“Aku enggak tahu bagaimana perasaan kamu buatku? Tapi aku cuma mau mengungkapkan perasaan aja, memangnya salah. Pengakuanku ini bukan sekedar karena kamu baik. Justru karena sikap kamu yang kadang dingin, galak, tegas, dan jutek yang bikin aku kepincut sama kamu, Sar.”Rafka sengaja tak berbicara dengan nada formal dan memilih menggunakan gaya bahasa yang santai saja. Walaupun wanita dihadapannya memang memiliki rentang usia yang lebih dewasa di bandingnya, tetapi ia memilih menyatakan perasaannya dengan gayanya sendiri yang tidak dibuat-buat dan apa adanya.“Entahlah apa pun alasan kamu sampai mengaku menyukai saya, tapi saya tidak bisa mempercayai anak muda yang masih suka main-main seperti kamu. Saya yakin, kamu secepat ini menyatakan perasaan pada saya karena ingin menjadikan saya sebagai salah satu objek permainanmu saja. Sudahlah intinya saya tidak bisa menerimamu!”Seketika suasana hati Sarah menjadi campur aduk tak jelas. Ada debaran dalam hatinya ketika Rafka mengatakan kalau
“Astaga!” Sarah kaget bukan main ketika pagi-pagi ia ingin berangkat bekerja dan mengantarkan Leo ke sekolah lebih pagi dari biasanya, ia melihat Rafka yang tertidur di halaman depan rumahnya dengan beralaskan matras yang entah di dapatkan dari mana.Tak jauh berbeda dengan Sarah, Leo pun tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya saat melihat Rafka yang tertidur dengan beberapa bintik-bintik merah bekas gigitan nyamuk menghiasi wajah dan tangan lelaki itu. “Ini Bang Rafka perlu dibangunin atau enggak, Ma?” tanya Leo kepada Sarah.“Tidak usah. Biarkan saja dia di situ. Lebih baik kita berangkat sekarang. Bisa-bisa kamu ketinggalan bus study tour kalau Mama tidak mengantar kamu sekarang.”Hari ini memang Leo harus berangkat study tour ke Bandung selama 3 hari ke depan, sehingga Sarah sengaja bangun pagi untuk mempersiapkan segala kebutuhan untuk di bawa oleh anaknya itu. Leo pun hanya bisa pasrah saat harus bangun lebih pagi untuk berangkat ke sekolah karena bus study tour di sekolahn
Mata Rafka perlahan terbuka saat sinar matahari terasa akan menerobos masuk ke retinanya. Ketika matanya terbuka, Rafka bisa melihat Sarah yang terlihat sedang mengikat tirai jendela yang baru disingkap oleh wanita itu.Tanpa sadar Rafka berdecak kagum saat matanya menjelajahi tubuh Sarah yang ternyata terlihat lebih cantik dan jauh lebih tampak muda ketika mengenakan setelan rumahan seperti saat ini. Sebenarnya Sarah tetap cantik juga sewaktu mengenakan pakaian formal ala dosen pada umumnya. Tetapi, saat mengenakan setelan pakaian dosen wanita itu terlihat jauh lebih dewasa saja.Rafka yang sedang asyik memandangi Sarah dari belakang tampak gelagapan ketika melihat Sarah yang akan berbalik ke arahnya. Bingung dengan apa yang mau ia katakan dan lakukan saat Sarah menyadari ia telah siuman, Rafka pun memilih untuk pura-pura tidur saja. “Tidak perlu berpura-pura tidur, saya tahu kalau kamu sudah sadar,” tegur Sarah.Walaupun Sarah membelakangi tubuh Rafka, tetapi lewat sudat matanya
“Karena kamu sudah bersedia menerima syarat yang saya ajukan, saya juga tidak punya pilihan lain selain menepati janji saya padamu,” tutur Sarah. “Kalau begitu, bisa lepaskan saya sekarang?!”“Ah … Bagaimana dengan sebuah ciuman, baru aku lepasin?” goda Rafka tersenyum begitu senang seolah ia memang benar-benar bahagia bisa berpacaran dengan Sarah bukan hanya karena acara taruhan semata.Rafka sendiri sungguh tak dapat mengerti dengan perasaannya sendiri. Rasanya baru pertama kali ini ia bisa sebahagia saat berhasil mendapatkan wanita incarannya. Hilang minat dan rasa bosan yang ia harapkan datang setelah Sarah menerima perasaan sukanya pun tak kunjung datang seperti yang sempat Rafka kira. Semula ia menduga akan kehilangan minat dan perasaan menggebu pada Sarah tatkala Sarah menerimanya. Tetapi, mengapa sekarang yang terjadi malah sebaliknya? Justru saat hari ini Sarah menerimanya, timbul perasaan menggebu dan meluap-luap dalam hatinya untuk membuat Sarah kembali percaya akan kata
