Selesai mengemasi barangnya Serra segera berjalan menuju lift, ada satu tetes air mata yang tiba tiba membasahi pipinya. Sebenarnya tak masalah jika ia dikeluarkan dari perusahaan, karena dirinya memang sudah lama sekali tidak datang ke perusahaan. Tapi rasanya sakit ketika ingat Reynard mengusirnya dari perusahaan dengan cara seperti tadi.Ternyata selama ini dia salah, dia mengira jika Reynard akan mengerti tentang dirinya. Jika dirinya hanya butuh waktu lebih banyak untuk menata hatinya sebelum ia benar benar menerima pria itu sebagai suaminya. Tapi jangankan mengerti, pria itu malah tak peduli padanya lagi Tapi Serra berusaha berpikir positif, mungkin dengan resign dari perusahaan ia bisa menghindari kecanggungan dari Reynard. Rasanya tak nyaman ketika bertemu tapi tidak saling menyapa. Mungkin untuk sementara ia akan bekerja ditoko roti milik ibunya, karena kedepannya pasti Jane akan lebih sering ikut Erick untuk perjalanan bisnis. Dan untuk mencari pekerjaan di perusahaan lai
"Nyonya Muda sudah pergi, apakah perlu saya cari penggantinya sekarang?" tanya Bryan pada Reynard yang masih fokus pada pekerjaannya.Sengaja dia bertanya untuk memastikan jika Reynard sudah benar benar tidak peduli pada Serra dan calon buah hati mereka. Ada rasa iba ketika melihat Serra yang dengan tegar pergi keluar kantor. Wanita itu sama sekali tak menangis walau mendapat perlakukan yang menurutnya sedikit tidak pantas.Reynard memecatnya tanpa ada putusan resmi dan tertulis dari perusahaan. Hanya dengan sebuah sanggahan pria itu seperti mengusirnya dengan tidak terhormat."Kau masih bisa menghandle semua bukan? Untuk sementara tugas sekretaris aku limpahkan padamu belum aku bisa menemukan siapa yang pantas untuk posisi itu!" jawab Reynard tanpa melihat ke arah pria di depannya."Baik, jika begitu saya kembali ke ruangan saya."Sebelum keluar kantor Bryan berhenti dan membalikkan badan, ada sesuatu yang ingin ia sampaikan lagi."Dan saya hanya ingin mengingatkan jika besok kita ad
"Loh kok masih di rumah?" tanya Naina uang pagi ini melihat kakaknya masih mengenakan piyama tidurnya sedang memasak di dapur. "Memang kenapa kalau kakak dirumah?" tanya Serra mengulum senyum karena tahu benar apa yang akan dikatakan adiknya selanjutnya."Ckk kenapa kakak sama persis seperti ibu? Selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan!" gerutu Naina mencomot irisan buah di atas meja."Nai...kebiasaan, cuci tangan dulu sebelum ambil makanan!"Dan Naina menuruti kata kata kakaknya, setelah mencuci tangan ia membantu Serra memasak. Gadis itu terus memperhatikan wajah kakaknya hingga Serra mengerutkan dahinya."Ada apa dengan wajahku? Kenapa kau melihatku begitu?""Seperti ada yang kakak sembunyikan, aku tidak tahu apa itu. Tapi aku sudah besar jadi kau bisa membicarakan apapun padaku!"Serra tertawa mendengarnya, sepertinya baru kemarin dia melihat Naina menangis karena menginginkan permen kapas. Ya segala macam permen adalah makanan yang tidak boleh Naina makan karena waktu kecil
"Kau punya hutang banyak sekali penjelasan padaku! Ken bilang kau sedang hamil, apa itu benar?"Setelah selesai makan siang Serra mengantarkan Deela kembali ke perusahaan. Makan siang dengan durasi cukup singkat itu menyisakan banyak pertanyaan dari sahabatnya. Bahkan wanita berpipi chubby itu sedikit terkejut ketika tadi dua penjaga sudah menunggu mereka di mobil."Benar, aku sedang hamil," jawab Serra singkat karena yakin akan ada pertanyaan lainnnya."Kau sudah menikah?""Nyaris!""Oh God jadi kau hamil tanpa ada suami? Apa kau gila? Apa keluargamu tahu tentang hal ini?" tanya Deela dengan raut tak percaya karena selama berteman dengannya Serra bukanlah wanita yang mudah tertarik pada seorang pria."Siapa ayah dari bayimu? Kenapa dia tak mau bertanggung jawab? Kau bisa andalkan aku, kita akan lapor pada polisi...atau lapor ke organisasi pembela perempuan! Kita akan viralkan ini! Kita buat ayah bayi itu bertanggung jawab!" ujar Deela berapi api, dia yakin Serra adalah korban janji p
