Avery segera pergi ke garasi untuk melihat apakah mobilnya masih ada atau tidak. Sarmin melihat Avery sedang berjalan ke arah garasi, iapun mengikuti Avery dari belakang.
“Ada apa, Non? Ada yang bisa bapak bantu?” tanya Sarmin sopan.
Avery tersentak kaget mendengar panggilan dari Sarmin. “Apakah mobilku masih ada, Pak?” tanya Avery kepada Sarmin pelan. Ia masih berdiri ragu di depan garasi mobil yang tertutup pintu. Avery ingin mencari mobilnya yang berwarna merah berlogo tiga bintang.
“Masih, apakah Non ingin menggunakannya sekarang?” tanya Sarmin bingung.
“Ya.” Avery mengangguk.
Sarmin segera membuka pintu garasi mobil. Ia menunjukkan tempat parkirnya mobil Avery.
“Mobil ini masih dalam kondisi sangat bagus dan terawat. Setiap hari bapak selalu menyuruh saya memanaskannya dan sering di bawa ke bengkel untuk pengecekan mesinnya. Bapak berkata, nanti jika Non Avery datang, mobil ini harus siap digunakan dan aman dari segala macam kerusakan,” jelas Sarmin sambil membuka sarung mobil Avery perlahan.
“Terima kasih.” Avery sedikit terenyuh dengan penjelasan Sarmin. Ia tidak menyangka ayahnya akan menjaga barangnya sampai seperti itu bahkan memperbaiki segala cacat yang telah Avery buat sebagai pelampiasan kemarahan pada ayahnya.
Setelah Sarmin membuka penutup mobil milik Avery, tidak ada debu yang menempel pada mobil itu, bahkan warna catnya masih merah mengkilap. Seperti tidak pernah ditinggalkan sedikitpun oleh Avery.
“Silahkan, Non dicek terlebih dahulu,” ucap Sarmin menunjuk mobil Avery dengan jari jempol kanannya.
Avery mengelilingi mobilnya yang sudah lama tidak ia gunakan. Semua masih terlihat sama seperti tujuh tahun lalu bahkan terlalu mulus tanpa goresan yang pernah Avery lakukan dahulu saat marah kepada ayahnya. Semua sudah diperbaiki oleh ayahnya.
Rasa tidak tega karena terlalu kejam memperlakukan ayahnya membuat Avery berpikir kembali, apakah ia sudah salah berbuat seperti itu terhadap ayahnya sendiri? Tapi kekecewaannya yang terlalu mendalam pada perbuatan ayahnya dahulu seolah membuat Avery mengenyahkan segala rasa tidak tega yang ia miliki. Avery tidak mau berlama-lama terlarut dalam perasaan terhadap ayahnya, saat ini yang paling penting adalah menemukan Rosalind, adiknya.
Avery menyalakan engine start, dan mencoba menginjak pedal gas pada mobil itu, bunyi raungan kas mobil kuda jingkrak sangat menyenangkan untuk didengar oleh Avery. Setelah itu, Avery mulai menjalankan mobilnya perlahan keluar dari garasi rumahnya. Ia merasa bahagia bisa menyetir kembali mobil yang pernah ia idapatkan sebagai hadiah ulang tahun dari ayahnya yang saat itu sangat ia sayangi.
Setelah keluar dari gerbang rumahnya, Avery hanya bisa memacu kendaraan dengan kecepatan 20 Km/jam saja karena hari ini jalanan kurang bersahabat dengannya. Kepadatan lalu lintas membuat ruang geraknya semakin sempit. Avery membutuhkan waktu hampir satu jam untuk sampai ke komplek perumahan Nina di daerah Grand Intercon, Jakarta Barat. Avery turun dari mobil dan mulai memencet bel untuk memanggil orang di dalam rumah untuk membukakan pintu.
“Maaf, anda siapa?” tanya seorang satpam yang mendekati Avery di depan pintu gerbang.
“Saya Avery, kakak dari Rosalind, temannya Nina,” Avery melepaskan kacamata hitamnya dan memandang satpam itu.
“Ah, Nona sedang ada di dalam, sebentar saya tanyakan terlebih dahulu ya, Non.” Satpam itu masuk ke dalam posnya dan terlihat menelepon. Setelah menutup teleponnya, satpam itu bergegas mendatangi Avery kembali.
