Share

Curhatan Sahabat Lama

Bersikap tenang terhadap masalah, bukan berarti Arunika tak berbuat apa-apa. Sejak kedatangannya ke kota ini, seakan ingatannya dikembalikan kepada 5 tahun lalu. Bukan karena belum melupakan, Arunika bukan tipe orang yang berlarut dalam masalah, justru masalah yang membuatnya akan lebih bersikap dewasa.

Arunika menghirup aroma kopi di depannya. Harum dan menenangkan. Entahlah, dia juga tak paham sejak kapan menjadi penyuka kopi. Dulu, ketika masih remaja, Arunika sering di minta tolong membuatkan kopi untuk Aksara dan Kalandra ketika berkumpul di rumahnya. Arunika tak suka rasa kopi yang pahit.

“Aku masih tidak menyangka kamu banyak berubah, Na.” Ucap Arunika kepada Hasna, teman satu kampusnya dulu sebelum kepindahannya ke Yogya.

“Kamu tidak pernah memberi kabar,” Hasna merengut. Arunika memegang tangan Hasna sambil tersenyum.

“Alhamdulillah, bukankah sekarang kita sudah bertemu? Aku senang kamu sudah menikah.”

Hasna tersenyum malu. Dulu, mereka begitu akrab. Bak anak kembar, mereka selalu pergi berdua. Hasna pula yang dulu menjadi saksi kegigihan Mahesa atas dirinya.

“Semoga kamu juga segera mendapat pengganti yang lebih baik dari yang dulu ya, Run. Kamu wanita baik dan Sholehah, insya Allah akan Allah beri jodoh yang baik dan Sholeh pula. Anggap saja yang dulu adalah ujian kamu untuk naik kelas.”

“Aku tak menyangka kalau kamu makin bijak.” Arunika tersenyum jahil.

Hasna menjadi saksi perjuangan kisah cinta Arunika, dia pula yang menjadi saksi bagaimana wanita itu berada dalam kehancuran. Ia tahu, perjuangan Arunika membuka hati untuk Mahesa tidaklah mudah. Tapi, ketika Arunika mulai melabuhkan cintanya pada pria itu, justru ia langsung di jatuhkan hingga retak. Wajar saja, jika sampai saat ini Arunika masih belum mau menjalani sebuah hubungan yang baru.

“Aku masih belajar.” Ucap Arunika di sela obrolan mereka. “Menikah itu ujian. Mengurus suami, mengurus istri, mengurus anak, mengurus rumah, semuanya itu pahala. Itulah sebabnya, menikah adalah ibadah terlama yang kita jalani. Akan tetapi, di dalamnya juga banyak sekali ujian. Di balik ujian itu Allah akan balas dengan pahala dan kebahagiaan bagi yang sabar menghadapinya.

Dan aku, masih harus terus belajar bagaimana bersikap. Mungkin, kemarin jatah jodohku dengannya memang sesingkat itu. Alhamdulillah Allah perlihatkan yang sebenarnya. Kita tak bisa menghakiminya, hanya Allah yang pantas menilai perbuatan seseorang itu baik atau tidak.” Arunika menjelaskan panjang lebar.

Hasna semakin kagum dengan keteguhan hati sahabatnya itu. Sudah di retakkan hatinya, tetapi masih bersabar dengan keadaan.

“Kamu pernah menyesal?” tanya Hasna hati-hati.

“Ketika hati sedang lemah, tentu saja pernah. Tapi, kembali lagi bahwa segala sesuatu yang terjadi pada kita telah tertulis dalam Lauhul Mahfudz. Mau menyesal juga tak ada untungnya, semua sudah terjadi. Cukup pikirkan bahwa aku masih banyak waktu memperbaiki diri dan masa depanku masih panjang selama aku masih Allah beri nyawa.”

“Bagaimana aku bisa seikhlas kamu, Run? Aku datang ke sini untuk program hamilku yang belum juga membuahkan hasil. Seperti yang kamu bilang, menikah adalah ujian, dan ujianku saat ini adalah aku belum di beri momongan.”

Arunika menggenggam tangan kiri Hasna mencoba menguatkan wanita itu. Begitulah ujian rumah tangga, ada yang di uji dengan suami, anak, harta, mertua, ipar, dan masih banyak lainnya. Itulah seninya sebuah pernikahan, ujiannya banyak tapi, pahalanya akan lebih banyak jika menjalaninya dengan ikhlas dan sabar.

“Aku belum bisa memberi saran yang mungkin akan membuat kamu tenang, tapi ingatlah, segala sesuatunya sudah tertulis. Kamu sudah berikhtiar dan berdoa, cukup serahkan segalanya kepada Allah. Hanya Allah sebaik-baiknya penolong.”

“Mertuaku, meragukan kesuburanku,”

“Kamu tinggal di rumah mertuamu?”

Hasna mengangguk. Ada beban di hatinya.

“Aku sudah meminta Mas Emir pisah rumah. Setidaknya, walaupun kami belum punya rumah sendiri, menyewa kontrakan juga tak masalah. Tapi, Ibu Mas Emir menentang.”

