"Sekian presentasi dari saya. Ada pertanyaan?"Semua mata kita tertuju pada Lalisa yang baru saja selesai memaparkan presentasinya pagi itu. Perempuan itu memang terlihat memukau di depan sana. Pun begitu Julia yang mengakuinya."Wah! Keren sekali Bu Lalisa programnya. Saya setuju dengan ide itu, karena tidak secara langsung bisa membantu untuk promosi juga.""Betul, Pak Bayusuta. Intinya memang kami ingin membuat sesuatu yang berbeda dengan yang lainnya." Lalu Lalisa menatap satu per satu peserta meeting. "Well, jika tidak ada lagi, saya tutup presentasi hari ini. Terima kasih."Meeting selama dua jam lamanya akhirnya berakhir. Semua peserta sudah bersiap-siap untuk keluar dari ruang meeting itu saat suara Lalisa terdengar."Mas Yudhistira sibuk, ya?" Pertanyaan itu kontan membuat tidak hanya Yudhistira, tapi juga yang lainnya menoleh ke arahnya. "Ada yang mau saya bicarakan, Mas. Bisa ngobrol sebentar?""Wah, kayaknya ngopi enak, nih!" ujar Bayusuta dengan cepat. "J, Sen, Jul, ke ro
"Mbak Julia, bisa bicara sebentar?"Usai meeting sore itu, semua orang sudah meninggalkan ruangan tersebut tanpa terkecuali Yudhistira. Menyisakan Julia dan Lalisa yang masih membereskan berkas-berkas yang ada di atas meja. Seharian penuh pekerjaan Julia hanya diisi dengan meeting bersama dengan Lalisa, dan membuat kepala Julia mendadak pening. "Mau bicara apa, Bu?""Jangan panggil saya 'Bu' dong, Mbak. Saya terlihat tua, ya?""Saya lebih nyaman memanggil Bu Lalisa dengan sebutan itu, Bu. Saya nggak mau disebut tidak sopan."Lalisa manggut-manggut mendengar ucapan Julia, lalu dia berjalan mendekati perempuan itu. "Saya dengar Mbak Julia sama Mas Yudhistira mau nikah? Benar, ya Mbak?"Julia terhenyak selama beberapa saat. Rupanya Yudhistira tidak pernah main-main dengan ucapannya. Dia benar-benar mengakuinya dengan Lalisa tentang hubungan mereka."Mbak Julia pasti sudah tahu kalau saya adalah mantannya Mas Yudhistira, kan? Cinta pertamanya.""Iya, Mbak.""Saya pikir Mas Yudhistira n
[Yudhistira Ghautama: Sayang, sudah berangkat?][Belum, masih siap-siap. Kenapa?][Yudhistira Ghautama: Pengen lihat cantiknya.]Lalu tak lama setelahnya, Julia membuka aplikasi kamera pada ponselnya, kemudian berswafoto untuk mengambil gambar dirinya.[Udah cantik belum?]Tidak ada balasan dari Yudhistira, n
[Yudhistira Ghautama: Selamat pagi, Sunshine. Sudah bangun?]Julia menggeliat di atas tempat tidurnya saat merasakan ponselnya bergetar. Perempuan itu mengerjapkan mata, jam di pojokan ponselnya menunjukkan angka lima pagi. [Iya.] balas Julia dengan singkat. Lalu tak lama setelahnya, pesan dari Yudhistira kembali muncul.[Yudhistira Ghautama: Sayang udah bangun, ya? Boleh saya telepon?]Julia tidak membalasnya lantaran perutnya terasa mual tak seperti biasanya. Perempuan itu hendak membalas pesan dari Yudhistira saat bersamaan dengan ponselnya yang sudah lebih dulu bergetar, memunculkan nama Yudhistira Ghautama. Rupanya panggilan video.Julia menggeser ponselnya, lalu tak lama setelahnya, wajah Yudhistira tertampil memenuhi layar ponselnya. "Astaga, belum bangun, ya? Saya ganggu kamu, ya?" kata Yudhistira dari seberang sana."Nggak, kok Pak. Saya udah bangun. Cuma ngerasa lagi nggak enak badan aja, sih. Makanya agak mager sekarang.""Ke dokter, ya? Saya anterin?"Julia menggeleng. "
