"Mbak Julia, bisa bicara sebentar?"Usai meeting sore itu, semua orang sudah meninggalkan ruangan tersebut tanpa terkecuali Yudhistira. Menyisakan Julia dan Lalisa yang masih membereskan berkas-berkas yang ada di atas meja. Seharian penuh pekerjaan Julia hanya diisi dengan meeting bersama dengan Lalisa, dan membuat kepala Julia mendadak pening. "Mau bicara apa, Bu?""Jangan panggil saya 'Bu' dong, Mbak. Saya terlihat tua, ya?""Saya lebih nyaman memanggil Bu Lalisa dengan sebutan itu, Bu. Saya nggak mau disebut tidak sopan."Lalisa manggut-manggut mendengar ucapan Julia, lalu dia berjalan mendekati perempuan itu. "Saya dengar Mbak Julia sama Mas Yudhistira mau nikah? Benar, ya Mbak?"Julia terhenyak selama beberapa saat. Rupanya Yudhistira tidak pernah main-main dengan ucapannya. Dia benar-benar mengakuinya dengan Lalisa tentang hubungan mereka."Mbak Julia pasti sudah tahu kalau saya adalah mantannya Mas Yudhistira, kan? Cinta pertamanya.""Iya, Mbak.""Saya pikir Mas Yudhistira n
[Yudhistira Ghautama: Sayang, sudah berangkat?][Belum, masih siap-siap. Kenapa?][Yudhistira Ghautama: Pengen lihat cantiknya.]Lalu tak lama setelahnya, Julia membuka aplikasi kamera pada ponselnya, kemudian berswafoto untuk mengambil gambar dirinya.[Udah cantik belum?]Tidak ada balasan dari Yudhistira, n
[Yudhistira Ghautama: Selamat pagi, Sunshine. Sudah bangun?]Julia menggeliat di atas tempat tidurnya saat merasakan ponselnya bergetar. Perempuan itu mengerjapkan mata, jam di pojokan ponselnya menunjukkan angka lima pagi. [Iya.] balas Julia dengan singkat. Lalu tak lama setelahnya, pesan dari Yudhistira kembali muncul.[Yudhistira Ghautama: Sayang udah bangun, ya? Boleh saya telepon?]Julia tidak membalasnya lantaran perutnya terasa mual tak seperti biasanya. Perempuan itu hendak membalas pesan dari Yudhistira saat bersamaan dengan ponselnya yang sudah lebih dulu bergetar, memunculkan nama Yudhistira Ghautama. Rupanya panggilan video.Julia menggeser ponselnya, lalu tak lama setelahnya, wajah Yudhistira tertampil memenuhi layar ponselnya. "Astaga, belum bangun, ya? Saya ganggu kamu, ya?" kata Yudhistira dari seberang sana."Nggak, kok Pak. Saya udah bangun. Cuma ngerasa lagi nggak enak badan aja, sih. Makanya agak mager sekarang.""Ke dokter, ya? Saya anterin?"Julia menggeleng. "
"Mas, setelah dari kantor Pak William, bagaimana kalau kita mampir brunch dulu?""Saya nggak bisa, Sa. Saya banyak kerjaan hari ini. Saya harus kembali ke kantor segera," jawab Yudhistira tanpa memalingkan wajahnya.Lalisa tersenyum kecut. Semenjak Yudhistira pertemuan mereka waktu itu, dan dia mengumumkan hubungannya dengan Julia, pria itu berubah menjadi sosok yang dingin."Tapi saya lapar, Mas. Sejak pagi tadi saya belum sarapan, Mas Yudhistira tega sama saya?" ujar Lalisa kembali membujuknya.Yudhistira membuang napas. "Mau brunch di mana?"Detik itu juga, Lalisa tersenyum lebar. "Gimana kalau kita mampir ke Continental Restaurant? Di sana menyediakan buffet brunch all you can eat, Mas."Lalu tanpa mengatakan apa-apa, Yudhistira membelokkan mobilnya menuju jalan utama dan bergegas menuju restoran yang baru saja disebutkan Lalisa.Sepanjang perjalanan menuju Continental Restaurant, tidak ada yang bersuara. Pun begitu dengan Yudhistira yang memilih untuk fokus dengan kemudinya. Terl
