Avery Isabelle Vermont, berusia 27 tahun. Ia merupakan salah satu keturunan Vermont yang merajai banyak bisnis seperti perhotelan, alat berat, rumah sakit, elektronik, konstruksi bahkan sekolah. Tetapi, Avery tidak mau mengambil haknya sebagai salah satu penerus Vermont karena ia sangat membenci ayahnya.
Ia berusaha menghidupi dirinya sendri dan berjuang sekuat tenaga untuk belajar sehingga ia memperoleh beasiswa di Harvard University. Setelah lulus, Avery lebih memilih bekerja sebagai kurator sebuah galeri di Jerman daripada pulang ke Jakarta. Ia mendapatkan posisi sebagai kurator galeri di Jerman dengan sangat tidak mudah. Avery harus berjuang sekuat tenaga untuk belajar mengenai seni tanpa mengenal lelah. Bahkan untuk biaya pendidikan dan biaya hidup tidak sedikitpun ia minta dari ayahnya, Jordan Vermont, karena ia sangat membenci ayahnya. Avery berjanji tidak akan pernah menyentuh uang ayahnya lagi seumur hidupnya.
Bukan tanpa sebab Avery membenci ayahnya, Avery mengetahui penyebab ayah dan ibunya bercerai, yaitu karena kelakuan playboy dari sang ayah yang tidak pernah akan bisa dimaafkan oleh Avery seumur hidupnya. Ibunya, Veronica Keith adalah seorang wanita biasa tanpa status sosial tinggi seperti ayahnya. Veronica adalah wanita keturunan Jerman dan Indonesia. Awalnya Jordan dan Veronica saling mencintai, tapi karena banyaknya godaan di sekitar, Jordan akhirnya terperangkap sendiri akan godaan itu. Avery dan ibunya menangkap basah Jordan sedang bergulat di ranjang bersama seorang wanita yang tidak lain adalah sepupu Veronica sendiri yaitu Frecia Keith.
Meskipun Jordan sudah mengatakan bahwa hal itu di luar kendalinya karena dijebak oleh Frecia, tapi Avery dan Veronica tidak bisa mempercayai Jordan lagi. Setelah perdebatan yang panjang dan saling diam, Jordan dan Veronica akhirnya bercerai karena tidak tahan saling menyakiti satu sama lain walaupun di dalam hati mereka masih saling mencintai.
Setelah bercerai, Veronica memutuskan untuk pergi ke Jerman dan Avery mengikutinya, sementara Jordan tinggal bersama Rosalind, anak keduanya. Tiga tahun setelah perceraian, Veronica meninggal dunia karena penyakit jantung. Avery bahkan tidak mau memberitahu kepada siapapun tentang kematian ibunya. Avery merasa kematian ibunya disebabkan kelakuan ayahnya sendiri.
Avery melihat ibunya yang terkejut sekaligus gelisah dengan foto-foto yang dikirimkan oleh Frecia kepada Veronica yaitu foto Jordan dengan Frecia sendiri. Mereka terlihat sangat mesra bagai sepasang kekasih yang mabuk asmara di atas tempat tidur. Frecia juga mengirimkan pesan yang berisi “Jangan dekati suamiku! Aku sudah resmi menjadi istrinya sekarang! Jordan hanya mencintaiku dari awal kami bertemu, tapi kamu dengan kejamnya merebut Jordan dari tanganku. Dasar wanita tidak tahu malu! Aku sudah bersabar selama ini, jadi aku sudah tidak peduli lagi kepadamu dan anak-anakmu kelak."
Jujur, Veronica sampai saat itu masih terlalu mencintai Jordan, sehingga pukulan telak dari saudara sepupunya membuat Veronica mengalami serangan jantung dan meninggal. Avery menjadi tambah benci kepada ayahnya sendiri dan tantenya sendiri. Ia tidak dapat memaafkan dua orang yang sudah membunuh ibunya.
Kring! Kring! Kring!
Bunyi ponsel Avery berdering. Ia melihat caller Id dari si pemanggil dan ia langsung mematikan ponselnya tanpa mau tahu apa yang akan dibicarakan si pemanggil.
Sudah dua puluh kali ponsel Avery berdering dan membuatnya kesal. Mau tidak mau ia harus mengangkat telepon itu daripada menyusahkannya di saat ia kedatangan tamu penting di galerinya nanti.
