"Wah Kak Val, ku kira kamu tidak akan datang." Sinis Lucia.Mata Rionandra dan Valeria seketika bertatapan. Rio terlihat tertegun melihat penampilan Valeria yang cukup berbeda di bandingkan dengan biasanya. Valeria hanya tersenyum lebar menanggapi sindiran Lucia, "Tentu saja aku harus datang, kau adalah adikku dan Rio bagaimanapun kami pernah punya sejarah hubungan yang rumit dan lama. Ya... Bisa dibilang begitu sebelum kau merebutnya," balas Valeria tajam.Tepat saat ia sedang menyindir Lucia, Kalina dan juga Herman datang."Jika kamu datang ke sini tolong jangan membuat keributan Val," ujar Herman."Ya benar, sudah datang kemari tanpa membawa kado pernikahan, sekarang kamu malah ingin membuat keributan."Valeria seketika mendengus, ia menatap ke arah gaun pengantin yang dikenakan oleh Lucia lalu menarik ujung bajunya, "Sepertinya adik kesayanganku ini tidak mau malu, apa dia tidak berkata bahwa aku memberikan gaun ini untuk kado pernikahannya?"Semua orang terlihat terperangah, Kali
"Kamu sudah menunggu lama, Sayang?"Valeria mengerjapkan matanya, mencoba menetralkan hatinya saat mendengar panggilan lembut yang diucapkan Revan Mahendra. Ia tersenyum dengan kikuk, terlebih saat merasakan ikatan tangan Revan yang menyentuh pinggangnya dengan erat. Valeria menghela nafasnya panjang, tenang... Ia harus tenang."Kamu kekasih Valeria?" Tanya Herman dengan tatapan intimidasi. Pria tua itu terlihat menelisik ke arah sosok Revan di hadapannya.Revan mengulas senyum, tanpa merasa terbebani sama sekali dengan tatapan menghakimi seluruh keluarga Valeria. Ia melepaskan pegangan tangannya di pinggang Valeria lalu berkata, "Ya, saya Revan Mahendra. Senang bertemu dengan Anda, Pak Herman,"Kalina yang mendengar hal itu seketika terperangah, "Revan Mahendra? Apa Anda adalah putera sulung dari Agung Mahendra, pemilik perusahaan Best Building, perusahaan terbaik di kota ini?"Semua orang terlonjak mendengar ucapan Kalina, apalagi Lucia ia tidak menyangka jika pria yang katanya keka
Revan seketika mendengus mendengar ucapan Rionandra di depannya. Ini adalah hari pernikahannya bersama dengan wanita lain, tapi tanpa tahu malu Rionandra malah membahas hubungannya dengan Valeria yang sudah berlalu."Saya tidak tahu jika Anda memiliki sifat percaya diri yang luar biasa, Pak Rionandra Mahardika. Darimana Anda yakin jika Valeria tidak bisa melupakan Anda? Dia bahkan sama sekali tidak mengingat dirimu."Emosi Rio mulai terpancing mendengar ucapan Revan, "Apa Anda bilang?""Sepertinya Anda terlalu berhalusinasi, Valeria sudah melupakan Anda jauh setelah Anda mencampakkannya begitu saja. Apa Anda tidak lihat bagaimana dia memperlakukan saya dengan begitu lembut? Anda bukanlah apa-apa bagi Valeria sekarang. Anda tidak seistimewa itu, Pak Rionandra.""Kau!"Revan terlihat tersenyum lebar, ia menyentuh bahu Rio sebagai cara intimidasi, ia mendekat ke arah Rio lalu berbisik dengan perlahan, "Hubungan kami sangat bergairah setiap harinya. Bagaimana? Apa Anda bisa membayangkanny
