"Pak?"Masih dalam kondisi mereka yang sama-sama polos, Julia melingkarkan tangannya di atas perut Yudhistira dengan posisi wajahnya yang menyuruk di dada pria itu.Setelah pergulatan panas yang baru saja terjadi—entah sudah kedua atau ketiga kali pelepasan, tubuh keduanya terasa lelah luar biasa."Iya, Sayang?""Bapak bercanda, kan waktu tadi bilang kalau Bapak nggak pernah bawa perempuan ke sini?"Yudhistira menurunkan pandangannya, lalu sesekali mendaratkan kecupan singkat di puncak kepala Julia."Kenapa? Kamu nggak percaya?"Julia menggeleng dan hal itu seketika memancing tawa pria itu."Saya serius, Julie.""Bohong!""Kamu ini tanya, sudah saya jawab jujur, tapi kamunya nggak percaya gini, sih? Makin sayang tahu, nggak.""Dih, saya serius, Pak.""Saya nggak pernah bawa perempuan yang saya ajak tidur untuk mengetahui kehidupan pribadi saya, Julia, itu kalau yang bikin kamu penasaran."Karena bagi saya, apartemen ini sudah memasuki batas personal saya. Maka tidak ada yang boleh mel
"Selamat pagi, Mbak Julia Sayang. Cerah banget, ya pagi ini? Sarapan apa barusan, Mbak?"Julia yang sudah bisa membaca gelagat Rayya, hanya tersenyum kecil. "Udah deh, Ray. To the point aja, saya sibuk banget hari ini.""Dih, Mbak Julia jarang digombalin sama cowok, ya? Heran, susah amat dimodusinnya!" ujar Rayya sembari bersungut-sungut.Pernah. "Kalau kamu mau tanya soal Pak Mahesa, dia masih belum bisa masuk, Ray. Kemungkinan kalau perkiraan saya, sih sampai Mbak Mawar Eva lahiran."Rayya membelalak. "Mbak Mawar Eva? Istrinya Pak Mahesa bukannya Bu Sasi, ya Mbak?""Kamu ngaku-ngaku suka digombalin sama cowok, tapi panggilan kesayangan aja masa nggak paham, sih Ray?""Oh, jadi Mbak Mawar Eva itu panggilan kesayangannya Mbak Julia ke Bu Sasi, ya? Saya pikir artis yang imut itu, Mbak!" Rayya mendengus pelan. "Yah, kangen sama Pak Mahesa, Mbak.""Kangen sama suami orang? Please, deh Ray! Bangun kamu!"Rayya mencebikkan bibir. "Ya udah, sih ngecengin squad lainnya aja, gimana?" ujar Ray
"Sekian presentasi dari saya. Ada pertanyaan?"Semua mata kita tertuju pada Lalisa yang baru saja selesai memaparkan presentasinya pagi itu. Perempuan itu memang terlihat memukau di depan sana. Pun begitu Julia yang mengakuinya."Wah! Keren sekali Bu Lalisa programnya. Saya setuju dengan ide itu, karena tidak secara langsung bisa membantu untuk promosi juga.""Betul, Pak Bayusuta. Intinya memang kami ingin membuat sesuatu yang berbeda dengan yang lainnya." Lalu Lalisa menatap satu per satu peserta meeting. "Well, jika tidak ada lagi, saya tutup presentasi hari ini. Terima kasih."Meeting selama dua jam lamanya akhirnya berakhir. Semua peserta sudah bersiap-siap untuk keluar dari ruang meeting itu saat suara Lalisa terdengar."Mas Yudhistira sibuk, ya?" Pertanyaan itu kontan membuat tidak hanya Yudhistira, tapi juga yang lainnya menoleh ke arahnya. "Ada yang mau saya bicarakan, Mas. Bisa ngobrol sebentar?""Wah, kayaknya ngopi enak, nih!" ujar Bayusuta dengan cepat. "J, Sen, Jul, ke ro
"Mbak Julia, bisa bicara sebentar?"Usai meeting sore itu, semua orang sudah meninggalkan ruangan tersebut tanpa terkecuali Yudhistira. Menyisakan Julia dan Lalisa yang masih membereskan berkas-berkas yang ada di atas meja. Seharian penuh pekerjaan Julia hanya diisi dengan meeting bersama dengan Lalisa, dan membuat kepala Julia mendadak pening. "Mau bicara apa, Bu?""Jangan panggil saya 'Bu' dong, Mbak. Saya terlihat tua, ya?""Saya lebih nyaman memanggil Bu Lalisa dengan sebutan itu, Bu. Saya nggak mau disebut tidak sopan."Lalisa manggut-manggut mendengar ucapan Julia, lalu dia berjalan mendekati perempuan itu. "Saya dengar Mbak Julia sama Mas Yudhistira mau nikah? Benar, ya Mbak?"Julia terhenyak selama beberapa saat. Rupanya Yudhistira tidak pernah main-main dengan ucapannya. Dia benar-benar mengakuinya dengan Lalisa tentang hubungan mereka."Mbak Julia pasti sudah tahu kalau saya adalah mantannya Mas Yudhistira, kan? Cinta pertamanya.""Iya, Mbak.""Saya pikir Mas Yudhistira n
