“Non, nanti langsung pulang ke mansion ya, bapak sudah menunggu di sana,” ucap sopir yang sudah lama mengikuti Jordan selama ini, namanya pak Sarmin.
“Iya, Pak,” ucap Avery lembut. Ia sangat menghormati Sarmin walaupun Sarmin hanya sopir di rumahnya saja. Sarmin sudah Avery anggap sebagai keluarganya sendiri.
“Sudah lama bapak tidak bertemu dengan, Non. Bagaimana kabar Non di Jerman?” tanya Sarmin memulai pembicaraan dengan antusias.
“Semua baik-baik saja, Pak,” balas Avery singkat.
“Bagaimana kabar Nyonya Veronica di sana?”
“Mama sudah meninggal,” ucap Avery lirih.
“Maaf, Non, bapak tidak tahu,” Sarmin menurunkan nada bicaranya, tidak seantusias pembicaraan awalnya. Ia juga turut bersedih karena nyonya besarnya sudah meninggal. Selama ini, Veronica selalu membantu keluarga Sarmin, bahkan menyekolahkan anaknya hingga kuliah. Ia merasa sangat berhutang budi pada Veronica yang baik hati.
“Santai saja, Pak. Banyak orang yang bahagia akan kematian ibu,” ucap Avery sinis.
“Maaf, Non.” Sarmin hanya bisa menurun kepalanya. Ia tahu siapa yang sedang dibicarakan Avery.
“Bukan salah bapak.” Avery menghapus air mata yang tiba-tiba meleleh ke pipinya.
Avery mengalihkan pandangannya ke kaca jendela mobil. Ia hanya menikmati pemandangan yang ia lewati ditemani dengan lagu-lagu nostalgia kesukaannya. Hari ini jalanan begitu lengang, mungkin karena sudah jam 21.30, tidak ada aktivitas perkantoran lagi. Jalanan antara bandara Soekarno-Hatta dengan rumahnya di daerah Menteng sudah tidak ada kemacetan lagi.
Terus terang, Avery sangat malas bertemu dengan ayah kandungnya saat ini. Jika ia melihat wajah ayahnya, yang ia rasakan hanya kenangan masa lalu yang terus menerus berputar kembali di hadapannya seperti kaset rusak yang enggan berhenti dan hal itu sangat mengganggu batin Avery.
Butuh sekitar tiga puluh menit bagi Avery untuk sampai ke mansionnya. Ia berjalan gontai menyusuri taman yang biasa ia tanami bunga dengan ibu dan adiknya. Kenangan kebahagiaan menyeruak di setiap langkah yang ia lalui. Mawar berwarna-warni masih tumbuh subur di taman ini. Ia mencium wangi bunga mawar yang sedang bermekaran di taman kesayangannya dahulu. Tidak terasa ia sudah sampai di pintu utama. Dengan enggan ia memencet bel rumah.
Tet! Tet! Tet!
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Avery untuk menunggu di depan pintu, seseorang telah membukakan pintu untuknya.
Ceklek
“Hai, Nak. Bagaimana perjalananmu?” tanya Jordan memaksakan senyumnya dan berbasa-basi kepada Avery yang baru masuk ke dalam rumah.
“Ya begitulah.” Avery sudah sangat lelah dalam perjalanannya yang sangat jauh. Ia sudah tidak mau berbasa-basi dengan Jordan sehingga ia melewati Jordan begitu saja. Sekilas, Avery melihat ayahnya sudah berbeda dari tujuh tahun lalu. Rambut ayahnya sudah dipenuhi uban, wajahnya kusut tidak terawat, mungkin terlalu memikirkan Rosalind atau wanita lain yang menjadi mainannya.
"Apakah kamu lapar?" tanya Jordan perlahan.
"Tidak. Aku sudah makan di pesawat." balas Avery singkat.
“Baiklah. Av, istirahatlah di kamarmu, bi Indah sudah merapikannya,” ucap Jordan pelan. Ia sangat senang Avery bersedia pulang ke rumah walaupun wajahnya tetap tidak bersahabat seperti biasanya. Avery tetaplah anak yang paling ia sayangi selain Rosalind.
