Teuku benar-benar murka.Beberapa wanita yang berdiri di dalam kamar bahkan gemetaran dan tidak berani bergerak.Setelah melampiaskan emosinya, Teuku akhirnya menjadi lebih tenang. Dia duduk di sofa, lalu mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya.Teuku merencanakan semua ini untuk menyingkirkan Chandra. Namun, Chandra justru tidak mati dan menjadi pahlawan yang berjasa.Setelah pertempuran ini, Chandra pasti akan menjadi makin terkenal. Teuku akan makin kesulitan jika ingin membunuhnya.Bagaimanapun, Chandra harus mati!Teuku mengisap rokoknya sembari memikirkan cara untuk membunuh Chandra."Sepertinya, aku hanya bisa meminta bantuan pria tua itu," gumam Teuku setelah waktu yang lama.Kemudian, dia pun bangkit dan memerintahkan, "Siapkan mobilku."Teuku meninggalkan daerah perkotaan Diwangsa dan menuju ke pinggiran kota.Terdapat sebuah gunung di daerah pinggiran kota ini. Nama gunung ini adalah Gunung Panca. Di atas puncak gunung ini, terdapat pula sebuah kuil.Teuku menaiki gunu
Di Kediaman Naga Hitam, Gurun Selatan.Chandra tidak bisa tidur nyenyak beberapa hari ini. Begitu kembali ke kediamannya, dia langsung berbaring dan tertidur lelap. Dia bahkan tidur sampai malam hari.Tiba-tiba, perutnya keroncongan. Chandra pun bangun dan mengelus perutnya.Begitu menengadah dan melihat ke luar jendela, ternyata hari sudah malam. Chandra mengambil ponsel di sampingnya, lalu mendapati sekarang sudah pukul 20.00.Kemudian, dia melihat ada banyak panggilan tak terjawab di ponselnya, juga ada beberapa pesan yang dikirim Sandra.Chandra mengernyit seraya bergumam, "Apa yang dilakukan wanita ini?"Dia memilih untuk mengabaikan Sandra, lalu mengenakan pakaiannya dan keluar.Saat ini, banyak orang yang berkerumun di luar Kediaman Naga Hitam. Ada banyak penduduk dan wartawan. Para penduduk itu pun kemari dengan membawa bunga atau bendera kecil.Beberapa tentara bersenjata lengkap berjaga di depan Kediaman Naga Hitam. Mereka semua berdiri dengan tegak, seakan-akan tidak melihat
Tidak berselang lama, Chandra sudah selesai makan. Dia menyeka mulutnya dan berkata, "Kamu sudah boleh pergi. Panggil para pembunuh itu kemari.""Baik," sahut Gili. Kemudian, dia mulai membereskan peralatan makan Chandra dan pergi.Sesaat kemudian, Dahlia dan lainnya tiba di hadapan Chandra.Chandra menatap kelima pria dan ketiga wanita itu, lalu berkata, "Duduklah."Mendengar ini, kedelapan orang itu baru berani duduk. Ketika berhadapan dengan Chandra di Rivera, mereka tidak merasa begitu tertekan.Namun, tekanan ini terasa sangat besar saat mereka berhadapan dengan Naga Hitam yang memakai jubah perang. Perasaan ini membuat mereka sesak napas.Chandra menatap mereka sambil berkata, "Kalian sangat berjasa atas pembunuhan kali ini. Aku sudah menulis surat pengajuan agar kalian diberi jabatan. Begitu disetujui, kalian akan menjadi tentara elite Pasukan Naga Hitam. Pangkat kalian setidaknya wakil komandan."Komandan hanya berada di bawah jenderal. Pangkat ini sudah termasuk sangat tinggi.
