" Selesai,"Valeria menepuk kedua tangannya setelah acara memasak yang ia lakukan. Hari ini ia memutuskan untuk memasak makanan spesial bagi Revan karena telah merawat dirinya selama ini.Valeria menatap puas ke arah makanan itu, ia berharap Revan akan menyukai makanannya setelah ia pulang bekerja.Suara mobil yang terdengar dari halaman depan membuat Valeria segera bergegas menyambut kedatangan Revan. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Revan yang keluar bersama dengan pria yang kelihatannya sudah berumur, namun masih terlihat gagah.Valeria mengerutkan dahinya, siapa itu?Ketika mereka sampai di depan Valeria, Revan segera mengenalkan pria di sampingnya, "Ini kakekku."Valeria seketika terperangah, merasa terkejut karena Revan tidak memberitahu dirinya sebelumnya, "Kakek?""Ya, ini kakekku, dia dari Jepang."Valeria segera melepas celemek yang menempel di badannya lalu membungkuk dengan hormat, "Salam, maafkan saya karena saya berpenampilan sederhana seperti ini," ujar Valeria.
"Kakek yakin tidak ingin menginap lagi saja? Kakek baru di sini selama dua hari, apa tidak lelah melakukan perjalanan terus menerus?""Kakek banyak pekerjaan di Jepang, lagipula melihat kalian, kakek jadi rindu nenekmu."Revan seketika terkekeh mendengar ucapan Pandu, "Aku juga rindu pada Nenek, tolong sampaikan juga salamku padanya.""Lain kali kamu harus kenalkan dan bawa Valeria ke Jepang, Nenek sebenarnya kecewa karena kamu tidak pernah bilang bahwa kamu akan menikah, tapi mendengar penjelasanmu Nenekmu jadi penasaran dengan cucu menantunya.""Maafkan aku, situasinya saat itu sangat tidak memungkinkan memberitahu kalian. Kakek sangat tahu bagaimana watak Papa, dia yang memintaku untuk menyembunyikan pernikahan kami. Ada hal yang ingin ku beritahukan kepada Kakek juga," Revan seketika mengelus perut Valeria hingga Valeria tersentak akan perbuatannya, ia cukup terkejut karena Revan menyentuh perutnya tiba-tiba."Valeria sedang mengandung anakku,""Istrimu sedang hamil?" Tanya Pandu
Revan masuk ke dalam mobilnya dengan cepat, sebenarnya ia merasa tidak nyaman karena harus meninggalkan Valeria saat ini, tapi sepertinya ia harus pergi. Revan segera memakai penyuara telinga lalu mulai menjawab panggilan dari sana. Ia berdecak dengan kuat. Barbara selalu saja membuat onar yang tidak pernah Revan duga."Barbara, apa yang sebenarnya tengah kau katakan? Jernihkan pikiranmu!" Teriak Revan mulai emosional. Tadi ia tidak bisa melakukannya karena ada Valeria di sekitarnya, ia tidak menyangka jika Barbara menghubunginya hanya untuk berkata bahwa ia hendak bunuh diri. Dengan suara tangis yang menggema, Barbara mengancam Revan untuk segera menemuinya atau ia akan berbuat nekad.Rahang Revan bergemretak, tidak, ia menyusul Barbara bukan karena masih mencintainya, namun Jika Barbara benar-benar berbuat nekad maka ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri karena telah melukai orang lain."Aku hanya ingin kita kembali bersama, Revan. Aku hanya mencintaimu, jika kau memilih bersama o
