"Ah... Ah... Ah..."Suara desahan demi desahan terdengar dari suatu kamar hotel bintang lima. Kedua sejoli tengah bergumul dengan panas di ranjang berbagi hasrat yang sudah meninggi diantara keduanya. Pakaian mereka teronggok tak berdaya di sudut ranjang menampilkan betapa liarnya seluruh permainan ini. Padahal mereka tidak saling mengenal, namun efek alkohol yang mereka tenggak membuat kepala mereka hampir tidak bisa mengenali situasi yang menimpa diri mereka saat ini."Ah sakit!"Valeria Anderson meringis saat menyadari suatu benda keras hendak memasuki inti tubuhnya dengan paksa. Pria yang berada di atas tubuhnya terlihat terkejut bukan kepalang, ia mengerutkan alisnya, "Kau masih perawan?"Valeria hanya mengangguk kecil dengan wajah malu-malu, sejenak pria itu hanya tertegun untuk kemudian mengecupi tubuh Valeria dengan kecupan-kecupan kembali. Hasratnya sudah teramat tinggi, tidak mungkin ia berhenti di tengah-tengah saat benda keras di bawah perutnya ini minta dipuaskan dahagany
"Sial, aku terlambat!"Valeria berlari kecil menuju kantornya dengan nafas tersengal. Akibat kejadian semalam, kini ia harus terlambat datang bekerja karena persiapannya yang kurang. Ia baru bekerja beberapa hari, namun kini ia datang terlambat. Gawat! Gawat sekali!Valeria ingin sekali berlari lebih kencang, namun area pahanya yang masih terasa sakit membuat langkahnya sedikit sulit. Jika saja area itu baik-baik saja, ia dapat berlari dengan kencang tanpa masalah.Valeria begitu terburu-buru hingga saat sampai di depan pintu perusahaan, kakinya tergelincir ke arah depan lalu bruuuk...Tubuh mungilnya menimpa tubuh atletis seorang pria. Valeria mengerjap beberapa kali saat melihat pria yang berada di hadapannya. Dada bidang ini... Wajah tampan rupawan ini... Bukankah pria ini adalah pria yang menghabiskan waktu dengannya semalam?Semua orang di sana terlihat terperangah melihat pemandangan itu. Begitu pula Erik yang berada di sampingnya, ia sangat terkejut melihat kesialan yang menim
Meski sepanjang jalan Valeria menggerutu karena harus berangkat lebih pagi lagi karena tugas Revan, namun Valeria tetap berjalan menuju kediaman pria itu. Ketika sampai, sejenak ia tertegun melihat penampakan apartemen mewah di hadapannya. Valeria menelan ludah, flat kecil yang ia sewa bahkan tidak ada setengah luasnya dari apartemen ini.Valeria segera menempelkan kartu akses di sana lalu masuk ke dalamnya. Ia melongokkan wajah, mencari keberadaan Revan. Nafas Valeria tercekat melihat penampakan Revan yang berada di atas ranjang dengan tubuh yang bertelanjang dada. Wajahnya seketika memerah teringat dengan malam panas mereka melihat postur tubuh yang begitu rupawan ini. Valeria seketika menggeleng dengan kuat. Fokus Valeria, ia hanya harus fokus bekerja.Valeria segera mendekatkan dirinya, ia menyentuh bahu Revan dengan perlahan lalu berkata, "Pak Revan bangun, sebentar lagi Anda harus mengikuti sebuah meeting."Melihat Revan tidak bergeming, Valeria berdecak. Pantas saja pagi itu Re
Valeria terperangah mendengar ucapan Revan di depannya. Matanya mengerjap beberapa kali, apa ia tidak salah dengar? Apa Revan baru saja memintanya untuk makan siang bersama?"Apa Pak?""Bangun, temani saya makan siang."Valeria ternganga mendengar hal itu, ternyata benar, Revan memang mengajaknya makan siang bersama."Tapi Pak, pekerjaan saya–""Itu bisa ditunda, ayo pergi."Tanpa mendengar jawaban Valeria, Revan terlihat bergerak. Valeria berdecak lalu bangkit, kenapa atasannya selalu saja seenaknya sendiri?Namun, baru beberapa langkah ia mengikuti Revan, tatapan ingin tahu para rekan kerjanya terlihat mengikuti mereka berdua, bahkan bukan hanya itu beberapa dari mereka memberikan tatapan sinisnya."Lihat itu, bukankah itu pegawai yang terlambat kemarin?""Kenapa mereka berjalan berdampingan ya? Mereka mau kemana sebenarnya?""Padahal Pak Revan orang yang keras, jangan-jangan dia menggoda Pak Revan dengan licik.""Wajahnya saja yang polos ternyata."Valeria seketika menghentikan lan