"Ada apa?" tanya Avery ketus.
“Avery, tolong segera pulang ke Jakarta, aku membutuhkan bantuanmu!” pinta Jordan di telepon.
“Aku sedang sibuk,” ucap Avery singkat, Ia enggan berbicara dengan ayahnya sendiri. Basa-basi bukanlah suatu kebiasaannya sejak dahulu.
“Please, Av. Apakah kamu masih marah dengan ayah?” tanya Jordan memohon.
“Kamu tahu apa penyebab aku marah! Ayah? Apakah kamu masih pantas untuk aku panggil dengan sebutan ‘AYAH’?” ucap Avery kesal.
"Please Av, bisakah kamu menghilangkan kebencian pada ayahmu sendiri?" Nada suara Jordan memelas.
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan saat ini. Jika tidak ada yang penting, aku akan menutup telepon dan jangan menelepon diriku lagi. Aku sangat sibuk dan malas meladeni dirimu," ucap Avery ketus.
"Please, Av," pinta Jordan.
"Apakah kamu meneleponku hanya untuk memberitahukan bahwa kamu sudah bahagia dengan istri barumu?" sindir Avery.
"Aku tidak memiliki istri baru. Siapa istri baruku?" tanya Jordan bingung.
"Frecia? Bukankah kamu sudah menikah dengannya? Bahkan kalian tampak mesra." hina Avery sinis.
"Aku tidak pernah menikah dengan siapapun, Av. Aku bersumpah padamu. Aku hanya menikah dengan Vero, Ibumu." Jordan bingung dengan apa yang dikatakan oleh Avery. Memang ia pernah ketahuan berselingkuh satu kali bersama Frecia dan itu semua di luar kendalinya, tapi untuk menikah, tentu saja tidak.
"Tidak usah bersumpah, karena sumpahmu menjijikan dan tidak bisa dipercaya!" ucap Avery menghina.
“Please, Av. Dengarkan ayahmu ini, Adikmu menghilang,” ujar Jordan bergetar karena sedih.
“Hilang?” Avery menaikkan nada suaranya, “Mungkin dia sedang bermain di klub malam atau lainnya. Rosalind bisa menjaga dirinya sendiri.” Avery tidak bisa berpikir hal yang lain lagi karena hari ini adalah hari besarnya sebagai kurator galeri. Kanselir Jerman sendiri akan mendatangi galeri tempat ia bekerja.
“Dia tidak ada dimanapun. Sudah satu minggu ia menghilang.” Jordan tidak bisa menahan kesedihannya. Ia tidak mau sendiri, setelah ditinggalkan istrinya dan Avery, sekarang Rosalind ikut menghilang. Ia sudah menggunakan jasa detektif bahkan anak buahnya pun sudah disebar, tapi hasilnya tetap nihil. Rosalind bagai hilang ditelan bumi.
“Di rumah temannya?”
“Tidak ada. Aku sudah mengerahkan semua orang untuk mencarinya,” ucap Jordan putus asa.
“Apa yang kamu lakukan selama ini untuk menjaga Rosalind? Apa kamu hanya bermain wanita saja sehingga tidak mempedulikan Rosalind?” teriak Avery kesal.
“Aku tidak pernah bermain wanita! Kamu tahu itu!” balas Jordan kesal. Setelah bercerai dengan Veronica, bahkan ia tidak pernah menyentuh wanita lain. Sudah tujuh tahun ia bercerai dengan Veronica, bahkan Frecia yang selalu menggodanya ia jauhkan. Tidak pernah terbesit di hati Jordan untuk meninggalkan Veronica maupun mengganti Veronica dengan wanita lainnya.
“Tidak pernah bermain wanita? Jangan mengingkari apa yang sudah kamu lakukan sendiri! Bahkan aku sudah menyaksikannya dengan mata kepalaku sendiri” hina Avery.
“Baiklah jika kamu tidak percaya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengembalikan kepercayaanmu terhadapku. Tapi aku cuma memohon padamu agar membantuku mencari Rosalind. Dia sangat dekat denganmu, pasti dengan mudah kamu bisa mencarinya, aku mohon,” ucap Jordan memohon. Ia tidak mempermasalahkan tanggapan Avery tentang dirinya sekarang. Ia hanya peduli bagaimana mencari Rosalind.