"Mas, setelah dari kantor Pak William, bagaimana kalau kita mampir brunch dulu?""Saya nggak bisa, Sa. Saya banyak kerjaan hari ini. Saya harus kembali ke kantor segera," jawab Yudhistira tanpa memalingkan wajahnya.Lalisa tersenyum kecut. Semenjak Yudhistira pertemuan mereka waktu itu, dan dia mengumumkan hubungannya dengan Julia, pria itu berubah menjadi sosok yang dingin."Tapi saya lapar, Mas. Sejak pagi tadi saya belum sarapan, Mas Yudhistira tega sama saya?" ujar Lalisa kembali membujuknya.Yudhistira membuang napas. "Mau brunch di mana?"Detik itu juga, Lalisa tersenyum lebar. "Gimana kalau kita mampir ke Continental Restaurant? Di sana menyediakan buffet brunch all you can eat, Mas."Lalu tanpa mengatakan apa-apa, Yudhistira membelokkan mobilnya menuju jalan utama dan bergegas menuju restoran yang baru saja disebutkan Lalisa.Sepanjang perjalanan menuju Continental Restaurant, tidak ada yang bersuara. Pun begitu dengan Yudhistira yang memilih untuk fokus dengan kemudinya. Terl
Jeda selama beberapa saat, Julia mencoba memahami situasi yang kini tengah terjadi. Sesekali wajahnya menunduk, menatap nanar pada alat tespek yang kini terlihat bergaris dua.Julia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan perlahan. Mendadak kepalanya terasa pening, saat bayangan Yudhistira dan Lalisa yang tengah berpelukan tadi kembali terngiang di kepalanya.Tangan Julia bergerak ke bawah, mengusap perutnya yang terlihat datar. Perempuan itu mengulas senyuman kecil, lalu dia bergumam lirih."Hei, Dede. Kita kasih tahu Papa nanti, ya? Nggak sekarang, Mama lagi kecewa sama Papa kamu soalnya," gumam Julia saat itu.Setelah menyimpan alat tespeknya itu ke dalam tasnya, Julia lantas bergegas kembali ke ruangannya. Dia melangkah dengan gontai, rasa sesak sekaligus kesal yang kini teraduk menjadi satu, membuatnya bingung harus bersikap seperti apa sekarang.Katanya udah nggak punya perasaan, kok peluk-pelukan?Katanya udah mantan, tapi kenapa hp-nya dibawa sama mantan?Katany
Julia mengayunkan langkahnya meninggalkan Diamond Group saat waktu sudah menunjuk angka tiga sore.Perempuan itu juga menyempatkan diri untuk berpamitan dengan Arjuna dan Bayusuta sebelum dia meninggalkan kantor."Pak, kalau butuh sesuatu tapi ponsel saya nggak aktif, cari saya lewat email, ya?""Astaga, Jul. Saya nggak mungkin setega itu minta kamu tetap bekerja disaat kamu sedang sakit begini.""Tapi juga jangan lama-lama sakitnya, Jul.""Iya, Pak." "Jangan lupa ke dokter juga, minta adikmu itu buat nganterin periksa dulu.""Iya, Pak. Kalau gitu saya pulang dulu, ya? Jangan pada kangen.""Nye nye nye nye…" cibir Bayusuta. "Eh, by the way, udah sampai sore gini si Kampret belum pulang juga. Dia ke mana, sih?""Coba lo telepon.""Awas aja kalau doi masih berduaan sama si Nenek Lampir, ya!"Julia yang mendengarnya, memilih untuk tidak mengacuhkannya. Perempuan itu meninggalkan ruangan tersebut, dengan sisa-sisa rasa kesalnya dengan tidak adanya kabar dari Yudhistira.Setibanya Julia d
