Tadinya Revan hanya ingin mengikuti Valeria diam-diam tanpa diketahui oleh wanita itu. Setelah meninggalkan kediaman mereka semalam, Valeria sama sekali tidak mau mengangkat panggilannya. Wanita itu terus saja menghindar seolah ingin menjauh darinya setelah semua yang terjadi. Baru semalam Valeria meninggalkan rumah, tapi sungguh Revan sudah teramat kehilangannya. Jadi di sinilah ia sekarang menguntit wanita itu diam-diam demi untuk mengetahui kabarnya. Namun, siapa yang menyangka, Rionandra tiba-tiba muncul di sana memaksa Valeria entah untuk apa. Apa pria itu sengaja melakukan itu demi mendekati Valeria lagi?Revan segera mengambil langkah, tatapannya tajam mengarah ke arah tangan Valeria yang dicekal oleh Rionandra."Lepaskan dia, Pak Rionandra Mahendra."Mau tak mau Rio melepaskan pegangan tangannya, keduanya saling menatap tajam seolah sama-sama saling menantang."Sedang ada urusan apa Anda dengan istri saya?" tanya Revan dengan nada dominan.Rio terlihat mendengus, "Astaga, apa
Agung Mahendra tidak menyangka jika Valeria akan mengajaknya bertemu hari ini. Meski entah apa yang sebenarnya ingin wanita muda itu katakan hingga menyebutkan nama Barbara dan Revan hanya agar ia tidak menolak pertemuan mereka.Agung mengepalkan sebelah tangannya, lihat saja jika wanita rendahan itu berkata hal yang konyol, ia sungguh tidak akan diam saja kali ini.Agung merapihkan jasnya sebelum ia menghampiri Valeria. Tatapannya angkuh menatap tajam ke arah Valeria yang sudah datang terlebih dulu di tempat pertemuan mereka."Akhirnya Anda datang," ujar Valeria dengan senyuman tipis.Agung sama sekali tidak menunjukkan keramahtamahannya, "Sebenarnya apa yang ingin kau katakan? Hubungan kita bukanlah sebagai mertua dan menantu yang baik hingga bisa berbincang seperti ini.""Bukankah Anda datang kemari karena penasaran dengan apa yang hendak saya katakan? Silahkan duduk terlebih dulu," ujar Valeria sambil mengulurkan tangannya meminta Revan untuk duduk di hadapannya.Agung berdeham se
"Revan!"Revan memutar matanya dengan jengah saat melihat Barbara ada di depan apartemennya. Setelah membuat dirinya dan Valeria bertengkar, bagaimana bisa Barbara masih memiliki muka untuk menemuinya?Revan memilih mengabaikan wanita itu lalu berjalan maju meninggalkannya."Revan, aku sedang bicara! Aku bahkan sudah jauh-jauh datang kemari, kenapa kamu malah mengabaikan ku?"Revan berdecak saat Barbara menarik lengannya dengan kuat. Ia menatap Barbara dengan raut wajah kesal, "Tidak ada yang menyuruhmu untuk datang kemari, Barbara. Ada apa? Apa yang kau inginkan lagi sekarang?""Kenapa kau selalu bersikap dingin padaku Revan? Aku kemari tentu saja untuk menemuimu."Revan menghela nafasnya panjang mendengar ucapan Barbara, "Sebenarnya apa lagi yang kau inginkan dariku? Kau sudah berhasil membuat Valeria keluar dari rumah ini sekarang. Keinginanmu sudah terpenuhi, jadi tolong berhenti menggangguku."Sepertinya Barbara sama sekali tidak mendengarkan nada bahasa Revan yang sama sekali ti
Melihat Barbara yang hanya terdiam, penjaga keamanan itu kembali mengulurkan tangannya, "Bu? Tolong kuncinya...""Yang benar saja, kamu lupa siapa saya?""Berikan kunci itu Barbara, mobil itu merupakan pemberianku!"Barbara berdecak saat Agung rupanya sudah menyusulnya keluar, dengan kesal ia mengembalikan kunci kepada penjaga keamanan itu, "Aku sama sekali tidak butuh mobil ini!" ujarnya dengan nada angkuh sambil melirik ke arah Agung.Setelah berkata seperti itu, Barbara segera menyetop taksi lalu masuk ke dalamnya. Ia sangat kesal dengan tindakan Agung yang seenaknya, seharusnya sejak dulu ia meninggalkan Agung agar ia tidak perlu bersusah payah seperti ini. Barbara segera meminta supir taksi untuk bergerak menuju ke alamat Revan. Ia harus segera kembali bersama Revan agar tua bangka itu tau rasa.Setelah sampai Barbara mengetuk pintu Revan dengan kuat."Revan buka! Tolong buka pintunya Revan!"Revan segera membuka pintu lalu terhenyak melihat Barbara di sana, "Barbara? Kenapa kau
