Ada yang sakit hat kalo belum lanjut? 😭😭 coba banyak2 sabar dulu ya, temen2nya chinta! Chinta Up lagi malam ini jam 7 atau 8 ya! jadi coba kasih komentar ceritanya dulu... 😘😘😘
Sinar matahari sudah masuk melalui celah jendela kamar Elvan, pria itu sampai pagi ini tetap terjaga, apalagi mengingat banyak hal yang dia dan ayah Diva ceritakan, seolah berbincang dengan teman lama, tanpa ada rasa canggung, bahkan saling memberi masukan. Pembicaraan yang diduga oleh Elvan akan menjadi sebuah ketegangan itu ternyata malah sebaliknya, dia tidak menyangka dengan sikap dan tingkah Lukman sebelumnya kalau dia akan diperlakukan sebaik ini. Berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing bahkan mengingat tentang banyak hal dari segi kisah cinta yang sangat banyak diterpa cobaan serta kisah hidup yang pedih dan pilu yang tak pernah diceritakan pada orang lain. “Diva, kamu akan tetap menjadi satu-satunya.” Elvan berkata sambil melihat ponselnya yang saat ini menampilkan wajah Diva yang sedang tersenyum dari aplikasi galeri. “Aku berharap kamu tidak mengecewakanku.” Elvan berkata pada gambar itu lagi, kemudian meletakkan kembali ponselnya di sembarang tempat di atas tempat
Indah sangat terkejut saat melihat Diva yang duduk dengan tatapan kosong dan anaknya itu membiarkan lengannya tergantung hingga darah itu mengalir begitu saja membasahi lantai.“Diva, maaf ibu kelamaan.” Suara Indah tersebut menarik kesadaran Diva yang sejak tadi pikirannya kosong.“Ah, apa, Bu?” tanya Diva, lalu dia juga merasakan aliran air yang mengalir di lengannya, dia lalu melihatnya dan sadar kalau saat ini darahnya menetes cukup banyak di lantai.“Sudah-sudah, nanti Ibu bersihkan kamu diam dulu, ini Ibu obatin dulu luka kamu.” Indah berkata pada Diva lalu dengan cepat mengobati lengan anaknya itu. Tidak menunggu lama luka gores yang cukup tajam itu kini sudah tertutup sepenuhnya.Sebenarnya sembari mengobati luka Diva, Indah mengamati wajah anaknya sesekali tapi terlihat jelas Diva seperti tidak ada pikiran dalam kepalanya. Indah paham apa yang dirasakan oleh Diva, dia ingin memberitahu pada anaknya yang sebenarnya terjadi, tetapi sekali lagi dia harus patuh dengan suaminya. S
Diva keluar dari dalam rumah dengan pakaian yang berbeda dan wajah yang terlihat seperti biasanya, membuat ketiga anggota keluarganya keheranan.“Bu, Ibu yakin tadi Diva masih terlihat sedih?” tanya Lukman pada Indah dan istrinya itu mengangguk cepat.“Benar, Yah! tadi dia benar-benar seperti itu, tatapannya kosong dan dia benar-benar kacau tapi dia tidak sedikitpun bicara tentang Elvan.” Indah merespon suaminya.“Artinya dia sudah dapat ilham kali, Yah!” celetuk Prisya membuat kening Lukman berkerut.“Kamu ada-ada saja, Pris.” Respon Lukman.“Tuh, Liat aja, mukanya Kak Diva malah cerah begitu seolah gak ada masalah sama si kakak ipar.” Prisya menunjuk ke arah Diva yang saat ini masih berusaha untuk menggembok teralis rumah dengan susah payah, karena memang Diva tidak terbiasa dengan proses penguncian pintu saat akan keluar, bisa dihitung dengan jari dia menjadi penghuni terakhir rumah ini.“Kakak ipar-kakak ipar, kamu kepedean banget bilang begitu, Pris.” Lukman berkata pada Prisya de
Diva tahu pasti kalau saat ini Prisya tidak mengerti dengan apa yang dimaksud olehnya, karena itu dia tersenyum puas saat Prisya kebingungan, mengerjai Prisya sungguh hiburan tersendiri sekarang ini, apalagi ditengah kepastian yang masih tetap ada kata ragu."Itu kartu debitnya kakak ipar?" tanya Prisya dengan mata membola."menurutmu? Pria gila mana yang mau kasih kartu debit yang isinya banyak begini sama kakakmu?" DIva menjawab sambil terkekeh ringan.“Ih, kakak bikin penasaran aja.” Prisya merengek karena Diva masih terus mempermainkannya, sedangkan Diva masih tersenyum penuh misteri.Mereka sampai di depan meja kasir, wanita paruh baya itu tersenyum ramah melihat Diva dan juga Prisya.“Mau gesek tunai, ya Mbak?” tanya wanita itu padanya, Diva kadang juga melakukan hal ini dengan teman-temannya dulu, siapa tahu wanita paruh baya ini masih mengingat dirinya.“Bukan dari kartu kredit tapi dari kartu debit, apa bisa melakukan dengan rincian transaksi ini, Tante?” Diva lalu mengeluarka
