"Bagaimana, Pamungkas?" Tanya Nyi Sani, menyebutkan nama asli Begawan Tapa Pamungkas.
"Bersyukurlah kepada Dewata, Nyi!" Hanya itu yang diucapkan Begawan Tapa Pamungkas.
"Jadi...?" Sebuah senyuman tersungging di wajah wanita tua yang sejak tadi cemas itu.
"Jejaka masih hidup... cucu kita ini takkan mudah mati" Lanjut kakek berkulit putih itu.
"Ahhh...!"
Nyi Sani mendesah lega.
-o0o-
SEPEKAN lebih Jejaka alias si Jejaka Emas terkapar di pembaringan. Untungnya di saat-saat terakhir, masih sempat diegoskan tubuhnya, sehingga pukulan Larasati hanya bersarang di bahu. Tapi walaupun demikian, karena dashyatnya tenaga yang terkandung dalam serangan itu, tak urung luka dalamnya cukup parah.
Padahal Jejaka telah mengerahkan tenaga dalam untuk melindungi tubuhnya. Pada hari ke delapan, Jejaka baru dijinkan Kakek Begawan Tapa Pamungkas meninggalkan pembaringan.
Pemuda bermata biru ini merasa sekujur tubuhnya terasa le
"Gadis yang bernama Larasati itu adalah murid salah seorang yang hendak kau cari atas perintah Nyi Naga Geni!" Jelas Begawan Tapa Pamungkas."Ahhh...!" Jejaka Emas tersentak. Jejaka jadi merasa begitu bodoh."Jadi...?""Ya!" Selak Begawan Tapa Pamungkas."Larasati adalah satu-satunya kunci yang dapat menunjukkan kepadamu di mana dua orang pengkhianat itu!"Jejaka Emas mengangguk-anggukkan kepalanya."Satu yang perlu kau perhatikan, Jejaka," Sambung kakek itu lagi."Kau harus berhati-hati! Aku tidak bisa membayangkan sampai di mana kepandaian pengkhianat -pengkhianat itu. Bayangkan! Muridnya saja sampai selihai itu! Hhh...! Aku khawatir, pengkhianat-pengkhianat itu kini telah memiliki tingkat tenaga dalam yang sukar diukur tingginya!""Akan kuingat baik-baik nasihat Kakek. O ya, Kek. Aku ada suatu masalah yang ingin kutanyakan pada Kakek." Kemudian Jejaka menceritakan tentang Raksasa Kulit Baja yang memiliki kekebalan tubuh yang
Pralll...! Rantai yang terbuat dari baja itu putus berantakan ketika mengenai tangan kanan Jejaka Emas. Berbareng dengan itu, tangan kiri pemuda itu menangkap ujung rantai yang tersisa.Kreppp! "Hup!"Hanya sekali sentak, tubuh Raksasa Kulit Baja terbetot dan melayang ke arah Jejaka Emas.Hal ini memang disengaja. Pemuda itu ingin mencoba salah satu cara yang diberikan Begawan Tapa Pamungkas.Menurut Begawan Tapa Pamungkas, kalau Raksasa Kulit Baja memperoleh kekebalan dengan cara melumuri ramuan-ramuan ke tubuhnya, pasti ada bagian tubuh yang tidak terkena ramuan itu. Karena tidak mungkin seluruh tubuhnya terlumuri ramuan. Dan bagian yarig tidak terkena ramuan itu adalah kelemahan dari Raksasa Kulit Baja.Jejaka tahu, di antara seluruh tubuh tinggi besar ini hanya satu anggota tubuh yang belum pernah diserangnya. Telapak kaki! Kini pemuda bermata biru itu akan mencobanya.Wuuuttt...! Begitu tubuh Raksasa Kulit Baja itu telah menyambar dekat
Dengan hati berdebar tegang, Jejaka menunggu hasil percobaannya itu. Tapi betapa kecewa hatinya ketika lawannya bangkit kembali tanpa kurang suatu apa.Berarti manusia raksasa ini tidak mempergunakan ramu-ramuan untuk mendapatkan kekebalan.Srattt...! Jejaka mencabut sesuatu dari balik punggungnya. Cara kedua yang diajarkan Begawan Tapa Pamungkas untuk menaklukkan kekebalan tubuh Raksasa Kulit Baja."Ha ha ha...!"Manusia raksasa itu tertawa bergelak ketika melihat senjata yang tergenggam di tangan Jejaka Emas. Bambu kuning! Panjangnya sama dengan panjang sebatang pedang."Rupanya kau ini sudah jadi gila karena bingung, Jejaka Emas! Jangankan bambu, baja pun tidak akan membuat kulitku lecet!"Tapi Jejaka tidak mempedulikan ejekan itu. Sambil mengeluarkan pekik melengking, Jejaka Emas melompat menyerang lawannya.Raksasa Kulit Baja yang mempunyai gerakan lambat, tidak mungkin menghindari serangan Jejaka Emas yang sangat cepat itu? Bert
Pohon kelor! Cepat laksana kilat, tubuh Jejaka melesat ke atas. Dan di lain saat tubuhnya sudah melayang turun.Kini di tangannya tergenggam sebatang ranting pohon itu yang berdaun lebat. Secepat kedua kakinya hinggap di tanah, secepat itu pula tubuh Jejaka Emas melayang ke arah Raksasa Kulit Baja.Daun kelor yang tergenggam di tangannya disabetkan ke tubuh manusia raksasa itu.Prattt! "Akh...!"Dengan telak sabetan itu mengenai badan Raksasa Kulit Baja. Mendadak saja terdengar jerit kesakitan dari mulut manusia raksasa yang kebal ini.Jerit yang lebih menyerupai raungan binatang buas terluka. Bidadari Penyebar Maut tersentak kaget melihat hal ini.Hampir tidak dipercaya akan apa yang dilihatnya barusan. Raksasa Kulit Baja yang memiliki kekebalan luar biasa itu meraung-raung hanya dengan sabetan daun kelor! Dan sebaliknya, begitu Jejaka melihat usahanya berhasil, ia pun cepat menghujani sekujur tubuh lawan dengan sabetan-sabetan daun kelor y
