Diva merasakan hatinya menjadi hangat dan berbunga lebat. Benar yang dikatakan Prisya, mana bisa dia melepaskan pria yang sangat mencintainya ini. “Kak Diva, wajahmu memerah. Aku tahu kakak pasti seneng banget kan dibuat pengakuan begini? Mana gak makin kepanasan tuh si Marissa.” Prisya berkata sambil terkekeh. Untuk sesaat tadi Diva sudah melupakan tentang sosok Marissa, tapi adiknya ini memperingatkannya akan hal itu. Diva tahu pasti wanita itu akan berbuat makin nekat. Satu sisi Diva sangat menyukai keterusterangan Elvan untuk dirinya ini, tapi di sisi lain, dia tahu kenapa ayahnya selalu mengatakan kalau jangan pernah mengumbar kehidupan pribadimu dimanapun, karena tidak semua orang menyukai apa yang kamu perlihatkan pada mereka. “Eh, kenapa tiba-tiba murung begitu?” Prisya heran karena adanya perubahan raut wajah Diva yang cukup kontras dari senang menjadi sedikit ada beban. Diva menghela napas dalam. “Kakak bukan tidak suka, tapi suka sekali diperlakukan seperti ini, Kakak me
Sementara itu di tempat lain.Bulan memantul di atas permukaan air yang bergelombang, suara deburan ombak yang menyapu bibir pantai mengeluarkan suara yang saling bersahutan, namun bau khas amis dari laut ini, saat menyeruak masuk mengenai indra penciuman Elvan, membuatnya ingin mengeluarkan makanan yang dia makan di rumah Diva tadi. Akan tetapi dia sadar, ini bukan saatnya menghindari hal ini.“Nak Elvan, apa kamu benar baik-baik saja?” tanya Lukman pada Elvan karena dia melihat wajah Elvan yang cukup berbeda sejak lima menit yang lalu saat mereka keluar dari dalam mobil.“Ti-tidak apa-apa, Om,” jawab Elvan singkat dengan sedikit terbata, dia berusaha untuk terus mengolah emosinya, karena saat ini hatinya mulai bergejolak hebat menahan sebuah rasa yang sangat membuatnya ketakutan. Mencoba untuk tidak memperlihatkan kelemahan terbesarnya selama ini pada orang lain.“Kamu yakin?” Lukman kembali memastikan kalau pria yang sedang bersamanya saat ini dalam keadaan baik-baik saja.“I-iya, O
Tidak ada yang salah dengan kalimat yang dilontarkan oleh ayah Diva ini, tapi sekali lagi Elvan tahu apa yang dia inginkan! Dia hanya menginginkan wanita itu, tidak ada yang lain dan yang pantas menggantikan posisi Diva di hatinya. “Nak Elvan, pikirkan lagi semuanya dengan kepala dingin. Saya tahu, kamu mengambil keputusan dengan cepat, tapi cepat belum tentu akurat. Gunakan hati dan pikiranmu. Saat kamu sudah memberikan keputusan akhir, maka saat itu juga harusnya kamu siap dengan segala konsekuensinya. Jadilah pria yang bertanggung jawab dengan keputusan yang kamu buat.” Lukman kembali menambahkan. Elvan masih diam, selain dia masih menetralkan suasana hatinya yang sedikit bergelombang karena rasa traumanya itu, dia juga berpikir tentang apa yang diucapkan oleh Lukman ini. Tidak ada yang salah dari kata-katanya. “Om, saya sudah memutuskannya, maka saya tidak bisa mundur lagi.” Elvan menjawab dengan nada yang tegas. “Apa kamu yakin bisa menerima semua perbedaan ini?” Pertanyaan Lu
Elvan diam mendengar jawaban dari Lukman, yang secara tidak langsung itu juga sebuah peringatan, secara tidak langsung dia sudah tau arti dari ucapan pria ini.“Maaf, Om, baiklah saya tidak akan mengatakan apapun,” ucap Elvan.Lukman hanya memberikan tanggapan datar.“Kita pulang saja, sepertinya sudah sangat malam dan kamu juga perlu istirahat. Akan saya katakan saat kita jalan pulang.”*** “Diva, bangunlah, Nak, sudah pagi.” Suara Indah mengalun di telinga Diva yang masuk melalui mimpinya. Matanya benar-benar masih betah untuk merapat, dia ingin tidur lebih lama lagi, karena semalaman dia sudah mengatur rencana yang cukup rumit dan sudah menyiapkan beberapa skenario untuk dijalankan hari ini.“Diva …,” panggil Indah lagi dari luar kamarnya.“Kakak bangun! Ini udah pagi.” Prisya menepuk pundak Diva yang masih betah untuk memejamkan matanya.Diva sudah mendengar suara ibunya, dia juga tahu ini sudah pagi, tapi dia benar-benar sangat lelah, dia hanya ingin minta waktu sedikit lagi saj
