Kendati jawaban Sarah tak lugas. Tetapi, tanpa perlu menegaskannya secara jelas, Ervan bisa menangkap kalau secara tak langsung Sarah telah memberitahukan kalau Leo memang benar anaknya.“Izinkan aku memperbaiki semuanya, Sarah. Aku benar-benar ingin menebus dosaku padamu dan Leo. Selama aku memang tidak bisa menghapus lukamu. Tapi berikan aku kesempatan untuk bisa menebusnya dengan membahagiakan Leo.”Sebenarnya Ervan telah mengetahui kalau Leo adalah anaknya. Ia mendapati fakta itu dari Papanya sewaktu kemarin menemani sang Papa di rumah sakit. Bahkan Papanya pun sampai menunjukkan bukti tes DNA yang telah discan di ponselnya.Tadinya Papanya tak mau memberitahukan hal itu padanya. Tetapi, takut terserang penyakit lagi dan tiba-tiba wafat tanpa pernah memberitahukan kebenaran yang Papanya ketahui, pada akhirnya membuat Papanya membeberkan sebuah rahasia yang berhubungan dengan Ervan tersebut.Meski dari papanya Ervan telah mendapati fakta kalau Leo benar-benar anaknya, tetapi tetap
“Apa? Pindah?! Tetapi kenapa tiba-tiba kamu ingin pindah ke Jakarta, Mas?!” pekik Sonia heboh sendiri ketika datang-datang suaminya mengabarkan akan memboyongnya pindah ke Jakarta.“Semenjak menjenguk Papa kemarin, aku merasa perlu merawatnya dari dekat Sonia. Sebagai seorang anak yang berprofesi sebagai dokter, aku ingin memastikan agar Papa tidak jatuh sakit lagi,” jelas Ervan mencoba membuat istrinya percaya dengan alasannya.Kendati sudah menjelaskan alasan yang menurutnya paling masuk akal, tetapi tanggapan Sonia sungguh di luar prediksinya.Bukannya percaya begitu saja, tampaknya wanita itu malah memicingkan mata penuh curiga kepada Ervan.“Yakin, hanya itu alasannya? Agaknya, sedikit mencurigakan karena kamu sudah belasan tahun mengabdi sebagai dokter di Bandung, tetapi tiba-tiba sekali kamu ingin pindah begitu saja ke Jakarta. Padahal ini bukan kali pertama Papamu sakit, jadi aneh rasanya kalau kamu baru memutuskan untuk pindah sekarang?!”Jari-jari tangan Ervan mengepal karen
“Ayo, masuk Son. Aku sudah memberitahukan Papa dan Mama kalau kita akan pindah hari ini,” ajak Ervan begitu mereka telah sampai di depan halaman rumah orang tua Ervan.“Diam lah, Mas. Aku masih marah padamu. Bisa-bisanya kamu baru memberitahukan mengenai hal terpenting di saat kita sudah setengah perjalanan. Kamu kan tahu betapa aku dan Mamamu tak bisa akur!”Dengan enggan dan terpaksa, Sonia keluar dari dalam mobil. Semoga saja hari ini mertuanya sedang tidak ada di rumah, sehingga ia tak perlu berhadapan dengan Mama mertuanya yang menyebalkan.Sonia merasa sudah terlalu lelah kalau harus menguras emosinya lagi untuk berurusan dengan Mama mertuanya. Ia saja sudah cukup lelah karena sepanjang perjalan mulutnya tak berhenti mengomel.Bagaimana mungkin juga mulutnya ini bisa menahan untuk tak membeo kalau Ervan baru memberitahukan kalau mereka akan tinggal di rumah Mama mertuanya selama di Jakarta sewaktu mereka sudah dalam perjalanan.Padahal Sonia mengira Ervan akan mengajaknya tingg
“Tumben makan malam di rumah Mama? Ada acara apa? Mau ngerayain keluarnya Papa dari rumah sakit?” tanya Rafka mencomot kue bikinan istrinya.Rafka yang terbiasa makan di rumahnya setelah pulang kerja, tentu saja agak bertanya-tanya mengapa malam ini Mamanya memberitahukan lewat telepon supaya dirinya makan malam di rumah orang tuanya.Masalahnya tak hanya dirinya saja, tetapi ia juga dititahkan untuk mengajak Leo dan Dea untuk bertandang makan malam ke rumah Mama dan Papanya ini.Kalau tidak ada acara penting tidak mungkin juga Mamanya menyuruh ia sekeluarga untuk makan malam di sini? Karena semenjak memiliki hubungan yang baik dengan Sarah Mamanya tak lagi mempermasalahkan kalau Rafka dan Sarah tak mau makan bersama dengan Mama dan Papanya.“Mulai hari ini Mama ingin kalian semua makan malam bersama di rumah karena itu permintaan Papamu, Raf. Semenjak keluar dari rumah sakit dan penyakitnya semakin membaik, Papamu mengatakan ingin memperbaiki hubungan dengan keluarganya,” jelas Maya