“Baiklah, aku akan pulang dan mencarinya.” Avery menutup teleponnya dan segera memesan tiket pulang ke Jakarta. Ia mengambil jadwal malam sehingga ia masih bisa bertemu kanselir terlebih dahulu.
Walaupun terpisah jarak, Avery dengan Rosalind selama tujuh tahun tetap berhubungan melalui video call ataupun chatting.saja. Beberapa hari lalu, Avery masih melakukan video call dengan Rosalind. Avery melihat adiknya terlihat pusat dan dekorasi tempat Rosalind melakukan video call berbeda dari rumahnya. Ia melihat Rosalind berada di dalam sebuah gubuk.
Flashback on
“Rosa, kamu berada dimana? Seperti kamu tidak ada di rumah?” tanya Avery penasaran.
“Aku sedang berlibur bersama teman-temanku,” ucap Rosalind tersenyum.
“Kamu baik-baik saja? Sepertinya wajahmu pucat.” Avery sangat khawatir dengan wajah pucat Rosalind.
“Baik. Mungkin aku kelelahan setelah naik gunung tadi. Hahaha ...” Rosalind tertawa sambil memegang wajahnya.
“Naik gunung? Serius? Apa kabar dengan Club malam? Apakah sudah kamu tinggalkan?” ledek Avery.
“Aku sudah berubah menjadi orang baik saat ini. Aku bertobat dari alkohol dan clubbing. Oh ya, Kak. Aku jatuh cinta pada seseorang. Aku berharap bisa mengenalkannya padamu,” Rosalind tersenyum bahagia.
“Ajak dia ke Jerman,” usul Avery.
“No … kamu bisa merebutnya dari tanganku. Pesonamu sangat berbahaya!” Rosalind menggerakan jari telunjuknya, tidak menyetujui usul Avery.
“Mana mungkin aku merebut kekasihmu! Dasar bodoh!” protes Avery bersungut-sungut.
“Kamu akan terpesona melihat wajahnya. Aku tidak berani mengenalkannya padamu." ledek Rosalind sambil menjulurkan lidahnya.
"Dasar anak pelit!" ejek Avery sambil cemberut.
"Sudah, ya. Aku mau tidur. Besok subuh aku mau melihat sunrise.” Wajah Rosalind berseri-seri membayangkan melihat sunrise di pedesaan.
“Bersama kekasihmu? Romantis sekali,” puji Avery.
“Tidak. Bersama teman-temanku di sini.” Rosalind menggelengkan kepalanya. Seperti ada kesedihan di dalam dirinya yang coba ia tutupi dengan senyumannya.
“Baiklah. Hati-hati. Kabari aku!”
“Iya. Aduh kamu cerewet sekali seperk perawan tua!" ucap Rosalind mengejek Avery.
"Perawan tua!" teriak Avery merasa dilecehkan oleh adiknya sendiri.
"Hahaha … sudahlah tidak usah memperpanjang lagi. Aku sudah mengantuk. Bye!"
"Bye, Rosa." Avery menutup video call-nya.
