“Arunika?!”
“Kak Mayra?”Keduanya sama-sama terkejut. Mayra menghambur ke pelukan mantan istri adiknya itu. Melepas rindu yang selama bertahun-tahun terpendam. Arunika terharu, ternyata mantan kakak iparnya itu masih begitu menyayanginya. Dulu, Mayra yang menjadi garda terdepan membelanya ketika Mahesa ketahuan mempunyai wanita lain di belakang Arunika. Menghiburnya dikala sedih, Mayra pula yang sempat membujur Arunika untuk tidak meninggalkan Mahesa dan meminta memaafkan adiknya itu. “Apa tidak bisa di perbaiki lagi hubungan kalian, Run?” tanya Mayra yang masih membujuk Arunika tak menggugat Mahesa kala itu.Arunika menggeleng, “maaf, Kak. Dari awal sebelum menikah, aku telah mengajukan syarat dan Mahesa telah menyetujuinya. Kami sudah tanda tangan di atas materai.”“Kak Mayra apa kabar?” Arunika melepaskan pelukannya. “Ini?” tatapannya tertuju pada Sandy, anak kedua Mayra.“Ini Sandy, anak kedua Kakak. Alhamdulillah kakak baik, Run.”Arunika mengangguk. “Silakan duduk, Kak.”Mayra masih merasa takjub bertemu dengan mantan adik iparnya itu. Jika Ridwan dan Ratri tahu, pasti kedua orang tuanya itu pun akan antusias ingin bertemu kembali dengan mantu kesayangannya. “Assalamualaikum Sandy,” Arunika menyapa Sandy yang dari tadi diam. Sandy hanya menatap Arunika sekilas lalu kembali fokus kepada mainannya.“Dia memang berbeda dari Bagas.” “Jadi, ada yang di keluhkan, Kak?”“Sudah 3 hari ini Sandy demam. Ada batuk pilek juga yang mengganggu makannya. Mungkin karena dahaknya lumayan banyak.”Arunika mengangguk, “kita periksa dulu ya, Sandy. Yuk ikut Dokter berbaring dulu disana.” Arunika tersenyum ketika anak itu sangat penurut. Bocah berusia 5 tahun itu langsung mengikuti perintahnya untuk tidur di atas kasur yang di sediakan. Ruang praktik Arunika memang terlihat menarik. Banyak hiasan dan stiker bergambar yang membuat ruangan ini lebih terlihat hidup, anak-anak pun lebih betah.Dibantu oleh Gita, Sandy menuruni tempat tidur setelah di periksa. “Kak, ini aku beri surat untuk merujuk ke lab ya, karena Sandy sudah 3 hari demam naik turun. Biar kita tahu penyebabnya. Nanti hasil labnya Kak May bawa kemari lagi.”“Kapan kita bisa bicara banyak, Run?” tanya Mayra setelah menerima surat rujukan ke laboratorium. “Insya Allah nanti kalau sudah selesai praktik ya, Kak. Masih ada beberapa pasien lagi yang harus aku periksa.”“Boleh aku minta nomor ponsel kamu?”“Tentu.”Arunika menyerahkan kartu nama yang ia simpan di dalam laci kepada Mayra. Sebenarnya, bisa saja dia menolak. Jujur saja, jika bisa memilih, Arunika enggan berhubungan lagi dengan masa lalunya. Apalagi setelah ia mengetahu, jika hubungan mantan suaminya dengan istri barunya kini tengah di ujung tanduk. Ia tidak ingin terseret dengan apa pun yang menimpa keluarga itu. Arunika ingat betul saat di taman. Bagaimana tatapan Dania ketika melihat Tama. Walaupun akhirnya dia menjelaskan bahwa Tama hanya cucu dari orang yang membantunya di rumah. Tetap saja, sebagai istri baru Mahesa pastinya Dania merasa terganggu dengan kedatangannya kembali ke kota ini “Terima kasih. Nanti Kakak datang kembali setelah hasil lab keluar.”Arunika mengembuskan nafas lega ketika Mayra dan Sandy keluar dari ruang praktiknya. Gina enggan bertanya apa pun hubungan dia dengan keluarga pasien mereka tadi. Tahu posisinya yang hanya seorang asisten. Apalagi melihat raut sedih Arunika setelah pasien itu pergi. Arunika tersenyum ke arah Gina yang melihatnya khawatir, tatapannya seolah memberi tahu bahwa dia baik-baik saja. Gina merasa bahwa Arunika sosok yang sulit di mengerti. Selalu tersenyum dan bicara lembut kepada siapa pun. Akan tetapi, terkadang terlihat raut kesedihan di matanya. Namun, tampak berbeda pula ketika Arunika berbicara dengan Dokter Kalandra, seperti ada binar dalam mata wanita itu. Gina menggeleng kuat. Ia tak ingin memikirkan urusan pribadi dokter kesayangannya itu. Tapi kalau Gina lihat-lihat memang Arunika dan Kalandra sangat cocok. Arunika yang kalem dan lemah lembut, semangat Kalandra yang dingin dan tegas. “Kamu sedang apa, Gin?” Gina melonjak kaget ketika Arunika menegurnya. Sambil menggeleng, Gina bergegas kembali mengerjakan pekerjaannya.