“Bisa bicara sebentar? Ada hal penting yang mau aku tanyakan pada kamu, Sarah. Aku tahu tak pantas meminta waktumu karena pebuataku di masa lalu, pasti amat menyakitimu. Tapi ada satu hal yang membuatku penasaran dan hanya kamu yang bisa menjawab rasa penasaranku itu, Sarah.”Ervan mencegat Sarah di depan parkiran mobil usai ia melihat wanita itu keluar dari gedung yang dimasukinya beberapa jam lalu.Memang sengaja benar Ervan mengikuti Sarah sampai ke sini setelah beberapa saat wanita itu meninggalkan kediaman orang tuanya.Sebenarnya Ervan tak kuasa untuk muncul di hadapan Sarah lagi karena ia pernah menyakiti perasaan wanita itu begitu dalam. Meskipun ia melakukanya juga karena terpaksa dan bukan atas dasar keinginannya untuk membuat Sarah terluka.Namun, Ervan sungguh tak dapat menahan perasaan yang ingin tahu sebuah kebenaran dari Sarah. Menyadari kehadiran mantan pacar yang kini telah menjadi kakak iparnya ini membuat Sarah mendengus dan menghunjamkan tatapan tajam tepat ke mat
Kendati jawaban Sarah tak lugas. Tetapi, tanpa perlu menegaskannya secara jelas, Ervan bisa menangkap kalau secara tak langsung Sarah telah memberitahukan kalau Leo memang benar anaknya.“Izinkan aku memperbaiki semuanya, Sarah. Aku benar-benar ingin menebus dosaku padamu dan Leo. Selama aku memang tidak bisa menghapus lukamu. Tapi berikan aku kesempatan untuk bisa menebusnya dengan membahagiakan Leo.”Sebenarnya Ervan telah mengetahui kalau Leo adalah anaknya. Ia mendapati fakta itu dari Papanya sewaktu kemarin menemani sang Papa di rumah sakit. Bahkan Papanya pun sampai menunjukkan bukti tes DNA yang telah discan di ponselnya.Tadinya Papanya tak mau memberitahukan hal itu padanya. Tetapi, takut terserang penyakit lagi dan tiba-tiba wafat tanpa pernah memberitahukan kebenaran yang Papanya ketahui, pada akhirnya membuat Papanya membeberkan sebuah rahasia yang berhubungan dengan Ervan tersebut.Meski dari papanya Ervan telah mendapati fakta kalau Leo benar-benar anaknya, tetapi tetap
“Apa? Pindah?! Tetapi kenapa tiba-tiba kamu ingin pindah ke Jakarta, Mas?!” pekik Sonia heboh sendiri ketika datang-datang suaminya mengabarkan akan memboyongnya pindah ke Jakarta.“Semenjak menjenguk Papa kemarin, aku merasa perlu merawatnya dari dekat Sonia. Sebagai seorang anak yang berprofesi sebagai dokter, aku ingin memastikan agar Papa tidak jatuh sakit lagi,” jelas Ervan mencoba membuat istrinya percaya dengan alasannya.Kendati sudah menjelaskan alasan yang menurutnya paling masuk akal, tetapi tanggapan Sonia sungguh di luar prediksinya.Bukannya percaya begitu saja, tampaknya wanita itu malah memicingkan mata penuh curiga kepada Ervan.“Yakin, hanya itu alasannya? Agaknya, sedikit mencurigakan karena kamu sudah belasan tahun mengabdi sebagai dokter di Bandung, tetapi tiba-tiba sekali kamu ingin pindah begitu saja ke Jakarta. Padahal ini bukan kali pertama Papamu sakit, jadi aneh rasanya kalau kamu baru memutuskan untuk pindah sekarang?!”Jari-jari tangan Ervan mengepal karen
“Ayo, masuk Son. Aku sudah memberitahukan Papa dan Mama kalau kita akan pindah hari ini,” ajak Ervan begitu mereka telah sampai di depan halaman rumah orang tua Ervan.“Diam lah, Mas. Aku masih marah padamu. Bisa-bisanya kamu baru memberitahukan mengenai hal terpenting di saat kita sudah setengah perjalanan. Kamu kan tahu betapa aku dan Mamamu tak bisa akur!”Dengan enggan dan terpaksa, Sonia keluar dari dalam mobil. Semoga saja hari ini mertuanya sedang tidak ada di rumah, sehingga ia tak perlu berhadapan dengan Mama mertuanya yang menyebalkan.Sonia merasa sudah terlalu lelah kalau harus menguras emosinya lagi untuk berurusan dengan Mama mertuanya. Ia saja sudah cukup lelah karena sepanjang perjalan mulutnya tak berhenti mengomel.Bagaimana mungkin juga mulutnya ini bisa menahan untuk tak membeo kalau Ervan baru memberitahukan kalau mereka akan tinggal di rumah Mama mertuanya selama di Jakarta sewaktu mereka sudah dalam perjalanan.Padahal Sonia mengira Ervan akan mengajaknya tingg