“Ya. terima kasih,” balas Avery kaku. Ia berlalu meninggalkan Jordan yang masih berdiri di ujung tangga lantai satu. Avery tidak mau terlalu banyak bicara dengan ayahnya yang sudah mulai terlihat renta itu. Ia menyadari, bahwa ia sedikit keterlaluan pada ayahnya, tapi kekesalan pada hati Avery belum bisa terhapuskan begitu saja. Ia masih memendam kepahitan di dalam dirinya atas semua perbuatan yang dilakukan oleh Jordan.
Avery melihat sekelilingnya tapi tidak tampak batang hidung Frecia di rumahnya. "Apakah wanita itu sudah tidur? Semoga aku tidak perlu bertemu dengan wanita itu," ujar Avery di dalam hati. Ia sangat tidak berharap menemukan Frecia di dalam rumahnya karena rumah itu adalah kenangan akan ibunya. Ia tidak mau kenangan itu dirusak oleh wanita pelakor seperti Frecia.
Avery memasuki kamarnya yang berada di lantai dua. Dekorasinya masih sama seperti dahulu, semua penataan dan wallpaper masih sama, warna monokrom dan tidak banyak hiasan di dalamnya. Avery adalah orang yang tidak terlalu suka nuansa warna-warni di dalam kamarnya. Ia lebih suka tipe simpel saja.
Avery mendekati meja rias dan rak bukunya, barang-barang masih ditata sama seperti Avery terakhir melihatnya, tepatnya lebih rapi karena Avery menghancurkan barang-barang sebelum ia pergi dari mansion ini.
Avery menyusuri setiap sudut kamarnya, terdapat foto keluarganya yang bahagia di atas nakas di sebelah tempat tidurnya. Ia memandangi foto keluarganya yang saat itu sedang berlibur di pantai. Terlihat raut bahagia di foto itu, semua senyuman terasa tulus. Hari itu adalah hari yang paling bahagia untuk Avery karena ayahnya menyediakan waktu untuk bersantai bersama, walaupun hanya dua jam dan setelah itu, ayahnya harus kembali meeting dengan para klien. Avery sangat memaklumi kesibukan ayahnya sebagai pebisnis multi company.
Tidak terasa air mata Avery mengalir di pipinya, kebahagiaan di foto yang ia cetak hanya bertahan satu minggu karena ayahnya tertangkap basah sedang beradegan panas dengan wanita lain di sebuah hotel, tepatnya di hotel miliknya.
Avery ingin segera membersihkan diri dari peluhnya dan lelahnya selama hampir dua puluh jam perjalanan.
Ia melepaskan jaketnya karena panas tapi tiba-tiba memo dari pria bernama Jayden meluncur dari saku jaketnya.
“Cih ... Semua pria sama. Baik di awal, buruk di belakang. Apalagi jika sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tidak ada kata setia dalam hidupnya. Sampah! Semua pria brengsek! Mungkin termasuk kamu," hina Avery sinis sambil melihat memo yang ia dapatkan dari Jayden.
"Maaf, perjumpaan kita cukup sampai di bandara saja. Selebihnya aku tidak memerlukan kamu dan kita tidak akan pernah berjumpa lagi," ucap Avery sinis. Ia merobek memo itu dan membuangnya ke tempat sampah.
oooOOOooo
“Selamat malam, Tuan Xavier,” ucap Aris, kepala pelayan di mansion Xavier membukakan pintu masuk untuk Xavier.
“Malam. Aku sangat lelah, aku ingin istirahat tanpa diganggu oleh siapapun,” ucap Xavier tegas. Ia berlalu dari hadapan Aris dan segera masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri. Rasa lelah mendera dirinya. Jika bukan karena sepupunya yang bernama Jonathan sedang berbuat ulah dengan membuat keributan di Korea Selatan, ia tidak mungkin akan pergi ke negara itu dengan rute bolak-balik, sungguh melelahkan.
Xavier membuka pakaiannya dan tiba-tiba memo dari Avery terjatuh ke lantai.