________Arunika dan Mayra bertemu di salah satu pusat perbelanjaan di sebuah mal yang tak jauh dari rumah sakit tempat Arunika bekerja. Tadi, setelah menyerahkan hasil lab milik Sandy dan mendapatkan resep obat dari Arunika, Mayra lebih dahulu mengantarkan Sandy pulang untuk istirahat, lalu menemui Arunika di mal.“Kamu sedang menunggu siapa di sini?” Arunika menoleh ke sumber suara. Laki-laki itu sudah duduk di depannya dengan santai.“Mas Kala?!” Hampir terlonjak Arunika saat menemukan laki-laki itu duduk santai dengan kedua tangan dilipat di dadanya.“Mas Kala sedang apa di sini?”Kalandra melirik pada sebuah rentengan yang ia letakkan di atas meja. Arunika melirik sedikit, ada beberapa buku di dalam sana. Laki-laki itu masih sama. Sangat menyukai buku.“Kamu belum jawab pertanyaanku, Runi.”“Aku ada janji, Mas.”“Dengan siapa?” Kala menatapnya curiga.“Kak Mayra.”“Mantan kakak iparmu itu?” Arunika mengangguk. Kalandra memicingkan matanya, berharap jika wanita di depannya mau pergi sekarang juga dengannya. Entah, Kalandra merasa tak begitu suka dengan keluarga mantan suami Arunika setelah apa yang mereka lakukan kepada Arunika beberapa tahun silam.“Pulanglah,” “Maksud Mas Kala apa?”“Mereka sepertinya hanya ingin membuat kalian bersama lagi.”“Mahesa masih punya istri, Mas.”“Siapa tahu mereka ingin menjadikanmu istri keduanya.” Kalandra mengendikan bahu, semangat Arunika menatap pria itu tak percaya.“Aku kira Mas Kala tahu tentang prinsipku tentang pernikahan.”“Ya, aku tahu. Itulah sebabnya kamu meminta cerai dari lelaki itu bukan?”“Mas, aku tak ingin bahas apa pun tentang masa laluku. Semua sudah ku tutup rapat dan tak akan aku buka kembali. Kenapa Mas Kala masih membahasnya?”Kalandra tertegun. Harusnya ia tak begitu peduli dengan masa lalu wanita yang ia anggap seperti adiknya itu. Tapi kenapa, hatinya terlalu takut jika Arunika kembali pada mantan suaminya. Perasaan menyesal menyelimuti hatinya. Niat hati merekomendasikan Arunika untuk kerja di sini adalah agar ia lebih dekat dengannya, tapi kenapa malah keluarga mantan suaminya selalu mengganggu. “Aku terlalu takut kamu akan terluka lagi.”Arunika terdiam mendengar jawaban Kala. Nama laki-laki itu dulu pernah mengisi hampir separuh hatinya. Ia jaga hingga Mahesa mulai datang dan mengetuk sisi hatinya yang lain. Arunika pernah berharap pada lelaki itu, tapi seolah harapan itu hanya kosong. “Tak usah Mas Kala pedulikan aku, insya Allah aku bisa jaga diri. Sebaiknya Mas Kala cari jodoh. Sudah 33 tahun kenapa masih betah sendiri?”Terlalu mengurusi orang lain sampai melupakan dirinya sendiri. Kalandra sedang menunggu seseorang yang sejak dulu ia cinta. Tak berani mengatakannya, ia jaga cinta itu hingga kini. Dulu, ia pernah terlambat meraih cinta itu, namun kini ia berharap akan mendapatkan apa yang dulu pernah ia tunda.“Aku menunggu sampai...”“Maaf menunggu lama, Run.” Mayra datang dengan sedikit tergesa. Arunika dan Kalandra menoleh bersamaan ke arah Mayra. Kalandra mendesah kesal. Mayra menatap kedua orang di depannya dengan penuh penasaran.