Barbara mengerjapkan matanya saat mulai tersadar dari pingsannya. Ia tersenyum saat melihat Revan yang berada di hadapannya sedang tertidur dengan lelap. Hatinya bersorak dengan riang. Berhasil! Ia berhasil membuat Revan mengikuti apa yang ia katakan, hanya dengan sedikit ancaman dan juga trik mengambil simpatinya, Barbara dapat kembali menjerat Revan untuk berada di sampingnya.Barbara mengusap lembut wajah Revan sambil bergumam, "Kamu akan selalu menjadi milikku, Revan. Lihat saja." Inilah yang Barbara inginkan, Revan Mahendra yang muda dan tampan rupawan, bukannya Agung si tua Bangka.Tepat saat ia tengah menikmati ketampanan Revan, ponsel Revan terdengar bergetar di sakunya. Penasaran, Barbara segera mengambil benda elektronik tersebut dengan perlahan dari sana, sepertinya ada yang mengirim pesan pada Revan saat ini. Raut wajah Barbara seketika berubah saat melihat siapa yang berada di layar depan ponsel itu, Valeria Anderson... Pesan apa yang dikirim wanita itu sebenarnya?Demi m
Revan terperangah mendengar ucapan Valeria, ia sungguh terkejut, darimana Valeria bisa mengetahui dirinya bersama dengan Barbara selama semalam penuh?"Kau tahu?""Bukankah Anda sendiri yang memberi tahukannya, Pak Revan?"Raut wajah Revan segera menjadi resah mendengar sapaan Valeria kepadanya. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Valeria kembali menjaga jarak?"Valeria, aku tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi, sungguh aku tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba menjadi seperti ini?""Apa? Tidak mengerti?" Valeria seketika mendengus, rasanya ia ingin tertawa mendengarnya. Valeria segera mengambil ponselnya lalu menunjukkan pesan semalam yang ia terima dari Revan."Ini... Apakah Anda sengaja mengirim pesan ini agar saya melihatnya?"Revan terperangah, matanya melebar sempurna melihat foto yang diberikan oleh Valeria. Itu adalah fotonya, fotonya yang tengah tertidur sedang berdekatan dengan Barbara. Kening Revan berkerut dalam, kapan foto ini diambil? Apa Barbara yang mengambilnya? Sial,
"Aku akan berpisah dari Revan Mahendra,"Perkataan Valeria sontak membuat Herman tertegun di tempat, ia menatap ke arah puterinya mencoba mencari keraguan dalam nada bicara yang penuh dengan keyakinan itu, namun Valeria tetap menatapnya dengan tatapan tajam seolah sudah yakin dan memutuskan semuanya dengan tepat."Berpisah? Tapi bukankah pernikahan kalian baru berusia seumur jagung?""Pernikahan kami hanyalah sebuah kesepakatan untuk saling membantu, cepat atau lambat pernikahan ini akan berakhir, jadi aku hanya mempercepatnya.""Kau yakin?"Ada jeda sejenak untuk kemudian Valeria mengangguk, "Ya, jadi ayah tidak perlu bertanya bagaimana sikap dirinya padaku. Ku rasa tidak ada kewajiban dia harus berbuat baik padaku di pernikahan ini, benar bukan?"Meski merasa kesal dengan fakta yang diberikan oleh Valeria, Herman terlihat menghela nafas. Ya, pernikahan puterinya memang bukanlah pernikahan yang bisa dikatakan normal, jadi bagaimana bisa mereka menuntut keluarga Mahendra untuk bersika
Hari ini Rio sengaja mengajukan cuti demi bertemu Valeria. Ia berdiri di depan rumah mertuanya dengan bingung. Ia datang kemari tanpa pemberitahuan terlebih dulu, alasan apa yang bisa ia berikan kepada mertuanya agar tidak menimbulkan rasa curiga. Ah sudahlah, ia bisa berpura-pura menanyakan masalah pekerjaan sambil menemui Valeria.Rio segera menekan bel pintu, asisten rumah tangga Yanuar yang sudah mengenalnya segera mempersilahkan dirinya untuk masuk.Setelah meminta menunggu sebentar, Kalina datang menyambutnya."Rio, kenapa datang kemari mendadak begini? Kamu sendirian?"Rio mengangguk kecil, "Ya, Rio sendiri, Ma. Kata Lucia, kalian juga akan bertemu nanti sore.""Ah ya Mama mau pergi dengan Lucia, sudah lama sekali Mama tidak jalan-jalan dengan anak Mama."Rio hanya tersenyum, ia melemparkan pandangannya ke seluruh rumah, mencari keberadaan Valeria. Melihat gerak gerik Rio, Kalina menjadi curiga, "Kamu kenapa datang kemari?"Mendapat teguran dari Kalina, Rio menyentuh tengkuknya