Flashback off“Argh! Sial! Sial! Bisa-bisanya aku hampir terlambat ke bandara,” Avery mengutuk dirinya sendiri, ia berlari secepat kilat setelah turun dari taksi yang mengangkutnya menuju ke pintu masuk bandara Frankfurt, Jerman. Tiga puluh menit lagi, pesawat yang ia akan tumpangi akan take off. Avery segera menyerahkan tiket dan paspornya ke bagian check-in. Untungnya ia tidak membawa banyak barang, hanya backpack saja berisi beberapa pakaian, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mengurus bagasi. Avery berpikir, ia tidak akan lama berada di Indonesia, ia pun tidak ingin terlalu lama berada di Indonesia karena pekerjaannya sangat banyak di Jerman. Waktu sudah tidak terlalu banyak, ia segera berlari ke bagian pengecekan oleh sekuriti selanjutnya ke bagian imigrasi. Selesai melakukan foto dan cap jari di bagian imigrasi, ia berlari lagi ke boarding g
“Non, nanti langsung pulang ke mansion ya, bapak sudah menunggu di sana,” ucap sopir yang sudah lama mengikuti Jordan selama ini, namanya pak Sarmin. “Iya, Pak,” ucap Avery lembut. Ia sangat menghormati Sarmin walaupun Sarmin hanya sopir di rumahnya saja. Sarmin sudah Avery anggap sebagai keluarganya sendiri. “Sudah lama bapak tidak bertemu dengan, Non. Bagaimana kabar Non di Jerman?” tanya Sarmin memulai pembicaraan dengan antusias. “Semua baik-baik saja, Pak,” balas Avery singkat. “Bagaimana kabar Nyonya Veronica di sana?” “Mama sudah meninggal,” ucap Avery lirih. “Maaf, Non, bapak tidak tahu,” Sarmin menurunkan nada bicaranya, tidak seantusias pembicaraan awalnya. I
"Av ..." panggil seorang wanita berbaju putih membangunkan Avery dari tidurnya. Avery mengucek matanya dan berusaha melihat dengan jelas wajah dari suara wanita yang memanggilnya. "Ibu ..." sapa Avery. "Apa kabar, Sayang?" tanya Veronica. Wajahnya bersinar dengan terang seperti seorang malaikat. "Aku baik, Bu. Ibu bagaimana?" "Aku juga baik disini. Apa kamu sedang ada masalah, Av?" tanya Veronica dengan lembut. Ia selalu tahu bagaimana caranya menenangkan hati Avery yang galau. "Aku sedang mencari Rosalind. Aku tidak tahu dimana dia berada, Bu," ucap Avery memberitahukan kegalauannya. "Rosalind baik-baik saja, Av." Veronica meng
Avery segera pergi ke garasi untuk melihat apakah mobilnya masih ada atau tidak. Sarmin melihat Avery sedang berjalan ke arah garasi, iapun mengikuti Avery dari belakang. “Ada apa, Non? Ada yang bisa bapak bantu?” tanya Sarmin sopan. Avery tersentak kaget mendengar panggilan dari Sarmin. “Apakah mobilku masih ada, Pak?” tanya Avery kepada Sarmin pelan. Ia masih berdiri ragu di depan garasi mobil yang tertutup pintu. Avery ingin mencari mobilnya yang berwarna merah berlogo tiga bintang. “Masih, apakah Non ingin menggunakannya sekarang?” tanya Sarmin bingung. “Ya.” Avery mengangguk. Sarmin segera membuka pintu garasi mobil. Ia menunjukkan tempat parkirnya mobil Avery.
Setelah mendapatkan kabar dari Avery tentang orang bernama Theo Santoso, Jordan menyuruh anak buahnya untuk mencari tahu keberadaan Theo tersebut. Setelah pencarian alamat melalui kampus Rosalind, akhirnya anak buah Jordan yang bernama Aldi mendapatkan alamat tempat tinggal Theo.“Pak, kami sudah mendapatkan alamat lengkap Theo dari kampus. Sekarang kami akan pergi ke Cianjur untuk mencarinya,” ujar Aldi di telepon.“Cepat pergi, temukan Rosalind. Hubungi Avery agar ia bisa pergi dengan kamu!” Jordan sangat senang, ada titik terang tentang keberadaan Rosalind.“Baik, Pak.” Aldi menutup teleponnya dengan Jordan. Ia menelepon Avery untuk ikut bersamanya pergi ke daerah Cianjur, Jawa Barat untuk mencari Rosalind.oooOOOoooCikalong Kulon, Cianjur, Jawa BaratAvery dan Aldi mencari alamat rumah sesuai dengan petunjuk alamat yang diberikan oleh kampus. Mereka menelusuri daerah persawahan dengan berjalan kaki.“Pak, permisi,” sapa Aldi sopan pada seorang p