Setelah mengalami pergulatan hebat dalam dirinya, Yudhistira yang tiba-tiba tak sadarkan diri, membuat Lalisa lantas cemas.Beruntung mereka sedang berada di rumah sakit. Lalisa bisa langsung meminta bantuan medis untuk segera memeriksakan kondisinya."Bagaimana kondisinya, Dok?""Pasien hanya mengalami syok, dan hal itu membuat kondisinya jadi drop, hingga jatuh pingsan. Kami sudah memberikan infus agar pasien tetap mendapatkan asupan cairan di dalam tubuhnya. Ditunggu saja sampai pasien sadarkan diri.""Baik, Dok. Terima kasih."Lalisa lantas kembali mendekati brankar di mana Yudhistira kini tengah terlelap di sana. Ada perasaan cemas yang kini tengah menyelimutinya lantaran sudah beberapa jam lamanya pria itu tak kunjung sadarkan diri."Mas?" Lalisa bangkit dan mendekati Yudhistira saat melihat pria itu bergerak. "Mas, kamu udah bangun?"Yudhistira mengerjapkan matanya. Dia lantas mengedarkan pandangan ke sekitar, sembari mengumpulkan kesadarannya."Saya di mana, Lalisa?""Mas Yudh
JULIA menggeliat di atas tempat tidurnya. Matanya mengerjap menatap langit-langit kamarnya pagi itu. Samar-samar suara kicauan burung terdengar dari luar kamarnya. Aroma wangi dupa khas Bali dan hawa sejuk yang menyelinap masuk, membuat perempuan itu kembali menaikkan selimutnya tinggi-tinggi demi menghalau rasa dingin.Julia lantas menolehkan wajahnya ke samping, dan mendapati suaminya masih terlelap dalam tidurnya. Dia memiringkan badannya agar bisa menatap Yudhistira dengan leluasa bersamaan dengan rasa nyeri pada pangkal pahanya.Julia tersenyum masam. Perempuan itu baru tahu jika hanya dengan menatap tubuhnya yang telanjang bulat, suaminya akan berubah menjadi liar dan maniak. Bahkan dia tidak menyangka jika Yudhistira akan memborgolnya di tiang ranjang, sementara pria itu mencumbuinya dengan membabi buta.“Mas…” desah perempuan itu leher.Satu kakinya diangkat ke atas, sementara kedua tangannya berada di atas tiang ranjang tidurnya dengan posisi tangannya diborgol. Tubuh perempu
“Bee…”“Iya, Mas?”“Kamu istri aku, kan?”Butuh jeda selama beberapa saat bagi Julia memahami kalimat yang baru saja dilontarkan Yudhistira. Namun saat pria itu semakin merapatkan tubuhnya agar mendekat, Yudhistira memiringkan wajahnya lalu mencium bibirnya Julia dengan singkat.“I want you, Bee,” bisiknya dan detik itu juga sekujur tubuh Julia meremang.Tidak memberikan kesempatan Julia menjawab ucapannya, pria itu sudah lebih dulu membungkam bibir Julia dengan bibirnya. Rasa hangat yang mendadak menjalar di tubuhnya seketika membuat Julia mempererat pelukannya sembari melingkarkan kedua tangannya ke belakang kepala Yudhistira.Ciuman yang semula lembut, berubah menjadi terburu-buru. Yudhistira semakin memperdalam ciumannya. Gerakannya yang tak sabaran menciptakan gelombang air di sekitarnya, dan hal itu membuat mereka kesulitan bergerak. Dengan mengangkat tubuh Julia sedikit, Yudhistira lantas bergerak ke tepi. Merapatkan tubuh istrinya ke pinggiran kolam, lalu mendesaknya di sana.