“Oh, memo dari Belle,” ucap Xavier sambil tersenyum melihat memo itu. Walaupun ia merasa sangat lelah, tapi ia juga sangat bahagia karena perjalanannya tidak sia-sia. Ia sangat bahagia bertemu dengan seorang wanita bernama Belle yang tidak memandang dirinya sebagai Xavier Jayden Vladimir seorang Ceo dan pemilik Vladimir corp. Belle hanya mengetahui dirinya sebagai Jayden, seorang karyawan sebuah perusahaan saja.
Xavier sangat terpesona dengan segala pengetahuan, keramahan dan obrolannya dengan Belle. Tidak pernah ia bertemu wanita sepintar dan sebaik Belle. Semua wanita yang ia temui selalu mendekatinya untuk urusan proyek atau karena uang saja. Bahkan mantan kekasihnya meninggalkan dirinya untuk menikah dengan pria lain setelah mendapatkan banyak properti dan uang dari Xavier.
Sejak pengkhianatan yang dilakukan oleh mantan pacarnya, Xavier jadi takut untuk mendekati apalagi mencintai seorang wanita. Hanya kali ini saja, ia terpesona oleh seorang wanita yang bernama Belle yang sama sekali tidak mengenalnya.
“Aku pasti akan mencarimu besok, kita akan bertemu lagi dan akan kujadikan kamu sebagai pendamping hidupku selamanya,” ucap Xavier tersenyum bahagia melihat memo berisi alamat wanita yang ia sukai. Ia menaruh kertas memo dari Belle di dalam dompetnya dan segera membersihkan diri.
"Av ..." panggil seorang wanita berbaju putih membangunkan Avery dari tidurnya. Avery mengucek matanya dan berusaha melihat dengan jelas wajah dari suara wanita yang memanggilnya. "Ibu ..." sapa Avery. "Apa kabar, Sayang?" tanya Veronica. Wajahnya bersinar dengan terang seperti seorang malaikat. "Aku baik, Bu. Ibu bagaimana?" "Aku juga baik disini. Apa kamu sedang ada masalah, Av?" tanya Veronica dengan lembut. Ia selalu tahu bagaimana caranya menenangkan hati Avery yang galau. "Aku sedang mencari Rosalind. Aku tidak tahu dimana dia berada, Bu," ucap Avery memberitahukan kegalauannya. "Rosalind baik-baik saja, Av." Veronica meng
Avery segera pergi ke garasi untuk melihat apakah mobilnya masih ada atau tidak. Sarmin melihat Avery sedang berjalan ke arah garasi, iapun mengikuti Avery dari belakang. “Ada apa, Non? Ada yang bisa bapak bantu?” tanya Sarmin sopan. Avery tersentak kaget mendengar panggilan dari Sarmin. “Apakah mobilku masih ada, Pak?” tanya Avery kepada Sarmin pelan. Ia masih berdiri ragu di depan garasi mobil yang tertutup pintu. Avery ingin mencari mobilnya yang berwarna merah berlogo tiga bintang. “Masih, apakah Non ingin menggunakannya sekarang?” tanya Sarmin bingung. “Ya.” Avery mengangguk. Sarmin segera membuka pintu garasi mobil. Ia menunjukkan tempat parkirnya mobil Avery.