Tok! Tok! Tok! Aldi mengetuk pintu rumah Pak RT.“Permisi.”“Ya …,” terdengar teriakan seorang wanita dari dalam menjawab sapaan Aldi.“Permisi bu, Kami mencari Pak RT,” ucap Aldi sopan di depan pintu rumah Pak RT.“Sebentar ya, ”“Iya, Bu.” ucap Aldi dan Avery bersamaan.Tidak lama seorang wanita paruh baya keluar dari rumah menggunakan daster biru dengan motif bunga.“Siapa dan ada perlu apa ya, Bapak dan Ibu?” tanya wanita itu sopan.“Perkenalkan, saya Aldi dan ini Avery. Kami datang ke sini untuk mencari tahu alamat bapak Wikrama Santoso,” ucap Aldi sopan kepada wanita di hadapannya.“Wikrama?” Wanita di hadapan Aldi dan Avery agak terkejut mendengar nama yang mereka sebutkan.“Kalau boleh ada apa dengan nama Wikrama, sepertinya Ibu terkejut mendengarnya?” tanya Avery menyelidiki.“Nanti Pak RT saja yang menjawab ya, Neng,” ucap wanita yang berada di hadapan Avery.“Oh, baik, Ibu. Terima kasih.” Avery mengangguk. Ia tidak mau memaksa wanit
“Halo …,” ucap Aldi mengangkat telepon yang sedang berbunyi dengan bluetooth earphone.“Pak, kami sudah menemukan informasi tentang Wikrama Santoso,” balas anak buah Aldi. Aldi melirik ke arah Avery yang sedang sibuk berselancar di handphonenya.“Nona, ada informasi tentang Wikrama,” ucap Aldi pelan.“Aku ambil handphone-mu!” Avery langsung mengambil handphone milik Aldi dan menekan tombol speaker phone. “Bicara!” lanjut Avery.“Baik, Nona. Wikrama adalah seorang pembunuh. Berita tentang dia sudah tersebar luas. Ia membunuh majikannya karena uang dan sakit hati. Terbukti dari hasil pengadilan bahwa ia telah membunuh saat dua puluh tahun lalu,” jelas anak buah Aldi.“Apakah kamu punya foto Wikrama?” tanya Avery kepada anak buah Aldi.“Sebentar saya kirimkan melalui chat ke nomor Pak Aldi.” “Terima kasih.” Avery menutup telepon dari anak buah Aldi. Hatinya semakin bergoncang, tidak percaya bahwa Rosalind berada di tempat yang sangat berbahaya bagi nyawanya. Apala
Tok! Tok! Tok!“Permisi.” Avery mengetuk pintu rumah yang ia sendiri tidak tahu apakah itu Wikrama atau bukan.Tok! Tok! Tok!“Permisi.” Avery mengetuk pintu rumah itu kembali tapi sepertinya tidak ada orang di rumah.“Neng, itu orangnya sudah pindah,” teriak seorang tetangga kepada Avery.“Pindah kemana, Ibu? Apakah Ibu tahu?” tanya Avery penasaran.“Enggak, Neng.” Ibu itu menggelengkan kepalanya.“Apa Ibu pernah melihat wanita ini di sini?” tanya Avery sambil memperlihatkan foto Rosalind.“Aduh, sepertinya Ibu ada lihat wanita ini. Tiga hari lalu. Dia teh dibawa sama anak muda ke rumah sebelah,” jelas ibu Tetangga.“Apakah penghuni rumah di sebelah itu seperti ini wajahnya?” Avery memberikan foto dari Wikrama Santoso kepada Ibu Tetangga.“Iyah, Neng.” Ibu Tetangga itu mengangguk.“Siapa nama pria ini, Bu?” tanya Avery lagi. Ia ingin memastikan bahwa nama pria ini belum berganti dan jikapun sudah berganti, ia harus mencari tahu lagi.“Namanya Ase
Avery masih sibuk dengan segala berkas yang berada di mejanya. Satu per satu proyek kerja sama milik Vlad Corp harus dipelajari Avery karena untuk rencana selanjutnya, Avery harus segera menyelesaikan Xavier. Terlalu lama berada di dekat Xavier bisa saja mempengaruhi kejiwaan Avery, tepatnya, Avery takut malah ia menjadi jatuh cinta kepada sang pembunuh adiknya. Tidak akan Avery biarkan semua itu terjadi. Cukup Rosalind yang menjadi korban bagi Xavier, tidak untuk Avery. Lebih cepat Avery menyelesaikan Xavier, maka lebih cepat Avery pergi dari hadapan Xavier. Meninggalkan dalam keadaan Xavier hancur total."Belle," panggil Xavier yang baru saja keluar dari luar ruangannya."Ya, Pak." Avery menghentikan pekerjaannya sejenak untuk berfokus kepada pria yang memanggilnya itu."Hmm ... bisa kita bicara sebentar di ruanganku?""Baik, Pak."Avery berdiri dan mengikut Xavier dari belakang untuk masuk ke dalam ruangan Xavier."Tutup pintunya, Belle."Avery langsung menutup pintu ruangan sesu
