“Bagaimana kalau Tinju Penggetar Bumi” usul Begawan Tapa Pamungkas. “Tinju Penggetar Bumi eyang?” “Iya, Tinju Penggetar Bumi. Eyang tadi ingat, sebelum kau memukul, kepalan tanganmu sempat terjatuh ketanah dan membuat getaran yang sangat keras ditanah, bahkan getarannya sampai merata diseluruh wilayah Gunung Semeru ini” jelas Begawan Tapa Pamungkas. Jejaka teringat akan hal itu, tapi semua itu terjadi karena awalnya Jejaka tak kuat untuk menampung kekuatan yang ada pada dirinya. “Boleh juga eyang, Tinju Penggetar Bumi. Bila aku harus mengerahkan seluruh tenagaku, akan kuberi nama pukulan itu, Tinju Penggetar Langit. Bagaimana menurut eyang?” “Tinju Penggetar Langit, Hmm... Ya, ya ya. Boleh juga, tapi kalau bisa jangan pernah kau gunakan pukulan Tinju Penggetar Langit itu” “Kalau tidak sangat terpaksa tidak akan aku gunakan eyang” kata Jejaka mantap. Begawan Tapa Pamungkas tampak mengangguk-angguk dan mengelus-elus jenggot putihnya. “Dengan begini, kau sudah siap untuk terjun ke d
Kesunyian menyeling beberapa lamanya. Kesunyian ini dipecahkan oleh suara Eyang Begawan Tapa Pamungkas kembali. ”Hari ini adalah hari yang penghabisan kau berada di sini, Jejaka!” ”Eyang..., ” terkejut Jejaka mendengar kata-kata eyangnya yang tiada disangkanya itu. ”Kau terkejut? Tak perlu terkejut. Di dunia ini selalu ada waktu bertemu selalu ada waktu perpisahan. Waktu datang dan waktu pergi! Aku telah selesai dengan kewajibanku memberikan segala macam ilmu kepada kau dan kau sudah selesai dengan kewajiban kau yaitu menuntut dan mempelajari ilmu itu dari-ku... ” ”Segala apa yang ada di dunia ini selalu terdiri atas dua bagian, Jejaka! Dua bagian yang berlainan satu sama lain tapi yang menjadi pasangan-pasangannya... ” Jejaka kerenyitkan kening tak mengerti. ”Misalnya Eyang?” tanyanya. ”Misalnya..., ada laki-laki ada perempuan. Bukankah itu dua bagian yang berlainan? Tapi merupakan pasangan?!” ”Betul Eyang... ” ”Misal lain... ada langit... ada bumi. Ada lautan ada daratan. Ad
“Jejaka Emas eyang?” kata Jejaka dengan sedikit keras hingga mengejutkan sang eyang. “Jejaka Emas?” ulang Begawan Tapa Pamungkas dengan bingung. Tapi sesaat kemudian wajah Begawan Tapa Pamungkas sudah tersenyum lebar. “Benar! Jejaka Emas. Itu nama yang sangat pantas untukmu Jejaka!” “Jejaka Emas” ulang Jejaka lagi, tapi tak lama kemudian bibirnyapun menyunggingkan senyum lebar. ”Bagus eyang, yah. Jejaka Emas saja” sambung Jejaka. “Yah! Jejaka Emas” sambut sang eyang ikut gembira dan tertawa kecil. “Oh ya, jangan lupa untuk mengunjungi guru dari ayahmu, Ki Ageng Buana” “Guru ayah?” “Benar, guru ayahmu. Julukannya Pendekar Kilat Buana. Kau bisa belajar banyak jurus darinya untuk bekalmu di dunia persilatan” “Dimana saya bisa menemuinya eyang?” “Gunung Batu” ”Baik Eyang... Oh ya, apa kita masih bisa bertemu lagi Eyang?” tanya Jejaka. ”Selama langit masih biru, selama hutan masih hijau, selama air sungai masih mengalir ke laut, kita pasti bertemu lagi Jejaka Emas...!” -o0o- Seo