“Tumben makan malam di rumah Mama? Ada acara apa? Mau ngerayain keluarnya Papa dari rumah sakit?” tanya Rafka mencomot kue bikinan istrinya.Rafka yang terbiasa makan di rumahnya setelah pulang kerja, tentu saja agak bertanya-tanya mengapa malam ini Mamanya memberitahukan lewat telepon supaya dirinya makan malam di rumah orang tuanya.Masalahnya tak hanya dirinya saja, tetapi ia juga dititahkan untuk mengajak Leo dan Dea untuk bertandang makan malam ke rumah Mama dan Papanya ini.Kalau tidak ada acara penting tidak mungkin juga Mamanya menyuruh ia sekeluarga untuk makan malam di sini? Karena semenjak memiliki hubungan yang baik dengan Sarah Mamanya tak lagi mempermasalahkan kalau Rafka dan Sarah tak mau makan bersama dengan Mama dan Papanya.“Mulai hari ini Mama ingin kalian semua makan malam bersama di rumah karena itu permintaan Papamu, Raf. Semenjak keluar dari rumah sakit dan penyakitnya semakin membaik, Papamu mengatakan ingin memperbaiki hubungan dengan keluarganya,” jelas Maya
Menangkap betapa mencengkam bercampur sendunya tatapan Sarah setelah kehadiran Ervan dan Sonia, membuat Maya segera buru-buru beranjak ingin ke kamar untuk membawa suaminya makan malam bersama.“Mama ke kamar dulu. Mau memanggil Papa agar kita cepat makan malam,” ujar Maya tergopoh-gopoh berjalan ke kamarnya.Maya ingin suaminya segera sampai di sini dan mereka segera makan malam saja agar suasana suram yang dapat ia rasakan pada menantu keduanya bisa segera mereda. Dari sudut mata Sarah saja, Maya bisa melihat betapa tak nyamannya menantu kesayangannya itu dengan kehadiran Sonia dan Ervan di meja makan. Oleh karena itu, ia ingin dengan kedatang suaminya, Sarah bisa menenangkan dirinya.“Muka kamu kok tiba-tiba pucet? Kamu sakit, Sar?” tanya Rafka menaruh punggung tangannya di pipi Sarah.Tadinya Rafka ingin meminta diambilkan sayur yang berada di dekat Sarah, tetapi matanya tak sengaja melirik ke arah istrinya yang tampak seperti orang syok dengan wajah terlihat memucat. Oleh karena
“Kalian sudah berkumpul semua rupanya. Kalau begitu kita mulai saja makan malamnya. Mafa Papa lama datangnya karena harus mandi dan berganti pakaian dulu,” ujar Satrio dibantu Maya berpindah dari kursi rodanya ke kursi yang ada di meja makan.Semenjak sembuh dari sakitnya, Satrio menyadari kalau ternyata selama sakit keluarganya lah yang setia bergantian merawatnya. Oleh karena itu, mulai hari pertama ia keluar dari rumah sakit dan kembali ke rumah, Satrio berjanji untuk bersikap lebih hangat dan penuh perhatian kepada keluarganya, terutama kepada istrinya.Bagaimana mungkin ia tak ingin bertobat dan luluh kalau selama sakit istrinya benar-benar tampak mengkhawatirkannya dan merawatnya dengan penuh cinta.Sungguh, Satrio merasa malu dan menyesal sendiri karena selama ia hidup dengan sehat, ia malah tak bersyukur dan menyia-nyiakan istri seperti Maya. Kemarahan dan amarahnya akibat menikah dijodohkan dengan Maya, membuatnya menutup mata dan tak pernah melihat betapa tulus dan besarny
“Senang bertemu dengan mantan pacarmu, Mas?! Kamu bilang enggak ada wanita yang menggodamu di sini, tapi ternyata ada wanita masa lalumu yang dulu sangat kamu cintai!” sindir Sonia memberengut sebal. Setelah selesai makan malam, Sonia lah orang pertama yang meninggalkan meja makan karena ia sudah benar-benar muak dengan pemandangan harmonis antara mertuanya dengan Sarah. Padahal mereka mempunyai dua menantu, tetapi kenapa dirinya hanya dianggap seperti angin lalu? Sedangkan Sarah sepertinya terlihat bagi dewi yang harus selalu ada untuk memberkati hidup mereka. Ervan yang melihat istrinya pergi dengan wajah masam tanpa ba-bi-bu menyusul dan mengikuti Sonia. Tak perlu bertanya ia pun sudah bisa tahu bahwa Sonia merasa iri, cemburu, dan tak suka pada Sarah. Tak mau istrinya berbuat nekat, Ervan buru-buru menyusulnya. Ervan sungguh merasa bertanggung jawab untuk meredam emosi wanita itu karena ia tahu hal gila apa yang akan Sonia pikiran dan bisa istrinya lakukan jikalau sedang kalut