“Non, silahkan masuk. Nona Nina sudah menunggu.” Satpam itu tersenyum dan membukakan pintu gerbang agar mobil Avery bisa dimasukkan ke dalam pekarangan rumah.
“Terima kasih, Pak,” ucap Avery sopan. Ia segera memakai kacamatanya dan masuk ke dalam mobil untuk memasuki pekarangan rumah Nina yang cukup megah walaupun masih tidak bisa menandingi Avery.
Setelah sampai ke tempat parkir yang diarahkan oleh satpam tersebut, Avery keluar dari mobilnya dan Nina sudah ada di pintu masuk menyambut kedatangan Avery.
“Kakak, kapan datang ke Jakarta?” tanya Nina girang. Ia sangat bahagia bertemu Avery setelah tujuh tahun berpisah.
“Kemarin, Nina. Kamu apa kabar?” tanya Avery sambil memeluk Nina.
“Baik, tentu saja aku baik. Kakak bagaimana?” Nina memeluk erat Avery.
“Tidak baik.”
“Kenapa? Ada masalah?” tanya Nina bingung.
“Rosalind hilang. Kamu tahu dia berada dimana?” selidik Avery.
“Rosalind? Bukankah dia sedang jalan-jalan? Dia mengatakan di chat bahwa ia butuh refreshing,” jawab Nina bingung.
“Bisakah kamu memperlihatkan chat dari Rosalind?”
“Ini, Kak.” Nina memberikan handphonenya yang berisi chat dengan Rosalind.
“Empat hari lalu?” Avery melihat semua histori chat Rosalind dengan Nina. Tapi ada satu hal yang ia masih penasaran dengan chat yang diberikan oleh Nina.
“Nin, Siapa Xavi?” tanya Avery penasaran dengan nama pria yang berada di chat Rosalind dan Nina.
“Ah, dia pacar Rosalind yang baru. Mungkin sudah enam bulan mereka berpacaran,” jelas Nina.
"Enam bulan?" Avery sendiri heran mengapa Rosalind tidak memberitahukan sebelumnya. “Siapa nama panjang pria itu?” selidik Avery.
“Xavier Jayden Vladimir," ucap Nina yakin.
“Vladimir?” Avery mengernyitkan dahinya. Ia sangat mengetahui bahwa Vladimir adalah perusahaan yang selama ini bersaing bahkan menjadi musuh bebuyutan bagi perusahaan Vermont. Bagaimana bisa Rosalind memiliki pacar seorang Vladimir?
“Dia CEO Vladimir Corp sekarang, Kak, mungkin ia baru menjabat sebagai CEO sekitar tiga bulan lalu,” jelas Nina.
“Terus bagaimana hubungannya dengan Rosalind sekarang?”
“Sepertinya sudah putus karena Xavi terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Rosalind cukup sedih dengan hubungannya yang kandas, jadi dia ngin menenangkan diri,” jelas Nina murung.
“Apakah ada hal lain yang terjadi di antara mereka?"
“Entahlah, Kak,” Nina hanya bisa mengedikkan bahunya saja, "Rosalind menjadi banyak rahasia sejak berpacaran dengan Xavi." tambah Nina.
"Banyak rahasia?" tanya Avery heran.
"Ya, Rosalind tidak banyak mau bercerita tentang Xavi karena Xavi tidak suka identitasnya dibongkar oleh siapapun. Bahkan mereka berkencan harus menggunakan masker dan topi agar tidak ada yang melihat mereka," jelas Nina.
"Cukup mencurigakan."
"Benar. Aku sudah pernah memperingatkan Rosa tentang keanehan Xavi, tapi Rosa sepertinya sudah cinta mati dengannya sampai ia tidak mau mendengarkan aku lagi," ucap Nina sedikit protes karena tidak dipedulikan oleh Rosalind.
"Aku akan menyelidiki Xavier. Oh ya apakah Rosa pernah mengatakan dia akan pergi refreshing kemana?” tanya Avery penasaran.
