"Kamu tak datang di pernikahan mereka?" Mahesa menggeleng lemas. Dia telah kalah, untuk apa menampakkan muka lagi di depan Arunika dan keluarganya. "Aku akan kesana," ucap Dania.Mahesa menatap Dania tak percaya. "Kamu yakin?"Dania mengangguk yakin. Dia tak ada masalah sama sekali dengan Arunika. Kesalahpahaman mereka sudah selesai, jadi tak ada alasan bagi Dania untuk tak pergi ke pernikahan Arunika dan Kalandra. "Ayo, kita rujuk."Dania bergeming."Kamu dengar? Ayo, rujuk."Dania tertawa mengejek. "Setelah kamu buang, memangnya aku akan sudi kembali sama kamu?" Mahesa membeliakkan mata tak percaya dengan respon Dania. "Maaf, silakan cari wanita lain. Aku tahu kamu menjadikanku sebagai pelarian karena telah patah hati atas pernikahan Arunika.""Aku akan bertanggung jawab dengan anak itu.""Anak yang mana? Aruna anakmu, tentu saja kamu harus bertanggung jawab menafkahinya," tegas Dania.Masih saja Mahesa seenaknya sendiri. Dania pikir, Mahesa akan berubah setelah mendapat pering
"Tolong selamatkan anakku," rintih Dania dengan peluh sudah memenuhi wajahnya.Sial. Mahesa makin panik melihat wajah Dania yang semakin memucat.Kalau saja Mahesa tahu jika sedari tadi Dania menahan nyeri diperutnya. Usia kandungannya memasuki usia delapan bulan, tapi memang kondisinya tak baik-baik saja karena ada pre-emklasia yang disebabkan stres.Harusnya Dania tak usah datang menemui Mahesa jika malah membuat janinnya dalam bahaya. Tapi, Dania masih berharap Mahesa akan meminta maaf padanya, tapi malah lelaki itu meminta kembali dengan sangat angkuh.Dania merasa terhina. Biarpun separuh hatinya masih milik Mahesa, tapi dia tak mau menjatuhkan harga dirinya berulang kali demi mendapat perhatian Mahesa. Pandangan Dania mulai mengabur, ia berusaha menarik napas dalam seperti yang dokter katakan padanya ketika kontraksi datang. Dania sering mengalami kontraksi palsu, dan dokter menyarankan agar dia tak terlalu banyak aktivitas dan banyak pikiran. "Dan, bertahanlah. Sebentar lagi
"Mas," panggil Arunika kepada suaminya. "Dania meninggal," imbuhnya membuat Kalandra sedikit terkejut."Bayinya?"Arunika menggeleng lemah."Innalillahi wainna ilahi rooji'un.""Kita takziah kesana, ya, Mas?"Kalandra mengangguk mengiyakan ajakan wanita yang sudah menjadi istrinya itu. Mereka bersiap untuk menuju rumah Mahesa, sebelumnya menitipkan Tama terlebih dahulu kepada kedua orang tua Kalandra. "Tangan kamu dingin," ucap Kalandra ketika mereka dalam perjalanan menuju rumah duka.Arunika menatap Kalandra, "Aku hanya merasa sangat bersalah, Mas. Aku sudah mendengar dari Dania kalau kandungannya kali ini memang tak baik-baik saja. Dia sangat tertekan dengan pernikahannya."Arunika menunduk sedih. Dapat ia rasakan bagaimana rasanya menjadi Dania. Bedanya, ia tidak dalam keadaan hamil, tentu saja itu yang disyukurinya.Dania mengalami stres berat dan itu sangat bahaya untuk kandungannya, buktinya sekarang dia tak bisa bertahan. Hati Arunika mencelos mengingat anak mereka--Aruna yan
"Polisi! Tolong panggil polisi!" Teriak Ratri.Rama menatap Ratri tajam. "Laporkan saja!" Tantang Rama. "Dan saya saya laporkan kalian yang sudah membunuh Dania dan bayinya!"Ratri membeliakkan mata. Rama memeluk jenazah Dania dengan terus memanggil nama wanita itu. Suaranya sangat pilu hingga membuat beberapa orang disana merasa iba. Ada juga beberapa yang berbisik-bisik seakan menanyakan hubungan keduanya.Arunika dan Kalandra memilih mundur dan tak ikut campur urusan mereka. Lagi pula, Arunika sudah tak ada hubungan apa pun dengan mereka, jadi biarlah mereka mengurus sendiri keributan itu.Arunika dapat melihat cinta yang besar dari mata Rama untuk Dania. Sayang sekali, Dania malah memilih cinta yang salah, dan harus berakhir dengan seperti ini. Arunika berharap pernikahannya dengan Kalandra tak akan seperti pernikahannya yang terdahulu.Arunika juga berharap dengan kejadian ini Mahesa akan sadar bahwa yang dilakukannya adalah salah, dan akan memperbaiki kelakuannya. Arunika meliri