Pesawat komersial yang diterbangkan dari Jakarta akhirnya mendarat sempurna di Pulau Dewata. Dengan langkah pelan, Yudhistira bahkan sejak tadi enggan melepaskan genggaman tangannya pada Julia.“Aku mau ke toilet dulu, Mas. Mas mau ikut?” Yudhistira menurunkan pandangannya pada tangan mereka yang saling bertautan, lalu terkekeh.“Aku tunggu di sini, ya Bee.”“Iya.”Julia lantas berjalan meninggalkan Yudhistira untuk menyelesaikan urusannya di toilet. Sementara pria itu berdiri merapat ke dinding. Tangannya menyentuh ponselnya, sibuk memastikan jika mobil yang telah disewanya sudah berada di bandara. Pun begitu dengan hotel yang akan digunakan untuk menginap selama tiga hari ke depan.“Udah?” Yudhistira menegakkan posisi berdirinya lalu menghampiri Julia yang baru saja keluar dari toilet. “Udah, Mas. Kita ambil koper dulu, kan?”“Iya. Kebetulan juga mobil yang disewa kita udah menunggu di area penjemputan.”“Mas mau bawa mobil sendiri?”“Iya, dong Bee. Aku lebih nyaman nyetir sendiri
“Kalau gitu aku siapin airnya dulu, ya Mas.”Namun baru saja Julia hendak bangkit dari duduknya, Yudhistira sudah lebih dulu menahannya. Julia lantas kembali duduk di pangkuan pria itu dengan tatapannya tertoleh ke arahnya.“Kamu lagi nggak menghindari aku kan, Bee?” tembak pria itu dengan cepat.Julia memalingkan wajah sambil menggigit bibirnya. “Mas… aku sedikit gugup.”“Gugup kenapa?” tanya Yudhistira pura-pura.Julia menautkan kedua tangannya di atas pangkuannya, masih menghindari tatapan Yudhistira. “Kita mau malam pertama sekarang?”Dan detik itu juga Yudhistira tertawa. “Really, Bee?”“Mas, kok ketawa, sih? Emang ada yang salah sama pertanyaan aku, ya?” tanya perempuan itu dengan wajahnya yang ditekuk.“Bee, astaga. Kamu dari tadi menghindari aku cuma karena kepikiran soal malam pertama?”Julia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Bibirnya terkatup rapat dengan wajahnya yang ditekuk. Agak kesal lantaran Yudhistira justru menertawainya.“Mas, aku serius, lho.”Yudhistira lan
"Titip Julia, ya Nak. Babak baru dalam hidup kalian baru saja dimulai. Papa berharap kamu bisa menjaga Julia." Lalu Nicolas menoleh ke arah Julia. "Baktimu sekarang untuk suami. Jadi istri yang baik, ya Nduk.""Iya, Pa."“Saya akan menjaga Julia, Pa.”Julia memeluk Nicolas dengan erat, air matanya jatuh membasahi wajah cantiknya. Dia tidak pernah merasakan sebahagia ini sampai-sampai dia terharu dan hanya bisa menangis."Selamat, ya Sayang. Semoga kalian bisa menjalani bahtera rumah tangga dengan baik. Mama akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua."Julia lantas menarik diri lalu berhambur memeluk Marsya. Dia bisa merasakan hangatnya pelukan sang ibu. Ada kebahagiaan tersendiri yang kini tengah dirasakan Julia."Makasih banyak, Ma."Sementara Yudhistira menepuk punggung keduanya, ikut merasakan kelegaan yang luar biasa.Masih diselimuti dengan suasana haru, Julia berulang kali menundukkan wajahnya. Perempuan itu khawatir jika penampilannya kali ini sudah berantakan akiba