"Ah... Ah... Ah..."Suara desahan demi desahan terdengar dari suatu kamar hotel bintang lima. Kedua sejoli tengah bergumul dengan panas di ranjang berbagi hasrat yang sudah meninggi diantara keduanya. Pakaian mereka teronggok tak berdaya di sudut ranjang menampilkan betapa liarnya seluruh permainan ini. Padahal mereka tidak saling mengenal, namun efek alkohol yang mereka tenggak membuat kepala mereka hampir tidak bisa mengenali situasi yang menimpa diri mereka saat ini."Ah sakit!"Valeria Anderson meringis saat menyadari suatu benda keras hendak memasuki inti tubuhnya dengan paksa. Pria yang berada di atas tubuhnya terlihat terkejut bukan kepalang, ia mengerutkan alisnya, "Kau masih perawan?"Valeria hanya mengangguk kecil dengan wajah malu-malu, sejenak pria itu hanya tertegun untuk kemudian mengecupi tubuh Valeria dengan kecupan-kecupan kembali. Hasratnya sudah teramat tinggi, tidak mungkin ia berhenti di tengah-tengah saat benda keras di bawah perutnya ini minta dipuaskan dahagany
"Sial, aku terlambat!"Valeria berlari kecil menuju kantornya dengan nafas tersengal. Akibat kejadian semalam, kini ia harus terlambat datang bekerja karena persiapannya yang kurang. Ia baru bekerja beberapa hari, namun kini ia datang terlambat. Gawat! Gawat sekali!Valeria ingin sekali berlari lebih kencang, namun area pahanya yang masih terasa sakit membuat langkahnya sedikit sulit. Jika saja area itu baik-baik saja, ia dapat berlari dengan kencang tanpa masalah.Valeria begitu terburu-buru hingga saat sampai di depan pintu perusahaan, kakinya tergelincir ke arah depan lalu bruuuk...Tubuh mungilnya menimpa tubuh atletis seorang pria. Valeria mengerjap beberapa kali saat melihat pria yang berada di hadapannya. Dada bidang ini... Wajah tampan rupawan ini... Bukankah pria ini adalah pria yang menghabiskan waktu dengannya semalam?Semua orang di sana terlihat terperangah melihat pemandangan itu. Begitu pula Erik yang berada di sampingnya, ia sangat terkejut melihat kesialan yang menim
Meski sepanjang jalan Valeria menggerutu karena harus berangkat lebih pagi lagi karena tugas Revan, namun Valeria tetap berjalan menuju kediaman pria itu. Ketika sampai, sejenak ia tertegun melihat penampakan apartemen mewah di hadapannya. Valeria menelan ludah, flat kecil yang ia sewa bahkan tidak ada setengah luasnya dari apartemen ini.Valeria segera menempelkan kartu akses di sana lalu masuk ke dalamnya. Ia melongokkan wajah, mencari keberadaan Revan. Nafas Valeria tercekat melihat penampakan Revan yang berada di atas ranjang dengan tubuh yang bertelanjang dada. Wajahnya seketika memerah teringat dengan malam panas mereka melihat postur tubuh yang begitu rupawan ini. Valeria seketika menggeleng dengan kuat. Fokus Valeria, ia hanya harus fokus bekerja.Valeria segera mendekatkan dirinya, ia menyentuh bahu Revan dengan perlahan lalu berkata, "Pak Revan bangun, sebentar lagi Anda harus mengikuti sebuah meeting."Melihat Revan tidak bergeming, Valeria berdecak. Pantas saja pagi itu Re
Valeria terperangah mendengar ucapan Revan di depannya. Matanya mengerjap beberapa kali, apa ia tidak salah dengar? Apa Revan baru saja memintanya untuk makan siang bersama?"Apa Pak?""Bangun, temani saya makan siang."Valeria ternganga mendengar hal itu, ternyata benar, Revan memang mengajaknya makan siang bersama."Tapi Pak, pekerjaan saya–""Itu bisa ditunda, ayo pergi."Tanpa mendengar jawaban Valeria, Revan terlihat bergerak. Valeria berdecak lalu bangkit, kenapa atasannya selalu saja seenaknya sendiri?Namun, baru beberapa langkah ia mengikuti Revan, tatapan ingin tahu para rekan kerjanya terlihat mengikuti mereka berdua, bahkan bukan hanya itu beberapa dari mereka memberikan tatapan sinisnya."Lihat itu, bukankah itu pegawai yang terlambat kemarin?""Kenapa mereka berjalan berdampingan ya? Mereka mau kemana sebenarnya?""Padahal Pak Revan orang yang keras, jangan-jangan dia menggoda Pak Revan dengan licik.""Wajahnya saja yang polos ternyata."Valeria seketika menghentikan lan