Setelah mendapatkan kabar dari Avery tentang orang bernama Theo Santoso, Jordan menyuruh anak buahnya untuk mencari tahu keberadaan Theo tersebut. Setelah pencarian alamat melalui kampus Rosalind, akhirnya anak buah Jordan yang bernama Aldi mendapatkan alamat tempat tinggal Theo.“Pak, kami sudah mendapatkan alamat lengkap Theo dari kampus. Sekarang kami akan pergi ke Cianjur untuk mencarinya,” ujar Aldi di telepon.“Cepat pergi, temukan Rosalind. Hubungi Avery agar ia bisa pergi dengan kamu!” Jordan sangat senang, ada titik terang tentang keberadaan Rosalind.“Baik, Pak.” Aldi menutup teleponnya dengan Jordan. Ia menelepon Avery untuk ikut bersamanya pergi ke daerah Cianjur, Jawa Barat untuk mencari Rosalind.oooOOOoooCikalong Kulon, Cianjur, Jawa BaratAvery dan Aldi mencari alamat rumah sesuai dengan petunjuk alamat yang diberikan oleh kampus. Mereka menelusuri daerah persawahan dengan berjalan kaki.“Pak, permisi,” sapa Aldi sopan pada seorang p
Tok! Tok! Tok! Aldi mengetuk pintu rumah Pak RT.“Permisi.”“Ya …,” terdengar teriakan seorang wanita dari dalam menjawab sapaan Aldi.“Permisi bu, Kami mencari Pak RT,” ucap Aldi sopan di depan pintu rumah Pak RT.“Sebentar ya, ”“Iya, Bu.” ucap Aldi dan Avery bersamaan.Tidak lama seorang wanita paruh baya keluar dari rumah menggunakan daster biru dengan motif bunga.“Siapa dan ada perlu apa ya, Bapak dan Ibu?” tanya wanita itu sopan.“Perkenalkan, saya Aldi dan ini Avery. Kami datang ke sini untuk mencari tahu alamat bapak Wikrama Santoso,” ucap Aldi sopan kepada wanita di hadapannya.“Wikrama?” Wanita di hadapan Aldi dan Avery agak terkejut mendengar nama yang mereka sebutkan.“Kalau boleh ada apa dengan nama Wikrama, sepertinya Ibu terkejut mendengarnya?” tanya Avery menyelidiki.“Nanti Pak RT saja yang menjawab ya, Neng,” ucap wanita yang berada di hadapan Avery.“Oh, baik, Ibu. Terima kasih.” Avery mengangguk. Ia tidak mau memaksa wanit
“Halo …,” ucap Aldi mengangkat telepon yang sedang berbunyi dengan bluetooth earphone.“Pak, kami sudah menemukan informasi tentang Wikrama Santoso,” balas anak buah Aldi. Aldi melirik ke arah Avery yang sedang sibuk berselancar di handphonenya.“Nona, ada informasi tentang Wikrama,” ucap Aldi pelan.“Aku ambil handphone-mu!” Avery langsung mengambil handphone milik Aldi dan menekan tombol speaker phone. “Bicara!” lanjut Avery.“Baik, Nona. Wikrama adalah seorang pembunuh. Berita tentang dia sudah tersebar luas. Ia membunuh majikannya karena uang dan sakit hati. Terbukti dari hasil pengadilan bahwa ia telah membunuh saat dua puluh tahun lalu,” jelas anak buah Aldi.“Apakah kamu punya foto Wikrama?” tanya Avery kepada anak buah Aldi.“Sebentar saya kirimkan melalui chat ke nomor Pak Aldi.” “Terima kasih.” Avery menutup telepon dari anak buah Aldi. Hatinya semakin bergoncang, tidak percaya bahwa Rosalind berada di tempat yang sangat berbahaya bagi nyawanya. Apala
Tok! Tok! Tok!“Permisi.” Avery mengetuk pintu rumah yang ia sendiri tidak tahu apakah itu Wikrama atau bukan.Tok! Tok! Tok!“Permisi.” Avery mengetuk pintu rumah itu kembali tapi sepertinya tidak ada orang di rumah.“Neng, itu orangnya sudah pindah,” teriak seorang tetangga kepada Avery.“Pindah kemana, Ibu? Apakah Ibu tahu?” tanya Avery penasaran.“Enggak, Neng.” Ibu itu menggelengkan kepalanya.“Apa Ibu pernah melihat wanita ini di sini?” tanya Avery sambil memperlihatkan foto Rosalind.“Aduh, sepertinya Ibu ada lihat wanita ini. Tiga hari lalu. Dia teh dibawa sama anak muda ke rumah sebelah,” jelas ibu Tetangga.“Apakah penghuni rumah di sebelah itu seperti ini wajahnya?” Avery memberikan foto dari Wikrama Santoso kepada Ibu Tetangga.“Iyah, Neng.” Ibu Tetangga itu mengangguk.“Siapa nama pria ini, Bu?” tanya Avery lagi. Ia ingin memastikan bahwa nama pria ini belum berganti dan jikapun sudah berganti, ia harus mencari tahu lagi.“Namanya Ase