"Astaga Sayang!"Kalina berteriak dengan histeris saat melihat keadaan kamar Lucia yang begitu kacau. Semuanya berantakan layaknya kapal pecah, Kalina benar-benar tidak menduga bahwa keadaan Lucia menjadi sekacau ini. Ia segera berlari menghampiri puterinya yang terduduk dengan memeluk lutut sambil menangis hebat."Rio meninggalkan aku, Ma. Dia benar-benar meninggalkan aku huhuhu."Kalina segera memeluk erat Lucia, mengusap-usap bahunya untuk menenangkan puterinya itu."Sayang, tenanglah Sayang.""Mana bisa aku tenang Ma, kak Rio sudah kehilangan minat padaku. Ini semua gara-gara Valeria, dia pasti sengaja ingin menarik perhatian Kak Rio disaat pernikahan kami." Jerit Lucia histeris."Sayang, tenanglah. Mama akan mencari cara.""Memangnya apa yang bisa kita lakukan? Valeria memiliki Revan Mahendra yang bisa memberikan apapun untuknya, sedangkan aku? Aku malah ditinggalkan oleh Kak Rio, ini sungguh tidak adil, Ma! Tidak adil!" teriak Lucia kembali semakin histeris."Tentu saja kita mem
Melihat bahwa Agung mulai terpancing emosi, Kalina seketika tersenyum, ia mulai membuka mulutnya dengan menggebu-gebu, "Namanya Valeria, dia bekerja di kantor putera Anda. Tapi tolong Tuan, Anda jangan melukainya karena dia adalah puteri saya juga." balasnya masih menyimpan kepura-puraannya. Mendengar kenyataan itu, Agung seketika bangkit, wajahnya semakin merah padam, "Apa? Jadi wanita rendah itu juga bekerja di kantor anakku?""Tolong jangan marah, saya mengatakan hal ini hanya ingin menyapa Anda. Tolong jangan lukai puteri saya. Saya mohon," ucap Kalina dengan air mata buaya yang mulai berderai."Keluar, biar aku yang mengurusnya.""Tapi Pak, tolong... Tolong jangan lukai puteri saya.""Keluar ku bilang!"Kalina dan Lucia segera bangkit lalu keluar dari ruangan Agung. Sebuah tawa memekakkan telinga segera terdengar tepat setelah mereka menjauh dari Agung. Rencana mereka berhasil, Agung sepertinya mulai terpancing emosi karena mengetahui hubungan Revan dengan Valeria."Akting Mama
"Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sedang melawan ayahmu sendiri?"Revan terlihat menghela nafas, alih-alih menjawab perkataan ayahnya, Revan memilih menghampiri Valeria lalu bertanya dengan nada cemas, "Apa kamu baik-baik saja?""Ya, saya baik-baik saja."Melihat Revan yang tidak menjawabnya dan malah menghampiri Valeria, Agung Mahendra terlihat semakin marah,"Kamu sedang mengabaikan Ayah, Hah?"Revan terlihat bergeming, ia membuka jasnya sejenak lalu mengalungkan benda itu ke arah tubuh Valeria."Pak, Anda tidak perlu melakukan ini," ucap Valeria hendak melepas jas yang menghampiri di tubuhnya, namun Revan segera menahan gerakan wanita itu, "Tidak apa-apa, pakai." Balas Revan dengan nada mendominasi.Mendengar hal itu Valeria segera memakai kembali jas milik atasannya.Mata Agung Mahendra yang semula sudah menatap tajam ke arah mereka kini semakin membulat lebar dengan murka, "Sebenarnya apa yang sedang kalian lakukan di depanku?"Revan kembali menghela nafas, untuk kemudian ia membal
Sepertinya Valeria sudah gila saat menyetujui usul Revan yang memintanya untuk menjadi calon istrinya. Entah apa yang sebenarnya Valeria pikirkan saat kepalanya mengangguk begitu saja saat mendengar permintaan Revan yang terdengar begitu putus asa. Apa kewarasannya semakin lama semakin terkikis karena terlalu sering bersama dengan Revan? Atau karena hatinya terlalu goyah saat melihat wajah tampan Revan yang kuyu di hadapannya? Valeria mendesah kasar, ia memang selalu lemah terhadap pandangan menyedihkan dari orang-orang yang membutuhkan bantuannya. Pantas saja ia bisa dengan mudah dikhianati oleh Lucia dan juga Rio, Valeria memang senaif itu.Sekarang setelah persetujuan asal yang ia lakukan kemarin, Valeria harus mengikuti rencana Revan. Hari ini Revan memintanya mengikuti pria itu ke perkumpulan Keluarga Mahendra.Mobil Revan sudah menunggu di depan tatkala ia selesai mempersiapkan diri. Valeria menarik nafasnya panjang lalu keluar dari flatnya masuk menuju mobil mewah pria itu."Ka
