Valeria mengerjap saat merasakan kecupan basah di bibirnya. Namun, kecupan itu hanya sekejap, Revan terlihat segera menjauhkan diri lalu berkata dengan nada canggung, "Ah aku... Aku minta maaf,"Valeria hanya bisa mengerjapkan matanya mendengar reaksi Revan. Meminta maaf? Kenapa pria itu meminta maaf? Namun, rasa gugup karena ciuman yang tiba-tiba membuat Valeria tidak bisa berkata-kata. Ia hanya memeluk tubuhnya sendiri dengan tangannya, tidak bisa berkomentar apapun karena ledakan hatinya yang terlalu dahsyat. Untunglah kecanggungan yang mereka rasakan akhirnya berakhir saat bianglala mereka turun ke dasar. Valeria dan Revan segera turun dari sana, berbeda dari saat mereka datang, tidak ada satupun yang terlihat mau membahas ciuman mereka saat ini.Melihat Revan yang hanya terdiam hingga mereka sampai di rumah membuat Valeria merasa gemas untuk membuka pembicaraan, apa benar pria itu tidak ingin mengatakan sesuatu padanya?"Ah saya sangat berterimakasih karena Anda mau mengajak saya
Valeria sungguh terkejut, langkah Revan yang saat ini sedang dilakukan oleh pria itu sama sekali tidak bisa Valeria prediksi. Ia bahkan tak sempat melawan, Revan terus melumat bibirnya tanpa memberikan sedikitpun kesempatan baginya untuk menolak. Valeria seolah dibawa melayang ketika Revan terus menyentuh lembab bibirnya dengan begitu rakus dan menuntut. Valeria terperangah merasakan sensasi ini, tanpa sadar ia bahkan membuka lebih lebar bagian mulutnya membuat Revan dengan leluasa masuk lebih dalam lalu mengabsen bagian dalam mulutnya satu per satu."Eummhhh... Pakk..." Desah Valeria tanpa sadar.Revan baru melepaskan pagutannya saat mendengar sebutan itu, ia menatap Valeria tidak senang, "Jangan Pak, Revan. Panggil Revan."Malu-malu Valeria segera mengucap dengan lirih, "Revan..."Revan seketika tersenyum, ia kemudian kembali memagut bibir Valeria, kali ini dengan lebih dalam dan intens. Tidak hanya mulutnya yang bekerja, Revan juga menyelipkan tangannya di sela-sela tubuh Valeria y
Revan segera menuju mobilnya setelah selesai bersiap-siap. Sebenarnya ia masih ingin bersama dengan Valeria hari ini, namun urusannya dengan para preman itu harus ia selesaikan."Aku pergi dulu, hati-hati di rumah,"Valeria tersentak saat melihat area rumah Revan, ia menunjuk beberapa pria berseragam hitam yang berdiri teratur di depan rumah, "Itu... Mereka siapa?""Mereka yang akan menjagamu di rumah ini, aku tidak ingin mengambil resiko kejadian kemarin terulang lagi."Valeria terperangah, "Sebanyak ini?""Kenapa? Kurang?"Dengan cepat Valeria mengibaskan tangannya, "Ah malah menurut saya ini berlebihan. Apa tidak sebaiknya mengurangi beberapa orang-orang ini? Rasanya terlalu menyesakkan melihat banyak orang berkumpul seperti ini," Tutur Valeria, hampir puluhan orang yang berjajar di depan rumahnya, bagaimana ia bisa melakukan aktivitas dengan leluasa?"Kalau kau berkata seperti itu, sebaiknya aku menambah orangnya."Valeria melongo, dengan cepat ia menahan tangan Revan yang sudah
Ketenangan yang sedari tadi dipupuk oleh Agung Mahendra seketika terkikis melihat sikap Revan yang begitu membangkang, urat wajahnya mulai menonjol dan rahangnya bergemretak, "Jadi, demi membela wanita rendahan itu, kau mengancam ayahmu sendiri?""Jika itu diperlukan, ya, saya akan melakukannya."Agung mengepalkan tangannya dengan teramat kesal, perasaannya seolah terlukai. Ia tidak menyangka jika Revan malah semakin membangkang padanya setelah semua usaha yang sudah ia lakukan."Itu saja ingin saya katakan, saya permisi." ujar Revan kembali.Saat Revan terlihat mulai beranjak meninggalkan ruangannya, Agung Mahendra segera berdiri, raut wajahnya menunjukkan amarah yang teramat tinggi, "Memangnya apa yang bisa kau lakukan pada ayahmu ini, hah?"Revan seketika menghentikan langkah mendengar teriakan Agung Mahendra yang menggelegar. Ketenangan itu akhirnya runtuh dengan amarah yang terasa mendominasi."Kau tidak akan bisa melakukan apa-apa pada ayahmu ini, Revan. Bahkan secuil rambut ini