Setelah berpesan secara singkat, Chandra menyuruh mereka pergi. Kediaman Naga Hitam kembali menjadi tenang.Chandra datang ke balkon lantai 3. Dia bersandar di kursi santai, lalu mengisap rokok sambil menatap bintang-bintang di langit. Dia teringat pada seseorang yang jauh berada di Rivera. Dia berada di Gurun Selatan, tetapi hatinya berada di Rivera. Chandra tidak tahu apakah dia masih punya kesempatan untuk kembali ke Rivera atau tidak.Saat ini, Chandra ingin minum anggur, tetapi Paul tidak bersamanya. Chandra turun ke gudang anggur, lalu mengambil anggur mahal yang dihadiahkan beberapa pebisnis dan kembali ke balkon. Dia menikmatinya sendiri. Tiba-tiba, dia teringat pada seseorang. Chandra mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Sandra.Sandra telah menunggu seharian di luar Kediaman Naga Hitam, tetapi masih diabaikan Chandra.Jadi, Chandra kembali ke hotel untuk mandi. Sesudah mengenakan piama, dia duduk di tempat tidur dan membuka laptop untuk membereskan beberapa artikel yang dit
Sandra menghampiri Chandra. Saat ini, Sandra mengenakan terusan suspender berwarna merah sehingga leher dan bahunya yang putih terpampang jelas. Rambut merahnya yang bergelombang tergerai di bahunya. Dia memiliki fitur wajah yang indah dan bibir ranum yang seksi. Penampilannya tampak sangat dewasa dan menawan.Sandra menatap Chandra yang berbaring di atas kursi, lalu beralih menatap anggur di lantai. Dia pun tersenyum seraya berkata, "Kamu santai sekali."Chandra segera bangkit dan duduk dengan tegak. Kemudian, dia menunjuk kursi di samping sambil berujar, "Duduklah, jangan sungkan."Sandra duduk di depan Chandra. Dia merapikan terusannya sesaat, lalu merapatkan kakinya agar tubuh bagian bawahnya tidak terlihat.Chandra tidak memperhatikan gerak-gerik wanita di depannya. Dia mengambil anggur di lantai, lalu melemparkannya kepada Sandra dan berkata seraya tersenyum, "Aku bosan, jadi ingin mencari orang untuk mengobrol."Ketika melihat itu adalah anggur putih, Sandra buru-buru menggeleng
Sandra tidur dengan lelap karena mabuk. Entah berapa lama kemudian, dia baru terbangun dan memijat pelipisnya dengan lembut.Sesudah bangkit dari tempat tidur, Sandra mendapati bahwa dirinya sudah berada di hotel. Tas serta laptopnya pun ada di meja samping.Sandra mengambil tasnya, lalu memeriksa ponselnya. Sekarang sudah pukul 04.00 subuh."Kenapa aku minum sebanyak itu?" gumam Sandra dengan heran.Sandra ingat bahwa Chandra mengajaknya untuk minum bersama, juga ingat bahwa dia menyatakan perasaannya yang terpendam selama ini kepada Chandra. Setelah itu, dia pun tidak ingat apa-apa lagi.Saat ini, Sandra baru memperhatikan lokasi yang tertera di ponselnya."Rivera? Aku sudah kembali ke Rivera?" seru Sandra dengan terkejut.Sesaat kemudian, dia baru memahami apa yang terjadi. Matanya seketika berkaca-kaca."Chandra, dasar berengsek ...." Sandra kesal hingga membanting ponselnya.Setelah ponselnya hancur berantakan, dia melemparkan diri ke ranjang dan menangis dengan keras.Sandra inga