Jeda selama beberapa saat, Julia mencoba memahami situasi yang kini tengah terjadi. Sesekali wajahnya menunduk, menatap nanar pada alat tespek yang kini terlihat bergaris dua.Julia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan perlahan. Mendadak kepalanya terasa pening, saat bayangan Yudhistira dan Lalisa yang tengah berpelukan tadi kembali terngiang di kepalanya.Tangan Julia bergerak ke bawah, mengusap perutnya yang terlihat datar. Perempuan itu mengulas senyuman kecil, lalu dia bergumam lirih."Hei, Dede. Kita kasih tahu Papa nanti, ya? Nggak sekarang, Mama lagi kecewa sama Papa kamu soalnya," gumam Julia saat itu.Setelah menyimpan alat tespeknya itu ke dalam tasnya, Julia lantas bergegas kembali ke ruangannya. Dia melangkah dengan gontai, rasa sesak sekaligus kesal yang kini teraduk menjadi satu, membuatnya bingung harus bersikap seperti apa sekarang.Katanya udah nggak punya perasaan, kok peluk-pelukan?Katanya udah mantan, tapi kenapa hp-nya dibawa sama mantan?Katany
Julia mengayunkan langkahnya meninggalkan Diamond Group saat waktu sudah menunjuk angka tiga sore.Perempuan itu juga menyempatkan diri untuk berpamitan dengan Arjuna dan Bayusuta sebelum dia meninggalkan kantor."Pak, kalau butuh sesuatu tapi ponsel saya nggak aktif, cari saya lewat email, ya?""Astaga, Jul. Saya nggak mungkin setega itu minta kamu tetap bekerja disaat kamu sedang sakit begini.""Tapi juga jangan lama-lama sakitnya, Jul.""Iya, Pak." "Jangan lupa ke dokter juga, minta adikmu itu buat nganterin periksa dulu.""Iya, Pak. Kalau gitu saya pulang dulu, ya? Jangan pada kangen.""Nye nye nye nye…" cibir Bayusuta. "Eh, by the way, udah sampai sore gini si Kampret belum pulang juga. Dia ke mana, sih?""Coba lo telepon.""Awas aja kalau doi masih berduaan sama si Nenek Lampir, ya!"Julia yang mendengarnya, memilih untuk tidak mengacuhkannya. Perempuan itu meninggalkan ruangan tersebut, dengan sisa-sisa rasa kesalnya dengan tidak adanya kabar dari Yudhistira.Setibanya Julia d
Setelah mengalami pergulatan hebat dalam dirinya, Yudhistira yang tiba-tiba tak sadarkan diri, membuat Lalisa lantas cemas.Beruntung mereka sedang berada di rumah sakit. Lalisa bisa langsung meminta bantuan medis untuk segera memeriksakan kondisinya."Bagaimana kondisinya, Dok?""Pasien hanya mengalami syok, dan hal itu membuat kondisinya jadi drop, hingga jatuh pingsan. Kami sudah memberikan infus agar pasien tetap mendapatkan asupan cairan di dalam tubuhnya. Ditunggu saja sampai pasien sadarkan diri.""Baik, Dok. Terima kasih."Lalisa lantas kembali mendekati brankar di mana Yudhistira kini tengah terlelap di sana. Ada perasaan cemas yang kini tengah menyelimutinya lantaran sudah beberapa jam lamanya pria itu tak kunjung sadarkan diri."Mas?" Lalisa bangkit dan mendekati Yudhistira saat melihat pria itu bergerak. "Mas, kamu udah bangun?"Yudhistira mengerjapkan matanya. Dia lantas mengedarkan pandangan ke sekitar, sembari mengumpulkan kesadarannya."Saya di mana, Lalisa?""Mas Yudh
Setelah dipindahkan ke ruang rawat yang sama, akhirnya Julia dan Yudhistira dirawat satu dalam satu ruangan.Dengan dua ranjang tidur yang terpisahkan oleh tiang infus, keduanya diharuskan rawat inap satu malam untuk pemulihan.Segala administrasi sudah diurus oleh Arjuna. Ketiga teman-temannya tengah menunggu di luar koridor, sementara Yudhistira masih saja mendampingi Julia.Ada banyak rasa khawatir yang kini bercokol di hatinya. Membuat Yudhistira enggan meninggalkan Julia meskipun hanya barang sejenak."Ngerasain apa sekarang?" tanya Yudhistira dengan suara pelan. Tangannya masih terlilit selang infus, dia masih membutuhkan cairan untuk pemulihan.Julia menggeleng. "Nggak ada, Pak. Saya baik-baik saja."Yudhistira mengusap wajah Julia yang terlihat memar, sudut bibirnya masih meninggalkan luka di sana. Pria itu lantas mendaratkan kecupan singkat di wajahnya."Kenapa nggak bilang kalau kamu… hamil, Julie?""Saya juga baru tahu tadi, Pak. Tadinya saya pengen nyusulin Bapak ke rumah