Benar saja hanya selang satu jam kemudian, Agung mendapatkan informasi bahwa ayahnya, Pandu Mahendra sudah tiba di depan kantor. Dengan langkah tergesa, ia segera bergerak ke arah depan kantor. Sial, karena kunjungan ayahnya yang mendadak ini, ia jadi tidak sempat membereskan apa saja yang akan menjadi fokus kritikan dari Pandu. Agung hanya bisa berharap semoga Pandu tidak memperhatikan apapun yang tidak beres di kantornya."Kau memang selalu dapat diandalkan Revan, Kakek selalu bangga padamu.""Terimakasih Kek,"Agung terhenyak saat melihat ternyata Revan sudah berada di samping Pandu. Belum sampai sehari ia terlewat mengawasinya, ternyata Revan sudah mencuri waktu untuk kembali mendapatkan perhatian dari Pandu. Agung segera bergegas ke hadapan Pandu dengan senyuman merekah, "Ayah, kenapa Ayah berkunjung secara mendadak seperti ini?" Agung mengalihkan pandangannya ke arah Revan lalu kembali melanjutkan, "Seharusnya kamu memberi tahu Papa atas kedatangan kakekmu ini kemari, Revan. Apa
" Selesai,"Valeria menepuk kedua tangannya setelah acara memasak yang ia lakukan. Hari ini ia memutuskan untuk memasak makanan spesial bagi Revan karena telah merawat dirinya selama ini.Valeria menatap puas ke arah makanan itu, ia berharap Revan akan menyukai makanannya setelah ia pulang bekerja.Suara mobil yang terdengar dari halaman depan membuat Valeria segera bergegas menyambut kedatangan Revan. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Revan yang keluar bersama dengan pria yang kelihatannya sudah berumur, namun masih terlihat gagah.Valeria mengerutkan dahinya, siapa itu?Ketika mereka sampai di depan Valeria, Revan segera mengenalkan pria di sampingnya, "Ini kakekku."Valeria seketika terperangah, merasa terkejut karena Revan tidak memberitahu dirinya sebelumnya, "Kakek?""Ya, ini kakekku, dia dari Jepang."Valeria segera melepas celemek yang menempel di badannya lalu membungkuk dengan hormat, "Salam, maafkan saya karena saya berpenampilan sederhana seperti ini," ujar Valeria.
"Kakek yakin tidak ingin menginap lagi saja? Kakek baru di sini selama dua hari, apa tidak lelah melakukan perjalanan terus menerus?""Kakek banyak pekerjaan di Jepang, lagipula melihat kalian, kakek jadi rindu nenekmu."Revan seketika terkekeh mendengar ucapan Pandu, "Aku juga rindu pada Nenek, tolong sampaikan juga salamku padanya.""Lain kali kamu harus kenalkan dan bawa Valeria ke Jepang, Nenek sebenarnya kecewa karena kamu tidak pernah bilang bahwa kamu akan menikah, tapi mendengar penjelasanmu Nenekmu jadi penasaran dengan cucu menantunya.""Maafkan aku, situasinya saat itu sangat tidak memungkinkan memberitahu kalian. Kakek sangat tahu bagaimana watak Papa, dia yang memintaku untuk menyembunyikan pernikahan kami. Ada hal yang ingin ku beritahukan kepada Kakek juga," Revan seketika mengelus perut Valeria hingga Valeria tersentak akan perbuatannya, ia cukup terkejut karena Revan menyentuh perutnya tiba-tiba."Valeria sedang mengandung anakku,""Istrimu sedang hamil?" Tanya Pandu
Revan masuk ke dalam mobilnya dengan cepat, sebenarnya ia merasa tidak nyaman karena harus meninggalkan Valeria saat ini, tapi sepertinya ia harus pergi. Revan segera memakai penyuara telinga lalu mulai menjawab panggilan dari sana. Ia berdecak dengan kuat. Barbara selalu saja membuat onar yang tidak pernah Revan duga."Barbara, apa yang sebenarnya tengah kau katakan? Jernihkan pikiranmu!" Teriak Revan mulai emosional. Tadi ia tidak bisa melakukannya karena ada Valeria di sekitarnya, ia tidak menyangka jika Barbara menghubunginya hanya untuk berkata bahwa ia hendak bunuh diri. Dengan suara tangis yang menggema, Barbara mengancam Revan untuk segera menemuinya atau ia akan berbuat nekad.Rahang Revan bergemretak, tidak, ia menyusul Barbara bukan karena masih mencintainya, namun Jika Barbara benar-benar berbuat nekad maka ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri karena telah melukai orang lain."Aku hanya ingin kita kembali bersama, Revan. Aku hanya mencintaimu, jika kau memilih bersama o