"Sudah selesai?" tanya Dimitri melihat Erick yang baru saja datang dari pintu samping bangunan. Sengaja ia membiarkan Erick menjadi penengah karena tak yakin bisa mengendalikan diri dan menghajar putranya. Bisa bisanya Reynard memukul Ken ditengah acara penting seperti ini."Tentu, mereka sudah dewasa. Apa aku ketinggalan sesuatu? Mana Naina?" "Saya sudah mengantarnya ke atas sebelum pawangnya marah(tertawa kecil). Kedua adik saya beruntung karena mendapatkan pria yang tepat, pria yang mencintai mereka dengan sepenuh jiwa," ujar Adrian, dia tahu Bryan selalu mengawasi Naina. Mungkin nanti dia akan berbicara pada calon suami di bungsu itu."Putraku yang beruntung mendapatkan saudarimu, bukan sebaliknya," sahut Dimitri yang saat ini duduk bersamanya.Dulu bahkan Dimitri sempat khawatir apakah ada wanita yang mau menjadi istri Reynard. Sejak kecil putranya tak begitu dekat dengan makhluk bernama perempuan, ditambah lagi dengan berita kekejaman putranya sebagai pengusaha paling berpengar
Naina membuka pintu kamar yang ditempati Gabrielle, Serra mengirim pesan jika ia sedang ada di kamar sang pengantin karena bosan di kamarnya sendirian.Tadi Adrian mengantarnya ke tempat ini karena ia mengeluh lelah, Naina juga sedikit tidak nyaman dengan suasana pesta yang ramai. Semua mata menatapnya seakan bertanya siapa dirinya yang duduk bersama dengan keluarga Alexander."Nai sini, kakak punya sesuatu!" seru Elle yang melihat Naina masuk ke kamarnya. Tangannya membawa sebuah kotak kecil berwarna merah."Ini apa?" tanya Naina menerima kotak yang diberikan Elle."Buka saja kau pasti suka, Kak Adrian sudah pergi?" tanya Serra karena setahunya tadi Naina terus saja menempel pada kakak barunya. Dia memahami hal itu karena dari kecil Naina sangat mengharapkan sosok ayah dan kakak laki laki. Serra juga sudah meminta penjaga untuk mengantar Deela agar mereka bisa berkumpul di kamar ini. Tapi penjaga mengatakan jka Deela menolak karena masih sibuk mencicipi makanan."Dia masih ada di ba
Dua hari sudah berlalu, sejak pesta saat itu Serra dan Gabrielle tinggal di mansion Alexander. Awalnya Reynard ingin tinggal di apartemen tapi karena kesibukannya ia putuskan untuk sementara istrinya tinggal di mansion."Mulai hari ini kau pergi ke toko sayang?" tanya Reynard pada Serra yang pagi ini sudah terlihat rapi. "He em, kau keberatan?" tanya Serra menghampiri Reynard yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dikecupnya berkali kali dada bidang setengah basah itu hingga terdengar geraman tertahan suaminya. Dia suka dengan bau sabun dari tubuh suaminya."Ckk, jangan menggodaku sayang atau kita akan berakhir di atas ranjang!"Serra tertawa mendengarnya, ancaman itu hampir setiap saat ia dengar. Karena kenyataannya pria arogan di depannya memang semesum itu."Aku sudah katakan jika akan mendukung semua keinginanmu. Asal hal itu tidak mengganggu kenyamanan jagoan kita di dalam sana," sahut Reynard berjongkok dengan dua tangan melingkar di pinggang istrinya. "Selamat pagi jagoan?
