erick terlihat sudah ada di depan Ken, mungkin mencegah Reynard melakukan hal yang melampaui batas lagi. "Bisakah kita duduk dan bicara di luar? Jangan kacaukan acara ini hanya karena emosi sesaat. Uncle rasa kalian sudah cukup dewasa untuk berbicara tentang masalah seperti ini. Aku yakin ada kesal
"Sudah selesai?" tanya Dimitri melihat Erick yang baru saja datang dari pintu samping bangunan. Sengaja ia membiarkan Erick menjadi penengah karena tak yakin bisa mengendalikan diri dan menghajar putranya. Bisa bisanya Reynard memukul Ken ditengah acara penting seperti ini."Tentu, mereka sudah dewasa. Apa aku ketinggalan sesuatu? Mana Naina?" "Saya sudah mengantarnya ke atas sebelum pawangnya marah(tertawa kecil). Kedua adik saya beruntung karena mendapatkan pria yang tepat, pria yang mencintai mereka dengan sepenuh jiwa," ujar Adrian, dia tahu Bryan selalu mengawasi Naina. Mungkin nanti dia akan berbicara pada calon suami di bungsu itu."Putraku yang beruntung mendapatkan saudarimu, bukan sebaliknya," sahut Dimitri yang saat ini duduk bersamanya.Dulu bahkan Dimitri sempat khawatir apakah ada wanita yang mau menjadi istri Reynard. Sejak kecil putranya tak begitu dekat dengan makhluk bernama perempuan, ditambah lagi dengan berita kekejaman putranya sebagai pengusaha paling berpengar
Naina membuka pintu kamar yang ditempati Gabrielle, Serra mengirim pesan jika ia sedang ada di kamar sang pengantin karena bosan di kamarnya sendirian.Tadi Adrian mengantarnya ke tempat ini karena ia mengeluh lelah, Naina juga sedikit tidak nyaman dengan suasana pesta yang ramai. Semua mata menatapnya seakan bertanya siapa dirinya yang duduk bersama dengan keluarga Alexander."Nai sini, kakak punya sesuatu!" seru Elle yang melihat Naina masuk ke kamarnya. Tangannya membawa sebuah kotak kecil berwarna merah."Ini apa?" tanya Naina menerima kotak yang diberikan Elle."Buka saja kau pasti suka, Kak Adrian sudah pergi?" tanya Serra karena setahunya tadi Naina terus saja menempel pada kakak barunya. Dia memahami hal itu karena dari kecil Naina sangat mengharapkan sosok ayah dan kakak laki laki. Serra juga sudah meminta penjaga untuk mengantar Deela agar mereka bisa berkumpul di kamar ini. Tapi penjaga mengatakan jka Deela menolak karena masih sibuk mencicipi makanan."Dia masih ada di ba
Dua hari sudah berlalu, sejak pesta saat itu Serra dan Gabrielle tinggal di mansion Alexander. Awalnya Reynard ingin tinggal di apartemen tapi karena kesibukannya ia putuskan untuk sementara istrinya tinggal di mansion."Mulai hari ini kau pergi ke toko sayang?" tanya Reynard pada Serra yang pagi ini sudah terlihat rapi. "He em, kau keberatan?" tanya Serra menghampiri Reynard yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dikecupnya berkali kali dada bidang setengah basah itu hingga terdengar geraman tertahan suaminya. Dia suka dengan bau sabun dari tubuh suaminya."Ckk, jangan menggodaku sayang atau kita akan berakhir di atas ranjang!"Serra tertawa mendengarnya, ancaman itu hampir setiap saat ia dengar. Karena kenyataannya pria arogan di depannya memang semesum itu."Aku sudah katakan jika akan mendukung semua keinginanmu. Asal hal itu tidak mengganggu kenyamanan jagoan kita di dalam sana," sahut Reynard berjongkok dengan dua tangan melingkar di pinggang istrinya. "Selamat pagi jagoan?
Seperti biasanya jika jam makan siang tiba maka toko rotinya akan sangat ramai. Tapi sesuai janjinya, Serra hanya duduk mengawasi toko dari balik dinding kaca satu arah ruangan kantornya. Kemudian perhatiannya teralih pada seorang pria muda yang merupakan dokter yang menangani kehamilannya. Andreas terlihat datang dan kemudian duduk di area depan toko, pria itu mengeluarkan laptop dari dalam tasnya. Mungkin saja ada tugas yang harus pria itu kerjakan."Nyonya Serra apakah anda menginginkan sesuatu untuk makan siang? Maaf jika saya menerobos masuk, tadi berkali kali saya ketika pintu tapi tak ada sahutan."Seorang pegawai ternyata masuk ke dalam kantor, mungkin karena terlalu memperhatikan suasana di luar ruang kantor menjadikan Serra sedikit tidak fokus."Ehh maaf aku tidak mendengarnya, aku bisa makan nanti setelah toko tidak begitu ramai. Pastikan bagian dapur bergantian tugas agar mereka tidak telat makan siang.""Kami sudah terapkan cara itu Nyonya, Kemarin Nona Naina pun mengata
"Sayang, sudah sore ayo kita pulang! Bagaimana dengan jagoan kita, apa dia rewel?"Serra menghela nafasnya ketika mendapat pertanyaan seperti itu, perutnya saja masih rata. Mana bisa ia merasakan pergerakan janinnya."Dia sangat tenang, aku rasa dia akan lebih seperti aku. Dia akan menjadi anak yang kalem dan tidak meledak ledak," ujar Serra menyindir suaminya. Bukannya tersinggung Reynard malah tersenyum dan memeluk erat tubuh istrinya.Pria itu tahu jika apa yang dia lakukan dulu masih membekas di hati istrinya. Serra sudah memaafkannya tapi tak mungkin bisa melupakan secepat ini."Bisakah aku minta bantuanmu?" tanya Serra teringat dengan kejadian siang tadi. Saat Naina bertemu dengan Dokter Andreas, siapa tahu suaminya mengetahui tentang hal ini."Bantuan? Hanya bantuan? Kau minta nyawa pun pasti akan aku kuberikan.""Ckk aku serius, ini tentang Naina. Siang tadi aku melihat dia bertemu dengan Dokter Andreas. Yang aku tahu Naina sangat tidak menyukai Andreas karena tahu jika pria
Bryan berdiri terpaku di pintu apartemennya ketika pulang dari kantor ia sudah melihat Naina duduk di sofa ruang tamunya. Gadis itu bahkan tidak. Besok adalah hari pendaftaran pernikahan mereka, dan lusa adalah hari perpisahan mereka. Hari dimana Naina akan melanjutkan pendidikannya."Kenapa kau tidak mengabari jika akan datang kesini? Kau ingin memberiku kejutan?" Bryan segera menghampiri gadisnya, dan seperti biasanya pria itu akan mengecup cukup lama kening Naina. Kemudian membimbing tubuh gadis itu kembali duduk di sofa, duduk di pangkuannya."Ada apa? Tak biasanya kau datang tiba tiba dan diam begini. Ada sesuatu yang menggangu pikiranmu? Ini sesuatu tentang asrama?" Naina tersenyum dan menggelengkan kepalanya, gadis itu menyandarkan kepalanya di pundak pria yang merengkuhnya erat. Bibir Bryan bahkan sudah mengecupi lengannya. Satu lengguhan lolos dari bibirnya, sungguh ia sangat merindukan calon suaminya.Entah siapa yang memulai, tapi tiba tiba saja bibir mereka sudah bertaut