WAJAH bulan di kaki langit bagaikan berselimut duka. Awan-awan kelabu di sekitarnya membuat bulan malas tersenyum. Tak ada kegairahan terpancar pada wajah sang Dewi Malam. Sementara angin yang berhembus semilir seolah tak berdaya mengusir awan kelabu di angkasa raya. Cahaya bulan yang demikian temaram seolah tak mampu menerangi sebuah dataran luas berumput di luar Hutan Situ Waras. Di pinggiran dataran, sebuah pohon randu tua tumbuh rindang dengan daun-daunnya yang berjuntaian berdiri kokoh. Batangnya yang sebesar dua lingkaran tangan manusia dewasa telah keropos di sana-sini termakan usia. Sebagian akarnya yang berwarna kuning bertonjolan keluar. Di sebuah celah pada batang pohon randu yang kerowok samar-samar terlihat sesosok tubuh terbungkus pakaian putih-putih tengah khusuk bertapa. Sungguh aneh. Dalam ruangan di dalam pohon yang luasnya tak lebih dari setengah tombak didiami satu sosok yang tak lain seorang lelaki tua yang umurnya sulit ditaksir. Pintu masuknya pun sempit sekali
Sebuah suara gaib yang entah dari mana datangnya, menelusup ke telinga Dewa Abadi. Begitu gaung suara gaib itu sirna, batang pohon randu itu pun makin bergetar hebat. Bumi berguncang laksana ada gempa. Tubuh Dewa Abadi sendiri pun tergetar-getar hebat. Parasnya yang tirus menegang. Kedua bibirnya berkemik-kemik seperti ada sesuatu yang diucapkan dari alam bawah sadarnya. "Siapa kau sebenarnya? Mengapa kau melarang caraku dalam mencari kematian. Aku sudah bosan hidup. Aku sudah ingin bersanding dengan Pendamping Setia ku? Mengapa kau larang aku?" "Bukankah itu keinginanmu dulu untuk hidup abadi, sehingga kau dengan berani merampas kitab sukma abadi itu dari Raja Kala Coro, hal yang seharusnya tidak pernah kau lakukan. Adalah orang pengecut bila meminta keinginan di luar kehendak-Nya. Tapi, baiklah. Berhubung kau bersikeras untuk menemui jalan kematian, aku terpaksa akan memberimu cara." Kembali suara gaib itu bergema ke segenap penjuru alam pikiran Dewa Abadi. Tubuh Dewa Abadi pun ke
Tepat ketika sosok berpakaian putih-putih itu mendarat, batang pohon randu itu tumbang dan jatuh berdebam ke tanah. Bumi bergetar hebat. Debu-debu kontan membubung tinggi memenuhi sekitarnya. Sedang Dewa Abadi tampak masih tegak di tempatnya. Sedikit pun juga tidak terpengaruh oleh keadaan di belakangnya. Kepalanya mendongak tinggitinggi menatap angkasa raya dengan kedua bibir bergetar. Bulan purnama di atas sana tetap bermuram durja oleh awan kelabu yang membungkusnya. Berjuta bintang di angkasa pun sepertinya malas tersenyum. "Oh..., Dewata...! Kenapa jalan hidupku demikian buruk? Apa salahku, Dewata? Apa karena aku mempelajari Kitab Sukma Abadi yang membuat aku begini? Tapi, bukankah Kau tahu! Ilmu yang ku peroleh ini hanya untuk membela jalan-Mu, jalan kebenaran? Lantas, kenapa di saat aku ingin menemui-Mu, malah ini yang ku peroleh?" keluh Dewa Abadi dalam hati, seolah-olah ingin menyesali kiprahnya di rimba persilatan. Namun apa yang dikeluhkan Dewa Abadi hanya bergema dalam
Dalam pengembaraannya, beberapa kali Jejaka harus bentrok dengan orang-orang dari golongan hitam, beberapa orang diantaranya adalah para begal yang Jejaka lumpuhkan dengan sangat mudahnya. Jejakapun memperkenalkan namanya sebagai Jejaka Emas. Kini nama Jejaka Emas mulai diperbincangkan oleh banyak orang dan menjadi buah bibir dimana-mana, semakin banyak pendekar-pendekar golongan hitam yang ditundukkan dan orang-orang yang telah banyak di tolong Jejaka, semakin masyur nama Jejaka Emas dikalangan persilatan maupun kalangan masyarakat awam. Banyak dari tokoh-tokoh aliran hitam papan atas yang kini memburu sosok Jejaka Emas, karena keberadaan Jejaka Emas dianggap membahayakan bagi golongan mereka.“Ah...! Bisa modar kalau kepanasan seperti ini. Sebaiknya aku beristirahat barang sejenak. Ah... di depan sana ada sebuah pohon. Kukira cukup untuk beristirahat barang sejenak," cucu Begawan Tapa Pamungkas ini tersenyum senang dengan mata memandang tak berkedip ke arah yang dimaksud.Habis berk