“Boleh saya lihat fotonya?” tanya Tukang Ojek itu penasaran.“Ini, Pak.” Avery memperlihatkan wajah Rosalind kepada Tukang Ojek itu.“Ya ampun, ini yang tadi saya antar, Neng.” Tukang Ojek itu menepuk keningnya sendiri.“Serius, Pak? Bisa bapak antarkan saya kepadanya?” Avery sudah kembali berseri karena ada orang yang sudah mengetahui keberadaan Rosalind. Ia merasa begitu bodoh karena mencari-cari orang yang tidak jelas seperti Asep atau Wikrama.“Dia teh mengalami kecelakaan. Sekarang ada di RSUD. Saya yang bantu antar. Sepertinya dia teh ketakutan sekali.” jelas Tukang Ojek.“Tolong antarkan saya sekarang, Pak,” tutur Avery khawatir dengan adiknya yang kecelakaan. Avery sudah mengabarkan kepada Aldi bahwa ia akan pergi ke RSUD di dekat Tugu bersama tukang ojek yang ia sewa.Tidak menunggu waktu yang lama, Avery sampai ke RSUD yang diantarkan oleh tukang ojek sewaannya."Apakah disini ada yang pasien bernama Rosalind? Korban kecelakaan. Ia belum lama d
Lampu ruang operasi mati, artinya operasi telah selesai dilakukan. Avery bernafas sedikit lega. Ia sangat berharap keadaan adiknya baik-baik saja serta bayi di dalam kandungannya selamat.Dokter dan suster keluar dari ruang operasi dan membawa seorang wanita yang sudah terkulai lemas di stretcher.Avery melihat wajah pasien yang sedang didorong oleh dokter dan benar saja ternyata Rosalind yang sedang mereka dorong di stretcher.“Dokter, bagaimana keadaan pasien?” tanya Avery berlari mengejar dokter.“Hmm … anda siapa?” tanya Dokter sambil mengernyit. Ada rasa lelah tergurat dari dokter yang telah mengoperasi Rosalind.“Saya kakak dari pasien. Namanya Rosalind,” sahut Avery tegang.“Ah, pasien dalam keadaan tidak stabil. Saat ini ia mengalami keguguran karena benturan yang sangat hebat di perutnya. Dan juga pasien dalam keadaan gegar otak dan mengalami beberapa patah tulang di bagian punggungnya. Pasien juga sepertinya mengalami penganiayaan karena banyaknya memar d
Avery masih sibuk dengan segala berkas yang berada di mejanya. Satu per satu proyek kerja sama milik Vlad Corp harus dipelajari Avery karena untuk rencana selanjutnya, Avery harus segera menyelesaikan Xavier. Terlalu lama berada di dekat Xavier bisa saja mempengaruhi kejiwaan Avery, tepatnya, Avery takut malah ia menjadi jatuh cinta kepada sang pembunuh adiknya. Tidak akan Avery biarkan semua itu terjadi. Cukup Rosalind yang menjadi korban bagi Xavier, tidak untuk Avery. Lebih cepat Avery menyelesaikan Xavier, maka lebih cepat Avery pergi dari hadapan Xavier. Meninggalkan dalam keadaan Xavier hancur total."Belle," panggil Xavier yang baru saja keluar dari luar ruangannya."Ya, Pak." Avery menghentikan pekerjaannya sejenak untuk berfokus kepada pria yang memanggilnya itu."Hmm ... bisa kita bicara sebentar di ruanganku?""Baik, Pak."Avery berdiri dan mengikut Xavier dari belakang untuk masuk ke dalam ruangan Xavier."Tutup pintunya, Belle."Avery langsung menutup pintu ruangan sesu
