Mata Naina nanar ketika melihat Bryan sudah berdiri di depan pintu kamarnya yang memang terbuka. Mata pria itu sendu menatapnya, Naina tidak suka itu. Sorot itu memancarkan rasa kasihan di dalamnya dan itu yang sangat ia hindari. Naina tak ingin sebuah hubungan yang hanya dilandasi rasa kasihan."Ibu sebaiknya kita pergi, biarkan mereka bicara," ujar Serra ingin sepasang kekasih itu berbicara dari hati ke hati."Kenapa kalian harus pergi? Tak ada lagi yang perlu dibicarakan, kami sudah putus. Dia yang memintaku pergi," Naina membuang pandangannya karena tak ingin menyerah dalam pesona pria yang berdiri selurusan dengannya.Keputusannya sudah bulat untuk membebaskan Bryan dari rasa tanggung jawab padanya. Dokter mengatakan jika sel kanker benar benar tumbuh lagi di kepalanya maka harapan hidupnya akan sangat tipis. Dia akan bertahan hidup dari obat dan semua tindakan medis."Kakak tidak memaksamu untuk bisa bersatu lagi dengannya, tapi setidaknya utarakan apa yang ada disini. Kau buka
"Jadi kau yang minta Tuan Erick menyembunyikan ini pada dari kami semua? Pantas saja tidak ada satupun penjaga berani melapor padaku saat kau pingsan dan dibawa ke rumah sakit," ujar Bryan tanpa melepaskan rengkuhannya pada pinggang ramping gadisnya."Dulu Kak Serra melakukan apapun untuk biaya pengobatanku, jadi aku tak..." "Jika bukan karena hal itu maka dia tak akan pernah bertemu dengan kakak iparmu. Semua yang terjadi sudah digariskan sayang. Andai kau mau lebih terbuka maka semuanya akan menjadi lebih mudah, banyak sekali orang yang menyayangimu.""Besok aku berangkat ke Amerika, jangan khawatir Uncle Erick sudah mengurus semua disana. Doakan saja semoga semua hasil pemeriksaan bagus agar aku cepat kembali. Jika tidak maka mungkin aku akan menjalani pengobatan lanjutan dua sampai tiga bulan kedepan. Jangan melihat wanita lain jika aku pergi dan jangan menangis jika nyawaku tidak tertolong lagi. Emmpptthh..."Naina memukul mukul dada Bryan ketika tiba tiba pria itu membungkam bi
"Kita mau bertemu dengan siapa? Apa klienmu sedang sakit?" tanya Serra pada suaminya.Tadi Reynard mengajaknya pergi dari kediaman Wilson seusai acara pernikahan Naina dan Bryan dengan alasan ada meeting mendadak dengan klien. Dan kini mereka malah masuk ke area rumah sakit."Ada yang tidak datang saat acara Naina, aku hanya memastikan jika dia sudah menyelesaikannya," jawab Reynard tetap merengkuh pinggang istrinya karena tahu kedatangan mereka sempat menjadi pusat perhatian orang orang disana. Dan Serra tak menolaknya karena mulai terbiasa dengan sifat posesif suaminya. Apapun alasannya Reynard tak akan rela jika dirinya 'dinikmati' orang lain walau itu hanya sebatas melihat."Siapa? Semua keluarga sudah berkumpul tadi. Daddy dan Mommy belum pulang dari Rusia, Gio dan Elle masih berlibur di Bali." "Satu orang lagi sayang, mana mungkin dia akan melewatkan acara ini. Kalian adik tersayangnya," ujar Reynard tiba tiba menghentikan langkahnya, pria itu samar terdengar berdecak.Serra l
"Bolehkah aku ajak seseorang? Aku tidak mau sendirian disana, kalian akan sibuk bicara dan aku hanya akan menjadi lalat yang terbang tak tahu arah." Serra merengek untuk bisa mengajak seseorang karena siang ini Reynard dan Adrian berniat pergi ke area hutan dimana proyek mereka sedang berjalan. Awalnya Reynard tak ingin membawanya serta, pria itu ingin Serra pulang ke mansion untuk beristirahat mengingat kondisinya.Tapi di mansion pun Serra sendirian karena Elle sedang pergi berbulan madu bersama Giorgio, tak mungkin juga pulang ke kediaman Wilson untuk saat ini. Jadi satu satunya jalan adalah ia ikut pergi ke hutan dan minta Deela untuk menemaninya. Serra merasa hal mudah untuk mengajak sahabatnya itu pergi, tentu saja dengan kuasa suaminya sebagai pemilik Jayde's."Kau ingin mengajak siapa? Naina sibuk dengan suaminya. Jangan katakan jika kau akan mengajak seorang pria dalam perjalanan kita karena aku pastikan sebuah peluru bersarang di kepalanya sebelum ia mencapai tempat ini! Ar