Tanpa sadar Jejaka pun segera mencium tubuhnya sendiri. Namun sama sekali tidak tercium bau bangkai pada tubuhnya. Ia hanya mencium bau kecut, karena hampir dua hari belum mandi. Menyadari ucapan orang tua berpakaian biru itu tidak benar, Jejaka pun lalu tersenyum."Maaf, Orang Tua! Apa tidak salah penciumanmu? Mana mungkin aku yang masih muda, berbau bangkai? Kalau kau mungkin pantas. Umurmu saja sudah berbau tanah? Sebab kau sudah tua peot lagi. Rasa-rasanya untuk membawa tubuh kurusmu saja kau tak sanggup. Jadi wajar saja kalau kaulah yang berbau bangkai, Orang Tua!" balas si pemuda tenang.Orang tua berpakaian biru itu melotot garang. Tampak sekali kalau hatinya gusar mendengar ucapan pemuda di hadapannya."Jadi, kau tidak mempercayai ramalanku, Bocah?" desis si tua ini."Ah...! Bukan begitu. Mana berani sih aku tidak mempercayai ramalanmu. Cuma seperti yang kukatakan tadi, ramalanmu terbalik. Bukannya aku yang bau bangkai. Tapi kau, Orang Tua!" kata Jejaka seraya sunggingkan seny
Klanggg...!"Hugh...!?"Tubuh Jejaka Emas terjengkang ke belakang beberapa tombak jauhnya. Selintas tadi terlihat Algojo Hijau menempelkan kedua tapak tangannya di punggung Ratu Bulan, begitu Jejaka memapak serangan tusukan tombak berujung bulan sabit. Melihat hal ini Jejaka Emas terperanjat. Dia tahu kalau kakek berkepala gundul itu tengah menyalurkan tenaga dalam. Tenaganya disatukan dengan tenaga nenek itu, lalu bersama-sama menghadapi tenaga Jejaka.Tak pelak lagi, perpaduan dua tenaga dalam dahsyat itu tidak dapat ditahan Jejaka Emas. Untung saja beradunya tenaga dalam tadi terjadi secara tidak langsung melainkan melalui perantara. Sehingga akibatnya tidak terlalu berarti bagi Jejaka Emas. Pemuda berpakaian merah keemasan ini hanya merasa sedikit sesak pada dadanya.Dengan bantuan gelang dewanya, gerakan sesulit apa pun akan sama seperti gerakan biasa. Sehingga walaupun Jejaka berada dalam keadaan kritis, dan serangan Ratu Bulan kembali menyambar cep
Sekali mengelak, Jejaka Emas telah berada di belakang Ratu Bulan. Tapi sebelum pemuda itu sempat melepaskan serangan, Algojo Hijau telah terlebih dulu menyerangnya. Terpaksa Jejaka mengurungkan niat untuk menyerang Ratu Bulan. Dan dengan cepat pula dielakkannya serangan kakek itu. Dan belum juga sempat membalas, kembali serangan Ratu Bulan telah mengancam. Tentu saja hal ini membuat Jejaka Emas kewalahan menghadapi hujan serangan dahsyat yang saling susul.Tak tanggung-tanggung, Jejakapun langsung menggunakan jurus-jurus gelang dewanya untuk menyerang lawannya. Tapi rupanya kedua lawannya sangat tangguh, sehingga dalam beberapa gebrak kemudian, ketiga orang ini pun sudah terlibat sebuah pertarungan berat sebelah. Jejaka Emas terus-menerus didesak lawannya, tanpa mampu balas menyerang.Untunglah pemuda bermata biru ini memiliki jurus 'Naga Pamungkas' yang sangat aneh sehingga dapat mengelakkan serangan yang bagaimanapun sulitnya. Dan berkat jurus inilah Jejaka Emas mamp
