“Mas, maaf soal yang kemarin,” kata Arunika sambil membetulkan kerudung instannya yang sedikit tertiup angin.Mereka sedang duduk di kafe sebelah rumah sakit di jam makan siang. Kalandra menatap Arunika sebentar, lalu kembali mengaduk kopinya yang mulai dingin. Kalandra mengangguk. Ucapan Arunika beberapa hari lalu benar-benar melukainya. Arunika seperti tak menghargai dirinya selama ini.“Devina akan baik-baik saja. Kamu tak perlu mengkhawatirkan tentang kondisinya.”“Aku hanya kasihan.”“Aku tahu. Tapi kamu juga perlu memikirkan ku yang selama ini menunggumu.”“Maaf,” sesal Arunika. Hatinya benar-benar kacau saat melihat kondisi Devina yang menyedihkan. Apalagi saat tahu kejadian ini bukan kali pertama Devina melukai dirinya sendiri.“Sebenarnya aku sedikit kecewa,” ujar Kalandra. “Mas,” desah Arunika.“Kamu terlalu memikirkan perasaan orang lain, tapi sama sekali tak memikirkan perasaanku. Aku seperti dipermainkan.”“Bukan seperti itu, Mas.”“Lalu?” Kalandra menaikkan sebelah ali
“Saya sempat kaget, tiba-tiba saja anak ini meminta untuk dilamarkan anak orang,” kata Hendra—ayah dari Kalandra. “Mana tahu saya kalau ternyata Arunika.” Hendra terkekeh. Keluarga mereka memang sudah kenal lama, bertetangga sejak Kalandra dan keluarganya pindah ke Yogya. Setelah Arunika menikah, Kalandra memutuskan pindah ke kota asalnya di Jakarta. Sementara kedua orang tuanya memang sering keluar kota, bahkan keluar negeri untuk urusan bisnis kuliner mereka. “Anak ini memang sudah lama menyimpan perasaan pada Arunika. Bukan begitu, Kala?” tanya Yuni—ibu Kalandra sambil terkekeh.“Bu Yuni dan Pak Hendra apa tidak keberatan dengan status Arunika?” tanya Bu Halimah lirih.Hendra dan Yuni saling berpandangan, lalu tersenyum.“Kami terserah pada Kalandra saja. Lagi pula, sudah lama anak ini memendam perasaan pada Arunika,” ucap Yuni sambil melirik ke arah Kalandra.Arunika melirik Kalandra sebentar lalu kembali menunduk. Ada yang berdesir di dalam hatinya. Ia kira, keluarga Kalandra a
“Berhenti memikirkan orang lain dan pikirkanlah dirimu sendiri. Kamu pikir kamu sudah baik-baik saja?”Omongan Kalandra terus menari dikepalanya. Ia tahu, hatinya memang tak baik-baik saja, namun bukan berarti dirinya menjadi egois diatas penderitaan orang lain.“Jika kamu bersikap seperti ini terus, Kalandra akan meninggalkanmu, Run.” Hasna memandang tak percaya pada Arunika yang baru saja menceritakan masalahnya dengan Kalandra.Hasna merasa gemas dengan Arunika yang justru memikirkan orang lain, sementara jodohnya ada di depan matanya.“Aku hanya—““Kamu itu sok baik. Devina sudah menyakitimu. Kalandra sudah jelas-jelas menolak keras Devina dan memilihmu. Kenapa kamu malah bersikap seperti ini?” “Hasna, kamu tak mengerti jika ada di posisiku.”“Kamu yang tak mengerti bagaimana perasaan Kalandra.” Hasna sedikit menaikkan nada bicaranya. “Kamu yakin untuk kehilangan Kalandra untuk yang kedua kalinya?”Arunika gamang. Hatinya benar-benar kacau saat ini. Bercerita kepada Hasna agar me
Arunika menatap Kalandra yang memaksa mengikutinya menjenguk Ratri—Ibu Mahesa. Mengembuskan napas lelah, akhirnya Arunika mengalah. Tak ada gunanya juga membantah ucapan lelaki itu. Terlalu banyak kekhawatiran pada diri Kalandra. “Baiklah,” kata Arunika mengalah.“Bagus.”“Jangan berbuat apa pun di sana. Ingat itu, Mas.”Kalandra tak menanggapi ucapan Arunika. Justru dirinya ikut karena terlalu khawatir dengan Arunika. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi miliknya itu terlalu polos dan mudah terpengaruhi. Lihat saja apa yang terjadi dengan Devina, Arunika bahkan tanpa berpikir panjang memilih mengalah.“Kamu terlalu lemah,” ucap Kalandra. Arunika hanya melirik Kalandra yang sedang menyetir. “Mudah dirayu, dan hatimu terlalu mudah terpengaruh dengan ucapan orang lain. Itulah gunanya aku mengikutimu.”“Aku tak selemah itu, Mas.”“Bagaimana dengan Devina?” Tanya Kalandra. “Kamu bahkan begitu mudah mengalah.”“Tidak seperti itu, aku hanya menawarkan hingga dia benar-benar sehat. Toh,
