Namun sewaktu Iblis Pocong dan Iblis Muka Bayi tengah beristirahat setelah melakukan pencarian, tiba-tiba melihat sesosok bayangan putih tengah berkelebat cepat melintasi tempat mereka. Apalagi ketika menyadari ilmu meringankan tubuh bayangan putih yang semula dikira Jejaka tampak demikian hebat. Maka kedua tokoh hitam itu berkesimpulan kalau bayangan yang tengah diikuti itu adalah orang yang tengah dicari. Namun sayangnya di saat tengah melakukan pengejaran terhadap bayangan putih yang sebenarnya Dewa Abadi, mendadak mereka kehilangan jejak. Melihat buruannya lenyap bak ditelan bumi, maka kedua orang itu pun memutuskan untuk beristirahat kembali.
"Ya ya ya...! Harus kita akui kalau pemuda yang bergelar Jejaka Emas itu hebat. Tapi, aku sedikit pun tidak gentar menghadapinya. Pokoknya, sekarang kita lanjutkan pengejaran. Mungkin pemuda tengik itu telah berhasil mengecoh kita, lalu kembali meneruskan perjalanan," ajak Iblis Muka Bayi.
"Ya ya ya...! Kalau begitu bua
"Kau akan menyesal seumur hidup berani bertindak lancang di hadapan Dewa Abadi!" sahut Dewa Abadi, tak kalah gertak.Kali ini rasa kaget Iblis Pocong dan Iblis Muka Bayi tak dapat dibayangkan lagi mendengar nama Dewa Abadi disebut. Namun kekagetan mereka hanya sebentar. Setelah dapat mengendalikan perasaan, kedua orang tua itu pun lantas tertawa bergelak. Sebagai tokoh tua dunia persilatan, mereka jelas pernah mendengar tokoh sakti tanpa tanding yang bergelar Dewa Abadi, walau belum pernah bertemu sebelumnya. Tapi sifat mereka yang sombong mengalahkan segalanya. Apalagi mereka juga belum pernah menjajal kesaktian Dewa Abadi."Setan! Tak kusangka Dewa Abadi yang sudah lama menyembunyikan diri kini kembali muncul di dunia persilatan," dengus batin Iblis Pocong."Hm...! Bukankah Dewa Abadi sudah mati? Tapi, kenapa mendadak muncul ke dunia persilatan? Ah...! Jangan-jangan kabar bohong yang telah kudengar tentang kematian Dewa Abadi hanyalah dusta belaka. Dan tak kus
Dewa Abadi tersenyum kecut. Dipandanginya kedua lawan yang tengah merintih-rintih."Sungguh sayang sekali... Kalian orang-orang tua yang berkepandaian, namun tak mau mengamalkannya pada jalan kebenaran. Tapi, tak apa-apalah! Barang kali kalian masih bermurah hati untuk memberitahukan, di mana aku dapat menemukan pemuda yang kumaksudkan" kata Dewa Abadi, lembut.Iblis Pocong dan Iblis Muka Bayi yang nyalinya sudah ciut, mendapat kenyataan kalau kesaktian Dewa Abadi amat tinggi, sejenak saling berpandangan. "Mana sudi aku memberi keterangan padamu, Dewa Abadi! Tanyakan saja pada arwah-arwah gentayangan hutan ini!" sahut Iblis Muka Bayi, ketus.Dewa Abadi tersenyum arif. Tentu saja ia masih ingin membutuhkan keterangan dari Iblis Pocong dan Iblis Muka Bayi. Maka tanpa menghiraukan ocehan Iblis Muka Bayi, Dewa Abadi melangkah tenang mendekati."Maaf! Bukannya aku yang menyakiti kalian. Tapi, apakah kalian tidak ingin memberitahuku, pada siapa aku harus bertan
Tak jauh dari Lembah Pasir, tepatnya di bawah rindangnya sebuah pohon, seorang lelaki tua berusia tujuh puluh tahun tengah duduk bersila dengan kedua telapak tangan merangkap di depan dada. Setelah hampir setengah harian lelaki berpakaian biru-biru yang tidak lain Peramal Darah ini bersemadi, dadanya terasa nyaman. Rupanya, ia baru saja dapat menyembuhkan luka dalamnya akibat pertarungannya melawan Jejaka.Namun baru saja Peramal Darah menghentikan semadi dengan sebuah napas panjang, mendadak penciumannya yang tajam merasakan bau busuk yang sangat luar biasa. Sambil tetap memejamkan mata, ujung hidungnya mencoba mengendus-endus. Kemudian seraya membuka kelopak matanya perlahan, kepalanya berpaling ke arah datangnya bau busuk. Dan anehnya lagi, makin lama bau busuk itu makin menyengat hidung!"Ah...! Bau busuk apa lagi ini? Kok, terasa begitu menyengat?" gumam Peramal Darah.Ketika lelaki ini berpaling ke arah ujung jalan sebelah barat, sepasang mata kelabunya me