Avery malas untuk menjawab pertanyaan dari Aldi. Entahlah bagaimana keadaan hati dan pikirannya sekarang. Apakah memang ia mulai menyukai pesona Xavier? Kasihan terhadap pria itu? Atau memang niat balas dendamnya yang membuat Avery terlalu terlibat dengan Xavier.Avery masih bingung. Tapi, biarkanlah semua terjadi dan berjalan sesuai rencana saja. Aldi telah menurunkan Avery di depan lobi perusahaan Xavier. Ia bergegas untuk pergi kembali untuk mencari apa yang dititahkan oleh Avery, sang nona besar. Wina ... wanita itu memang harus mendapatkan balasan dari apa yang telah ia lakukan kepada Avery sewaktu muda. "Hai, Pak," sapa Avery di ruang kerja Xavier yang sedang memijat keningnya sendiri. Terlalu banyak masalah dan ia tidak bisa menyelesaikannya dengan sangat cepat."Yes, Belle. Ada apa?"Tatapan sendu Xavier membuat hati Avery menjadi tidak enak sendiri."Hmm ... aku punya ide untuk Karina." Avery tersenyum pasti."Apa itu?""Kita menggunakan hipnotis untuk mencari tahu apa yan
"Entahlah, Av. Tapi kita bisa mulai dari komplotan Keith yang masih berada di dalam penjara. "Karina, benar apa yang dikatakan sang ayah. Pastinya dari Karina, maka Avery bisa memecahkan kasus ini satu per satu. Mungkin belum menjurus ke arah pembalasannya terhadap Rosalind, tapi setidaknya, jika ia memegang kunci siapa yang bermain di PT Heiz, maka Avery bisa menggunakannya untuk melawan Xavier. Menghancurkan Xavier sampai berkeping-keping. "Tapi masalahnya, Karina bungkam, " balas Avery mendelik kesal. "Mungkin kamu bisa menggunakan jasa psikiater, melakukan hipnotis kepada Karina." Jordan membentuk senyuman di bibirnya. Ia sangat senang karena mungkin sang anak mau mendengarkan pendapatnya itu. "Ya ... anda benar. " Avery berbalik tersenyum, tapi senyum penuh kelicikan karena ia akan mendapatkan informasi itu dari Karina. "Apakah kamu akan melibatkan Xavier?""Bisakah aku? Karena Karina sangat membenciku.""Kalau begitu, arahkan semua tanggung jawab di pundak Xavier. Biar dia
Setelah pulang dari kantor, Avery bergegas pulang menuju mansion milik ayahnya. Ia harus mencari tahu tentang apa yang telah dikatakan oleh Jordan dan sangat membuat Avery penasaran. Sebelumnya ia telah membatalkan terlebih dahulu janjinya dengan Aldi untuk bertemu di apartemennya karena pastinya ia akan bisa bertemu dengan Aldi di mansion Jordan. Ting Tong! Avery menekan bel mansion. Tidak lama kemudian, Jordan membukakan pintu untuk Avery. Ia sudah mengetahui bahwa Avery yang sedang berada di depan pintu masuk mansionnya. "Selamat malam, Av," sapa Jordan. Ia sangat merindukan anak satu-satunya itu. "Jangan berbasa-basi lagi denganku. Katakan apa yang ingin anda katakan sekarang," balas Avery ketus. Ia masih berada di depan pintu mansion dan tidak mau masuk ke dalam. "Masuklah. Kita berbicara di dalam," ajak Jordan. Avery ingin mempercepat pembicaraannya dengan Jordan sehingga ia langsung masuk ke dalam mansion. Mereka berdua