Lukman tahu dia pasti akan mendapatkan tatapan kekecewaan dari anaknya ini, tetapi dia harus melakukan hal ini, karena ini jalan terbaik untuk Diva. “Artinya sudah jelas kalau kamu harus berhenti bekerja,” ucap Lukman lagi. “Sebenarnya apa yang Ayah bicarakan dengan Elvan semalam?” tanya Diva dengan perlahan, rasa gembiranya karena tahu Ratri sudah jauh lebih baik tadi langsung berganti dengan perasaan tragis yang menyakitkan. ‘Apa karena ini Elvan tidak menghubungiku? Apa Ayah melakukan sesuatu pada Elvan?’ Banyak pertanyaan muncul di dalam kepala Diva, mengacak-acak pikirannya sehingga membuatnya lambat berpikir. Dia sedih, sampai rasa kecewa yang sangat dalam itu sudah tidak bisa lagi membuatnya menangis. “Ayah tidak bicara yang buruk apapun tentangmu, tapi untuk saat ini kamu lebih baik jaga jarak dengan Elvan.” Kembali kalimat itu membuat perasaan Diva hancur berkeping-keping, pikirannya kosong, semua angan tentang mimpinya terasa seperti luluh lantak dalam waktu sekejap. “Ta
Ketukan kamar terdengar saat Diva masih berkutat dengan pikirannya sendiri, sayup-sayup suara ibunya memanggil dari arah luar.“Diva, ayo sayang kita pergi sekarang.” Ini panggilan kesekian kalinya yang terdengar di telinga Diva. Dia dengar hanya saja dia tidak menyahut, pikirannya sedang tidak ada bersama dengan dirinya sendiri sekarang.“Div–” Baru saja Indah ingin mengetuk pintu kamar Diva lagi, kali ini Diva sudah membukanya. Anaknya ini sudah berpakaian lengkap dan membawa tas selempangnya.“Ayo, Bu. Kita semua ikut, kan?” Diva berkata dengan datar, wajahnya juga tidak menunjukkan ekspresi seperti biasanya. Indah sedikit heran karena selama ini walaupun Diva sedang sedih, dia jelas akan menampakkan wajahnya kalau dia sedang sedih, namun sekarang …? Wanita itu malah bersikap dingin, walaupun bicara dengannya, tetapi Indah bisa merasakan kalau pikiran Diva tidak bersama dirinya.“Danish sama siapa?” tanya Diva mengernyitkan keningnya, karena selama ini yang menggendong Danish selalu
Sinar matahari sudah masuk melalui celah jendela kamar Elvan, pria itu sampai pagi ini tetap terjaga, apalagi mengingat banyak hal yang dia dan ayah Diva ceritakan, seolah berbincang dengan teman lama, tanpa ada rasa canggung, bahkan saling memberi masukan. Pembicaraan yang diduga oleh Elvan akan menjadi sebuah ketegangan itu ternyata malah sebaliknya, dia tidak menyangka dengan sikap dan tingkah Lukman sebelumnya kalau dia akan diperlakukan sebaik ini. Berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing bahkan mengingat tentang banyak hal dari segi kisah cinta yang sangat banyak diterpa cobaan serta kisah hidup yang pedih dan pilu yang tak pernah diceritakan pada orang lain. “Diva, kamu akan tetap menjadi satu-satunya.” Elvan berkata sambil melihat ponselnya yang saat ini menampilkan wajah Diva yang sedang tersenyum dari aplikasi galeri. “Aku berharap kamu tidak mengecewakanku.” Elvan berkata pada gambar itu lagi, kemudian meletakkan kembali ponselnya di sembarang tempat di atas tempat
Indah sangat terkejut saat melihat Diva yang duduk dengan tatapan kosong dan anaknya itu membiarkan lengannya tergantung hingga darah itu mengalir begitu saja membasahi lantai.“Diva, maaf ibu kelamaan.” Suara Indah tersebut menarik kesadaran Diva yang sejak tadi pikirannya kosong.“Ah, apa, Bu?” tanya Diva, lalu dia juga merasakan aliran air yang mengalir di lengannya, dia lalu melihatnya dan sadar kalau saat ini darahnya menetes cukup banyak di lantai.“Sudah-sudah, nanti Ibu bersihkan kamu diam dulu, ini Ibu obatin dulu luka kamu.” Indah berkata pada Diva lalu dengan cepat mengobati lengan anaknya itu. Tidak menunggu lama luka gores yang cukup tajam itu kini sudah tertutup sepenuhnya.Sebenarnya sembari mengobati luka Diva, Indah mengamati wajah anaknya sesekali tapi terlihat jelas Diva seperti tidak ada pikiran dalam kepalanya. Indah paham apa yang dirasakan oleh Diva, dia ingin memberitahu pada anaknya yang sebenarnya terjadi, tetapi sekali lagi dia harus patuh dengan suaminya. S