Avery malas untuk menjawab pertanyaan dari Aldi. Entahlah bagaimana keadaan hati dan pikirannya sekarang. Apakah memang ia mulai menyukai pesona Xavier? Kasihan terhadap pria itu? Atau memang niat balas dendamnya yang membuat Avery terlalu terlibat dengan Xavier.Avery masih bingung. Tapi, biarkanlah semua terjadi dan berjalan sesuai rencana saja. Aldi telah menurunkan Avery di depan lobi perusahaan Xavier. Ia bergegas untuk pergi kembali untuk mencari apa yang dititahkan oleh Avery, sang nona besar. Wina ... wanita itu memang harus mendapatkan balasan dari apa yang telah ia lakukan kepada Avery sewaktu muda. "Hai, Pak," sapa Avery di ruang kerja Xavier yang sedang memijat keningnya sendiri. Terlalu banyak masalah dan ia tidak bisa menyelesaikannya dengan sangat cepat."Yes, Belle. Ada apa?"Tatapan sendu Xavier membuat hati Avery menjadi tidak enak sendiri."Hmm ... aku punya ide untuk Karina." Avery tersenyum pasti."Apa itu?""Kita menggunakan hipnotis untuk mencari tahu apa yan
"Entahlah, Av. Tapi kita bisa mulai dari komplotan Keith yang masih berada di dalam penjara. "Karina, benar apa yang dikatakan sang ayah. Pastinya dari Karina, maka Avery bisa memecahkan kasus ini satu per satu. Mungkin belum menjurus ke arah pembalasannya terhadap Rosalind, tapi setidaknya, jika ia memegang kunci siapa yang bermain di PT Heiz, maka Avery bisa menggunakannya untuk melawan Xavier. Menghancurkan Xavier sampai berkeping-keping. "Tapi masalahnya, Karina bungkam, " balas Avery mendelik kesal. "Mungkin kamu bisa menggunakan jasa psikiater, melakukan hipnotis kepada Karina." Jordan membentuk senyuman di bibirnya. Ia sangat senang karena mungkin sang anak mau mendengarkan pendapatnya itu. "Ya ... anda benar. " Avery berbalik tersenyum, tapi senyum penuh kelicikan karena ia akan mendapatkan informasi itu dari Karina. "Apakah kamu akan melibatkan Xavier?""Bisakah aku? Karena Karina sangat membenciku.""Kalau begitu, arahkan semua tanggung jawab di pundak Xavier. Biar dia
Setelah pulang dari kantor, Avery bergegas pulang menuju mansion milik ayahnya. Ia harus mencari tahu tentang apa yang telah dikatakan oleh Jordan dan sangat membuat Avery penasaran. Sebelumnya ia telah membatalkan terlebih dahulu janjinya dengan Aldi untuk bertemu di apartemennya karena pastinya ia akan bisa bertemu dengan Aldi di mansion Jordan. Ting Tong! Avery menekan bel mansion. Tidak lama kemudian, Jordan membukakan pintu untuk Avery. Ia sudah mengetahui bahwa Avery yang sedang berada di depan pintu masuk mansionnya. "Selamat malam, Av," sapa Jordan. Ia sangat merindukan anak satu-satunya itu. "Jangan berbasa-basi lagi denganku. Katakan apa yang ingin anda katakan sekarang," balas Avery ketus. Ia masih berada di depan pintu mansion dan tidak mau masuk ke dalam. "Masuklah. Kita berbicara di dalam," ajak Jordan. Avery ingin mempercepat pembicaraannya dengan Jordan sehingga ia langsung masuk ke dalam mansion. Mereka berdua