"Kau suka?" tanya Gio memeluk istrinya dari belakang. Sekarang mereka berada di sebuah resort pinggir pantai yang ada di Bali. Liburan kali ini adalah hadiah pernikahan mereka dari Mia Alexander."Suka sekali, sudah lama aku ingin kesini. Sayangnya Serra dan kakakmu tak bisa berlibur disini bersama kita.""Mana mau kakakku pergi bersama, dia pasti lebih suka pergi ke pulau tak berpenghuni agar tak ada satupun orang yang bisa mengganggu mereka," ujar Gio yang membuat istrinya tertawa.Gabrielle sangat paham bagaimana watak Reynard karena sudah cukup lama mereka bersahabat. Reynard bukanlah pria yang bisa bersikap hangat ataupun lembut pada wanita. Tapi dia akan benar benar menjaga apa yang sudah ia klaim menjadi miliknya jika sudah menjatuhkan hatinya."Rasanya aku masih tak percaya berada disini bersamamu, bertahun tahun menjadi sahabat kakakmu tapi aku bahkan tak pernah bertemu secara langsung denganmu," ujar Elle mencium sekilas rahang suaminya. Angin pantai di sore hari membuatn
"Ehh...Tuan Adrian? Saya hanya membawa ini untuk kentang dan sayurannya," ujar Deela dengan menunjukkan dua wadah yang tadi dibawanya. "Tapi tidak begitu dengan yang aku lihat, kembali ke tempatmu sekarang juga.""Memang apa yang sedang anda lihat? Saya disini untuk membantu mereka, bukan sedang menari telanjang dan menggoda mereka!" seru Deela, tanpa sadar matanya menatap tajam pria yang berdiri menjulang didepannya. Dia hanya tidak suka dengan kata kata bernada ancaman yang ditujukan padanya.Tinggi badannya yang hanya sebatas dada pria arogan didepannya membuatnya harus mendongakkan kepala."Turuti kata kataku, atau...""Atau apa? Membunuhku? Kau bukan siapa siapa bagiku! Jadi kau tidak punya hak untuk mengatur hidupku. Jangan kau pikir semua orang harus tunduk di kakimu Tuan Adrian yang terhormat," ujar Deela dengan suara pelan tapi penuh penekanan. Dia bahkan tidak menggunakan kata kata formal lagi pada kakak sahabatnya itu.Sebenarnya Deela sedang menahan rasa takutnya karna sa
Deela melihat ke arah sekitarnya, dirinya seperti seorang perempuan di sarang penyamun. Dia satu satunya wanita yang ada di tempat ini. Dan seperti biasanya, tak akan ada yang seorang pun memperhatikannya. Dia tak menyalahkan Serra yang terlebih dulu pulang tanpa mengajaknya karena ia yakin situasinya tak memungkinkan untuk pulang bersama sama. Tapi sesaat kemudian dia bisa bernafas dengan lega ketika dua penjaga Jayde's datang menghampirinya."Nona Deela, Nyonya Muda meminta kami untuk mengantar anda pulang. Beliau juga meminta kami membeli ini untuk Nona," ujar salah satu penjaga memberikan satu kantong plastik penuh berisi beberapa anak dan coklat. Serra tahu jika sahabatnya sangat suka dengan cemilan setelah makan malam."Terimakasih, sebaiknya kita pulang sekarang saja. Besok pagi pagi sekali aku harus berangkat kerja, ada tugas yang harus aku selesaikan," sahut Deela sangat bersemangat melihat banyaknya makanan ringan di tangannya.Wanita itu segera mengikuti langkah dua penjag
Deela langsung turun dari mobil ketika mereka berhenti disebuah mini market yang ada di pinggiran kota. Tak peduli dengan suara yang berkali kali memanggilnya, yang ada di otaknya sekarang hanyalah beberapa batang coklat, satu bungkus besar keripik kentang dan sebotol susu pisang dingin yang pasti menyegarkan tenggorokannya.Dan benar saja, tak berapa lama wanita itu sudah memenuhi keranjang belanjanya. Dan Adrian sudah berdiri disamping kasir seakan sedang menantinya. Deela segera mengikuti arah pandang Adrian yang terus saja memandang ke bawah, dan dia berdecak malas ketika menyadari jika ia sedang tidak mengenakan alas kakinya. Kakinya pegal karena seharian ini tak melepas sepatunya. Sepatu yang ia kenakan di kantor adalah sepatu hak yang tak terlalu tinggi, tapi tetap saja tak nyaman jika dikenakan terus menerus. Dan tanpa sadar ia melepas sepatunya tadi di dalam mobil."Kau seperti suku primitif yang baru pertama kali masuk ke dalam toko. Lantainya dingin sekali, kau bisa sakit