Tadinya Revan hanya ingin mengikuti Valeria diam-diam tanpa diketahui oleh wanita itu. Setelah meninggalkan kediaman mereka semalam, Valeria sama sekali tidak mau mengangkat panggilannya. Wanita itu terus saja menghindar seolah ingin menjauh darinya setelah semua yang terjadi. Baru semalam Valeria meninggalkan rumah, tapi sungguh Revan sudah teramat kehilangannya. Jadi di sinilah ia sekarang menguntit wanita itu diam-diam demi untuk mengetahui kabarnya. Namun, siapa yang menyangka, Rionandra tiba-tiba muncul di sana memaksa Valeria entah untuk apa. Apa pria itu sengaja melakukan itu demi mendekati Valeria lagi?Revan segera mengambil langkah, tatapannya tajam mengarah ke arah tangan Valeria yang dicekal oleh Rionandra."Lepaskan dia, Pak Rionandra Mahendra."Mau tak mau Rio melepaskan pegangan tangannya, keduanya saling menatap tajam seolah sama-sama saling menantang."Sedang ada urusan apa Anda dengan istri saya?" tanya Revan dengan nada dominan.Rio terlihat mendengus, "Astaga, apa
"Apa maksud?"Melihat Barbara yang menatapnya dengan raut wajah tidak mengerti membuat Revan seketika mendengus, "Rupanya kau benar-benar tidak tahu. Baiklah akan ku beritahu yang sebenarnya terjadi akhir-akhir ini karena kekacauan yang kita buat. Aku dipecat oleh ayahku."Barbara tersentak mendengar ucapan Revan, "Apa?""Ya aku baru saja dipecat secara tidak hormat oleh ayahku kemarin. Semua pemilik saham mengambil keputusan agar aku dikeluarkan dari perusahan. Jadi ya sekarang, aku tidak memiliki apa-apa. Aku bahkan berniat menjual apartemen ini nanti,"Mata Barbara seketika melebar, ia mundur beberapa langkah dari pegangan Revan. Kata-kata Revan sekarang seolah tidak bisa dipercaya, "Kau bercanda, bukan?""Astaga, untuk apa aku bercanda? Jadi kau benar-benar ingin bersamaku. Kalau begitu pertama kita jual tas mewahmu ini!"Revan seketika bergerak ke arah Barbara hendak merampas tasnya. Melihat tindakan Revan, Barbara semakin terkejut ia menepis tangan Revan dengan panik, "Apa yang
Melihat Revan yang masih saja terdiam saat ia mengulurkan berkas perceraian itu, Valeria seketika menghela nafas. Ia segera menyimpan berkas itu di atas meja lalu berkata, "Jika Anda masih tidak mau menerimanya terserah. Saya akan menyimpan berkas itu di sini. Anda harus menandatanganinya segera.""Lalu bagaimana dengan anak kita?" Tanya Revan lirih. Penyesalan yang ia rasakan semakin dalam. Ia sudah hancur lebur saat ini dan kehancurannya semakin terasa menyakitkan karena harus berpisah dengan Valeria."Saya yang akan merawatnya sendirian.""Tapi aku ayahnya, Valeria. Tidak bisakah kau memberiku kesempatan lagi? Setidaknya untuk anak kita?""Saya yang akan mengurusnya, Anda tidak perlu khawatir. Anda bisa melakukan apapun yang Anda mau tanpa harus terbebani dengan janin yang sedang saya kandung ini."Satu air mata seketika jatuh dari kelopak mata Revan. Merasa sangat terpukul karena ia sama sekali tidak berdaya. Kesalahannya terhadap wanita yang dicintainya ini memang sungguh tidak b