Menangkap betapa mencengkam bercampur sendunya tatapan Sarah setelah kehadiran Ervan dan Sonia, membuat Maya segera buru-buru beranjak ingin ke kamar untuk membawa suaminya makan malam bersama.“Mama ke kamar dulu. Mau memanggil Papa agar kita cepat makan malam,” ujar Maya tergopoh-gopoh berjalan ke kamarnya.Maya ingin suaminya segera sampai di sini dan mereka segera makan malam saja agar suasana suram yang dapat ia rasakan pada menantu keduanya bisa segera mereda. Dari sudut mata Sarah saja, Maya bisa melihat betapa tak nyamannya menantu kesayangannya itu dengan kehadiran Sonia dan Ervan di meja makan. Oleh karena itu, ia ingin dengan kedatang suaminya, Sarah bisa menenangkan dirinya.“Muka kamu kok tiba-tiba pucet? Kamu sakit, Sar?” tanya Rafka menaruh punggung tangannya di pipi Sarah.Tadinya Rafka ingin meminta diambilkan sayur yang berada di dekat Sarah, tetapi matanya tak sengaja melirik ke arah istrinya yang tampak seperti orang syok dengan wajah terlihat memucat. Oleh karena
“Kalian sudah berkumpul semua rupanya. Kalau begitu kita mulai saja makan malamnya. Mafa Papa lama datangnya karena harus mandi dan berganti pakaian dulu,” ujar Satrio dibantu Maya berpindah dari kursi rodanya ke kursi yang ada di meja makan.Semenjak sembuh dari sakitnya, Satrio menyadari kalau ternyata selama sakit keluarganya lah yang setia bergantian merawatnya. Oleh karena itu, mulai hari pertama ia keluar dari rumah sakit dan kembali ke rumah, Satrio berjanji untuk bersikap lebih hangat dan penuh perhatian kepada keluarganya, terutama kepada istrinya.Bagaimana mungkin ia tak ingin bertobat dan luluh kalau selama sakit istrinya benar-benar tampak mengkhawatirkannya dan merawatnya dengan penuh cinta.Sungguh, Satrio merasa malu dan menyesal sendiri karena selama ia hidup dengan sehat, ia malah tak bersyukur dan menyia-nyiakan istri seperti Maya. Kemarahan dan amarahnya akibat menikah dijodohkan dengan Maya, membuatnya menutup mata dan tak pernah melihat betapa tulus dan besarny
“Senang bertemu dengan mantan pacarmu, Mas?! Kamu bilang enggak ada wanita yang menggodamu di sini, tapi ternyata ada wanita masa lalumu yang dulu sangat kamu cintai!” sindir Sonia memberengut sebal. Setelah selesai makan malam, Sonia lah orang pertama yang meninggalkan meja makan karena ia sudah benar-benar muak dengan pemandangan harmonis antara mertuanya dengan Sarah. Padahal mereka mempunyai dua menantu, tetapi kenapa dirinya hanya dianggap seperti angin lalu? Sedangkan Sarah sepertinya terlihat bagi dewi yang harus selalu ada untuk memberkati hidup mereka. Ervan yang melihat istrinya pergi dengan wajah masam tanpa ba-bi-bu menyusul dan mengikuti Sonia. Tak perlu bertanya ia pun sudah bisa tahu bahwa Sonia merasa iri, cemburu, dan tak suka pada Sarah. Tak mau istrinya berbuat nekat, Ervan buru-buru menyusulnya. Ervan sungguh merasa bertanggung jawab untuk meredam emosi wanita itu karena ia tahu hal gila apa yang akan Sonia pikiran dan bisa istrinya lakukan jikalau sedang kalut
“Mulai hari ini kamu berangkat dan pulang kuliahnya sama Leo saja. Kamrin Papa belikan mobil baru untuk memudahkan pulang pergi ke kampusmu. Tapi karena kamu belum lancar mengendarai mobil dan Papa juga belum bisa mempercayaimu membawa mobil sendiri, maka Papa meminta tolong Leo untuk mau pulang pergi ke kampus bersamamu, Dea.”Sudah sekitar 2 bulan Ervan tinggal di Jakarta dan putri cantiknya telah resmi di terima di kampus incarannya yang sama dengan putranya.Oleh karena itu, kemarin ia sengaja mengajak Leo untuk membantunya membeli mobil kekinian yang sesuai dengan selera anak muda. Ervan memang sengaja ingin memberikan hadiah itu untuk Leo dan Dea agar putra dan putrinya itu bisa lebih mudah dan nyaman ketika perjalanan menuju kampus tempat mereka menimba ilmu.“Tapi Papa memangnya sudah bilang sama Kak Leo? Memang orang dingin kayak dia setuju aja gitu buat bawa mobil dan berangkat bareng sama aku? Kayaknya aku nggak yakin gitu kalau dia mau terima gitu aja permintaan tolong da
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju