“Sar!” panggil Rafka sambil menepuk lembut tangan Sarah ketika melihat Sarah yang sedang melamun memikirkan sesuatu.Segala pikiran yang berkecamuk di kepala Sarah, tentang mantan pacarnya sewaktu SMA, langsung buyar begitu mendapati tangan Rafka menepuk pelan tangannya.“Ada apa?” tanya Sarah begitu tersadar sepenuhnya dari lamunannya.“Aku sudah selesai makan. Boleh aku cuci sendiri piringnya?” “Tidak usah. Biar nanti saya saja yang mencucinya, kamu duduk saja disitu,” sahut Sarah segera menyelesaikan sarapannya dengan cepat.“uhuk … uhuk!” suara batuk menyeruak keluar dari mulut Sarah karena saking terburu-burunya menghabiskan makanan membuatnya jadi terteguk.“Pelan-pelan aja makannya, Sar. Ini bukan lomba lari, jadi santai aja, Sayang,” goda Rafka mengejapkan sebelah matanya sambil menyodorkan segelas air putih kepada Sarah.“Jangan membuat saya tambah ingin tersedak, Rafka!” tegur Sarah setelah meminum habis air putih yang diberikan Rafka kepadanya.Entah mengapa Sarah begitu t
Sarah tak bisa menahan beliakan matanya saat menyaksikan Rafka yang menunggunya di depan mobil. Sekalipun lelaki muda itu telah menggunakan kacamata dan hoodie yang menutupi hampir sebagian wajah Rafka, tetapi tetap saja tak menutupi kemungkinan kalau ada orang yang bisa mengenalinya. “Kenapa harus tunggu di luar? Kalau ada yang mengenalimu dan melihat saya masuk ke dalam mobilmu, bagaimana?” cecar Sarah sesampainya di hadapan Rafka. “Tenang aja, Sar. Kalau ada yang mendekat, udah aku siapin ini.” Rafka menunjukkan botol spray yang ketika di semprotkan mampu menimbulkan bau menyengat. Keampuhan spray ini telah Rafka buktikan ketika Siska—bekas objek taruhannya yang sampai saat ini masih mengejar-ngejarnya untuk meminta balikan—terlihat akan menghampiri dirinya sebelumnya Sarah datang. Rafka yang tak mau didekati oleh Siska karena gerah tiap kali melihat wanita gatal bagai ulat itu, langsung saja menyemprotkan cairan bau di tangannya berkali-kali ke arah Siska. Akhirnya Siska yang m
“Kamu tunggu di dalam aja, Sar. Biar aku yang tunggu Leo di luar sampai bisnya datang,” ujar Rafka ketika ia memaksa ingin ikut menjemput Leo yang hari ini pulang study tuor di sekolahnya.Meskipun, Sarah telah melarangnya untuk ikut karena tak ingin Leo sampai bisa mengendus adanya hubungan antara mereka, tetapi Rafka tetap memaksa. Lelaki muda itu bilang akan mencari alasan agar Leo tak mencurigai hubungan yang baru saja terjalin antara Sarah dan Rafka selama beberapa hari ini.Akhirnya lagi-lagi Sarah harus mengalah karena sikap Rafka yang begitu keras kepala begitu sulit untuk Sarah redam. “Kok, lo bisa ada di sini, Bang? Ada urusan apa di sekolah?” sapa Leo begitu ia melihat Rafka yang berjalan menghampirinya. Tentu saja, Leo belum tahu kalau Rafka datang kemari karena ingin menjemputnya.“Gue kesini buat jemput lo. Sini barang lo biar gue bantu bawain,” jelas Rafka sambil merebut koper di tangan Leo untuk dibawa olehnya.Kendati kebingungan menyeruak di benak Leo, tetapi tetap
Satu bulan berlalu dengan cepatnya dan kini waktu liburan Rafka pun sudah berakhir. Berbeda dengan beberapa liburan semester lalu yang kebanyakan dihabiskan dengan bermain bersama dengan Tyo dan Kevin, liburan kali ini Rafka memilih mengisi liburannya bersama dengan Sarah.Pesona apa yang sebenarnya Sarah miliki sehingga mampu menyihirnya seperti ini? Rasanya Rafka seperti tersihir karena selalu ingin berada di dekat wanita itu. Kalaupun sehari saja jauh dari Sarah, wajah wanita itu seperti selalu terbayang-bayang dalam angannya.Baru kali ini Rafka bisa merasakan seperti kepada seorang wanita? Padahal, ia telah banyak menjalin hubungan dengan para wanita, meskipun hanya karena taruhan semata. Tetapi kenapa baru dengan Sarah ia tak merasakan hilangnya minat dan keinginan menggebu untuk terus mendekati wanita itu?Ada apa sebetulnya dari diri Sarah sehingga bisa membuatnya terpikat pada wanita beranak satu itu? Gadis yang jauh lebih muda dari Sarah tak terhitung jumlahnya. Begitu pun d
