“Li-ma tahun lalu?” Diva mengulang ucapan Reynand.“Ya, sebenarnya jauh lebih baik lagi kalau yang menceritakan ini adalah yang bersangkutan, karena ini menyangkut urusan pribadinya.” Diva menyadari kalau ini adalah penolakan secara halus yang diberikan oleh Reynand padanya.Diva diam dia nampak berpikir, saat ini dia juga bingung mau bicara dengan siapa? Tanya dengan yang bersangkutan sudah barang tentu belum memungkinkan untuk saat ini, karena komunikasi yang hanya berupa isyarat yang sangat sulit dilakukan. Tanya langsung dengan ayahnya? Diva jelas sangat ragu apa ayahnya mau bicara tentang Elvan, apalagi dia terdengar tegas menyuruhnya untuk jaga jarak dengan Elvan.“Apa tidak bisa dokter saja yang cerita?” tanya Diva lagi dengan sedikit memohon.Reynand menghela napas berat."Dok, Saya juga ingin melakukan sesuatu untuk Elvan, Saya harap Dokter bisa mengerti," bujuk Diva."Baiklah Diva, saya juga berpikir kalau kamu setidaknya tahu sedikit tentang masalah ini." Reynand berkata de
Saat tiba di ruang Ratri, Diva melihat adiknya itu sedang tertidur. Dia lalu melihat ponselnya yang tergeletak di side bed cabinet dan mengambilnya.“Kak Diva,” panggil Ratri dengan suara yang serak, membuat Diva menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Ratri.Adiknya itu tersenyum melihat Diva. Diva berjalan mendekati Ratri.“Terima kasih banyak, Kak Diva.” Ucapan Ratri membuat Diva heran, dia lalu memeluk adiknya.“Kamu berterima kasih untuk apa?” tanyanya dengan suara lembut.“Ratri tahu, semua ini karena Kak Diva. Ratri akan berusaha untuk tetap kuat.” Ratri berkata dengan suara tertahan. Diva masih memeluknya dengan kehangatan, memberikan redaman emosi yang akan keluar dari Ratri.“Kamu itu memang kuat, karena itu Tuhan memberikan cobaan seperti ini. Dia tahu kamu mampu melewatinya. Jadi, cepatlah pulih, ok!” Diva merenggangkan pelukannya dan melihat ke arah Ratri dengan tatapan lembut. Melihat mata Ratri yang mulai berkaca-kaca, Diva menangkupkan tangannya di wajah Ratri.“M
Elvan masih sibuk dengan pekerjaannya saat bel rumahnya menginterupsi kalau saat ini dia sedang kedatangan tamu. Gegas dia melangkahkah kaki ke arah pintu rumahnya, bel terus berbunyi sepanjang dia berjalan untuk membuka pintu rumah, dari caranya menekan bel seperti ini, Elvan sudah tahu persis siapa yang datang.“Kakak tidak pergi kencan?” tanya Alisha saat pintu dibuka oleh Elvan.Elvan hanya mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Alisha ini. “Kalimat basa-basimu itu sangat ketinggalan sekali.” Elvan menjawab datar. Alisha hanya tertawa singkat lalu menjawab, "Iya-iya aku mengerti! Kalau kakak pergi harusnya tidak membukakan pintu untukku, kan?"“Dan juga, tekan bel tidak perlu berkali-kali.” Elvan berkata pada adiknya sambil menutup pintu rumah saat wanita itu melewatinya untuk masuk.“Lagian salah sendiri, siapa yang suruh ganti kode akses, jadi aku kan gak bisa langsung masuk.” Alisha mencebik.Elvan tidak menjawab dan berjalan masuk mengiringi Alisha dari belakang, lalu kedu
“Kakak pasti menyadari hal ini, kan? Kakak tahu persis bagaimana Bibi Nara itu kelakuannya. Menurutku sangat tidak masuk akal sekali kalau Bibi Nara tidak punya rencana untuk menjatuhkan keluarganya Kak Diva di acara itu.” Alisha kembali berkata pada Elvan dengan berapi-api menyatakan pendapatnya.“Dia pasti tidak akan tinggal diam karena rencananya untuk menjodohkan Kak El dengan anak angkatnya itu gagal. Aku yakin disana pasti ada ajang memperburuk citra Kak Diva dan menjatuhkan martabat keluarganya.” Alisha masih berkata dengan menggebu-gebu menyatakan pendapatnya ini."Mungkin bisa jadi si Bibi Nara akan menekan keluarga Kak Diva untuk mundur! Tapi yang aku heran kenapa kakek yang biasanya memiliki insting tajam malah seperti mendukung ide gila ini."Apa kakek sengaja? Apa kakek sebenarnya juga menolak kehadiran Kak Diva? Kalau kita ingat, dulu Kakek sangat mendukung ide gila Bibi Nara untuk menjodohkan Kak El dengan si Marissa itu, kan?" Alisha mengeluarkan berbagai analisa dalam
Mendengar hal itu Alisha langsung menautkan alisnya, “Benarkah?” Elvan mempertegasnya dengan menangguk dan tersenyum lebar pada adiknya ini. “Eh, benar juga, dipikir-pikir tidak mungkin keluarga mereka menolak kakak, kan? Apalagi kita ini dari keluarga yang terpandang. Sudah pasti pertimbangan tentang latar belakang keluarga tidak ada masalah.” Alisha berkata pada dirinya sendiri. “Maksudmu? Keluarga mereka ini melihat dari materi?” Elvan melihat ke arah Alisha dengan tatapan tajam, tidak terima kalau keluarga Diva disangka sama saja dengan orang kebanyakan yang mengincar harta dari orang kaya. “Tidak, bukan begitu maksudku tapi ….” “Dengar ya Al, seperti yang kamu bilang, Diva dan keluarganya ini tidak seperti yang orang lain pikirkan, mereka tidak peduli dengan seberapa banyak uangmu, tapi–” “Ah, artinya kakak mengakui kalau kakak pernah ditolak, ya!” Alisha langsung terkekeh mendengar ucapan Elvan barusan, hal ini membuat Elvan sadar kalau dirinya membocorkan hal penting dan
“Maaf membuat kalian menunggu lama,” ucap Diva saat masuk ke mobilnya.“Tidak masalah, apa handphone kakak ketemu?” tanya Prisya pada Diva.“Yeah, setelah cukup lama mencarinya, ternyata terselip di tempat yang cukup tersembunyi.” Diva menjawab dengan tenang. Dia berusaha untuk menjaga intonasi kalimatnya agar tidak terlihat kalau dirinya menutupi sesuatu.“Baiklah, setelah ini kita lanjut kemana?” tanya Prisya pada yang lainnya.“Kemana lagi kalau tidak ke tempat kerjanya Diva.” Lukman menyahut dari belakang membuat Prisya terdiam lalu melihat ke arah Diva. Namun, Diva hanya tersenyum mengangguk saat Prisya melihat ke arahnya.“Ya, seperti yang dikatakan ayah saja.” Diva berkata dengan nada datar. Sejujurnya hal ini membuat tanda tanya besar di dalam kepala Prisya, kenapa sepertinya kakaknya sangat menuruti ayahnya, apa dia menyerah dengan Elvan? Akan tetapi, mengingat sifat kakaknya yang seperti ini rasa-rasanya tidak mungkin.“Jadi … kita sekarang ke Tekno In Tower?” Prisya berkata
Diva membaca pesan dari Alisha langsung mengerutkan keningnya, kemudian mengulas senyum lebar. Pesan ini memperkuat keyakinan Diva, kalau ada sesuatu yang sedang direncanakan oleh prianya itu.“Baiklah Elvan, aku kali ini harus mengikuti setiap ucapanmu. Menurut dan jangan membantah. Benar begitu, kan?” Diva berkata dengan nada yang bersemangat, tentunya kalimat ini juga untuk mengalirkan energi positif yang cukup besar untuk dirinya.“Diva semangat! Tidak boleh berpikir aneh-aneh lagi.” Diva berkata pada dirinya sendiri lagi.Diva lalu kembali memasukkan semua barang-barangnya di dalam kotak penyimpanan, walaupun belum sampai satu bulan Diva bersama dengan mereka, rasanya saat meninggalkan mejanya dia tetap sedih.“Ah, semoga nanti bisa kerja lagi dengan suasana yang lebih nyaman.” Setelah mengatakan hal itu, Diva melangkahkan kakinya untuk keluar dari tempat itu dan dengan cepat.“Maaf menunggu lama.” Diva berkata saat membuka bagasi penyimpanan di belakang mobil mereka.“Tidak mas
Diva terkejut mendengar ucapan itu keluar dari mulut pria brengsek yang menghancurkan kehidupan adiknya itu. Mulut yang dulu dengan sombong mengatakan kalau dia tidak bersalah. Terlebih lagi keadaannya yang sangat terlihat kacau. Jelas sudah dalam beberapa waktu terkahir pria itu pasti tidak akan bisa istirahat dengan tenang karena kekacauan yang dia buat sendiri.“Ngapain kamu ke sini? Kamu mau apa?!” Prisya berkata dengan suara tidak sukanya, dia berdiri dari tempatnya, sedangkan Lukman masih diam memperhatikan Anggala yang tiba-tiba berlutut di depannya.“Om, Saya benar-benar minta maaf, saya juga akan menebus semua kesalahan saya.” Dia kembali mengulang kata-katanya yang cukup terdengar lirih.“Lalu apa keluarga kami akan percaya dengan ucapan busukmu itu?!” Prisya berkata dengan kesal dan mencoba mendekati ayahnya. Anggala hanya diam, wajahnya tertunduk lesu, matanya mengisyaratkan sebuah rasa lelah yang cukup dalam.“Kenapa? Apa dunia sedang tidak membelamu sekarang? Lalu, kamu