Xavier sangat lelah mencari fakta tentang proyeknya yang sedang dimanipulasi. Karina ... wanita itu sangat tidak berguna bagi Xavier. Ia tidak bisa mengorek informasi apapun dari wanita itu.Xavier segera pulang ke kantor. Ia berharap menemukan setitik harapan yang bisa membantunya untuk keluar dari masalah perusahaannya ini, masalah yang cukup berat dan bisa merugikan perusahaannya."Belle," sapa Xavier lemas ketika ia sudah sampai ke dekat ruangan kerjanya."Bagaimana, Pak? Apakah bapak sudah mendapatkan informasi dari Karina?" tanya Avery penasaran."Tidak. Wanita sialan itu malah pingsan saat aku menginterogasinya.""Hmm ... apakah dia berpura-pura?" tanya Avery curiga."Mungkin saja. Entahlah. Aku lelah.""Ya sudah, bapak beristirahat terlebih dahulu dan aku akan membawakan makanan dan minuman untuk bapak.""Terima kasih, Belle." Xavier tersenyum kaku kepada Avery. Pikirannya sangat kacau karena kejadian ini. Tentu s
“Hai, Pak Xavier …” sapa Karina sumringah karena melihat wajah mantan bosnya. Ia sendiri tidak menyangka Xavier akan menemuinya di rumah tahanan setelah sekian lama ia mendekam.“Bagaimana kabarmu?” tanya Xavier berbasa-basi.“Tidak baik. Seperti yang bapak lihat saat ini.” Karina berdiri dan memperlihatkan tubuhnya yang mulai kurus dan wajahnya yang sangat kusam akibat stress berada di dalam rumah tahanan.“Ah … saya turut berduka cita.” Xavier mencoba memberikan simpatinya kepada keadaan Karina saat ini.“Apa bapak ke sini untuk membebaskan saya?” tanya Karina penuh harap.“Aku membutuhkan bantuanmu, jika kamu membantuku dengan semua informasi,
Setelah tidak berhasil mencari proposal dan kesepakatan kerja sama antara Vlad Corp dan PT Heiz di tempat penyimpanan berkas, Avery tergesa-gesa kembali ke meja kerjanya untuk mencari lagi. Mungkin Karina lupa meletakannya.Avery mengobrak-abrik meja dan tempat penyimpanan Karina tapi ia tidak menemukan berkas yang ia cari. Kemudian, Avery mencoba mengecek ke dalam komputer yang ada di hadapannya. Biasanya terdapat arsip karena semua dokumen kerja sama akan di-scan sebagai back up data.Avery melakukan pencarian tapi tidak ada berkas apapun yang berhubungan dengan PT Heiz. Ia mulai curiga adanya campur tangan Karina dalam masalah proyek PT Heiz. Mungkin ini juga yang membuat Karina tidak menyukai dirinya bahkan melakukan sabotase terhadap dirinya, agar tidak ada orang yang mengetahui kejahatan yang dilakukan oleh Karina.
Setelah menyelesaikan rapat dengan para kepala divisi, Avery memohon diri untuk pamit keluar dari ruang rapat yang terasa menyesakkan dada. Ia segera menelepon Aldi untuk langkah selanjutnya.“Al …” panggil Avery di telepon.“Ya, Nona.”“Selidiki masalah pembangunan hotel milik PT Heiz dan Vlad Corp yang berada di Bandung. Ada masalah apa, gunakan detektif yang biasa ayah gunakan. Jika bisa, berikan kepadaku laporan itu dalam dua hari,” ujar Avery memberikan perintah kepada Aldi.“Masalah lima pekerja meninggal karena lantai dua puluh runtuh?” tanya Aldi mengkonfirmasi.“Ya. Apakah kamu mengetahui masalah ini?” tanya Avery penasaran.
Setelah menenangkan diri dengan memeluk Avery, Xavier melepaskan dekapannya. Ia sudah bisa mengendalikan emosinya dan menenangkan diri.“Belle, tolong bantu saya kumpulkan semua kepala divisi yang berkaitan dengan PT Heiz,” ucap Xavier pelan. Ia mulai duduk di sofa dan meminum teh manis hangat buatan Avery. Ia harus menenangkan pikirannya agar bisa berpikir dengan jernih.“Baik, Pak.” Avery mengangguk menuruti perintah Xavier.“Menurutmu, apa yang sedang terjadi di pembangunan hotel itu?” tanya Xavier masih bimbang. Ia sendiri tidak pernah menyangka kejadian seperti ini bisa terjadi dengan perusahaannya.“Hmm … menurut saya ada orang yang bermain di belakang dan mengurangi bahan. Sehingga para pekerja itu tertimpa dengan k