"Astaga Sayang!"Kalina berteriak dengan histeris saat melihat keadaan kamar Lucia yang begitu kacau. Semuanya berantakan layaknya kapal pecah, Kalina benar-benar tidak menduga bahwa keadaan Lucia menjadi sekacau ini. Ia segera berlari menghampiri puterinya yang terduduk dengan memeluk lutut sambil menangis hebat."Rio meninggalkan aku, Ma. Dia benar-benar meninggalkan aku huhuhu."Kalina segera memeluk erat Lucia, mengusap-usap bahunya untuk menenangkan puterinya itu."Sayang, tenanglah Sayang.""Mana bisa aku tenang Ma, kak Rio sudah kehilangan minat padaku. Ini semua gara-gara Valeria, dia pasti sengaja ingin menarik perhatian Kak Rio disaat pernikahan kami." Jerit Lucia histeris."Sayang, tenanglah. Mama akan mencari cara.""Memangnya apa yang bisa kita lakukan? Valeria memiliki Revan Mahendra yang bisa memberikan apapun untuknya, sedangkan aku? Aku malah ditinggalkan oleh Kak Rio, ini sungguh tidak adil, Ma! Tidak adil!" teriak Lucia kembali semakin histeris."Tentu saja kita mem
Melihat bahwa Agung mulai terpancing emosi, Kalina seketika tersenyum, ia mulai membuka mulutnya dengan menggebu-gebu, "Namanya Valeria, dia bekerja di kantor putera Anda. Tapi tolong Tuan, Anda jangan melukainya karena dia adalah puteri saya juga." balasnya masih menyimpan kepura-puraannya. Mendengar kenyataan itu, Agung seketika bangkit, wajahnya semakin merah padam, "Apa? Jadi wanita rendah itu juga bekerja di kantor anakku?""Tolong jangan marah, saya mengatakan hal ini hanya ingin menyapa Anda. Tolong jangan lukai puteri saya. Saya mohon," ucap Kalina dengan air mata buaya yang mulai berderai."Keluar, biar aku yang mengurusnya.""Tapi Pak, tolong... Tolong jangan lukai puteri saya.""Keluar ku bilang!"Kalina dan Lucia segera bangkit lalu keluar dari ruangan Agung. Sebuah tawa memekakkan telinga segera terdengar tepat setelah mereka menjauh dari Agung. Rencana mereka berhasil, Agung sepertinya mulai terpancing emosi karena mengetahui hubungan Revan dengan Valeria."Akting Mama
"Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sedang melawan ayahmu sendiri?"Revan terlihat menghela nafas, alih-alih menjawab perkataan ayahnya, Revan memilih menghampiri Valeria lalu bertanya dengan nada cemas, "Apa kamu baik-baik saja?""Ya, saya baik-baik saja."Melihat Revan yang tidak menjawabnya dan malah menghampiri Valeria, Agung Mahendra terlihat semakin marah,"Kamu sedang mengabaikan Ayah, Hah?"Revan terlihat bergeming, ia membuka jasnya sejenak lalu mengalungkan benda itu ke arah tubuh Valeria."Pak, Anda tidak perlu melakukan ini," ucap Valeria hendak melepas jas yang menghampiri di tubuhnya, namun Revan segera menahan gerakan wanita itu, "Tidak apa-apa, pakai." Balas Revan dengan nada mendominasi.Mendengar hal itu Valeria segera memakai kembali jas milik atasannya.Mata Agung Mahendra yang semula sudah menatap tajam ke arah mereka kini semakin membulat lebar dengan murka, "Sebenarnya apa yang sedang kalian lakukan di depanku?"Revan kembali menghela nafas, untuk kemudian ia membal
Sepertinya Valeria sudah gila saat menyetujui usul Revan yang memintanya untuk menjadi calon istrinya. Entah apa yang sebenarnya Valeria pikirkan saat kepalanya mengangguk begitu saja saat mendengar permintaan Revan yang terdengar begitu putus asa. Apa kewarasannya semakin lama semakin terkikis karena terlalu sering bersama dengan Revan? Atau karena hatinya terlalu goyah saat melihat wajah tampan Revan yang kuyu di hadapannya? Valeria mendesah kasar, ia memang selalu lemah terhadap pandangan menyedihkan dari orang-orang yang membutuhkan bantuannya. Pantas saja ia bisa dengan mudah dikhianati oleh Lucia dan juga Rio, Valeria memang senaif itu.Sekarang setelah persetujuan asal yang ia lakukan kemarin, Valeria harus mengikuti rencana Revan. Hari ini Revan memintanya mengikuti pria itu ke perkumpulan Keluarga Mahendra.Mobil Revan sudah menunggu di depan tatkala ia selesai mempersiapkan diri. Valeria menarik nafasnya panjang lalu keluar dari flatnya masuk menuju mobil mewah pria itu."Ka
"Apa kau sengaja melakukan ini padaku hari ini, Revan? Apa kau membawa wanita itu hari ini untuk membuatku cemburu, begitu?"Revan tertegun mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Barbara di hadapannya. Barbara, wanita cantik yang membuatnya hampir setengah gila karena memilih menikahi ayahnya dibandingkan dengan dirinya. Malam dimana dirinya dan juga Valeria melakukan hal tidak senonoh itu merupakan malam pengantin wanita tercintanya ini dengan sang ayah. Begitulah kebenarannya, Revan melampiaskan seluruh kerinduan dan nafsunya terhadap Barbara kepada Valeria. Barbara adalah kekasih Revan, kekasih yang hendak dikenalkannya pada sang ayah, namun suatu kejutan tidak terduga menghampirinya terlebih dulu, sang ayah malah mengenalkan Barbara sebagai calon istrinya. Barbara telah mengkhianatinya secara kejam, membuat hatinya benar-benar mati hingga mempermainkan banyak perempuan sesuka hati.Awalnya Revan hanya hendak bermain-main dengan Valeria seperti para wanita lain yang menggodanya ke
Valeria tidak pernah menyangka jika pria di hadapannya akan menipunya dengan parah seperti ini. Seharusnya ia menyadarinya, pantas saja seorang Revan Mahendra mau terlibat dengan dirinya, pantas saja pria itu mau menikah dengannya padahal dengan status keluarganya yang luar biasa, ia bisa mengabaikan malam itu dengan mudah. Ternyata Revan memiliki keinginan di balik kebaikannya selama ini. Tenyata Revan tengah memanfaatkan dirinya yang tidak tahu apapun.Meski seluruh kontak fisik dari pria itu ia tolak, Revan masih saja mencoba menyentuh tangannya."Saya bisa menjelaskan semuanya, tapi jangan di sini. Ayo kita bicara di mobil.""Tidak perlu,""Hanya sebentar, Valeria. Kamu bisa menanyakan apa saja pada saya. Saya akan menjawabnya."Meski saat ini amarah dan kekecewaan tengah menguasainya, namun Valeria sungguh ingin tahu kenapa Revan malah menipunya dengan kejam seperti ini."Baik, tapi tolong lepaskan tangan saya."Mendengar hal itu tangan Revan yang tengah memegang Valeria seketika
"Apa? Keluar?"Valeria mengangguk mendengar pertanyaan Revan yang sepertinya tidak menduga hal ini. Ya benar, setelah semalaman ia berpikir, setelah semalaman ia merasa terkhianati dan tertipu, akhirnya Valeria sampai pada keputusan ini. Ia lebih memilih menyingkir dari kehidupan Revan daripada harus menjadi alat untuknya. Meski awalnya Valeria berpikir untuk tidak terlibat masalah perasaan dengan atasannya ini, namun segalanya terlambat. Ia tahu hatinya telah jatuh terhadap pria itu tanpa bisa ia cegah."Ya, saya memutuskan untuk keluar. Setelah seluruh tugas yang pernah Anda berikan pada saya selesai, saya akan mengajukan surat pengunduran diri saya."Mata Revan terlihat terbelalak, "Kau tidak sedang bercanda bukan? Kau bilang kau membutuhkan pekerjaan ini, Valeria.""Itu benar, tapi saya akan mencari pekerjaan lain, Anda tidak perlu khawatir. Jika tidak ada yang ingin Anda bicarakan lagi, silahkan kembali ke ruangan Anda." Balas Valeria ketus.Revan yang masih tidak terima dengan k
Valeria bergegas berjalan menuju restoran, namun ketika ia sedang berjalan dengan terburu untuk bertemu dengan Barbara tubuhnya bertabrakan dengan Erik yang terlihat hendak pergi ke arah berlawanan."Ah maaf, maafkan saya Pak Erik.""Tidak, tidak apa-apa, sepertinya Anda terlihat begitu terburu-buru, Nona Valeria." ujar Erik dengan nada heran."Ah begitulah, saya memiliki urusan penting. Kalau begitu saya permisi."Erik terlihat mengangguk kecil, namun raut wajahnya menunjukkan keheranan melihat gerak-gerik Valeria. Valeria memang terlihat sedang terburu, namun ia yang seolah mengalihkan kontak dari matanya membuat Erik merasa jika wanita yang sangat dilindungi oleh atasannya itu tengah menyembunyikan sesuatu. Dengan penasaran, Erik diam-diam mengikuti langkah Valeria yang menjauh dari area kantor. Keningnya berkerut dalam, sebenarnya Valeria mau pergi kemana?Erik terus mengikuti langkah Valeria, hingga langkahnya membawanya ke restoran tionghoa yang berada tidak jauh dari kantor mer