“Dia hanya mengatakan refreshing di pedesaan yang jauh dari Xavi. Ia tidak mau berada di kota terlebih dahulu,” jelas Nina mengingat apa yang telah dikatakan oleh Rosalind.
“Pedesaan dimana? Apakah kamu tahu?”
“Tidak, Kak. Rosa mengatakan rahasia saja. Ah, atau kakak mungkin bisa bertanya pada satu temannya yang berada di pedesaan juga.” Tiba-tiba Nina mengingat nama teman yang berasal dari pedesaan.
“Siapa namanya? Dimana aku harus mencarinya?” tanya Avery penasaran.
“Namanya Theo. Ia berasal dari Jawa Barat. Tapi aku masih tidak tahu dimana dia berada. Jawa Barat sangatlah luas.”
“Siapa nama panjangnya?”
“Theo Santoso. Ia adalah kenalan Rosalind di kampus. Mungkin kakak bisa mencari tahu tentang dirinya di kampus.”
“Terima kasih banyak, Nina. Kamu sangat membantu.” Avery memeluk Nina dan berpamitan. Ia segera menelpon ayahnya untuk mencari tahu.
“Temukan Theo Santoso, teman kampus Rosalind. Ia tinggal di Jawa Barat,” perintah Avery di telepon. Sudah tidak ada waktu yang bisa ia sia-siakan untuk mencari keberadaan Rosalind, ia harus bertindak cepat sebelum semuanya terlambat.
“Baik,” ucap Jordan singkat.
Setelah mendapatkan kabar dari Avery tentang orang bernama Theo Santoso, Jordan menyuruh anak buahnya untuk mencari tahu keberadaan Theo tersebut. Setelah pencarian alamat melalui kampus Rosalind, akhirnya anak buah Jordan yang bernama Aldi mendapatkan alamat tempat tinggal Theo.“Pak, kami sudah mendapatkan alamat lengkap Theo dari kampus. Sekarang kami akan pergi ke Cianjur untuk mencarinya,” ujar Aldi di telepon.“Cepat pergi, temukan Rosalind. Hubungi Avery agar ia bisa pergi dengan kamu!” Jordan sangat senang, ada titik terang tentang keberadaan Rosalind.“Baik, Pak.” Aldi menutup teleponnya dengan Jordan. Ia menelepon Avery untuk ikut bersamanya pergi ke daerah Cianjur, Jawa Barat untuk mencari Rosalind.oooOOOoooCikalong Kulon, Cianjur, Jawa BaratAvery dan Aldi mencari alamat rumah sesuai dengan petunjuk alamat yang diberikan oleh kampus. Mereka menelusuri daerah persawahan dengan berjalan kaki.“Pak, permisi,” sapa Aldi sopan pada seorang p
Tok! Tok! Tok! Aldi mengetuk pintu rumah Pak RT.“Permisi.”“Ya …,” terdengar teriakan seorang wanita dari dalam menjawab sapaan Aldi.“Permisi bu, Kami mencari Pak RT,” ucap Aldi sopan di depan pintu rumah Pak RT.“Sebentar ya, ”“Iya, Bu.” ucap Aldi dan Avery bersamaan.Tidak lama seorang wanita paruh baya keluar dari rumah menggunakan daster biru dengan motif bunga.“Siapa dan ada perlu apa ya, Bapak dan Ibu?” tanya wanita itu sopan.“Perkenalkan, saya Aldi dan ini Avery. Kami datang ke sini untuk mencari tahu alamat bapak Wikrama Santoso,” ucap Aldi sopan kepada wanita di hadapannya.“Wikrama?” Wanita di hadapan Aldi dan Avery agak terkejut mendengar nama yang mereka sebutkan.“Kalau boleh ada apa dengan nama Wikrama, sepertinya Ibu terkejut mendengarnya?” tanya Avery menyelidiki.“Nanti Pak RT saja yang menjawab ya, Neng,” ucap wanita yang berada di hadapan Avery.“Oh, baik, Ibu. Terima kasih.” Avery mengangguk. Ia tidak mau memaksa wanit