JULIA diam mematung di depan layar kaca yang berukuran cukup besar saat Disha sibuk merias wajahnya. Jantungnya berdegup kencang, lantaran hari ini akan menjadi hari bersejarah dalam hidupnya.Dengan riasan yang sederhana juga balutan dress berwarna putih gading. Julia terlihat begitu cantik dan memesona. Tidak ada riasan mewah dan berlebihan. Karena sejak awal mereka memutuskan untuk menggelar pernikahan sederhana di salah satu hotel berbintang lima di Jakarta.Pun begitu dengan tamu yang diundang. Sebagian dari mereka hanyalah staf Diamond Group dan kerabat keluarga terdekat yang kebanyakan dari mereka dibawa dari Yogyakarta. "Gugup ya, Mbak? Mbak cantik banget, kok. Mas Yudhistira pasti pangling banget lihat Mbak Julia nanti.”Suara teguran Disha yang memecah keheningan sontak membuat Julia yang tadinya hanya diam, lantas memaksakan diri untuk tersenyum sembari menatap Disha dari pantulan kaca yang ada di hadapannya."Kelihatan, ya?"Disha mengulas senyum. "Banget. Santai, Mbak. M
"Apa beneran kita nggak bisa ketemu, Bee? Sebentar saja gitu? Aku kangen sama kamu."Terdengar kekehan dari seberang sana, dan Yudhistira menyadari jika calon istrinya itu tengah menertawakannya."Apa cuma aku yang kangen sama kamu, sementara kamu nggak kangen?" ujar pria itu setelah tak kunjung mendapatkan jawaban dari Julia.Bagaimana bisa pria yang besok akan menyandingnya di hadapan penghulu, juga berdiri di sampingnya di atas pelaminan itu terlihat kecewa seperti bocah tantrum?"Bee…""Astaga, Mas. Kamu nggak paham makna pingitan atau gimana, sih?""Emang nggak paham! Aku kangen sama kamu, titik. Dan sekarang aku pengen banget ketemu sama kamu!" sahut Yudhistira dengan cepat."Tinggal menghitung jam saja, Mas. Nanti malam aku sama Papa dan kerabat yang lainnya bakalan ke hotel, kok.""Jadi kita bisa ketemu nanti malam?""Nggak, dong. Kita ketemunya besok pas mau dirias."Yudhistira meraup wajahnya dengan gusar. Dia sangat yakin jika tradisi pingitan ini tidak semua orang melakuka
“Bee, belum siap?”Julia baru saja selesai melangsungkan ritual mandinya. Dia masih mengenakan handuk yang melilit tubuhnya saat Yudhistira baru saja tiba di rumahnya."Maaf, Mas. Tadi Disha telepon. Aku sampai lupa waktu pas ngebahas soal dekorasi dan venue sama dia. Makanya aku baru selesai mandi. Aku ganti baju dulu, deh.""Ya udah."Julia lantas menghilang dari balik pintu kamarnya, sementara Yudhistira menunggunya di sofa dengan satu tangannya yang memegang ponselnya.PENANGKARAN BUAYA DIAMOND GROUPBayusuta Bimantara: @Yudhistira lo di mana, Nyet? Belum sampai venue juga?Yudhistira Ghautama: barusan kelar mandiin Julia.Bayusuta Bimantara: Bangsat! Bisa-bisanya lo!Yudhistira Ghautama: apaan sih lo? Kalau kangen bilang!Bayusuta Bimantara: Jijik!Yudhistira Ghautama: Mentang-mentang sekarang udah ada Dek @Divya ya, Beb?La Divya Kamandaka: apa nih saya disebut-sebut?Bayusuta Bimantara: Sejak kapan ada anak bayi di grup ini, sih?Yudhistira Ghautama: Hai, Dek @Divya ❤Bayusuta
Yudhistira terkekeh saat Mahesa membanting pintu pantry sembari menahan wajah kesalnya. Pria itu menoleh ke arah Julia lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir perempuan itu."Mumpung si Anak Singa udah nggak ada, mau dilanjut lagi?"Seketika Julia membelalak. "Mas!"Yudhistira terkekeh. Dia meraih sejumput rambut perempuan itu, lalu menyelipkannya ke belakang telinga. Wajah Julia yang terlihat sedikit berantakan membuat Yudhistira tidak habis pikir dengan tindakannya barusan."Aku tunggu di kantin nanti jam satu ya, Bee. Makan siang bareng sama sekalian bahas persiapan pernikahan kita.""Harus banget dibahas di kantor?""Kalau bahasnya di rumah kamu atau di apartemenku, bisa-bisa malah bahas yang lain-lain, Bee." Yudhistira mengerling nakal ke arah Julia. "Nggak tahu aja kalau nunggu dua bulan lamanya itu berasa kayak dua abad! Kasian yang di bawah sana udah meronta-ronta pengen diajak goyang.""Astaga, Mas! Yang ini dulu gimana? Pak Mahesa pasti ngamuk sama aku," ujar Julia dengan