“Maaf, tapi aku tetap tidak bisa menerima lamaranmu untuk saat ini, Raf,” ungkap Sarah seiring pelukannya yang memudar dari tubuh Rafka.Kening Rafka berkerut mendapati jawaban Sarah yang menolak lamarannya. Bukan kah sebelumnya wanita itu mengaku mencintainya juga. Tetapi, mengapa Sarah malah tak menerima lamaran darinya? Sebenarnya apa yang salah dan apa yang belum menyakinakan dari dirinya, sehingga Sarah belum mau menyambut lamarannya? Kurang tampan dan humoris sepertinya tidak. Kurang kaya dan baik juga tidak mungkin. Satu-satunya yang memungkinkan yaitu ia kurang dewasa di mata Sarah.“Kamu bilang cinta juga sama aku. Kenapa malah menolak lamaranku? Apa masih karena masalah restu dari bokap nyokap?” cecar Rafka menyapu wajahnya dengan perasaan yang berkecamuk tak karuan.Baru saja ia merasa jauh lebih tenang karena pelukan spontan yang Sarah berikan, kini mengapa wanita itu harus mengaduk-aduk lagi perasaannya menjadi penuh gelebah.Sarah mengangguk sambil memberikan jawaban,
Sarah menggeleng-gelengkan kepala karena menyadari betapa seperti kancil tingkah kekasihnya ini. Memang benar-benar cerdik dan tak mau rugi. Ada saja tingkahnya yang mencari kesempatan dalam kesempitan.“Aku setuju saja dengan syaratmu, Raf. Toh, kamu juga telah menyetujui memenuhi syarat dariku,” ujar Sarah. Tapi, Bisa kah wanita berumur sepertiku mengalahkan dara muda cantik yang dijodohkan denganmu?” Tampaknya Sarah insecure sekali kalau harus bersaing dengan darah muda karena pasti dari gaya penampilannya saja sudah jauh berbeda. Bagaimanapun ia telah menjelma menjadi wanita dewasa dengan penampilan yang tak lagi semodis gadis masa kini. Bisakan Sarah membuat batalnya perjodohan antara Rafka dengan gadis pilihan orang tuanya itu?Dengan gemas Rafka menarik pipi Sarah. “Kamu lebih cantik dan dewasa daripada gadis itu, Sar. Jadi, enggak perlu khawatir kalah saing. Dari segi manapun tetap kamu yang bakal menang di hati aku. Lagian kamu cukup ikutin rencanaku saja.”Tak terima pipin
Setiap minggu selama sebulan ini rutin datang ke kediaman Rafka. Respons orang tua Rafka tentu masih sama saja. Malah tampaknya semakin mangkel karena sang putra terus mengundang Sarah tiap minggunya ke rumah mereka.“Kita tidak bisa membiarkan ini terus, Mas. Mama tidak tahan Rafka terus membawanya ke rumah kita di hari libur dan memamerkan kemesraan dengan wanita itu!” Maya terus saja merepet sepanjang hari ini di dalam ruang kerja suaminya karena ia tak ingin menyaksikan anak bungsunya terus berhubungan dengan wanita yang lebih tua seperti Sarah.Satrio memijat keningnya karena suara istrinya yang bak burung beo mampu menambahkan kadar sakit kepalanya. Padahal kepalanya sendiri saja sudah cukup nyut-nyutan memikirkan urusan pekerjaan. Lalu ditambah pula dengan ulah putra bungsunya yang bisa-bisanya menjalin cinta dengan wanita lebih tua dan punya masa lalu yang hina dina.“Memang anakmu itu semakin lama susah diatur, Ma. Kepalaku mumet karena kelakuannya. Sudah lah kita majukan s
“Hallo, Sar.”Buru-buru Rafka menghubungi Sarah melalui sambungan teleponnya setelah bodyguard yang mengurungnya telah keluar dari kamarnya. “Ada apa, Raf?” tanya Sarah dengan nada khawatir karena suara Rafka terdengar terengap-engap dari seberang sana. “Besok malam please kamu datang ke hotel Citraland. Aku enggak bisa cerita banyak sekarang, tapi satu hal yang harus kamu tahu, aku dipaksa buat tunangan besok.”“Secepat ini? Tapi kenapa kamu baru mengatakannya sekarang, Raf? Aku kan perlu persiapan untuk datang ke sana. Tidak bisa tiba-tiba seperti ini.”“Sorry, aku juga baru tahu hari ini, Sar. Rasanya aku mau ketemu sama kamu langsung buat jelasin semuanya, tapi sayang aku dikurung kaya rapunzel versi cowok. Pokoknya kamu harus dateng karena cuma dengan kehadiran kamu aku bisa batalin pertunangan besok.”Mendapati nada permohonan yang begitu kental dari suara Rafka, Sarah tak kuasa menolak permintaan Rafka. “Aku akan datang besok. Tapi kalau sampai pertunanganmu batal, apa tida
“Pelan-pelan saja menyetir mobilnya, Leo. Mama tidak ingin kita kenapa-kenapa karena kamu mengendarai mobil seperti orang kesurupan!” tegur Sarah pada Leo yang membawa mobil dengan kecepatan cukup tinggi.“Leo enggak mau buang-buang waktu, Ma. Makin ngebut, makin cepet kita sampai di acara pertunangan sialan itu!” pungkas Leo mengeram penuh kekesalan sambil sesekali memukuli setir mobil.Disampingnya Sarah hanya bisa menebah dada. Kalau sudah dirundung kekesalan, adat putranya ini memang susah sekali diredam amarahnya, sebelum kekesalan benar-benar hilang sendiri dari jiwanya.Dipejamkan saja matanya sambil berdoa agar diberikan keselamatan oleh Tuhan disepanjang perjalanan, sehingga ia dan Leo bisa sampai dengan selamat di gedung tempat diselenggarakannya acara pertunangan Rafka.“Mama mohon padamu untuk jangan membuat keributan Leo. Rafka menyuruh Mama kemari karena Mama yakin Rafka punya rencana untuk membuat batal pertunangan ini,” pinta Sarah begitu sampai di depan gedung acara.