“Halo …,” ucap Aldi mengangkat telepon yang sedang berbunyi dengan bluetooth earphone.“Pak, kami sudah menemukan informasi tentang Wikrama Santoso,” balas anak buah Aldi. Aldi melirik ke arah Avery yang sedang sibuk berselancar di handphonenya.“Nona, ada informasi tentang Wikrama,” ucap Aldi pelan.“Aku ambil handphone-mu!” Avery langsung mengambil handphone milik Aldi dan menekan tombol speaker phone. “Bicara!” lanjut Avery.“Baik, Nona. Wikrama adalah seorang pembunuh. Berita tentang dia sudah tersebar luas. Ia membunuh majikannya karena uang dan sakit hati. Terbukti dari hasil pengadilan bahwa ia telah membunuh saat dua puluh tahun lalu,” jelas anak buah Aldi.“Apakah kamu punya foto Wikrama?” tanya Avery kepada anak buah Aldi.“Sebentar saya kirimkan melalui chat ke nomor Pak Aldi.” “Terima kasih.” Avery menutup telepon dari anak buah Aldi. Hatinya semakin bergoncang, tidak percaya bahwa Rosalind berada di tempat yang sangat berbahaya bagi nyawanya. Apala
Tok! Tok! Tok!“Permisi.” Avery mengetuk pintu rumah yang ia sendiri tidak tahu apakah itu Wikrama atau bukan.Tok! Tok! Tok!“Permisi.” Avery mengetuk pintu rumah itu kembali tapi sepertinya tidak ada orang di rumah.“Neng, itu orangnya sudah pindah,” teriak seorang tetangga kepada Avery.“Pindah kemana, Ibu? Apakah Ibu tahu?” tanya Avery penasaran.“Enggak, Neng.” Ibu itu menggelengkan kepalanya.“Apa Ibu pernah melihat wanita ini di sini?” tanya Avery sambil memperlihatkan foto Rosalind.“Aduh, sepertinya Ibu ada lihat wanita ini. Tiga hari lalu. Dia teh dibawa sama anak muda ke rumah sebelah,” jelas ibu Tetangga.“Apakah penghuni rumah di sebelah itu seperti ini wajahnya?” Avery memberikan foto dari Wikrama Santoso kepada Ibu Tetangga.“Iyah, Neng.” Ibu Tetangga itu mengangguk.“Siapa nama pria ini, Bu?” tanya Avery lagi. Ia ingin memastikan bahwa nama pria ini belum berganti dan jikapun sudah berganti, ia harus mencari tahu lagi.“Namanya Ase
“Boleh saya lihat fotonya?” tanya Tukang Ojek itu penasaran.“Ini, Pak.” Avery memperlihatkan wajah Rosalind kepada Tukang Ojek itu.“Ya ampun, ini yang tadi saya antar, Neng.” Tukang Ojek itu menepuk keningnya sendiri.“Serius, Pak? Bisa bapak antarkan saya kepadanya?” Avery sudah kembali berseri karena ada orang yang sudah mengetahui keberadaan Rosalind. Ia merasa begitu bodoh karena mencari-cari orang yang tidak jelas seperti Asep atau Wikrama.“Dia teh mengalami kecelakaan. Sekarang ada di RSUD. Saya yang bantu antar. Sepertinya dia teh ketakutan sekali.” jelas Tukang Ojek.“Tolong antarkan saya sekarang, Pak,” tutur Avery khawatir dengan adiknya yang kecelakaan. Avery sudah mengabarkan kepada Aldi bahwa ia akan pergi ke RSUD di dekat Tugu bersama tukang ojek yang ia sewa.Tidak menunggu waktu yang lama, Avery sampai ke RSUD yang diantarkan oleh tukang ojek sewaannya."Apakah disini ada yang pasien bernama Rosalind? Korban kecelakaan. Ia belum lama d