Valeria tersentak mendengar ucapan Revan yang menyebut mereka sebagai teman dekat. Ia sudah hendak menjelaskan tentang Revan, namun Revan terlihat tersenyum ke arahnya lalu menggenggam tangannya."Teknisnya aku sedang mendekati wanita ini," lanjut Revan kembali membungkam mulut Valeria.Lucia dan Rionandra terlihat terperangah, Rio yang mulai merasa kesal karena ada pria lain yang dekat dengan Valeria ketika hubungan mereka belum lama berakhir segera mengepalkan sebelah tangan. Ia melepas genggaman tangan Lucia lalu maju mendekat dengan tatapan tajam."Teman dekat? Aku tidak pernah melihat orang sepertimu dekat dengan Valeria sebelumnya.""Sepertinya Valeria tidak banyak bercerita tentangku. Aku sungguh kecewa, Val. Padahal aku berharap kau memberi tahu siapapun tentangku."Valeria yang mendengar ucapan Revan hanya tersenyum canggung, entah apa sebenarnya yang dilakukan pria ini. Sementara tatapan Rio semakin tajam terhadap pria itu, ia sungguh tidak suka dengan Revan yang memanggil V
"Ah tunggu... Jangan di ruangan saya, kita bicara di balkon saja." ucap Revan selanjutnya mengingat bahwa Valeria masih ada di sana."Baik Pak, saya akan pergi menuju balkon sekarang."Revan segera keluar dari ruangannya, Valeria yang melihat Revan hendak bergegas segera bangkit berdiri, "Pak, Anda mau kemana?""Ada yang harus saya lakukan, kamu di sini saja."Meski merasa bingung dengan tindakan Revan, Valeria akhirnya mengangguk lalu duduk kembali di kursinya. Revan segera bergegas menuju balkon, ia harus tahu apakah Valeria dan wanita itu adalah orang yang sama atau bukan.Erik sudah menunggu di sana, ia menundukkan wajahnya saat melihat kedatangan Revan."Bagaimana hasil pencarian kamu tentang wanita itu, Erik?"Erik terlihat mengerutkan alis, "Wanita itu?""Wanita yang ku temui di bar Rodeo Angels, apa kamu melupakan tugas itu?"Erik segera menunduk kembali. Astaga, bukan ia melupakan tugas itu, tapi sungguh mencari keberadaan dan identitas wanita itu bagai mencari jarum dalam t
"Ah tentu saja," balas Valeria dengan canggung. Meski ia merasa aneh dengan permintaan Laura, namun tidak mungkin ia bisa menolak hal ini begitu saja. Ini hanya masalah soal parfum, tidak akan jadi masalah untuk ke depannya, bukan?Valeria segera mengambil ponsel lalu menunjukkan merek parfum yang ia gunakan ke arah Laura. Laura tersenyum dengan lebar melihat Valeria yang memberikan hal itu secara cuma-cuma."Aku akan langsung memesannya, kau benar-benar baik, Val. Setelah ini kita akan berteman baik,"Valeria hanya balas tersenyum dengan canggung. Ia mengangkat bahunya, mencoba tidak berburuk sangka kepada wanita yang berada di sampingnya. Mungkin Laura memang hanya menyukai parfum itu. Sudahlah, tidak perlu dipikirkan. Berteman dengan Laura juga tidak ada salahnya, ia pegawai baru ia harus banyak membangun koneksi. Lagipula karena Revan, rekan kerja yang awalnya dekat dengannya kini seperti menghindar darinya.Mobil milik Laura pun mulai berjalan meninggalkan area kantor menuju fla
Revan sungguh tidak menyangka, tadinya ia sungguh yakin jika Valeria adalah wanita yang menghabiskan malam bersamanya saat itu. Tapi, tiba-tiba semua firasatnya terbantahkan oleh pengakuan Laura. Entah kenapa mengetahui bahwa wanita itu adalah Laura, ia sedikit kecewa.Revan segera melepaskan cengkeramannya pada Laura lalu berkata, "Baiklah aku mengerti."Laura terlihat terkejut melihat Revan yang kembali melepaskan dirinya, "Anda tidak ingin bicara atau membahas apapun tentang malam itu?""Kita bicarakan ini lagi nanti,"Laura hanya melongo mendengarnya. Apa-apaan ini? Kenapa semuanya sangat berbanding terbalik dengan apa yang ia bayangkan? Padahal ia sudah mengaku bahwa ia adalah wanita itu, tapi kenapa Revan sama sekali tidak terlihat senang?"Tapi Pak, saya–""Kita bicara lagi nanti, silahkan keluar."Laura seketika terperangah, namun melihat sorot mata Revan yang menusuk ia segera membuka pintu ruangan atasannya itu lalu beranjak pergi. Laura menggigiti jari jemarinya dengan seba