"Sesuatu yang sudah retak tidak akan kembali utuh." Mahesa menatap nanar Arunika yang duduk di depannya dengan perasaan campur aduk. Setelah Lima tahun lamanya, inilah pertama kalinya mereka bertemu. Tanpa sengaja. Sementara Arunika duduk dengan jengah, perasaan tak nyaman mendera. Bagaimanapun keadaannya dengan Mahesa tak lagi sama. Lima menit berlalu tanpa patah kata yang terucap di bibir mereka. Mahesa yang masih dengan perasaan bersalahnya, dan Arunika dengan perasaan tak nyaman. Arunika mengembuskan nafas lelah. “Kalau tidak ada yang mau kamu katakan, lebih baik aku pergi.” Mahesa tersadar dari lamunannya tentang masa lalu yang kini masih menancap erat di pikirannya. Ada rasa yang selalu mengganggu tidurnya, mengganggu segala kegiatannya yang sekarang berpengaruh pada keutuhan rumah tangganya. Mahesa menarik nafas dalam, menghilangkan perasaan aneh yang sejak tadi ia rasakan sejak bertemu dengan Arunika. “Apa kabar?” Arunika menaikkan sebelah alisnya, “sepeti yang kamu liha
Arunika melepaskan jas putih dari tubuhnya, lalu menggantungnya di dalam lemari. Lelah menderanya. Lelah badan dan lelah batin. Apalagi setelah bertemu dengan mantannya. Arunika telah memaafkan mereka, tapi hati memang tidak bisa berbohong. Masih ada luka disana. Mungkin salahnya, ketika ia mengambil keputusan besar hanya melihat dari tekad laki-laki itu. Jujur saja, Arunika merasa tersentuh dengan usaha Mahesa ketika ingin memilikinya, sehingga membuat hatinya luluh. Walaupun akhirnya Arunika mengajukan persyaratan dalam hubungan mereka. Toh, Mahesa dan orang tuanya menerima persyaratan itu karena merasa sanggup. Namun, satu tahun menjalani bahtera , ternyata laki-laki itu berdusta. Ia mendua dengan teman kuliahnya. Arunika tak pernah merasa sekecewa ini sebelumnya. Walaupun ia merasa lega karena berpisah dari laki-laki itu. Arunika membanting tubuhnya di atas kasur miliknya. Ia menempati rumah dinas yang merupakan fasilitas dari rumah sakit tempatnya bekerja. Jika bukan karena di
Mahesa menerima tatapan tajam dari tiga orang di ruang makan. Sungguh benar-benar tidak tahu malu. Mungkin itu yang ada di pikiran mereka. Nyatanya, Mahesa tidak benar-benar bisa menghapus perasaannya kepada Arunika. Jauh di lubuk yang terdalam, nama wanita itu masih terpahat disana. Tentu saja dia juga mencintai Dania, istrinya. Mahesa tak peduli jika dikatakan dirinya begitu serakah, jika bisa pun Mahesa ingin memiliki keduanya.Bukankah dalam Islam di perbolehkan menikahi dua, tiga, atau empat istri?Tapi perjanjian yang di ajukan Arunika sungguh berat untuknya. Walaupun dulu ia menyanggupinya karena yakin akan setia padanya. Tapi, cinta masa lalu yang belum usai membuat hatinya terusik.Mayra memukul kepala Mahesa dengan cukup keras.“Belajarlah dari pengalaman. Kamu harusnya merasa malu dengan apa yang pernah kamu lakukan kepada Arunika. Setidaknya berpikirlah dewasa, kamu bukan lagi remaja puber yang dengan mudah berpindah dari hati ke hati.” Mayra menatap adiknya dengan tatapan
Dulu, Arunika sempat berpikir jika pernikahan itu adalah sebuah kehidupan yang baru di mana di dalamnya akan ada laki-laki dan perempuan yang hidup bersama dengan bahagia. Karena menikah adalah menyempurnakan separuh agama. Menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal. Bukankah sangat indah?Nyatanya, semua yang Arunika bayangkan sirna begitu saja. Pernikahan yang ia jalani tak seindah bayangannya selama ini. Apa mungkin, karena ia menikah tanpa melabuhkan cinta pada suaminya? Tapi, bukankah cinta akan datang seiring dengan kebersamaan? Katanya, cinta akan datang terbiasa.Arunika menerima Mahesa sebagai suaminya karena melihat tekat laki-laki itu ketika hendak meminangnya. Arunika yang saat itu masih menjadi mahasiswa semester 3, sementara Mahesa sedang menyelesaikan sidang skripsinya.Mahesa yang melihat Arunika sebagai gadis yang berbeda dari lainnya merasa jatuh cinta yang akhirnya benar-benar menjatuhkannya.“Aku suka sama kamu.” Ucap Mahesa siang itu saat Arunika sedang berjalan