Algojo Hijau manggut-manggut."Bisa kuterima alasanmu, Jejaka Emas""Terima kasih, Kek!""Jangan'terburu-buru berterima kasih, Jejaka Emas!" sergah Ratu Bulan cepat. "Urusan kami denganmu kini tidak hanya satu macam!" Jejaka mengerutkan keningnya."Apa maksudmu, Nek?""Tidak usah berpura-pura, Jejaka Emas!Bukankah kau yang telah membunuh majikan kami!”"Membunuh majikan kalian"! Aneh"! Kalau boleh kutahu, siapa majikan kalian?" tanya Jejaka. Kerut pada dahinya pun semakin dalam."Seorang pemuda bersenjata sepasang kapak warna perak mengkilat!""Dia majikan kalian?" tanya Jejaka Emas Nada suaranya mengandung keheranan yang besar. "Ya! Karena begitulah bunyi perjanjian antara kami dengannya!" selak Algojo Hijau. "Kami bertemu dan bertempur. Dengan licik dia memancing kami ke dalam suatu perjanjian. Yaitu, apabila dalam tiga puluh jurus kami tidak berhasil merobohkannya, dia akan menjadi majikan kami! Jadi, terpaksa
Tapi untuk yang kesekian kalinya, dengan mempergunakan jurus 'Naga Pamungkas' Jejaka berusaha menghindarinya. Dan tahu-tahu tubuh Jejaka telah berada di belakang Darba. Sebelum pemuda berbaju coklat itu sadar, Jejaka sudah melancarkan serangan baliknya.Wuuut..! Hantaman tangan Jejaka melayang ke arah kepala Darba. Murid Ki Jatayu ini terperanjat kaget Maka sedapat dapatnya dirundukkan kepalanya untuk menghindari sambaran tangan lawan.Wusss...! Usaha untung-untungannya berhasil juga. Tangan itu lewat di atas kepalanya. Tapi, Jejaka tidak tinggal diam. Segera dilancarkan serangan susulan.Bukkk...!"Huakkk...!"Telak sekali pukulan tangan kiri Jejaka Emas mendarat di punggung Darba. Keras bukan main, sehingga tubuh pemuda itu terjerembab ke depan.Cairan merah kental terlontar keluar dari mulutnya. Jelas pemuda berbaju coklat itu terluka dalam!Namun kekuatan tubuh murid Ki Jatayu ini memang patut dipuji. Sekalipun sudah terluka parah
Jejaka terpaku sesaat. Tapi tak lama kemudian amarahnya melonjak."Hiyaaa...!"Sambil berteriak melengking nyaring memekakkan telinga, Jejaka Emas menerjang Darba.Wut...! Ketika serangan gelang dewa Jejaka Emas terayun deras ke arah kepala Darba, pemuda berbaju coklat itu menarik kepalanya ke belakang tanpa menarik kakinya.Wusss...! Gelang dewa itu meluncur deras beberapa rambut di depan wajah Darba. Begitu kerasnya tenaga yang terkandung dalam serangan itu, sehingga rambut berikut seluruh pakaian Darba berkibar keras. Dan cepat-cepat pemuda berbaju coklat itu memberi serangan balasan yang tidak kalah berbahayanya.Wuuut...! Cepat bagai kilat kakinya melesat ke arah dada Jejaka Emas. Sadar akan bahaya besar mengancam, Jejaka segera menangkis serangan itu dengan tangan kirinya disertai tetakan ke bawah.Takkk...! Tubuh Darba melintir. Memang bila dibanding Jejaka Emas, posisi pemuda berbaju coklat itu lebih tidak menguntungkan.Namun
Sementara itu pertarungan antara Cakar Garuda menghadapi pengeroyokan anak buah Darba, berlangsung tidak seimbang. Kepandaian Wakil Ketua Perguruan Garuda Emas itu, memang terlalu tangguh untuk para pengeroyoknya. Setiap kali besi berbentuk cakar di tangannya bergerak, setiap kali pula ada satu nyawa melayang. Jerit kematian terdengar saling susul."Aaa...!"Pekik nyaring melengking panjang, mengiringi rubuhnya orang terakhir para pengeroyok itu. Cakar Garuda memandangi tubuh-tubuh yang terkapar itu sejenak, baru kemudian beralih pada pertarungan antara Jejaka Emas menghadapi Darba. Terdengar suara bergemeletuk dari gigi-gigi Wakil Ketua Perguruan Garuda Emas ini. Amarahnya langsung bangkit ketika melihat orang yang dicari-carinya, karena telah membasmi perguruannya."Hiyaaa...!"Diiringi pekik kemarahan laksana binatang terluka, Cakar Garuda melompat menerjang Darba, ketika pemuda itu tengah melentingkan tubuhnya ke belakang untuk menghindari serangan Je