“Siapa laki-laki ini, Run?”Mahesa tertegun melihat postingan instagram milik Mayra. Foto Mayra dengan Arunika berlatar sebuah kafe yang ia lumayan hafal tempatnya. Ternyata Mayra telah bertemu dengan mantan istrinya. Mahesa menekan tombol love pada postingan, lalu melihat foto yang ternyata sudah di tandai dengan akun Instagram Arunika. Ia menekan profil wanita itu, ternyata di privasi. Tangan itu menekan menu “Follow” yang tertera disana. Mahesa mengingat ketika dulu datang mengajak pacaran Arunika, dia di tolak mentah-mentah oleh ayah wanita itu. Malah ia mendapat siraman rohani dan di ajak bertobat. Besoknya, ia di tertawakan oleh teman-temannya. Tak sampai di sana, tekad Mahesa untuk memiliki Arunika masih sangat menggebu. Satu Minggu setelah penolakan dia datang kembali ke rumah Arunika. “Ada apa lagi datang kemari?” tanya Imam kala itu ketika Mahesa datang lagi ke kediamannya. “Jika memang saya tak di perbolehkan pacaran dengan Arunika, saya sekarang datang berniat untuk melamar, Om.”Imam mengembuskan
Arunika membuka media sosialnya. Banyak notifikasi yang masuk, perizinan untuk mengikuti akunnya dan juga beberapa DM yang masuk. Giandara Mahesa ingin mengikuti Anda.Arunika memilih mengabaikannya. Ia tak mau perasaannya terganggu gara-gara lelaki itu. Lalu jarinya dengan cekatan melihat DM yang masuk, lalu menekan satu nama tertera disana.Dania. Apakah kalian telah bersekongkol untuk merebut Mahesa dari kami? Ingat Arunika, kalian telah lama bercerai, tak ada sedikit pun celah untuk masuk ke dalam rumah tanggaku.Senyum sinis tersungging dari bibirnya. Tak ada niat sedikit pun, Arunika keluar dari aplikasi itu. Tak ada untung baginya berhubungan dengan orang-orang yang telah menyakitinya dulu. Baginya, yang terpenting sekarang adalah bagaimana ia tetap bersikap tenang. Setelah ini ia yakin, Dania akan sering mengirimnya pesan lewat aplikasi itu. Begitu takutkah ia? Tak ingatkah dia dulu yang mengambil Mahesa dari sisinya? Ah, bukan. Lebih tepatnya mereka sama. Sampah memang coco
Arunika memijat pelipisnya. Di depannya seorang ibu dengan anak balita yang masih berusia 2 tahun. Ibu itu mengeluh ketika anaknya sama sekali tidak mau makan, tetapi minum susu hingga enam botol Lebih.“Ibu, untuk anak usia 1 tahun, yang utama itu adalah makanan, bukan lagi susu.”“Tapi anak saya tidak mau makan, Dok.”“Itu karena anak Ibu terlalu kenyang dengan susu. Apalagi Ibu memberikan susu cokelat. Kandungannya tak lagi susu murni loh, Bu. Malah lebih banyak gula yang terkandung di dalamnya, itulah kenapa anak Ibu lebih cepat kenyang minum susu.”“Anak saya kalau tak di kasih mengamuk, Dok.”“Anak Ibu masih kecil, Loh. Masih bisa Ibu kontrol untuk makan, tidur dan lainnya. Anak yang harus mengikuti ibunya, bukan malah sebaliknya. Kuncinya itu ada pada Ibu sendiri, harus tegas dan konsisten memberi asupan makan yang baik untuk anak Ibu.”“Bagaimana ya, Dok. Anak saya selalu melepeh makanan, tidak mau mengunyah.”“Sedikit saya jelaskan ya, Bu. Anak itu mempunyai beberapa motorik.
Mahesa berkali-kali memukul setir mobilnya. Segala umpatan keluar dari mulutnya. Ia tak terima. Sungguh. Penyesalan itu hinggap di hatinya begitu dalam. Apa lagi tadi Aksa berbicara tentang jodoh Arunika? Hah! Dia benar-benar kesal. Seharusnya Arunika memberinya kesempatan kedua. Seharusnya ia lebih berhak untuk kembali pada wanita itu. Bukankah dulu mereka pernah satu ranjang, bahkan pernah bersama di bawah selimut. Egonya menolak Arunika dekat dengan lelaki mana pun. Mahesa membunyikan klakson berkali-kali. Berharap mobil di depannya segera melaju. Bukankah sudah lampu hijau? Lama sekali. Mahesa membunyikan klakson lagi dengan tak sabar. Umpatan demi umpatan keluar dari mulutnya. Nafasnya kembali lega ketika mobil di depannya mulai berjalan. Dengan tak sabar, Mahesa menginjak pedal melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. “Ada apa?” tanya Mayra melihat kedatangan adiknya dengan wajah memerah menahan amarah. “Kakak tahu kalau Arunika sudah punya penggantiku?” Mayra mengernyit,