"Tidak usah tersenyum senyum seperti itu, apanya yang lucu?" gerutu Elle, sore ini Gio datang di rumah sakit tempat prakteknya. Mungkin pria itu tahu jika saat ini jam prakteknya sudah selesai."Aku antar kau pulang!""Terimakasih, tapi aku bawah mobil sendiri. Masih menumpang di apartemen kakakmu Tuan kaya?" sinis Elle yang sempat ditemui oleh Reynard yang menanyakan apakah dirinya sering bertemu dengan Gio. Dan apakah ada perilaku adiknya yang terlihat aneh karena tak pernah adiknya itu menginap begitu lama di apartemen miliknya."Tapi mobilmu sudah ada di apartemen."Elle berdecih karena ternyata Gio dan Reynard mempunyai sifat yang sama. Selalu melakukan apapun semaunya sendiri."Kemarin kakakmu menanyakan tentang dirimu, dia khawatir jika terjadi apa apa pada dirimu.""Kau ingin aku ambil alih gedung itu?"Elle memutar bola matanya malas melihat pria sok kaya yang nyatanya memang kaya raya itu memamerkan kuasanya. Saat berjalan menuju area parkir kebetulan mereka melewati kantin
Malam ini Reynard dan Bryan tiba disebuah restoran ala Jepang yang baru beberapa minggu lalu buka. Sang pemilik adalah salah satu klien istimewa mereka dari Jepang. Seharusnya siang tadi mereka bertemu tapi karena sesuatu mereka harus mengundurnya. Beruntung sang klien mau mengerti dan bersedia mengundurkan pertemuan pada malam ini."Selamat malam tuan tuan, sebuah kehormatan anda sekalian sudi datang ke tempat ini," seorang pria bertubuh tinggi tegap dengan wajah oriental tampak menyambut mereka. "Selamat malam Tuan Kenichi Jhonson, maaf sekali jika tadi kami terpaksa mengundur pertemuan ini," sahut Reynard memeluk sekilas kliennya, begitupun Bryan."Tapi karena hal itu saya bisa makan siang bersama wanita istimewa, saya berhutang satu terimakasih pada anda sekalian," sahut pria bernama Ken itu tersenyum ramah."Mungkin itu sebuah pertanda jika anda harus segera mengakhiri masa lajang anda Tuan Ken!" kata Reynard mencoba beramah tamah. Jika dilihat Ken memang terlihat seperti peng
Rencananya untuk mengantar Naina ke sekolah harus batal karena pagi tadi ia diberitahu jika Reynard sedang sakit. Menurut yang ia dengar semalam pria itu terus saja muntah dan demam tinggi.Pagi ini dia datang ke mansion Alexander untuk sekedar melihat kondisi ayah dari janin yang dikandungnya. Suasana terlihat sepi saat ia datang, seperti biasanya.Kepala maid yang melihat kedatangannya langsung datang datang menyambut. Pria parubaya itu tahu jika Serra adalah calon menantu di keluarga ini. Satu saja kesalahan akan berakibat fatal untuknya."Tuan Muda ada di kamarnya, mari saya antar kesana Nona. Semalam Dokter Elle sudah datang memeriksanya, dan beliau bilang jika Tuan Reynard hanya kelelahan. Ada sedikit gangguan pencernaan karena akhir akhir ini Tuan Muda jarang sekali makan. Perutnya hanya di isi dengan kopi dan wine. Berkali kali Nyonya besar menelpon Tuan Muda tapi tidak didengarkan," ujar sang kepala pelayan menjelaskan. "Terimakasih atas penjelasannya.""Jangan sungkan Nona,
CEKLEKKK...Bau sabun yang menguar membuat Serra tergoda untuk melihat apa yang ada di belakang tubuhnya. Sekali lagi Serra harus berdecak kesal karena dengan santainya Reynard seperti sengaja berganti baju didepannya.Tubuh polos setengah basah itu membuatnya kesulitan bernafas, seperti tak ada udara disekitarnya. Setiap lekuk pahatan sempurna itu seperti sedang mengundang untuk menyentuhnya."Kau sedang mencuri pandang Nyonya?""Terlalu percaya diri!" sinis Serra yang kaget ketika satu tangannya sudah diraih oleh pria yang ternyata sudah selesai berpakaian itu. Dahinya berkerut ketika melihat penampilan Reynard yang setengah formal. Padahal ia tahu pria itu tak mungkin pergi ke perusahaan dengan kondisi seperti ini.Tapi dia menurut ketika Reynard menuntunnya keluar kamar menuju ruang kerjanya."Aku sudah tidak bekerja untuk Jayde's, kenapa kau mengajakku kesini?" tanya Serra, ia curiga pada senyum iblis tampan didepannya.Benar saja, sudah ada tiga orang pria yang sudah menunggu me