Sesaat sebelumnya. Diva tahu dia tidak boleh terus bersedih, dia menyadari satu hal, kalau Elvan tidak pernah begitu saja melakukan sesuatu yang mengejutkan kalau tidak ada hal yang dia kerjakan diam-diam. Setelah barang-barang itu selesai dia rapikan, Diva merogoh ponselnya yang ada di saku, lalu Diva dengan cepat mencari aplikasi media sosial milik Elvan yang ditunjukkan oleh Prisya semalam. Untuk sesaat, napas Diva tertahan karena kalimat yang membuatnya terbang tinggi semalam malah menghilang begitu saja. “Diva, ayo berpikir, ini bukan hal yang sesederhana untuk dia pergi begitu saja! Ayo berpikir lebih baik lagi.” Diva berkata pada dirinya sendiri sambil memejamkan mata, dia mencoba untuk berkonsentrasi dengan petunjuk-petunjuk aneh yang tersisa itu. Elvan mengganti foto profilnya dengan biji asam lalu terdapat caption kisah pohon asam. Diva dengan cepat mencari makna itu. “Simbol kesetiaan dan kesabaran?” Diva berkata dengan mengernyitkan keningnya. “Benar ternyata, apa beg
Sebenarnya Diva jelas tahu persis pasti Prisya langsung mengerti dengan kode-kode itu, karena saat melihat transaksi itu Prisya langsung mengetikkan sesuatu di ponselnya dan meraih struk itu untuk dilihatnya.“Kamu memang benar-benar cepat tanggap.” Diva menjawab ucapan Prisya yang bisa menebak apa yang dia pesankan untuk Elvan.“Jelas dong!” Prisya berkata dengan berbangga diri.“Tapi apa Kakak ipar menyadari hal ini?” tanya Prisya pada Diva dengan sedikit keraguan.Diva tidak langsung menjawab, dia menghentikan langkahnya dan melihat lekat ke arah Prisya. “Kamu yang seperti ini saja bisa cepat menebak, apalagi orang yang kamu pertanyakan itu." Diva memperlihatkan senyum manisnya."Dia itu adalah Elvan Sabil Wongso, seperti kalimat andalanmu yang sering kamu ulang-ulang pada kakakmu ini. ‘Ingat, Kak dia adalah Elvan Sabil!’ sekarang, kenapa malah kamu meragukan kemampuan berpikir kakak iparmu itu, heh?” Diva berkata dengan penuh penekanan pada kalimatnya. Sudah tidak kaku lagi Diva
Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke Clover Health Clinic tempat di mana Ratri dirawat. Keluarga Lukman segera keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk. Setelah melalui berbagai macam prosedur pemeriksaan terhadap data diri, mereka akhirnya diantarkan secara bergantian per dua orang ke ruangan perawatan Ratri, karena berdasarkan catatan dokter Ratri masih belum diperkenankan untuk dijenguk langsung oleh orang banyak sekaligus.“Dokter Reynand!” sapa Prisya sambil melambaikan tangan saat melihat pria jangkung itu saat melewati kursi tunggu mereka.Pria yang dipangil Prisya itu langsung menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Prisya dan juga Diva yang saat ini masih duduk menunggu giliran mereka.“Hei, Pris,” jawabnya lalu mendekati keduanya.Diva dan Prisya langsung berdiri dari kursinya dan menyapa dokter itu.“Ini pasti Diva, ya?” Dokter Reynand berkata saat melihat Diva. Selain wajahnya yang sedikit mirip dengan Ratri, Reynand sudah tahu dan mendengar nama ini dari Elvan. Su
“Bagaimana apa sudah lega?” tanya Reynand pada pasiennya ini.“Ya, terima kasih, Dok. Ayah, Ibu, maafin Ratri, ya? Danish, mama juga minta maaf sama kamu, ya.” Kali ini Ratri melihat ke arah ayah dan ibunya yang sedang menggendong Danish. Tatapan itu nampak bernyawa, walaupun itu tatapan yang sedikit menyayat hati, tetapi itu jauh lebih baik daripada melihat Ratri yang biasanya menatap mereka dengan pandangan kosong seolah dia hidup di dunianya sendiri dan membentengi diri untuk tetap di dalamnya tanpa ada yang boleh masuk.“Bagus, terus pertahankan seperti itu dulu ya, Ratri.” Reynand berkata dengan suara rendah yang cukup membuat orang yang mendengarnya terbuai.Ratri melihat ke arah Reynand dan mengangguk. “Baik, Dok, sekali lagi terima kasih.” “Tidak masalah, sebenarnya Saya yang harus berterima kasih padamu, karena kamu sudah melakukannya dengan baik.” Kembali Reyand berbicara pada Ratri dengan suara yang tenang.“Sekarang, katakan pada Saya, bagaimana perasaanmu?” tanya Reynand