Sekeluarnya dari kamar tamu, Sarah merutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya terjebak hubungan dengan Rafka yang kadang tingkahnya masih seperti bocah.Meskipun Sarah menyetujui untuk menjalin hubungan dengan Rafka karena terpaksa. tetapi, tak bisa ia pungkiri kalau ia merasakan seperti ada bunga-bunga yang bertebaran dalam hatinya. Juga seperti ada kupu-kupu yang berterbangan dalam perutnya. Namun, tetap saja ada batasan norma yang masih terpatri dalam benaknya. Batasan itu bukan hanya karena sekedar statusnya dan Rafka sebagai dosen dan mahasiswa, tetapi juga tentang jurang umur yang sepertinya agak terlalu jauh bagi seorang wanita dewasa dan lelaki muda untuk memadu kasih.Oleh karena itu, Sarah sengaja meminta Rafka untuk merahasiakan hubungan mereka yang baru saja terjalin hari ini di hadapan khalayak umum. Sarah hanya tidak ingin diperolok-olok oleh masyarakat sekitar hanya karena menjalin hubungan dengan lelaki yang terpaut usia lebih muda daripada dirinya. Cukup sekali saja, i
“Thanks udah dianterin sampai depan rumah, Sayang,” ucap Rafka ketika Sarah benar-benar mengantarkannya sampai depan rumahnya. “Enggak mau mampir dulu ke dalam?”Sarah menggeleng sambil mengeluarkan kata-kata penolakan yang masih terdengar halus, “Lain kali saja.”Selepas manyampaikan penolakannya dan Rafka telah turun dari mobilnya, Sarah langsung melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Rafka.Ketika melihat mobil Sarah telah menghilang dari pandangan matanya, Rafka memasuki rumahnya sambil bersiul-siul penuh kesenangan. Entah mengapa hormon endorfin dalam dirinya seolah meningkat pesat, sehingga rasa bahagia yang menyertainya begitu tinggi sekali.Belum pernah Rafka merasakan sebahagia ini sebelumnya. Bahkan, sewaktu ia berhasil mendapatkan ratusan gadis dan wanita di luar sana, ia tak pernah sebahagia ini sebelumnya.Ada apakah dengan dirinya? Mungkinkah ia yang sudah menyandang status sebagai playboy selama bertahun-tahun ini, bisa sesuka ini pada makhluk bernama wanita?
“Sar!” panggil Rafka sambil menepuk lembut tangan Sarah ketika melihat Sarah yang sedang melamun memikirkan sesuatu.Segala pikiran yang berkecamuk di kepala Sarah, tentang mantan pacarnya sewaktu SMA, langsung buyar begitu mendapati tangan Rafka menepuk pelan tangannya.“Ada apa?” tanya Sarah begitu tersadar sepenuhnya dari lamunannya.“Aku sudah selesai makan. Boleh aku cuci sendiri piringnya?” “Tidak usah. Biar nanti saya saja yang mencucinya, kamu duduk saja disitu,” sahut Sarah segera menyelesaikan sarapannya dengan cepat.“uhuk … uhuk!” suara batuk menyeruak keluar dari mulut Sarah karena saking terburu-burunya menghabiskan makanan membuatnya jadi terteguk.“Pelan-pelan aja makannya, Sar. Ini bukan lomba lari, jadi santai aja, Sayang,” goda Rafka mengejapkan sebelah matanya sambil menyodorkan segelas air putih kepada Sarah.“Jangan membuat saya tambah ingin tersedak, Rafka!” tegur Sarah setelah meminum habis air putih yang diberikan Rafka kepadanya.Entah mengapa Sarah begitu t
Sarah tak bisa menahan beliakan matanya saat menyaksikan Rafka yang menunggunya di depan mobil. Sekalipun lelaki muda itu telah menggunakan kacamata dan hoodie yang menutupi hampir sebagian wajah Rafka, tetapi tetap saja tak menutupi kemungkinan kalau ada orang yang bisa mengenalinya. “Kenapa harus tunggu di luar? Kalau ada yang mengenalimu dan melihat saya masuk ke dalam mobilmu, bagaimana?” cecar Sarah sesampainya di hadapan Rafka. “Tenang aja, Sar. Kalau ada yang mendekat, udah aku siapin ini.” Rafka menunjukkan botol spray yang ketika di semprotkan mampu menimbulkan bau menyengat. Keampuhan spray ini telah Rafka buktikan ketika Siska—bekas objek taruhannya yang sampai saat ini masih mengejar-ngejarnya untuk meminta balikan—terlihat akan menghampiri dirinya sebelumnya Sarah datang. Rafka yang tak mau didekati oleh Siska karena gerah tiap kali melihat wanita gatal bagai ulat itu, langsung saja menyemprotkan cairan bau di tangannya berkali-kali ke arah Siska. Akhirnya Siska yang m