"Apa kau sengaja melakukan ini padaku hari ini, Revan? Apa kau membawa wanita itu hari ini untuk membuatku cemburu, begitu?"Revan tertegun mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Barbara di hadapannya. Barbara, wanita cantik yang membuatnya hampir setengah gila karena memilih menikahi ayahnya dibandingkan dengan dirinya. Malam dimana dirinya dan juga Valeria melakukan hal tidak senonoh itu merupakan malam pengantin wanita tercintanya ini dengan sang ayah. Begitulah kebenarannya, Revan melampiaskan seluruh kerinduan dan nafsunya terhadap Barbara kepada Valeria. Barbara adalah kekasih Revan, kekasih yang hendak dikenalkannya pada sang ayah, namun suatu kejutan tidak terduga menghampirinya terlebih dulu, sang ayah malah mengenalkan Barbara sebagai calon istrinya. Barbara telah mengkhianatinya secara kejam, membuat hatinya benar-benar mati hingga mempermainkan banyak perempuan sesuka hati.Awalnya Revan hanya hendak bermain-main dengan Valeria seperti para wanita lain yang menggodanya ke
"Apa maksud?"Melihat Barbara yang menatapnya dengan raut wajah tidak mengerti membuat Revan seketika mendengus, "Rupanya kau benar-benar tidak tahu. Baiklah akan ku beritahu yang sebenarnya terjadi akhir-akhir ini karena kekacauan yang kita buat. Aku dipecat oleh ayahku."Barbara tersentak mendengar ucapan Revan, "Apa?""Ya aku baru saja dipecat secara tidak hormat oleh ayahku kemarin. Semua pemilik saham mengambil keputusan agar aku dikeluarkan dari perusahan. Jadi ya sekarang, aku tidak memiliki apa-apa. Aku bahkan berniat menjual apartemen ini nanti,"Mata Barbara seketika melebar, ia mundur beberapa langkah dari pegangan Revan. Kata-kata Revan sekarang seolah tidak bisa dipercaya, "Kau bercanda, bukan?""Astaga, untuk apa aku bercanda? Jadi kau benar-benar ingin bersamaku. Kalau begitu pertama kita jual tas mewahmu ini!"Revan seketika bergerak ke arah Barbara hendak merampas tasnya. Melihat tindakan Revan, Barbara semakin terkejut ia menepis tangan Revan dengan panik, "Apa yang
Melihat Revan yang masih saja terdiam saat ia mengulurkan berkas perceraian itu, Valeria seketika menghela nafas. Ia segera menyimpan berkas itu di atas meja lalu berkata, "Jika Anda masih tidak mau menerimanya terserah. Saya akan menyimpan berkas itu di sini. Anda harus menandatanganinya segera.""Lalu bagaimana dengan anak kita?" Tanya Revan lirih. Penyesalan yang ia rasakan semakin dalam. Ia sudah hancur lebur saat ini dan kehancurannya semakin terasa menyakitkan karena harus berpisah dengan Valeria."Saya yang akan merawatnya sendirian.""Tapi aku ayahnya, Valeria. Tidak bisakah kau memberiku kesempatan lagi? Setidaknya untuk anak kita?""Saya yang akan mengurusnya, Anda tidak perlu khawatir. Anda bisa melakukan apapun yang Anda mau tanpa harus terbebani dengan janin yang sedang saya kandung ini."Satu air mata seketika jatuh dari kelopak mata Revan. Merasa sangat terpukul karena ia sama sekali tidak berdaya. Kesalahannya terhadap wanita yang dicintainya ini memang sungguh tidak b
"Ada pengumuman mendadak yang diselenggarakan oleh Pak Agung dan seluruh pemilik anggota saham hari ini, Pak. Anda harus datang,"Revan menghela nafasnya panjang setelah mendapat pesan dari Erik beberapa menit yang lalu. Sudah ia duga ayahnya tidak akan menunggu lama untuk menyelesaikan masalah mereka. Tepat setelah hubungan masa lalu dirinya dan juga Barbara terbongkar, ayahnya segera bertindak.Revan segera masuk ke dalam ruang meeting yang sudah diisi oleh anggota pemilik saham dan juga ayahnya sendiri. Masalahnya dengan Barbara pasti akan ayahnya gunakan untuk menyingkirkannya dari perusahaan ini."Rupanya kamu masih punya muka untuk datang ke perusahaan,"Revan hanya terdiam mendengar sindiran sang ayah sebelum rapat berlangsung. Kali ini ia memilih untuk tidak mendebat pria paruh baya yang sedarah dengannya itu. Ia yakin setelah mengetahui sifat Barbara, ayahnya sama terlukanya dengan dirinya."Rasakan sendiri akibat dari perbuatanmu, Revan. Aku akan mendepakmu dari perusahaan k
Melihat Barbara yang hanya terdiam, penjaga keamanan itu kembali mengulurkan tangannya, "Bu? Tolong kuncinya...""Yang benar saja, kamu lupa siapa saya?""Berikan kunci itu Barbara, mobil itu merupakan pemberianku!"Barbara berdecak saat Agung rupanya sudah menyusulnya keluar, dengan kesal ia mengembalikan kunci kepada penjaga keamanan itu, "Aku sama sekali tidak butuh mobil ini!" ujarnya dengan nada angkuh sambil melirik ke arah Agung.Setelah berkata seperti itu, Barbara segera menyetop taksi lalu masuk ke dalamnya. Ia sangat kesal dengan tindakan Agung yang seenaknya, seharusnya sejak dulu ia meninggalkan Agung agar ia tidak perlu bersusah payah seperti ini. Barbara segera meminta supir taksi untuk bergerak menuju ke alamat Revan. Ia harus segera kembali bersama Revan agar tua bangka itu tau rasa.Setelah sampai Barbara mengetuk pintu Revan dengan kuat."Revan buka! Tolong buka pintunya Revan!"Revan segera membuka pintu lalu terhenyak melihat Barbara di sana, "Barbara? Kenapa kau
"Revan!"Revan memutar matanya dengan jengah saat melihat Barbara ada di depan apartemennya. Setelah membuat dirinya dan Valeria bertengkar, bagaimana bisa Barbara masih memiliki muka untuk menemuinya?Revan memilih mengabaikan wanita itu lalu berjalan maju meninggalkannya."Revan, aku sedang bicara! Aku bahkan sudah jauh-jauh datang kemari, kenapa kamu malah mengabaikan ku?"Revan berdecak saat Barbara menarik lengannya dengan kuat. Ia menatap Barbara dengan raut wajah kesal, "Tidak ada yang menyuruhmu untuk datang kemari, Barbara. Ada apa? Apa yang kau inginkan lagi sekarang?""Kenapa kau selalu bersikap dingin padaku Revan? Aku kemari tentu saja untuk menemuimu."Revan menghela nafasnya panjang mendengar ucapan Barbara, "Sebenarnya apa lagi yang kau inginkan dariku? Kau sudah berhasil membuat Valeria keluar dari rumah ini sekarang. Keinginanmu sudah terpenuhi, jadi tolong berhenti menggangguku."Sepertinya Barbara sama sekali tidak mendengarkan nada bahasa Revan yang sama sekali ti
Agung Mahendra tidak menyangka jika Valeria akan mengajaknya bertemu hari ini. Meski entah apa yang sebenarnya ingin wanita muda itu katakan hingga menyebutkan nama Barbara dan Revan hanya agar ia tidak menolak pertemuan mereka.Agung mengepalkan sebelah tangannya, lihat saja jika wanita rendahan itu berkata hal yang konyol, ia sungguh tidak akan diam saja kali ini.Agung merapihkan jasnya sebelum ia menghampiri Valeria. Tatapannya angkuh menatap tajam ke arah Valeria yang sudah datang terlebih dulu di tempat pertemuan mereka."Akhirnya Anda datang," ujar Valeria dengan senyuman tipis.Agung sama sekali tidak menunjukkan keramahtamahannya, "Sebenarnya apa yang ingin kau katakan? Hubungan kita bukanlah sebagai mertua dan menantu yang baik hingga bisa berbincang seperti ini.""Bukankah Anda datang kemari karena penasaran dengan apa yang hendak saya katakan? Silahkan duduk terlebih dulu," ujar Valeria sambil mengulurkan tangannya meminta Revan untuk duduk di hadapannya.Agung berdeham se