Xavier sangat lelah mencari fakta tentang proyeknya yang sedang dimanipulasi. Karina ... wanita itu sangat tidak berguna bagi Xavier. Ia tidak bisa mengorek informasi apapun dari wanita itu.Xavier segera pulang ke kantor. Ia berharap menemukan setitik harapan yang bisa membantunya untuk keluar dari masalah perusahaannya ini, masalah yang cukup berat dan bisa merugikan perusahaannya."Belle," sapa Xavier lemas ketika ia sudah sampai ke dekat ruangan kerjanya."Bagaimana, Pak? Apakah bapak sudah mendapatkan informasi dari Karina?" tanya Avery penasaran."Tidak. Wanita sialan itu malah pingsan saat aku menginterogasinya.""Hmm ... apakah dia berpura-pura?" tanya Avery curiga."Mungkin saja. Entahlah. Aku lelah.""Ya sudah, bapak beristirahat terlebih dahulu dan aku akan membawakan makanan dan minuman untuk bapak.""Terima kasih, Belle." Xavier tersenyum kaku kepada Avery. Pikirannya sangat kacau karena kejadian ini. Tentu s
“Hai, Pak Xavier …” sapa Karina sumringah karena melihat wajah mantan bosnya. Ia sendiri tidak menyangka Xavier akan menemuinya di rumah tahanan setelah sekian lama ia mendekam.“Bagaimana kabarmu?” tanya Xavier berbasa-basi.“Tidak baik. Seperti yang bapak lihat saat ini.” Karina berdiri dan memperlihatkan tubuhnya yang mulai kurus dan wajahnya yang sangat kusam akibat stress berada di dalam rumah tahanan.“Ah … saya turut berduka cita.” Xavier mencoba memberikan simpatinya kepada keadaan Karina saat ini.“Apa bapak ke sini untuk membebaskan saya?” tanya Karina penuh harap.“Aku membutuhkan bantuanmu, jika kamu membantuku dengan semua informasi,
Setelah tidak berhasil mencari proposal dan kesepakatan kerja sama antara Vlad Corp dan PT Heiz di tempat penyimpanan berkas, Avery tergesa-gesa kembali ke meja kerjanya untuk mencari lagi. Mungkin Karina lupa meletakannya.Avery mengobrak-abrik meja dan tempat penyimpanan Karina tapi ia tidak menemukan berkas yang ia cari. Kemudian, Avery mencoba mengecek ke dalam komputer yang ada di hadapannya. Biasanya terdapat arsip karena semua dokumen kerja sama akan di-scan sebagai back up data.Avery melakukan pencarian tapi tidak ada berkas apapun yang berhubungan dengan PT Heiz. Ia mulai curiga adanya campur tangan Karina dalam masalah proyek PT Heiz. Mungkin ini juga yang membuat Karina tidak menyukai dirinya bahkan melakukan sabotase terhadap dirinya, agar tidak ada orang yang mengetahui kejahatan yang dilakukan oleh Karina.
Setelah menyelesaikan rapat dengan para kepala divisi, Avery memohon diri untuk pamit keluar dari ruang rapat yang terasa menyesakkan dada. Ia segera menelepon Aldi untuk langkah selanjutnya.“Al …” panggil Avery di telepon.“Ya, Nona.”“Selidiki masalah pembangunan hotel milik PT Heiz dan Vlad Corp yang berada di Bandung. Ada masalah apa, gunakan detektif yang biasa ayah gunakan. Jika bisa, berikan kepadaku laporan itu dalam dua hari,” ujar Avery memberikan perintah kepada Aldi.“Masalah lima pekerja meninggal karena lantai dua puluh runtuh?” tanya Aldi mengkonfirmasi.“Ya. Apakah kamu mengetahui masalah ini?” tanya Avery penasaran.
Setelah menenangkan diri dengan memeluk Avery, Xavier melepaskan dekapannya. Ia sudah bisa mengendalikan emosinya dan menenangkan diri.“Belle, tolong bantu saya kumpulkan semua kepala divisi yang berkaitan dengan PT Heiz,” ucap Xavier pelan. Ia mulai duduk di sofa dan meminum teh manis hangat buatan Avery. Ia harus menenangkan pikirannya agar bisa berpikir dengan jernih.“Baik, Pak.” Avery mengangguk menuruti perintah Xavier.“Menurutmu, apa yang sedang terjadi di pembangunan hotel itu?” tanya Xavier masih bimbang. Ia sendiri tidak pernah menyangka kejadian seperti ini bisa terjadi dengan perusahaannya.“Hmm … menurut saya ada orang yang bermain di belakang dan mengurangi bahan. Sehingga para pekerja itu tertimpa dengan k