[Yudhistira Ghautama: Sayang, sudah berangkat?][Belum, masih siap-siap. Kenapa?][Yudhistira Ghautama: Pengen lihat cantiknya.]Lalu tak lama setelahnya, Julia membuka aplikasi kamera pada ponselnya, kemudian berswafoto untuk mengambil gambar dirinya.[Udah cantik belum?]Tidak ada balasan dari Yudhistira, n
[Yudhistira Ghautama: Selamat pagi, Sunshine. Sudah bangun?]Julia menggeliat di atas tempat tidurnya saat merasakan ponselnya bergetar. Perempuan itu mengerjapkan mata, jam di pojokan ponselnya menunjukkan angka lima pagi. [Iya.] balas Julia dengan singkat. Lalu tak lama setelahnya, pesan dari Yudhistira kembali muncul.[Yudhistira Ghautama: Sayang udah bangun, ya? Boleh saya telepon?]Julia tidak membalasnya lantaran perutnya terasa mual tak seperti biasanya. Perempuan itu hendak membalas pesan dari Yudhistira saat bersamaan dengan ponselnya yang sudah lebih dulu bergetar, memunculkan nama Yudhistira Ghautama. Rupanya panggilan video.Julia menggeser ponselnya, lalu tak lama setelahnya, wajah Yudhistira tertampil memenuhi layar ponselnya. "Astaga, belum bangun, ya? Saya ganggu kamu, ya?" kata Yudhistira dari seberang sana."Nggak, kok Pak. Saya udah bangun. Cuma ngerasa lagi nggak enak badan aja, sih. Makanya agak mager sekarang.""Ke dokter, ya? Saya anterin?"Julia menggeleng. "
"Mas, setelah dari kantor Pak William, bagaimana kalau kita mampir brunch dulu?""Saya nggak bisa, Sa. Saya banyak kerjaan hari ini. Saya harus kembali ke kantor segera," jawab Yudhistira tanpa memalingkan wajahnya.Lalisa tersenyum kecut. Semenjak Yudhistira pertemuan mereka waktu itu, dan dia mengumumkan hubungannya dengan Julia, pria itu berubah menjadi sosok yang dingin."Tapi saya lapar, Mas. Sejak pagi tadi saya belum sarapan, Mas Yudhistira tega sama saya?" ujar Lalisa kembali membujuknya.Yudhistira membuang napas. "Mau brunch di mana?"Detik itu juga, Lalisa tersenyum lebar. "Gimana kalau kita mampir ke Continental Restaurant? Di sana menyediakan buffet brunch all you can eat, Mas."Lalu tanpa mengatakan apa-apa, Yudhistira membelokkan mobilnya menuju jalan utama dan bergegas menuju restoran yang baru saja disebutkan Lalisa.Sepanjang perjalanan menuju Continental Restaurant, tidak ada yang bersuara. Pun begitu dengan Yudhistira yang memilih untuk fokus dengan kemudinya. Terl
Jeda selama beberapa saat, Julia mencoba memahami situasi yang kini tengah terjadi. Sesekali wajahnya menunduk, menatap nanar pada alat tespek yang kini terlihat bergaris dua.Julia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan perlahan. Mendadak kepalanya terasa pening, saat bayangan Yudhistira dan Lalisa yang tengah berpelukan tadi kembali terngiang di kepalanya.Tangan Julia bergerak ke bawah, mengusap perutnya yang terlihat datar. Perempuan itu mengulas senyuman kecil, lalu dia bergumam lirih."Hei, Dede. Kita kasih tahu Papa nanti, ya? Nggak sekarang, Mama lagi kecewa sama Papa kamu soalnya," gumam Julia saat itu.Setelah menyimpan alat tespeknya itu ke dalam tasnya, Julia lantas bergegas kembali ke ruangannya. Dia melangkah dengan gontai, rasa sesak sekaligus kesal yang kini teraduk menjadi satu, membuatnya bingung harus bersikap seperti apa sekarang.Katanya udah nggak punya perasaan, kok peluk-pelukan?Katanya udah mantan, tapi kenapa hp-nya dibawa sama mantan?Katany