Paul yang mengenakan jubah perang turun dari helikopter dengan diikuti para utusan."Jenderal Naga, misi berhasil diselesaikan," ujar Paul seraya menghampiri dengan tersenyum.Chandra memeluknya, lalu tergelak dan berkata, "Bagus. Perbatasan Gurun Selatan sudah aman kali ini. Mulai sekarang, kamu akan menjadi pahlawan terkenal dan tercatat dalam sejarah. Orang-orang akan mengingat jasamu."Paul pun terkekeh-kekeh sebelum menimpali, "Semua ini berkat Jenderal Naga. Aku hanya menuruti perintahmu.""Lapor!" Gili tiba-tiba menghampiri dan memberi hormat.Chandra melambaikan tangannya, lalu bertanya, "Ada apa?"Gili berseru dengan lantang, "Jenderal Naga, ada kabar dari Diwangsa. Raja Someria akan datang ke Gurun Selatan untuk menganugerahkan gelar kepadamu."Chandra mengelus hidungnya sambil menimpali, "Gelar apa lagi? Aku sudah menjadi salah satu dari Lima Jenderal."Paul tersenyum seraya berkata, "Jenderal Naga, selamat untukmu!""Sudahlah, berhenti menyanjungku. Kita pergi minum-minum d
Berita tentang Naga Hitam yang dianugerahkan menjadi Raja Naga tidak tersebar sehingga hanya beberapa orang yang tahu. Pangkalan Militer Gurun Selatan dipenuhi suasana bahagia."Jenderal Naga, selamat. Eh, aku seharusnya memanggilmu Raja Naga!" seru Paul sembari tersenyum girang."Sudahlah, jangan terus menyanjungku." Chandra melambaikan tangannya. Dia tidak peduli dengan nama seperti ini.Gili menghampiri, lalu bertanya, "Bos, bagaimana dengan 140 kota yang diserahkan oleh 28 negara?"Chandra menggosok pelipisnya. Ini adalah masalah yang sangat rumit."Kita adakan rapat dulu," ujar Chandra sambil bangkit dan berjalan ke ruang rapat.Saat ini, di ruang konferensi pangkalan militer.Banyak orang penting di atas pangkat jenderal yang berkumpul di sini, begitu juga Delapan Naga Langit.Chandra duduk di kursi utama.Gili mengeluarkan sebuah dokumen, lalu berkata, "Kali ini, masing-masing dari 28 negara memberi 5 kota sebagai kompensasi. Meskipun beberapa hanya kota kecil, areanya sangat lu
Tara pun hanya memetik dua buah saja. Pasalnya, dengan begitu banyak pesilat Bumi yang memperhatikannya, dia pun tak berani mengambil lebih banyak. Setelah mendapatkan dua buah berwarna ungu itu, Tara pergi dengan perasaan yang sedikit tidak puas. Totalnya ada tiga puluh tiga buah; Santara berhasil mendapatkan sepuluh buah, Tara mendapat dua buah, dan sekarang tersisa dua puluh satu buah."Aku hanya butuh sepuluh buah," Raja Januar berkata sambil memandang para pesilat Bumi.“Ini, rasanya tidak adil, bukan?” Titan akhirnya berbicara. Sebelumnya, dia tetap diam karena merasa tidak memiliki wewenang di hadapan Santara. Namun, setelah Santara mengambil sepuluh buah dan sekarang Raja Januar juga meminta sepuluh, Titan merasa perlu bicara. Di atasnya, masih ada kekuatan Klan Darah, juga Chandra dan yang lainnya, belum lagi Robi yang telah mencapai Alam Kesembilan. Jika Titan tidak berjuang, bisa-bisa dia tidak mendapatkan satu pun buah ajaib itu.Robi pun berkata, "Memang tidak adil. Seti
Chandra menghitung dalam hati—ada 33 buah di pohon itu. Jika Santara benar-benar mengambil 20 buah dan Tara 6 buah, itu sudah 26 buah, hanya menyisakan 7 buah. Dengan jumlah pendekar bumi yang banyak, jelas itu tidak cukup untuk dibagi.“Bagaimana kalau kita adakan pertarungan?” usul Chandra. Mendengar ini, banyak orang langsung memandang ke arahnya. Chandra melanjutkan, “Tidak perlu dibagi dalam kelompok. Kita adakan pertarungan terbuka. Siapa yang menang dan tidak ditantang, berhak mengambil satu buah. Setiap orang hanya boleh mengambil satu buah. Bagaimana?” Chandra tahu bahwa beberapa anak buah Santara memiliki kekuatan yang lebih lemah, jadi jika dilakukan dengan sistem ini, mereka mungkin tidak akan dapat banyak buah. Di sisi lain, di pihak Suku Mistik, mungkin hanya Tara dan Wukon yang mampu bersaing.“Baik, aku setuju,” ucap Robi pertama kali mendukung. “Aku juga setuju.” “Tidak masalah.” Para pendekar bumi pun menyatakan persetujuan mereka.“Aku tidak setuju,” sahut Sa
Seperti apa kekuatan yang layak disebut sebagai Penguasa Kekuatan? Para pesilat bumi bahkan tak bisa membayangkannya. Mereka hanya tahu bahwa masa depan manusia bumi akan sangat sulit. Santara berhenti bicara, dan Chandra pun tak banyak bertanya lagi. Ia duduk bersila di tanah, fokus memulihkan diri. Yang lain juga melakukan hal yang sama. Suasana pun berubah sunyi, terdiam di tengah proses pemulihan. Sambil memulihkan diri, pandangan mereka semua tertuju pada pohon besar dengan bunga ungu, berharap pada hasil akhirnya. Pohon itu memang luar biasa—buahnya tumbuh dengan cepat. Dalam sehari, bunga-bunganya mulai layu dan muncul kuncup buah. Kecepatannya membuat semua orang terkejut. Umumnya, bunga perlu bermekaran selama sebulan lebih sebelum muncul buah, tetapi kini, hanya dalam sehari, sudah ada kuncup buah yang terlihat. Pohon ini benar-benar ajaib. Semua orang menunggu dengan sabar. Satu minggu kemudian, pohon itu telah dipenuhi buah berwarna ungu, seukuran kepalan tangan, ber
“Bunganya saja sudah sewangi ini, bayangkan kalau sudah jadi buahnya nanti,” gumam salah satu pesilat. “Ini pasti benda suci,” tambah yang lain. Banyak orang berbicara dengan kagum, termasuk Chandra yang terpana dengan keharuman dan energi spiritual tempat itu. Energi di sini begitu kuat, beberapa kali lipat lebih kuat dibandingkan di luar. Tanpa banyak bicara, Chandra duduk bersila dan mulai memulihkan diri, begitu pula pesilat lain yang terluka, semuanya memanfaatkan waktu ini untuk mengobati luka mereka. Suasana di tempat itu terasa damai saat semua orang menunggu dengan tenang.Di sela-sela itu, Santara beberapa kali melirik ke arah Nova, kadang terlihat berpikir, kadang mengerutkan kening, seolah memendam sesuatu. Tatapan Santara yang berulang kali ke arahnya membuat Nova merasa tidak nyaman. Sambil duduk di samping Chandra, Nova berbisik pelan, “Sayang, Santara itu terus memandangiku.” Chandra menepuk tangannya dengan tenang dan berkata, “Jangan dipikirkan.” Nova meman
Jamal memanfaatkan Tara sebagai sandera untuk mengancam Santara. Santara menggenggam pedangnya erat-erat, wajahnya suram. Sambil bertarung dengan Raja Januar, dia memperhatikan jalannya pertempuran Tara dan melihat bahwa orang yang mengalahkan Tara ternyata adalah seorang wanita. Dia melirik Nova dengan penuh perhatian. Saat ini, mata Nova sudah kembali normal, dan darah yang mendidih di tubuhnya perlahan mereda, mengurangi aura kuat yang menyelimutinya. “Darah Iblis, ya?” gumamnya pelan. Akhirnya, Santara memilih untuk menghentikan pertarungan. Kekuatan para pesilat kalangan manusia bumi ternyata jauh melebihi dugaannya. Setelah dia menyarungkan pedangnya, Raja Januar pun menghela napas lega. Raja Januar turun ke tanah terlebih dahulu, berhenti di depan Jamal. Nova juga telah keluar dari kondisi transformasinya, wajahnya pucat dan tubuhnya lemas seolah semua energi telah terkuras habis dalam pertarungan sebelumnya. Dengan langkah pelan, dia berjalan menghampiri Chandra. Chan
Saat Tara ragu, Nova sudah menyerang dengan cepat. Dentuman keras terdengar saat pedang mereka bertemu, memicu ledakan energi sejati yang mengguncang ruang di sekitarnya. Nova terlempar ke belakang, tetapi Tara juga terdorong beberapa langkah mundur. Dalam hatinya, Tara terkejut, “Kekuatan yang mengerikan.” Darah dalam tubuh Nova mendidih, seperti gunung berapi yang akan meletus, melepaskan kekuatan besar yang memperkuat tubuhnya. Meski baru mencapai Alam Kesembilan, kekuatan ini membuatnya mampu mengimbangi, bahkan mendorong mundur Tara. “Mati!” Mata Nova yang merah menyala menatap Tara dengan penuh amarah. Ia mengerahkan energi sejati Bintang Iblis, mengalirkannya ke dalam Pedang Keji Sejati, lalu menggunakan jurus Pedang Iblis. Jurus ini kuat dan agresif, penuh dengan energi yang dahsyat, menambah kehebatan serangannya. Dalam wujud yang sudah berubah ini, kekuatan Nova meningkat berkali-kali lipat. Bahkan Tara, yang berada di Alam Mahasakti, mulai kesulitan menahan seranga
Chandra memusatkan seluruh energi sejati semesta, kekuatan darah, dan ototnya, membuat auranya seketika meningkat pesat. Tara mendekat dengan pedang terhunus. TRANG! Kedua pedang saling beradu. Dalam sekejap, Chandra cepat-cepat mengubah jurusnya, langsung mengincar titik lemah di tubuh Tara. Tara terkejut. Ia tidak menyangka bahwa teknik pedang Chandra begitu tidak terduga. Dia dengan cepat mengubah posisinya, berusaha menangkis serangan Chandra. Dengan mengerahkan seluruh kekuatannya, Chandra sementara ini mampu menahan serangan Tara. Ia juga menggunakan Jurus Pedang Pertama dan jurus Pedang Kilat Semesta, sehingga bisa sejenak bertahan melawan Tara. Hal ini memberi Jamal kesempatan untuk mundur. Jamal segera menarik diri ke kejauhan, mengeluarkan sebotol pil dan menelannya. Melihat Chandra yang bertarung sengit dengan Tara, Jamal tak bisa menahan kekagumannya, “Kuat sekali! Bahkan meski baru melepas dua belenggu, energi sejatinya sudah setara denganku. Kalau berhasil melep
Kedua sosok itu beradu telapak tangan, sehingga Raja Januar terpental jauh ke belakang, sementara Santara hanya mundur beberapa langkah. Dari bentrokan pertama ini, semua orang bisa melihat bahwa kekuatan Raja Januar masih di bawah Santara. Namun, Raja Januar tak gentar. Setelah menstabilkan tubuhnya, dia menghunus pedangnya dan kembali menyerbu ke arah Santara. Pertarungan sengit pun pecah di udara.Jamal, dengan wajah serius, berkata, “Kita harus cepat mengalahkan Tara, agar bisa membantu Ayah nanti.” Chandra mengangguk dan dengan cepat mencabut Pedang Naga Pertama. Bersama Jamal dan Sesepuh Klan Darah, Victor, mereka bertiga menyerbu ke arah Tara. Melihat mereka mendekat, Tara mendengus dingin, “Kalian benar-benar tak tahu diri!” Dia mencabut pedangnya, dan seberkas energi pedang menyebar seperti riak di permukaan air.Ketiganya segera menghindar dan bergerak mengelilingi Tara. Chandra, dengan Pedang Naga Pertama di tangan, melancarkan serangan pedang yang mengerikan. Setelah ber
Suasana hening, semua orang terdiam tanpa seorang pun yang berani bicara. Mereka paham, sekalipun Raja Januar mampu menahan satu sosok Alam Mahasakti, masih ada satu lagi yang menjaga Gunung Bushu. Sosok kedua ini cukup kuat untuk menghabisi semuanya. “Aku sudah melepas belenggu ketiga.” Saat semua orang tenggelam dalam keheningan, Jamal angkat bicara. Perkataan Jamal membuat perhatian semua orang tertuju padanya. Setengah tahun lalu, Raja Januar membunuh Phoenix dan membawa pulang Esensi Phoenix serta Darah Phoenix. Esensi Phoenix diberikan kepada Chandra, namun masih ada sisa Darah Phoenix yang mengandung energi kuat. Dalam enam bulan ini, Jamal berlatih keras dalam pertapaannya, hingga berhasil melepas belenggu ketiga dan kini hanya selangkah lagi menuju Alam Mahasakti. Jamal berkata, “Aku, ditambah Chandra dan Sesepuh Klan Darah, kita bertiga mungkin tidak bisa mengalahkan satu Alam Mahasakti, tapi setidaknya kita bisa menahannya untuk sementara.” “Kalau begitu, ayo kita