Lampu ruang operasi mati, artinya operasi telah selesai dilakukan. Avery bernafas sedikit lega. Ia sangat berharap keadaan adiknya baik-baik saja serta bayi di dalam kandungannya selamat.Dokter dan suster keluar dari ruang operasi dan membawa seorang wanita yang sudah terkulai lemas di stretcher.Avery melihat wajah pasien yang sedang didorong oleh dokter dan benar saja ternyata Rosalind yang sedang mereka dorong di stretcher.“Dokter, bagaimana keadaan pasien?” tanya Avery berlari mengejar dokter.“Hmm … anda siapa?” tanya Dokter sambil mengernyit. Ada rasa lelah tergurat dari dokter yang telah mengoperasi Rosalind.“Saya kakak dari pasien. Namanya Rosalind,” sahut Avery tegang.“Ah, pasien dalam keadaan tidak stabil. Saat ini ia mengalami keguguran karena benturan yang sangat hebat di perutnya. Dan juga pasien dalam keadaan gegar otak dan mengalami beberapa patah tulang di bagian punggungnya. Pasien juga sepertinya mengalami penganiayaan karena banyaknya memar d
Avery berdiam diri di dekat Rosalind. Infus di tangannya sudah dilepaskan oleh dokter kemarin. Avery menatap Rosalind dengan lembut, adik yang selama ini ia manjakan ada di hadapannya sekarang dengan tubuh tidak berdaya. Miris sungguh miris melihat adik yang paling dicintai menderita seperti ini. Avery melihat Aldi yang masih tertidur di sofa di ruangannya, ada segurat rasa tidak enak karena membuat Aldi menderita juga. Aldi adalah anak buah dari ayah Avery dan ia sudah bekerja selama hampir sepuluh tahun sejak ia remaja.Aldi adalah remaja terlantar yang hampir sekarat dan dipungut oleh Jordan dan dijadikan anak buahnya, dididik dengan benar dengan sekolah yang tinggi. Hal itu membuat Aldi sangat menurut kepada Jordan. Aldi tumbuh besar bersama Avery dan Rosalind, ia sangat menjaga kedua putri penyelamatnya agar selalu aman. Ia seperti kakak bagi Avery dan Rosalind dan tidak heran mereka berdua sangat manja kepada Aldi meskipun selama ini Aldi selalu memanggil sebutan Nona,
Avery dan Aldi berjalan gontai keluar dari ruangan Rosalind. Avery memeluk erat Aldi, ia sangat tidak kuat menahan penderitaannya. “Al, kenapa harus Rosa? Kenapa harus dia yang menjadi korban, Al?” Avery memukul-mukul dada Aldi perlahan. Getir, lirih dan sangat nelangsa semua ucapan yang Avery katakan kepada Aldi. Aldi hanya bisa berdiri tegak sebagai sandaran Avery. “Kita akan membalas mereka, Nona. Saya akan membantu Nona,” ujar Aldi tegas. Ia tidak rela majikannya diperlakukan seperti binatang oleh seorang Vladimir.“Kita akan membalas mereka, Aldi. Kita buat Xavier Vladimir lebih menderita dari apa yang dialami oleh Rosalind,” janji Avery kepada dirinya sendiri.Dokter dan Suster keluar dari ruang perawatan Rosalind, mereka berwajah kusut dan tidak bisa memberikan kabar bahagia sama sekali untuk Avery dan Aldi.“Maaf, Nona. Pasien tidak bisa diselamatkan. Saya turut berbelasungkawa.” Dokter menunduk, sedih rasanya tidak bisa menyelamatkan seorang pasien.