“Bersabar sedikit. Doakan terus mertua kamu agar di lembutkan hatinya. Ingatkan, Allah maha membolak-balikkan hati seseorang. Jangan berhenti meminta." Arunika mencoba menguatkan sahabatnya itu. "Gimana dengan suamimu?”

“Alhamdulillah, dia baik. Selalu mendengar keluhanku. Seperti yang kamu bilang tadi, dia juga memintaku sedikit bersabar.”

“Alhamdulillah, yang penting suamimu masih mendukung kamu. Semoga Allah mudahkan ya, Na.”

“Terima kasih, ya Run. Ya Allah, setidaknya perasaanku lebih tenang setelah mengobrol dengan kamu. Jujur, dari kemarin aku sempat galau.”

“Aku belum pernah merasakan berada di posisi kamu, jadi, aku minta maaf belum bisa memberi masukkan lebih. Hanya meminta mu untuk bersabar sedikit. Allah bersama orang-orang yang sabar.”

Setelah setengah jam mereka menghabiskan waktu untuk curhat, Arunika pamit kepada Hasna untuk kembali ke ruang praktiknya, karena jam istirahatnya telah usai. Sementara Hasna akan kembali ke rumah, karena ia sudah menjalani pengobatan.

Setelah mendengar cerita Hasna, Arunika bersyukur. Setidaknya dulu ia pernah mengalami ujian dalam rumah tangga dan ia merasa telah di tolong oleh Allah dengan kemudahan segala perkara dalam rumah tangganya. Proses persidangan saat perceraiannya dengan Mahesa tak berlangsung lama dan tak banyak hambatan, karena sebelum menikah ia pernah membuat perjanjian tertulis di atas materai. Walaupun ia tak tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari setelah kejadian beberapa hari ini yang membuat luka lamanya sedikit terbuka kembali.

Arunika menjatuhkan bokongnya di atas kursi ruangannya. Terkadang, seseorang menasihati orang lain, tapi belum tentu dirinya kuat. Arunika merasa sama seperti Hasna, kadang ia ingin menyerah. Tapi kelemahan tak akan menjadikannya lebih baik. Sepertinya itulah cara berpikir Arunika, sehingga membuatnya lebih kuat.

Kembali memeriksa data pasien masuk, Arunika memanggil Gina untuk segera mulai jam praktiknya. Gadis itu tadi mengirim pesan kalau masih di mushola rumah sakit yang letaknya di dekat kantin. Sambil menunggu Gina, Arunika membuka sosial medianya yang sering ia lupakan. Dia membaca status dari akun seseorang yang sangat di kenalnya. Gambar sebuah bunga mawar putih yang telah di edit latarnya menjadi hitam putih.

Ketika dia meretakkan hatimu, maka biarkan aku yang memperbaikinya.

Dua puluh komentar terlihat di sana. Arunika hanya menggeleng sambil menarik bibir ke kedua pipinya. Sepertinya Kalandra sedang jatuh cinta. Dia ingat bagaimana laki-laki itu begitu menjaganya dulu saat kecil. Setelah mereka tumbuh dewasa pun laki-laki itu tetap menjaganya dengan sebagaimana mestinya. Tak pernah menyentuh Arunika sekalipun sejak mereka balig, hingga kini usia laki-laki itu 33 tahun.

Suara ketukkan pintu mengalihkan Arunika dari ponselnya. Di letakkan benda pipih itu kembali ke dalam lagi meja, ia sudah tahu kalau Gina yang baru saja mengetuk pintu.

“Maaf, Bu Dok, agak sedikit lama.” Ucap Gina salah tingkah, tahu dirinya telat datang ke ruang praktik.

“Tidak lama, Gin. Hanya 30 menit, kamu membuat saya berselancar di sosial media.”

Gina meringis, memperlihatkan giginya yang bergingsul. Sindiran Arunika membuatnya sedikit tak enak hati.

“Mulai sekarang saja, Gin. Pasien sudah mengantre.”

Gina mengangguk. Mengambil berkas yang ada di meja, ia memanggil pasien lewat mikrofon yang ada di ruangan.

“Sandy Yanuar.”

Arunika tertegun. Nama itu seperti tak asing baginya, tapi ia tak begitu mengingatnya.

“Sandy Yanuar.”

Dua kali Gina memanggil lewat mikrofon belum ada tanda-tanda pasien masuk ke ruangan.

“Pasien anak Sandy Yanuar, ada?” sekali lagi Gina memanggil, jika tiga kali tak ada pasien tersebut, maka akan di ganti dengan pasien nomor urut berikutnya.

“Ada, Dok!” Seseorang yang mereka duga orang tua dari pasien sedikit meninggikan suara. Sepertinya ia dan anaknya baru saja datang.

“Silakan masuk, Bu.”

“Terima kasih.”

Arunika sedang memeriksa beberapa berkas ketika pasien dan ibunya masuk ke ruangan dan duduk di depannya. Arunika mengangkat wajahnya dan menampilkan senyum terbaiknya, namun seketika senyum itu menghilang begitu mengetahui ibu dari pasien yang baru saja masuk. Bukan hanya Arunika, ibu dari pasien pun tak kalah terkejut.

“Arunika?!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status