Bergegas Jejaka berlari menghampiri. Sesaat kemudian Jejaka Emas telah berada dalam jarak tiga tombak dari arena pertempuran. Dari sini dapat terlihat jelas, siapa orang yang tengah dikeroyok itu. Dan ini membuat pemuda berbaju merah keemasan ini menjadi agak terkejut.Orang yang tengah dikeroyok itu berusia sekitar empat puluh tahun. Tubuhnya tegap dan kekar. Pada baju hitam bagian dada sebelah kiri terdapat sulaman cakar burung garuda dari benang emas. Di tangannya tergenggam sebuah baja hitam berbentuk cakar baja hitam dikibas-kibaskan dengan ganas. Ke mana saja cakar baja hitam bergerak, di situ pasti ada sesosok tubuh yang rubuh."Cakar Garuda...," desah Jejaka.Tapi pemuda ini tidak bisa berlama-lama mengamati pertarungan. Ternyata Darba yang memang ada di situ dan tengah dicarinya, bergerak menghampiri."Heh"! Kau lagi, Jejaka Emas" Rupanya kau tidak kapok juga. Atau, kali ini bersama-sama temanmu akan mengeroyokku?" ejek Darba memanas-manasi. Sepa
Seketika berubah wajah Jejaka."Maksud, Kakek?" tanya Jejaka Emas.Wajah Algojo Hijau berubah serius."Sejak puluhan tahun yang lalu, kami adalah sepasang tokoh yang tidak terkalahkan. Kami pun gemar bertanding, sehingga tak terhitung lawan yang rubuh di tangan kami. Sampai akhirnya, kami bertemu dengan Begawan Tapa Pamungkas. Melalui suatu pertarungan yang sengit, kami berhasil dikalahkannya. Tentu saja hal ini membuat penasaran, di samping malu yang besar. Maka kami katakan padanya, bahwa sepuluh tahun lagi kami akan datang menantang untuk menentukan siapa yang lebih unggul. Tapi rupanya kami sedang sial, karena lagi-lagi berhasil dikalahkan gurumu. Semenjak itu kami pun kembali giat berlatih, memperdalam ilmu-ilmu kesaktian. Tapi siapa sangka, di waktu kami telah merasa yakin akan dapat mengalahkannya, Begawan Tapa Pamungkas telah lebih dulu pergi ke alam baka. Siapa yang tidak kesal. Untunglah ada dirimu yang menjadi muridnya. Tapi tentu saja kau akan kami b
Nenek berpakaian putih itu menganggukkan kepalanya. "Aku juga tahu. Kalau tidak salah, pemuda itu berjuluk Jejaka Emas!"“Tepat” Ratu Bulan termenung."Dan ciri-ciri Jejaka Emas mirip pemuda ini!" sambung Algojo Hijau lagi."Ahhh...! Kau benar!" nenek tinggi kurus ini mulai teringat. Sementara itu, Jejaka juga terkejut melihat nenek berpakaian serba putih itu. Kelihaian nenek ini sudah dirasakannya. Sekarang dia datang berdua dengan kawannya yang sekali lihat saja diketahui kalau kepandaiannya tidak rendah.Larasati memegang pundak Jejaka dengan lembut agar Jejaka bisa meredam amarahnya. Jejaka sekarang tengah dilanda kemarahan yang meluap-luap. Tapi, tentu saja sebagai seorang pendekar menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, pemuda ini tidak meluapkan amarahnya secara sembarangan. Maka Jejaka yang memang tidak ingin mencari permusuhan, mencoba bersikap tenang. Ditunggu bagaimana tindakan Ratu Bulan terhadapnya. Jelas terlihat kalau nenek it