Arunika menatap langit senja dari balik balkon ruang praktiknya. Ruang praktiknya tak terlalu besar, namun cukup nyaman untuk di jadikan tempat bersantai. Jadwal praktiknya sudah habis, namun ia masih ingin sekadar duduk disana menikmati senja yang sebentar lagi akan pergi. Ia tak menampik, bahwa segala sesuatu yang terjadi pada hidupnya sudah menjadi jalan takdir yang di tetapkan oleh Allah.Berkali-kali dia menarik napas lalu mengembuskannya perlahan. Tak bisa di ingkari, terkadang ia menyesal. Bagaimana tidak, hidupnya jadi serumit ini. “Astagfirullah,” lirih Arunika. Bukankah dia harus ikhlas menerima takdir? Walaupun terkadang seolah takdir itu mempermainkannya. Dulu, dia pernah memimpikan pernikahan yang indah seperti kedua orang tuanya. Kisah yang sama pula terjadi dengan kakaknya, Aksara. Hanya bedanya, Rinjani, istri Aksara meninggal. Sedangkan nasibnya tragis karena menjanda karena di selingkuhi. Arunika melirik jam yang melingkar di pergelangan ya tangannya. Sudah menjel
Arunika menatap kedua tamunya dengan tatapan sendu. Tak pernah ia duga jika kedua orang tua yang pernah ia anggap seperti kedua orang tuanya itu akan mendatanginya seperti ini. Tatapan sendu tampak pula dari netra kedua orang di depannya. Ridwan dan Ratri, kedua orang tua Mahesa itu tengah duduk di ruang tamu rumahnya.“Maafkan kami ya, Run.” Ucap Ratri sembari menyeka ujung matanya. Rasa bersalah hinggap di dada kedua orang tua Mahesa terhadap apa yang di lakukan oleh anaknya di masa lalu.“Apa Mahesa mengganggu kamu sekarang, Nak?” tanya Ridwan hati-hati.Arunika menggeleng. Ia tak ingin menjadi beban pikiran untuk kedua orang tua Mahesa. Apalagi dia melihat tubuh Ridwan yang tak sebugar dulu. “Tidak, Pa.” “Mahesa sempat cerita kalau bertemu dengan kamu. Betul, Run?”Arunika mengangguk, “tak apa, Ma. Hanya sekedar ngobrol biasa.”“Mama hanya takut anak itu mengganggu kamu. Pernikahannya sedang tidak baik-baik saja. Mungkin ini karma buat Mahesa karena dulu telah menyakiti kamu.”
Arunika terdiam menatap Ratri. Jika kakaknya, Aksara masih berada di sini pasti akan naik darah. Untung saja Aksara dan Mahira telah kembali ke Yogya tadi pagi. Ada tatapan memohon di kedua mata Ridwan dan Ratri. Arunika menarik napas dalam, laku mengembuskannya perlahan.“Dulu, Arunika pernah membuat kesalahan dengan menilai seseorang hanya dari perjuangannya. Runi kira ketika orang itu berani berjuang dan berkorban untuk orang lain, maka ia akan serius dan konsisten dengan segala apa yang ia perjuangkan. Namun ternyata Runi terkecoh. Runi merasa di tipu. Setelah ia mendapatkan apa yang ia mau, ia tinggalkan. Maaf Ma, Runi bukan mainan.”“Tak adakah kesempatan kedua, Nak?” tanya Ratri sedikit memaksa. Jujur saja dia merasa kecewa dengan jawaban Arunika. Bukankah setiap manusia berhak mendapatkan kesempatan kedua? Ridwan menyentuh lengan Ratri memperingati.“Runi mencari lelaki yang takut kepada Allah dan yang dapat menjaga ucapannya yang telah ia ikrarkan di hadapan Allah. Maafkan R
Mahesa menyesap ujung rokok di sela bibirnya. Asap mengepul keluar setelahnya. Menatap Dania yang sedang merapikan rambut sebahunya yang tertiup angin. Ada perasaan aneh yang menjalar. Bukan perasaan kagum, tapi Mahesa tak bisa mengungkapkannya.“Maaf,” ucapnya lirih. Dania memandangnya bingung. Tatapan Mahesa masih lurus ke arah mentari yang mulai kembali ke peraduannya.“Soal?” Dania tak paham. Mengapa setelah sekian lama mereka tak memadu kasih, Mahesa malah terlihat menyesal setelah melakukannya.“Maaf aku tak bisa mengontrolnya.”Dania paham. Sepertinya memang Mahesa telah menyesal telah tidur dengannya. Dania tersenyum sinis. Bukankah mereka masih sepasang suami istri? Lalu kenapa Mahesa merasa berdosa. Senista itukah dirinya?“Kamu menyesal karena apa? Tidur dengan ku atau menyebut nama wanita itu setelah pelepasan?” sinis Dania. Mahesa diam enggan membahas. Ia bahkan tak sadar jika yang ia sebut namanya malam itu adalah mantan istrinya, bukan istrinya. Ekspresi Dania seolah