Avery masih sibuk dengan segala berkas yang berada di mejanya. Satu per satu proyek kerja sama milik Vlad Corp harus dipelajari Avery karena untuk rencana selanjutnya, Avery harus segera menyelesaikan Xavier. Terlalu lama berada di dekat Xavier bisa saja mempengaruhi kejiwaan Avery, tepatnya, Avery takut malah ia menjadi jatuh cinta kepada sang pembunuh adiknya. Tidak akan Avery biarkan semua itu terjadi. Cukup Rosalind yang menjadi korban bagi Xavier, tidak untuk Avery. Lebih cepat Avery menyelesaikan Xavier, maka lebih cepat Avery pergi dari hadapan Xavier. Meninggalkan dalam keadaan Xavier hancur total."Belle," panggil Xavier yang baru saja keluar dari luar ruangannya."Ya, Pak." Avery menghentikan pekerjaannya sejenak untuk berfokus kepada pria yang memanggilnya itu."Hmm ... bisa kita bicara sebentar di ruanganku?""Baik, Pak."Avery berdiri dan mengikut Xavier dari belakang untuk masuk ke dalam ruangan Xavier."Tutup pintunya, Belle."Avery langsung menutup pintu ruangan sesu
Avery malas untuk menjawab pertanyaan dari Aldi. Entahlah bagaimana keadaan hati dan pikirannya sekarang. Apakah memang ia mulai menyukai pesona Xavier? Kasihan terhadap pria itu? Atau memang niat balas dendamnya yang membuat Avery terlalu terlibat dengan Xavier.Avery masih bingung. Tapi, biarkanlah semua terjadi dan berjalan sesuai rencana saja. Aldi telah menurunkan Avery di depan lobi perusahaan Xavier. Ia bergegas untuk pergi kembali untuk mencari apa yang dititahkan oleh Avery, sang nona besar. Wina ... wanita itu memang harus mendapatkan balasan dari apa yang telah ia lakukan kepada Avery sewaktu muda. "Hai, Pak," sapa Avery di ruang kerja Xavier yang sedang memijat keningnya sendiri. Terlalu banyak masalah dan ia tidak bisa menyelesaikannya dengan sangat cepat."Yes, Belle. Ada apa?"Tatapan sendu Xavier membuat hati Avery menjadi tidak enak sendiri."Hmm ... aku punya ide untuk Karina." Avery tersenyum pasti."Apa itu?""Kita menggunakan hipnotis untuk mencari tahu apa yan
"Entahlah, Av. Tapi kita bisa mulai dari komplotan Keith yang masih berada di dalam penjara. "Karina, benar apa yang dikatakan sang ayah. Pastinya dari Karina, maka Avery bisa memecahkan kasus ini satu per satu. Mungkin belum menjurus ke arah pembalasannya terhadap Rosalind, tapi setidaknya, jika ia memegang kunci siapa yang bermain di PT Heiz, maka Avery bisa menggunakannya untuk melawan Xavier. Menghancurkan Xavier sampai berkeping-keping. "Tapi masalahnya, Karina bungkam, " balas Avery mendelik kesal. "Mungkin kamu bisa menggunakan jasa psikiater, melakukan hipnotis kepada Karina." Jordan membentuk senyuman di bibirnya. Ia sangat senang karena mungkin sang anak mau mendengarkan pendapatnya itu. "Ya ... anda benar. " Avery berbalik tersenyum, tapi senyum penuh kelicikan karena ia akan mendapatkan informasi itu dari Karina. "Apakah kamu akan melibatkan Xavier?""Bisakah aku? Karena Karina sangat membenciku.""Kalau begitu, arahkan semua tanggung jawab di pundak Xavier. Biar dia
Setelah pulang dari kantor, Avery bergegas pulang menuju mansion milik ayahnya. Ia harus mencari tahu tentang apa yang telah dikatakan oleh Jordan dan sangat membuat Avery penasaran. Sebelumnya ia telah membatalkan terlebih dahulu janjinya dengan Aldi untuk bertemu di apartemennya karena pastinya ia akan bisa bertemu dengan Aldi di mansion Jordan. Ting Tong! Avery menekan bel mansion. Tidak lama kemudian, Jordan membukakan pintu untuk Avery. Ia sudah mengetahui bahwa Avery yang sedang berada di depan pintu masuk mansionnya. "Selamat malam, Av," sapa Jordan. Ia sangat merindukan anak satu-satunya itu. "Jangan berbasa-basi lagi denganku. Katakan apa yang ingin anda katakan sekarang," balas Avery ketus. Ia masih berada di depan pintu mansion dan tidak mau masuk ke dalam. "Masuklah. Kita berbicara di dalam," ajak Jordan. Avery ingin mempercepat pembicaraannya dengan Jordan sehingga ia langsung masuk ke dalam mansion. Mereka berdua