Seperti biasanya jika jam makan siang tiba maka toko rotinya akan sangat ramai. Tapi sesuai janjinya, Serra hanya duduk mengawasi toko dari balik dinding kaca satu arah ruangan kantornya. Kemudian perhatiannya teralih pada seorang pria muda yang merupakan dokter yang menangani kehamilannya. Andreas terlihat datang dan kemudian duduk di area depan toko, pria itu mengeluarkan laptop dari dalam tasnya. Mungkin saja ada tugas yang harus pria itu kerjakan."Nyonya Serra apakah anda menginginkan sesuatu untuk makan siang? Maaf jika saya menerobos masuk, tadi berkali kali saya ketika pintu tapi tak ada sahutan."Seorang pegawai ternyata masuk ke dalam kantor, mungkin karena terlalu memperhatikan suasana di luar ruang kantor menjadikan Serra sedikit tidak fokus."Ehh maaf aku tidak mendengarnya, aku bisa makan nanti setelah toko tidak begitu ramai. Pastikan bagian dapur bergantian tugas agar mereka tidak telat makan siang.""Kami sudah terapkan cara itu Nyonya, Kemarin Nona Naina pun mengata
"Sayang, sudah sore ayo kita pulang! Bagaimana dengan jagoan kita, apa dia rewel?"Serra menghela nafasnya ketika mendapat pertanyaan seperti itu, perutnya saja masih rata. Mana bisa ia merasakan pergerakan janinnya."Dia sangat tenang, aku rasa dia akan lebih seperti aku. Dia akan menjadi anak yang kalem dan tidak meledak ledak," ujar Serra menyindir suaminya. Bukannya tersinggung Reynard malah tersenyum dan memeluk erat tubuh istrinya.Pria itu tahu jika apa yang dia lakukan dulu masih membekas di hati istrinya. Serra sudah memaafkannya tapi tak mungkin bisa melupakan secepat ini."Bisakah aku minta bantuanmu?" tanya Serra teringat dengan kejadian siang tadi. Saat Naina bertemu dengan Dokter Andreas, siapa tahu suaminya mengetahui tentang hal ini."Bantuan? Hanya bantuan? Kau minta nyawa pun pasti akan aku kuberikan.""Ckk aku serius, ini tentang Naina. Siang tadi aku melihat dia bertemu dengan Dokter Andreas. Yang aku tahu Naina sangat tidak menyukai Andreas karena tahu jika pria
Bryan berdiri terpaku di pintu apartemennya ketika pulang dari kantor ia sudah melihat Naina duduk di sofa ruang tamunya. Gadis itu bahkan tidak. Besok adalah hari pendaftaran pernikahan mereka, dan lusa adalah hari perpisahan mereka. Hari dimana Naina akan melanjutkan pendidikannya."Kenapa kau tidak mengabari jika akan datang kesini? Kau ingin memberiku kejutan?" Bryan segera menghampiri gadisnya, dan seperti biasanya pria itu akan mengecup cukup lama kening Naina. Kemudian membimbing tubuh gadis itu kembali duduk di sofa, duduk di pangkuannya."Ada apa? Tak biasanya kau datang tiba tiba dan diam begini. Ada sesuatu yang menggangu pikiranmu? Ini sesuatu tentang asrama?" Naina tersenyum dan menggelengkan kepalanya, gadis itu menyandarkan kepalanya di pundak pria yang merengkuhnya erat. Bibir Bryan bahkan sudah mengecupi lengannya. Satu lengguhan lolos dari bibirnya, sungguh ia sangat merindukan calon suaminya.Entah siapa yang memulai, tapi tiba tiba saja bibir mereka sudah bertaut
"Aku bertanya sekali lagi padamu Naina Wilson! Kenapa kau batalkan rencana kita hah? Kita berjuang untuk sampai di titik ini, aku rela jika harus mengorbankan waktu tiga tahun agar kau bisa mencapai cita citamu? Apa itu kurang bagimu? Jika itu kurang maka katakan...katakan apa yang harus aku lakukan sekarang!" pekik Bryan membuat Naina ketakutan.Bryan marah karena merasa gadisnya sudah mempermainkan perasaannya, padahal dia sudah sangat bahagia karena akhirnya ia bisa memiliki sekaligus bertanggung jawab penuh pada Naina. Besok adalah hari pernikahan mereka."Kau tidak perlu melakukan apapun, lanjutkan hidupmu...hanya itu. Aku tahu akan sangat menyakitkan awalnya tapi suatu saat kau akan bersyukur karena hal ini."Bryan meraup kasar wajahnya, hatinya seperti tertindih batu seberat satu ton. Saat ini dia tak bisa bernafas karena menahan emosinya. Dia tak ingin menjadi monster di depan gadis yang dicintainya."Pergi...."Pria itu membalikkan badan memunggungi Naina, ia berpikir mungkin
"Batal? Ada apa ini, Naina sangat mencintai Bryan jadi tidak mungkin pernikahan ini dibatalkan."Paginya semua keluarga yang sudah datang ke kediaman keluarga Wilson bingung karena pengantin wanita masih tidur di kamarnya. Serra sangat terkejut ketika Jane mengatakan pernikahan Naina batal atas permintaan Naina sendiri.Jane melirik tajam ke arah suaminya hingga pria pria itu berkali kali menghela nafas. Dari awal dia tahu janjinya akan menjadi buah simalakama untuknya."Ada saatnya aku katakan pada kalian," ujar Erick tenang, dia akan mengatakan semuanya jika hasil pemeriksaan Naina di Amerika sudah keluar. Dan dia sangat berharap jika 'putri bungsunya' baik baik saja. "Tidak...tidak akan ada rahasia disini," Serra segera beranjak dan berjalan menuju kamar Naina. Serra berpikir jika Naina tak perlu menyembunyikan apapun darinya ataupun seluruh anggota keluarga. Ketika membuka pintu kamar teryata gadis itu sudah berpenampilan rapi, sepertinya tahu jika Serra dan semua anggota keluar