“Sini kamu, Leo!” Sarah melepaskan rangkulannya pada Rafka.Lalu, Sarah berjalan menghampiri putranya yang baru saja terbebas dari cengkraman para pria berbadan kekar dengan jas rapi tersemat di badan mereka.Setelah dekat dengan Leo, ia meminta putranya ini untuk lebih mendekat ke arahnya. Begitu Leo mendekat, dijewernya kuping Leo karena putra semata wayangnya itu tak mau mendengarkan perintah dari dirinya ini.“Mama kan sudah mengatakan jangan membuat keributan. Tetapi, kenapa masih kamu lakukan?! Apa susahnya mendengarkan Mama, Leo?!” tukas Sarah melepaskan jeweran di kuping anaknya.“Maaf, Ma. Habisnya Leo kesel karena begundal ini malah mau tunangan sama orang lain, padahal jelas-jelas pacarannya sama Mama. Lagian, Leo cuma mau belain Mama karena enggak terima kalau Mama dipermainkan lagi sama Bang Rafka,” dalih Leo.Ditundukan kepalanya karena ia tahu kesalahannya menghajar Rafka di tempat ramai seperti ini bisa mempermalukan nama baik Mamanya sebagai dosen. Tetapi, salah kah
“Ada Mamamu di depan, Mas! Kenapa, sih, Mama tiba-tiba datang, tanpa bilang dulu?” Pagi-pagi begini Sonia–Istri Ervan– sudah memancarkan ledakan emosi saja. Ervan yang mendengarnya, hanya bisa menghela nafas seperti biasa.Baginya bukan hal biasa kalau Sonia suka marah-marah atau mengeluarkan kata-kata yang bikin sakit kepala.“Kalau Mama datang tinggal kamu sambut saja, apa susahnya, Son? Daripada kamu harus marah-marah enggak jelas kayak gini!” sahut Ervan membereskan beberapa obat dan perlengkapan dokternya di klinik yang ia buka di rumahnya.“Tetap saja seharusnya Mama bilang dulu kalau mau datang biar aku bisa bersiap-siap menghadapinya, Mas. Kamu kayak enggak kenal betapa cerewetnya Mamamu saja. Pasti ada saja yang ia nistakan dariku, Mas,” gerutu Sonia melipat tangan di depan dada.“Sudah lah, Son. Jangan bersikap seperti pengantin baru. Masa kamu masih belum terbiasa juga menghadapi Mama, padahal kita sudah menikah lebih dari 10 tahun.”“Mungkin aku bisa menghadapi Mama, kala
“Oma! Dea kangen banget sama Oma!” teriak Dea terdengar senang bukan kepalang.Anak dari Sonia dan Ervan itu langsung menghambur ke pelukan Maya dengan wajah ceria yang memang selalu menjadi ciri khas dirinya.Dalam hati, Ervan bersyukur sekali karena dengan kehadiran putrinya setidaknya bisa meredam suasana panas antara istri dan Mamanya.“Aduh, sudah bertambah besar dan cantik saja cucu Oma ini. Sebentar lagi sudah mau masuk kuliah.”Maya tak kalah erat memeluk cucu pertamanya ini. Walau ia dan suaminya memang mengharapkan cucu laki-laki, tetapi bukan berarti mereka tak sayang dengan cucu perempuan mereka ini. Bagaimanapun Dea adalah cucu pertama sekaligus cucu semata wayang di keluarganya. Terlebih sikap Dea begitu riang dan ceria, sehingga tidak mungkin membuat Maya tak jatuh sayang dengan Dea. Setidak perhatian dan sekeras apa pun Maya pada anak-anak dan menantunya, tetapi tentu saja perlakuannya pada cucunya berbeda. Sikap Maya memang sangat lembut, baik, dan penuh perhatian s