"Aku muridnya...," pelan dan tenang suara pemuda itu."Apa!” sepasang mata Begawan Tapa Pamungkas terbelalak bagaikan melihat hantu."Kau terkejut, Begawan Tapa Pamungkas" Aku yakin sekarang kau tentu sudah tahu maksud kedatanganku ke sini, bukan?"Belum juga gema ucapannya habis, murid Ki Jatayu itu telah melesat menerjang Begawan Tapa Pamungkas. Jari-jari kedua tangannya terbuka lurus. Tangan kanannya bergerak menusuk ke arah leher, sementara tangan kiri terpalang di depan dada.Angin berdecit tajam, berdesing dan mengaung, seolah-olah sebatang pedang yang amat tajam mengibas-ngibas mencari sasaran. Sebagai pendekJejakang telah puluhan tahun malang-melintang di dunia persilatan, Begawan Tapa Pamungkas mengenal betul serangan berbahaya. Maka, buru-buru digeser kakinya ke samping. Sehingga serangan itu lewat beberapa rambut di depan tubuhnya. Tetapi sesuatu yang mengejutkan kakek itu terjadi.Brettt...! Baju di bagian dadanya robek memanjang,
"Sani! Cepat pergi dari sini! Cepat...!" teriak Begawan Tapa Pamungkas kalap. Setelah berkata demikian, kakek itu segera menerjang pemuda berbaju coklat di hadapannya dengan serangan-serangan yang mematikan. Tujuannya jelas untuk mengalihkan perhatian pemuda itu dari Nyi Sani.Nyi Sani adalah seorang wanita cerdik. Ia tahu, Begawan Tapa Pamungkas tak akan menyuruhnya pergi dengan nada begitu keras, kalau tidak ada sesuatu yang berbahaya. Itulah sebabnya bergegas dibalikkan tubuhnya dan berlari ke arah kedatangannya tadi.Tapi baru beberapa langkah, wanita itu teringat sesuatu. "Bagaimana dengan kau sendiri?!” tanya Nyi Sani sambil mengerahkan tenaga dalam. Sehingga, suaranya terdengar keras mengatasi bisingnya suara pertempuran."Jangan pikirkan aku! Aku akan menyusul belakangan!"Untuk sesaat Nyi Sani terdiam. Bekas Ketua Perguruan Mawar Merah ini bimbang. Berat rasanya meninggalkan Begawan Tapa Pamungkas itu sendirian yang menghadapi lawan tangguh
"Tidaaak...!"Jeritan keras melengking terdengar memecah ke sunyian malam. Seorang pemuda berwajah jantan dan bermata biru, tiba-tiba bangkit dari tidurnya. Napasnya terengah-engah seperti habis berlari jauh.Wajah pemuda berpakaian merah keemasan itu basah oleh keringat. Di dalam mimpi tadi, pemuda itu melihat ada banjir besJejakang tiba-tiba melanda. Kakek dan Neneknya pun tak luput dari amukan air bah. Betapapun kedua orang yang disayanginya itu mencoba bertahan, tapi air itu terlalu kuat buat mereka. Maka keduanya hanyut dilanda air bah itu!"Ah...!" pelahan pemuda itu mengeluh.Kedua tangannya ditekapkan ke wajah. Beberapa saat lamanya, dibiarkan kedua tapak tangannya hinggap di sana. Kemudian pelahan-lahan diusap keringat yang membasahi wajah."Mimpi itu lagi...," keluh pemuda itu lagi pelan. "Mimpi yang sama. Aneh! Ataukah ini merupakan suatu petunjuk dari Dewata?" duga pemuda itu tiba-tiba.Teringat hal itu, pemuda yang tak lain adal
Kusir yang ternyata seorang pria berusia sekitar sembilan belas tahun itu berkulit putih, halus, dan mulus. Rasanya terlalu tampan untuk seorang lelaki. Hidungnya mancung, dan bibirnya merah. Kalau saja Jejaka tidak melihat sebaris kumis tipis yang bertengger di atas bibirnya, pasti pemuda ini menduga kalau kusir itu seorang wanita. Dandanan rambutnya digelung ke atas.Pakaiannya serba hitam, sehingga terlihat kontras sekali dengan kulitnya yang putih. "Mengapa kau memandangiku seperti itu, Kisanak?" tegur kusir itu, yang merasa jengah dipandangi Jejaka terus-menerus."Ah...! Eh..., maaf. Maksudku, aku hanya terpana saja. Maaf," ucap Jejaka gugup.Kini pemuda berpakaian merah keemasan ini menyadari betapa tidak sopan sikapnya barusan."Ha ha ha...!" pemuda tampan itu tertawa."Boleh aku mengenal namamu. Namaku Gumala."Jejaka tersenyum simpul. Entah kenapa ia merasa suka sekali kepada pemuda tampan ini. Mungkin karena sikapnya yang lucu, ata