“Apa kesalahan Mahesa begitu berat untuk kamu maafkan?” tanya Ratri.Arunika masih tak habis pikir, mengapa Ratri masih menanyakan hal ini. Jelas saja, bahkan Mahesa telah tanda tangan dengan surat perjanjian mereka saat akan menikah dulu. Bahkan, dengan menyertakan materai dan kuasa hukum. Lelaki itu mengingkari ucapannya sendiri.“Kami sudah sepakat dulu, Ma, dan Mahesa telah mengingkarinya.”“Mahesa hanya khilaf.”“Itu tak akan terjadi jika Mahesa takut kepada Allah,” tegas Arunika.“Apa maksudmu, Run?”“Mahesa melakukan janji di hadapan Allah dengan sadar, dan juga berkhianat dengan sesadar-sadarnya. Jelas itu tak bisa disebut khilaf,” papar Arunika.“Allah saja memaafkan hamba-Nya dan memberikan kesempatan kedua. Mengapa kamu tak bisa melakukannya?”“Arunika bukan Tuhan, Ma.” Arunika masih mencoba menegaskan Ratri. “Seperti yang Arunika pernah katakan, Runi telah memaafkan Mahesa, tapi tidak untuk kembali.”“Apa kamu tak menyayangi Mama, Run?” tanya Ratri.“Runi menyayangi Mama,
Arunika merasa kasihan dengan Dania. Namun, dirinya juga merasa beruntung karena telah lepas dari keluarga ini. 5 tahun, Dania tak diterima di keluarga suaminya. Walaupun Arunika tak paham apa yang terjadi, tapi sungguh ia merasa bersalah pada Dania.Dulu, keluarga Mahesa sangat antusias ketika bertemu dengannya. Bahkan, Arunika sudah dianggap seperti anak sendiri. Tapi, kenyataan berbalik dengan yang dialami Dania. Masuk ke dalam keluarga yang tak mengharapkannya, wajar jika Dania sempat membencinya. Sangat wajar jika Dania merasa iri terhadapnya.“Kamu tak berhak ikut campur urusanku dengan Dania,” kelakar Mahesa mengeraskan rahangnya.“Kalau begitu, jangan membawa aku masuk ke dalam kehidupan kalian.”“Run—““Apa kamu tuli?”Arunika dan Mahesa mengalihkan pandangannya pada Kalandra yang sudah berdiri tak jauh dari tempat mereka berisi.Kalandra menggaruk pelipisnya, “Mengemis cinta pada mantan?” sinis Kalandra. “Sayang sekali, tapi kamu terlambat. Aku telah melamarnya dan kami akan
“Kamu takut dia ma ti?” tanya Kalandra.“Ya,” jawab Arunika sambil menatap manik Kalandra. “Aku takut kalau dia ma ti nanti kamu yang akan disalahkan, Mas.”Kalandra tertegun. Senyum tipis timbul dari bibirnya.“Aku akan baik-baik saja. Percayalah,” tutur Kalandra menenangkan.Apa pun nanti yang akan terjadi, dirinya tak akan goyah untuk memperjuangkan perasaannya, dan ia berharap Arunika juga melakukan hal yang sama untuknya.“Run.” Panggilan itu membuat Arunika dan Kalandra memalingkan wajah ke sumber suara. Mayra datang bersama Dania dengan tergopoh-gopoh. Kekhawatiran tercetak jelas di wajah keduanya.“Kak May?” Arunika melirik pada Dania. Dirinya tak menyangka jika Dania akan ikut datang ke rumah sakit. Sungguh, ia jadi merasa tak enak hati. Mahesa masih berstatus suami Dania, tapi lelaki itu justru meributkannya hingga babak belur.“Apa yang terjadi?” tanya Mayra.Arunika melirik Kalandra sebentar, lalu kembali menatap Mayra.“Biar aku yang jelaskan,” ucap Kalandra membuat tig
Dania mengembuskan napas saat melihat kondisi Mahesa. Meskipun ia benar-benar sakit hati dengan perlakuan lelaki yang masih berstatus suaminya itu, Dania tetap merasa iba. Mungkin hanya Mahesa yang melakukan ini, berjuang mendapatkan cinta perempuan lain sampai babak belur. Padahal, ia masih berstatus suami.Mahesa membuka matanya, dan mendapati Dania yang menatapnya. Andai saja Arunika yang ada di depannya, ia akan lebih semangat untuk sembuh. Ah, apa yang telah ia perbuat pada Arunika diluar kendalinya. Mahesa emosi dengan penolakan Arunika. Bahkan, terang-terangan Arunika memperkenalkan Kalandra sebagai calon suaminya.“Kamu sudah bangun?” tanya Dania.Mahesa bergeming tak ingin menanggapi. Sampai kapan Dania akan berpura-pura peduli padanya? Mahesa tahu, sudah sejak lama Dania mempunya hubungan yang cukup intim dengan Rama. Ia diam dan mengalah, karena hatinya juga telah mati rasa untuk wanita itu.Kedatangan Arunika kembali ke kota ini membuatnya melupakan perselingkuhan Dania. P