Leo sengaja menyusuli Mamanya keluar karena merasa tak biasanya Mamanya keluar lama dari dalam rumah. Apalagi Mamanya tadi hanya pamit untuk pergi sebentar ke teras rumah.Dilandaskan pada perasaan khawatir takut terjadi hal-hal buruk pada Mamanya, Leo langsung saja mengambil inisiatif untuk menyusul Mamanya yang tak kunjung masuk ke dalam setelah beberapa menit ada di luar.Namun, saat Leo keluar, ia bukan dikejutkan oleh terjadinya hal buruk pada Mamanya, Tetapi, ia malah terlonjak kaget melihat Mamanya yang mengecup pipi tutornya.Sama terperjatnya dengan Leo karena terpergok memberikan kecupan di pipi Rafka, Sarah pun tampak tergugu sejenak. Sungguh, ia bingung harus menjelaskan kepada Leo seperti apa?Ingin berbohong, tetapi buktinya terlalu jelas untuk bisa mengelak pada putranya itu. Apalagi putranya itu merupakan orang terpelajar dan sudah cukup besar untuk tidak bisa lagi dibodohi oleh kata-kata dusta.Mengetahui Sarah yang sepertinya akan bingung menjelaskan pada Leo, Rafka
Kamu masih belum mau sarapan lagi sama Mama, Leo?” tanya Sarah saat hari ini kembali melihat putranya yang sudah tiga hari ini melewatkan sarapan bersama dengan dirinya. Leo menggeleng dan menjawab dengan singkat dan dingin, “Enggak perlu! Aku bisa beli sarapan di sekolah.” “Kalau begitu, Mama tambahkan uang jajan untukmu membeli sarapan.” Sarah mengambil 5 lembar uang seratus ribu dan menyerahkan kepada Leo. “Enggak usah! Uangku masih cukup untuk membeli sarapan sendiri, Ma. Lagian, uang dari hasil olimpiade juga masih ada, jadi aku enggak butuh uang Mama cuma buat beli sarapan doang!” ketus Leo yang langsung pergi dari hadapan Sarah setelah mengatakan itu. Setelah kejadian hari itu dimana Leo mengetahui hubungan antara Rafka dan Mamanya, Leo memutuskan untuk bersikap dingin dan tak banyak bicara atau mendiamkan Sarah. Ia juga tidak lagi mau menerima les apa pun dari Rafka. Sikap Leo pun kembali dingin dan tak bersahabat kepada Rafka seperti halnya pertama kali ia melihat Rafka d
“Halo, Bro Rafka. Hilang kemana aja lo sebulan ini?” sapa Kevin saat melihat Rafka yang memasuki ruang kelas mereka dengan tampilan yang tetap keren, hanya saja kali ini terlihat agak lepek.“Iya, kemana aja lo, Raf? Tiap kita ajak main selalu aja lo nolak selama liburan kali ini. memang kegiatan lo ngapain aja liburan ini, Raf? Jangan bilang lo magang di perusahaan bokap lo?” timpal Tyo yang tampak heran dengan perubahan Rafka.Biasanya temannya itu yang paling semangat mengajaknya dan Kevin untuk berlibur ke berbagai tempat kalau kuliah sedang diliburkan. Rafka juga ada orang yang paling suka mengajak mereka untuk kabur dari rumah setiap kali liburan tiba. Namun, mengapa di liburan kali ini Rafka terlihat sangat berbeda? Temannya itu tampak tidak lagi bersemangat untuk melakukan liburan dan traveling bersama ia dan Kevin.Jangankan liburan, untuk diajak ke pub saja tampaknya Rafka ogah-ogahan. Entah lah apa yang sebenarnya mengubah temannya menjadi seperti ini? Padahal selama ini,
“Sejak kapan lo ke bar bawa-bawa sandwich, Raf!” ledek Tyo saat melihat Rafka yang menaruh sebungkus sandwich di samping gelas seloki berisi minuman keras yang dipesan oleh temannya itu.“Kepo lo, Yo. Suka-suka gue lah mau bawa apaan ke dalam sini. Kalau ada yang ngelarang atau negor gue, tinggal kasih aja uang tutup mulut,” respons Rafka dengan entengnya melahap habis sandwich yang diberikan oleh Sarah, baru setelah itu ia menyesap minuman yang ia pesan.“Semenjak lo kalah sekitar sebulan yang lalu, udah lama kita enggak pernah taruhan lagi, Raf. Gimana buat hiburan malam ini, kita pasang taruhan,” lontar Tyo tiba-tiba di tengah kegiatan mereka yang sedang asyik menyesap miras di gelas seloki di tangan mereka masing-masing.“Bener juga. Kalau di pikir-pikir udah lama juga kita enggak seru-seruan sama lo, Bro Rafka. Come on, kita buat malam ini jadi seru, Bro,” ujar Kevin menanggapi seruan Tyo untuk melakukan pertaruhan yang sudah lama tidak mereka lakukan.“Gue ikut aja. Tapi, mendi
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju