"Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sedang melawan ayahmu sendiri?"Revan terlihat menghela nafas, alih-alih menjawab perkataan ayahnya, Revan memilih menghampiri Valeria lalu bertanya dengan nada cemas, "Apa kamu baik-baik saja?""Ya, saya baik-baik saja."Melihat Revan yang tidak menjawabnya dan malah menghampiri Valeria, Agung Mahendra terlihat semakin marah,"Kamu sedang mengabaikan Ayah, Hah?"Revan terlihat bergeming, ia membuka jasnya sejenak lalu mengalungkan benda itu ke arah tubuh Valeria."Pak, Anda tidak perlu melakukan ini," ucap Valeria hendak melepas jas yang menghampiri di tubuhnya, namun Revan segera menahan gerakan wanita itu, "Tidak apa-apa, pakai." Balas Revan dengan nada mendominasi.Mendengar hal itu Valeria segera memakai kembali jas milik atasannya.Mata Agung Mahendra yang semula sudah menatap tajam ke arah mereka kini semakin membulat lebar dengan murka, "Sebenarnya apa yang sedang kalian lakukan di depanku?"Revan kembali menghela nafas, untuk kemudian ia membal
Sepertinya Valeria sudah gila saat menyetujui usul Revan yang memintanya untuk menjadi calon istrinya. Entah apa yang sebenarnya Valeria pikirkan saat kepalanya mengangguk begitu saja saat mendengar permintaan Revan yang terdengar begitu putus asa. Apa kewarasannya semakin lama semakin terkikis karena terlalu sering bersama dengan Revan? Atau karena hatinya terlalu goyah saat melihat wajah tampan Revan yang kuyu di hadapannya? Valeria mendesah kasar, ia memang selalu lemah terhadap pandangan menyedihkan dari orang-orang yang membutuhkan bantuannya. Pantas saja ia bisa dengan mudah dikhianati oleh Lucia dan juga Rio, Valeria memang senaif itu.Sekarang setelah persetujuan asal yang ia lakukan kemarin, Valeria harus mengikuti rencana Revan. Hari ini Revan memintanya mengikuti pria itu ke perkumpulan Keluarga Mahendra.Mobil Revan sudah menunggu di depan tatkala ia selesai mempersiapkan diri. Valeria menarik nafasnya panjang lalu keluar dari flatnya masuk menuju mobil mewah pria itu."Ka
"Apa kau sengaja melakukan ini padaku hari ini, Revan? Apa kau membawa wanita itu hari ini untuk membuatku cemburu, begitu?"Revan tertegun mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Barbara di hadapannya. Barbara, wanita cantik yang membuatnya hampir setengah gila karena memilih menikahi ayahnya dibandingkan dengan dirinya. Malam dimana dirinya dan juga Valeria melakukan hal tidak senonoh itu merupakan malam pengantin wanita tercintanya ini dengan sang ayah. Begitulah kebenarannya, Revan melampiaskan seluruh kerinduan dan nafsunya terhadap Barbara kepada Valeria. Barbara adalah kekasih Revan, kekasih yang hendak dikenalkannya pada sang ayah, namun suatu kejutan tidak terduga menghampirinya terlebih dulu, sang ayah malah mengenalkan Barbara sebagai calon istrinya. Barbara telah mengkhianatinya secara kejam, membuat hatinya benar-benar mati hingga mempermainkan banyak perempuan sesuka hati.Awalnya Revan hanya hendak bermain-main dengan Valeria seperti para wanita lain yang menggodanya ke
Valeria tidak pernah menyangka jika pria di hadapannya akan menipunya dengan parah seperti ini. Seharusnya ia menyadarinya, pantas saja seorang Revan Mahendra mau terlibat dengan dirinya, pantas saja pria itu mau menikah dengannya padahal dengan status keluarganya yang luar biasa, ia bisa mengabaikan malam itu dengan mudah. Ternyata Revan memiliki keinginan di balik kebaikannya selama ini. Tenyata Revan tengah memanfaatkan dirinya yang tidak tahu apapun.Meski seluruh kontak fisik dari pria itu ia tolak, Revan masih saja mencoba menyentuh tangannya."Saya bisa menjelaskan semuanya, tapi jangan di sini. Ayo kita bicara di mobil.""Tidak perlu,""Hanya sebentar, Valeria. Kamu bisa menanyakan apa saja pada saya. Saya akan menjawabnya."Meski saat ini amarah dan kekecewaan tengah menguasainya, namun Valeria sungguh ingin tahu kenapa Revan malah menipunya dengan kejam seperti ini."Baik, tapi tolong lepaskan tangan saya."Mendengar hal itu tangan Revan yang tengah memegang Valeria seketika
"Apa? Keluar?"Valeria mengangguk mendengar pertanyaan Revan yang sepertinya tidak menduga hal ini. Ya benar, setelah semalaman ia berpikir, setelah semalaman ia merasa terkhianati dan tertipu, akhirnya Valeria sampai pada keputusan ini. Ia lebih memilih menyingkir dari kehidupan Revan daripada harus menjadi alat untuknya. Meski awalnya Valeria berpikir untuk tidak terlibat masalah perasaan dengan atasannya ini, namun segalanya terlambat. Ia tahu hatinya telah jatuh terhadap pria itu tanpa bisa ia cegah."Ya, saya memutuskan untuk keluar. Setelah seluruh tugas yang pernah Anda berikan pada saya selesai, saya akan mengajukan surat pengunduran diri saya."Mata Revan terlihat terbelalak, "Kau tidak sedang bercanda bukan? Kau bilang kau membutuhkan pekerjaan ini, Valeria.""Itu benar, tapi saya akan mencari pekerjaan lain, Anda tidak perlu khawatir. Jika tidak ada yang ingin Anda bicarakan lagi, silahkan kembali ke ruangan Anda." Balas Valeria ketus.Revan yang masih tidak terima dengan k
Valeria bergegas berjalan menuju restoran, namun ketika ia sedang berjalan dengan terburu untuk bertemu dengan Barbara tubuhnya bertabrakan dengan Erik yang terlihat hendak pergi ke arah berlawanan."Ah maaf, maafkan saya Pak Erik.""Tidak, tidak apa-apa, sepertinya Anda terlihat begitu terburu-buru, Nona Valeria." ujar Erik dengan nada heran."Ah begitulah, saya memiliki urusan penting. Kalau begitu saya permisi."Erik terlihat mengangguk kecil, namun raut wajahnya menunjukkan keheranan melihat gerak-gerik Valeria. Valeria memang terlihat sedang terburu, namun ia yang seolah mengalihkan kontak dari matanya membuat Erik merasa jika wanita yang sangat dilindungi oleh atasannya itu tengah menyembunyikan sesuatu. Dengan penasaran, Erik diam-diam mengikuti langkah Valeria yang menjauh dari area kantor. Keningnya berkerut dalam, sebenarnya Valeria mau pergi kemana?Erik terus mengikuti langkah Valeria, hingga langkahnya membawanya ke restoran tionghoa yang berada tidak jauh dari kantor mer
Revan yang mendengar suara muntah Valeria segera mendekat padanya, ia menyentuh bahu Valeria dengan raut wajah cemas, "Ada apa? Apa kau sakit?"Valeria segera menepis tangannya, "Saya baik-baik saja. Saya harus ke toilet,"Sebelum mualnya semakin menjadi, Valeria segera berlari menuju toilet. Ia segera memuntahkan seluruh isi perutnya di dalam sana. Sial, apa yang terjadi padanya? Kenapa ia merasa mual dan pusing seperti ini?Valeria segera teringat mengenai jadwal menstruasinya yang seharusnya datang seminggu yang lalu. Mata Valeria melebar dengan sempurna. Sial, ini tidak mungkin. Tidak mungkin ia mengandung putera Revan. Ini pasti salah! Ia pasti hanya sedang mengalami keterlambatan menstruasi saja.Ya itu benar! Ia harus percaya bahwa tubuhnya baik-baik saja.Sebelum Revan menjadi curiga Valeria kembali ke ruangannya. Di sana Revan sudah menunggu, masih menampilkan raut cemas saat melihat kedatangan Valeria kembali."Kau baik-baik saja?"Valeria mengangguk lemah mendengar pertany
Mendapat tekanan seperti itu, Barbara ikut terbawa emosi, ia sungguh tidak terima Revan memarahinya karena Valeria, "Aku tidak melakukan apapun. Dia sendiri yang bilang bahwa hubungannya denganmu sudah selesai. Dia bilang hubungan kalian akan berakhir."Raut wajah Revan seketika berubah mendengar balasan Barbara. Ia segera melepas cengkramannya dari lengan wanita itu, sepertinya Barbara tidak berbohong dengan jawabannya. Ada rasa tidak nyaman ia mendengar Valeria bersikeras kepada Barbara bahwa hubungan mereka memang sudah berakhir."Sebenarnya ada apa denganmu, Revan? Kenapa kau tiba-tiba memarahiku hanya karena Valeria?" Tukas Barbara kembali dengan sebal.Revan terlihat menghela nafas, "Tidak apa-apa, aku hanya penasaran saja.""Kau begitu penasaran dengan pembicara kami sampai kau membentakku begitu?" Sambung Barbara kembali masih tidak terima mendapatkan perlakuan kasar."Baiklah aku minta maaf, saat ini kepalaku sedang pening."Barbara ikut menghela nafas, meski amarahnya tadi i