Tadinya Revan hanya ingin mengikuti Valeria diam-diam tanpa diketahui oleh wanita itu. Setelah meninggalkan kediaman mereka semalam, Valeria sama sekali tidak mau mengangkat panggilannya. Wanita itu terus saja menghindar seolah ingin menjauh darinya setelah semua yang terjadi. Baru semalam Valeria meninggalkan rumah, tapi sungguh Revan sudah teramat kehilangannya. Jadi di sinilah ia sekarang menguntit wanita itu diam-diam demi untuk mengetahui kabarnya. Namun, siapa yang menyangka, Rionandra tiba-tiba muncul di sana memaksa Valeria entah untuk apa. Apa pria itu sengaja melakukan itu demi mendekati Valeria lagi?Revan segera mengambil langkah, tatapannya tajam mengarah ke arah tangan Valeria yang dicekal oleh Rionandra."Lepaskan dia, Pak Rionandra Mahendra."Mau tak mau Rio melepaskan pegangan tangannya, keduanya saling menatap tajam seolah sama-sama saling menantang."Sedang ada urusan apa Anda dengan istri saya?" tanya Revan dengan nada dominan.Rio terlihat mendengus, "Astaga, apa
Hari ini Rio sengaja mengajukan cuti demi bertemu Valeria. Ia berdiri di depan rumah mertuanya dengan bingung. Ia datang kemari tanpa pemberitahuan terlebih dulu, alasan apa yang bisa ia berikan kepada mertuanya agar tidak menimbulkan rasa curiga. Ah sudahlah, ia bisa berpura-pura menanyakan masalah pekerjaan sambil menemui Valeria.Rio segera menekan bel pintu, asisten rumah tangga Yanuar yang sudah mengenalnya segera mempersilahkan dirinya untuk masuk.Setelah meminta menunggu sebentar, Kalina datang menyambutnya."Rio, kenapa datang kemari mendadak begini? Kamu sendirian?"Rio mengangguk kecil, "Ya, Rio sendiri, Ma. Kata Lucia, kalian juga akan bertemu nanti sore.""Ah ya Mama mau pergi dengan Lucia, sudah lama sekali Mama tidak jalan-jalan dengan anak Mama."Rio hanya tersenyum, ia melemparkan pandangannya ke seluruh rumah, mencari keberadaan Valeria. Melihat gerak gerik Rio, Kalina menjadi curiga, "Kamu kenapa datang kemari?"Mendapat teguran dari Kalina, Rio menyentuh tengkuknya
"Aku akan berpisah dari Revan Mahendra,"Perkataan Valeria sontak membuat Herman tertegun di tempat, ia menatap ke arah puterinya mencoba mencari keraguan dalam nada bicara yang penuh dengan keyakinan itu, namun Valeria tetap menatapnya dengan tatapan tajam seolah sudah yakin dan memutuskan semuanya dengan tepat."Berpisah? Tapi bukankah pernikahan kalian baru berusia seumur jagung?""Pernikahan kami hanyalah sebuah kesepakatan untuk saling membantu, cepat atau lambat pernikahan ini akan berakhir, jadi aku hanya mempercepatnya.""Kau yakin?"Ada jeda sejenak untuk kemudian Valeria mengangguk, "Ya, jadi ayah tidak perlu bertanya bagaimana sikap dirinya padaku. Ku rasa tidak ada kewajiban dia harus berbuat baik padaku di pernikahan ini, benar bukan?"Meski merasa kesal dengan fakta yang diberikan oleh Valeria, Herman terlihat menghela nafas. Ya, pernikahan puterinya memang bukanlah pernikahan yang bisa dikatakan normal, jadi bagaimana bisa mereka menuntut keluarga Mahendra untuk bersika