"Ada pengumuman mendadak yang diselenggarakan oleh Pak Agung dan seluruh pemilik anggota saham hari ini, Pak. Anda harus datang,"Revan menghela nafasnya panjang setelah mendapat pesan dari Erik beberapa menit yang lalu. Sudah ia duga ayahnya tidak akan menunggu lama untuk menyelesaikan masalah mereka. Tepat setelah hubungan masa lalu dirinya dan juga Barbara terbongkar, ayahnya segera bertindak.Revan segera masuk ke dalam ruang meeting yang sudah diisi oleh anggota pemilik saham dan juga ayahnya sendiri. Masalahnya dengan Barbara pasti akan ayahnya gunakan untuk menyingkirkannya dari perusahaan ini."Rupanya kamu masih punya muka untuk datang ke perusahaan,"Revan hanya terdiam mendengar sindiran sang ayah sebelum rapat berlangsung. Kali ini ia memilih untuk tidak mendebat pria paruh baya yang sedarah dengannya itu. Ia yakin setelah mengetahui sifat Barbara, ayahnya sama terlukanya dengan dirinya."Rasakan sendiri akibat dari perbuatanmu, Revan. Aku akan mendepakmu dari perusahaan k
Melihat Barbara yang hanya terdiam, penjaga keamanan itu kembali mengulurkan tangannya, "Bu? Tolong kuncinya...""Yang benar saja, kamu lupa siapa saya?""Berikan kunci itu Barbara, mobil itu merupakan pemberianku!"Barbara berdecak saat Agung rupanya sudah menyusulnya keluar, dengan kesal ia mengembalikan kunci kepada penjaga keamanan itu, "Aku sama sekali tidak butuh mobil ini!" ujarnya dengan nada angkuh sambil melirik ke arah Agung.Setelah berkata seperti itu, Barbara segera menyetop taksi lalu masuk ke dalamnya. Ia sangat kesal dengan tindakan Agung yang seenaknya, seharusnya sejak dulu ia meninggalkan Agung agar ia tidak perlu bersusah payah seperti ini. Barbara segera meminta supir taksi untuk bergerak menuju ke alamat Revan. Ia harus segera kembali bersama Revan agar tua bangka itu tau rasa.Setelah sampai Barbara mengetuk pintu Revan dengan kuat."Revan buka! Tolong buka pintunya Revan!"Revan segera membuka pintu lalu terhenyak melihat Barbara di sana, "Barbara? Kenapa kau
"Revan!"Revan memutar matanya dengan jengah saat melihat Barbara ada di depan apartemennya. Setelah membuat dirinya dan Valeria bertengkar, bagaimana bisa Barbara masih memiliki muka untuk menemuinya?Revan memilih mengabaikan wanita itu lalu berjalan maju meninggalkannya."Revan, aku sedang bicara! Aku bahkan sudah jauh-jauh datang kemari, kenapa kamu malah mengabaikan ku?"Revan berdecak saat Barbara menarik lengannya dengan kuat. Ia menatap Barbara dengan raut wajah kesal, "Tidak ada yang menyuruhmu untuk datang kemari, Barbara. Ada apa? Apa yang kau inginkan lagi sekarang?""Kenapa kau selalu bersikap dingin padaku Revan? Aku kemari tentu saja untuk menemuimu."Revan menghela nafasnya panjang mendengar ucapan Barbara, "Sebenarnya apa lagi yang kau inginkan dariku? Kau sudah berhasil membuat Valeria keluar dari rumah ini sekarang. Keinginanmu sudah terpenuhi, jadi tolong berhenti menggangguku."Sepertinya Barbara sama sekali tidak mendengarkan nada bahasa Revan yang sama sekali ti
Agung Mahendra tidak menyangka jika Valeria akan mengajaknya bertemu hari ini. Meski entah apa yang sebenarnya ingin wanita muda itu katakan hingga menyebutkan nama Barbara dan Revan hanya agar ia tidak menolak pertemuan mereka.Agung mengepalkan sebelah tangannya, lihat saja jika wanita rendahan itu berkata hal yang konyol, ia sungguh tidak akan diam saja kali ini.Agung merapihkan jasnya sebelum ia menghampiri Valeria. Tatapannya angkuh menatap tajam ke arah Valeria yang sudah datang terlebih dulu di tempat pertemuan mereka."Akhirnya Anda datang," ujar Valeria dengan senyuman tipis.Agung sama sekali tidak menunjukkan keramahtamahannya, "Sebenarnya apa yang ingin kau katakan? Hubungan kita bukanlah sebagai mertua dan menantu yang baik hingga bisa berbincang seperti ini.""Bukankah Anda datang kemari karena penasaran dengan apa yang hendak saya katakan? Silahkan duduk terlebih dulu," ujar Valeria sambil mengulurkan tangannya meminta Revan untuk duduk di hadapannya.Agung berdeham se