Xavier sangat lelah mencari fakta tentang proyeknya yang sedang dimanipulasi. Karina ... wanita itu sangat tidak berguna bagi Xavier. Ia tidak bisa mengorek informasi apapun dari wanita itu.Xavier segera pulang ke kantor. Ia berharap menemukan setitik harapan yang bisa membantunya untuk keluar dari masalah perusahaannya ini, masalah yang cukup berat dan bisa merugikan perusahaannya."Belle," sapa Xavier lemas ketika ia sudah sampai ke dekat ruangan kerjanya."Bagaimana, Pak? Apakah bapak sudah mendapatkan informasi dari Karina?" tanya Avery penasaran."Tidak. Wanita sialan itu malah pingsan saat aku menginterogasinya.""Hmm ... apakah dia berpura-pura?" tanya Avery curiga."Mungkin saja. Entahlah. Aku lelah.""Ya sudah, bapak beristirahat terlebih dahulu dan aku akan membawakan makanan dan minuman untuk bapak.""Terima kasih, Belle." Xavier tersenyum kaku kepada Avery. Pikirannya sangat kacau karena kejadian ini. Tentu s
“Hai, Pak Xavier …” sapa Karina sumringah karena melihat wajah mantan bosnya. Ia sendiri tidak menyangka Xavier akan menemuinya di rumah tahanan setelah sekian lama ia mendekam.“Bagaimana kabarmu?” tanya Xavier berbasa-basi.“Tidak baik. Seperti yang bapak lihat saat ini.” Karina berdiri dan memperlihatkan tubuhnya yang mulai kurus dan wajahnya yang sangat kusam akibat stress berada di dalam rumah tahanan.“Ah … saya turut berduka cita.” Xavier mencoba memberikan simpatinya kepada keadaan Karina saat ini.“Apa bapak ke sini untuk membebaskan saya?” tanya Karina penuh harap.“Aku membutuhkan bantuanmu, jika kamu membantuku dengan semua informasi,
Setelah tidak berhasil mencari proposal dan kesepakatan kerja sama antara Vlad Corp dan PT Heiz di tempat penyimpanan berkas, Avery tergesa-gesa kembali ke meja kerjanya untuk mencari lagi. Mungkin Karina lupa meletakannya.Avery mengobrak-abrik meja dan tempat penyimpanan Karina tapi ia tidak menemukan berkas yang ia cari. Kemudian, Avery mencoba mengecek ke dalam komputer yang ada di hadapannya. Biasanya terdapat arsip karena semua dokumen kerja sama akan di-scan sebagai back up data.Avery melakukan pencarian tapi tidak ada berkas apapun yang berhubungan dengan PT Heiz. Ia mulai curiga adanya campur tangan Karina dalam masalah proyek PT Heiz. Mungkin ini juga yang membuat Karina tidak menyukai dirinya bahkan melakukan sabotase terhadap dirinya, agar tidak ada orang yang mengetahui kejahatan yang dilakukan oleh Karina.
Setelah menyelesaikan rapat dengan para kepala divisi, Avery memohon diri untuk pamit keluar dari ruang rapat yang terasa menyesakkan dada. Ia segera menelepon Aldi untuk langkah selanjutnya.“Al …” panggil Avery di telepon.“Ya, Nona.”“Selidiki masalah pembangunan hotel milik PT Heiz dan Vlad Corp yang berada di Bandung. Ada masalah apa, gunakan detektif yang biasa ayah gunakan. Jika bisa, berikan kepadaku laporan itu dalam dua hari,” ujar Avery memberikan perintah kepada Aldi.“Masalah lima pekerja meninggal karena lantai dua puluh runtuh?” tanya Aldi mengkonfirmasi.“Ya. Apakah kamu mengetahui masalah ini?” tanya Avery penasaran.
Setelah menenangkan diri dengan memeluk Avery, Xavier melepaskan dekapannya. Ia sudah bisa mengendalikan emosinya dan menenangkan diri.“Belle, tolong bantu saya kumpulkan semua kepala divisi yang berkaitan dengan PT Heiz,” ucap Xavier pelan. Ia mulai duduk di sofa dan meminum teh manis hangat buatan Avery. Ia harus menenangkan pikirannya agar bisa berpikir dengan jernih.“Baik, Pak.” Avery mengangguk menuruti perintah Xavier.“Menurutmu, apa yang sedang terjadi di pembangunan hotel itu?” tanya Xavier masih bimbang. Ia sendiri tidak pernah menyangka kejadian seperti ini bisa terjadi dengan perusahaannya.“Hmm … menurut saya ada orang yang bermain di belakang dan mengurangi bahan. Sehingga para pekerja itu tertimpa dengan k