Tadinya Revan hanya ingin mengikuti Valeria diam-diam tanpa diketahui oleh wanita itu. Setelah meninggalkan kediaman mereka semalam, Valeria sama sekali tidak mau mengangkat panggilannya. Wanita itu terus saja menghindar seolah ingin menjauh darinya setelah semua yang terjadi. Baru semalam Valeria meninggalkan rumah, tapi sungguh Revan sudah teramat kehilangannya. Jadi di sinilah ia sekarang menguntit wanita itu diam-diam demi untuk mengetahui kabarnya. Namun, siapa yang menyangka, Rionandra tiba-tiba muncul di sana memaksa Valeria entah untuk apa. Apa pria itu sengaja melakukan itu demi mendekati Valeria lagi?Revan segera mengambil langkah, tatapannya tajam mengarah ke arah tangan Valeria yang dicekal oleh Rionandra."Lepaskan dia, Pak Rionandra Mahendra."Mau tak mau Rio melepaskan pegangan tangannya, keduanya saling menatap tajam seolah sama-sama saling menantang."Sedang ada urusan apa Anda dengan istri saya?" tanya Revan dengan nada dominan.Rio terlihat mendengus, "Astaga, apa
Hari ini Rio sengaja mengajukan cuti demi bertemu Valeria. Ia berdiri di depan rumah mertuanya dengan bingung. Ia datang kemari tanpa pemberitahuan terlebih dulu, alasan apa yang bisa ia berikan kepada mertuanya agar tidak menimbulkan rasa curiga. Ah sudahlah, ia bisa berpura-pura menanyakan masalah pekerjaan sambil menemui Valeria.Rio segera menekan bel pintu, asisten rumah tangga Yanuar yang sudah mengenalnya segera mempersilahkan dirinya untuk masuk.Setelah meminta menunggu sebentar, Kalina datang menyambutnya."Rio, kenapa datang kemari mendadak begini? Kamu sendirian?"Rio mengangguk kecil, "Ya, Rio sendiri, Ma. Kata Lucia, kalian juga akan bertemu nanti sore.""Ah ya Mama mau pergi dengan Lucia, sudah lama sekali Mama tidak jalan-jalan dengan anak Mama."Rio hanya tersenyum, ia melemparkan pandangannya ke seluruh rumah, mencari keberadaan Valeria. Melihat gerak gerik Rio, Kalina menjadi curiga, "Kamu kenapa datang kemari?"Mendapat teguran dari Kalina, Rio menyentuh tengkuknya
"Aku akan berpisah dari Revan Mahendra,"Perkataan Valeria sontak membuat Herman tertegun di tempat, ia menatap ke arah puterinya mencoba mencari keraguan dalam nada bicara yang penuh dengan keyakinan itu, namun Valeria tetap menatapnya dengan tatapan tajam seolah sudah yakin dan memutuskan semuanya dengan tepat."Berpisah? Tapi bukankah pernikahan kalian baru berusia seumur jagung?""Pernikahan kami hanyalah sebuah kesepakatan untuk saling membantu, cepat atau lambat pernikahan ini akan berakhir, jadi aku hanya mempercepatnya.""Kau yakin?"Ada jeda sejenak untuk kemudian Valeria mengangguk, "Ya, jadi ayah tidak perlu bertanya bagaimana sikap dirinya padaku. Ku rasa tidak ada kewajiban dia harus berbuat baik padaku di pernikahan ini, benar bukan?"Meski merasa kesal dengan fakta yang diberikan oleh Valeria, Herman terlihat menghela nafas. Ya, pernikahan puterinya memang bukanlah pernikahan yang bisa dikatakan normal, jadi bagaimana bisa mereka menuntut keluarga Mahendra untuk bersika