Sejenak tubuh Dewa Abadi tergetar hebat begitu mendengar julukan anak manusia yang terlahir bersama Naga. Dan sejenak itu pula kepalanya mengangguk-angguk dengan senyum tipis terkembang di bibir keriputnya."Ya ya ya...! Kukira ucapannya benar adanya. Aku harus secepatnya dapat menemukan pemuda itu," gumam Dewa Abadi dengan kepala mengangguk-angguk. "Kalau begitu, kuucapkan terima kasih atas keteranganmu."Baru saja Dewa Abadi akan berkelebat meninggalkan tempat itu, tiba-tiba...."Dasar orang tua tak tahu diri! Tadi kau ragukan ramalanku. Tapi, begitu kutunjukkan siapa pemuda yang kau cari, kau malah seenak perutmu akan meninggalkan aku. Apa itu tidak menjengkelkan, he?!" hardik Peramal Darah, langsung menghadang."Ada apa lagi, Sobat? Apa kau juga bermaksud menghalang-halangi langkahku?" pancing Dewa Abadi."Tua bangka tak tahu diri! Kau harus membayar mahal atas ramalanku. Lima puluh keping emas pun belum cukup ditambah kelancangan sikapmu. Seka
KENDATI sinar matahari berusaha menembus kerimbunan hutan di Bukit Karang Kanjen, tetap saja suasana dalam hutan terasa lengang dan lembab. Di bawah sebuah pohon besar yang tumbuh rindang di tengah hutan, seorang pemuda berambut pendek tak beraturan membentuk poni tengah asyik menikmati daging kelinci panggang. Sepasang mata pemuda yang mengenakan pakaian dibalut rompi berwarna merah dan bersisik keemasan tanpa lengan itu sebentar-sebentar mengerjap-ngerjap penuh nikmat. Lalu begitu daging kelinci telah pindah ke dalam perutnya, buru-buru dipotesnya paha kelinci yang sedikit hangus dan menebarkan aroma kurang sedap."Semprul! Tak seharusnya paha kelinci kesukaanku ini terlalu hangus. Tapi, tak apa-apalah! Biar hangus, toh masih terasa daging," celoteh pemuda yang tak lain Jejaka pada diri sendiri.Sehabis mengoceh begitu, pemuda berjuluk Jejaka Emas ini segera menyantap paha kelinci panggang. Terlalu panas memang, tapi tidak dipedulikannya. Meski lidahnya terasa sepert
"Jangan buang air matamu percuma, Nona! Aku takut burung-burung akan beterbangan dan matahari malas bersinar begitu mendengar suara tangismu yang teramat menyayat hati," usik Jejaka lagi, mulai kambuh penyakitnya."Diam! Namaku bukan Nona! Aku Ningrum! Dan lagi, tak seharusnya kau mencampuri urusanku, Pemuda Usil! Mau aku menangis di sini kek, di tempat lain kek. Apa pedulimu?" bentak si gadis yang ternyata Ningrum, murid tunggal si Raja Pedang Kupu-kupu."Cccck...! Cccckkk...! Oh... jadi namamu Ningrum? Bagus juga namamu. Oh, ya Ningrum. Apa kau tidak lihat kalau burung-burung kontan beterbangan, begitu mendengar suara tangismu?" goda Jejaka."Pemuda nyinyir! Apa telingamu budek? Aku bilang diam! Kenapa kau masih ngoceh tidak karuan?" sungut si gadis jengkel.Si pemuda tersenyum-senyum nakal. Lalu tanpa mempedulikan kemarahan si gadis, Jejaka meletakkan pantat di depannya."Uh... genit!"Sambil memaki begitu, si gadis menyingkir agak menjau
Ningrum terus berkelebat cepat meninggalkan puncak Bukit Karang Kanjen. Saat ini, rasa dendam bercampur kekecewaan berkecamuk dalam hati murid Raja Pedang Kupu-kupu itu. Gurunya tewas di tangan Dewa Abadi. Dan ia sebagai murid, merasa harus berbakti terhadap gurunya. Makanya, kini Ningrum bertekad mencari Dewa Abadi untuk meminta pertanggungjawabannya."Dewa Abadi...!" desis Ningrum penuh kemarahan. "Kini tak ada pilihan lain lagi. Terpaksa aku harus menuruti keinginanmu. Tapi, ingat! Walau sebenarnya aku tak sealiran dengan guruku, tapi sebagai murid bagaimanapun juga harus berbakti. Aku harus meminta pertanggungjawabanmu Dewa Abadi atas tewasnya guruku!"Ningrum sejenak menghentikan langkahnya. Dadanya yang membusung bergerak turun naik, memendam kemarahan membludak. Udara segar di luar hutan Bukit Karang Kanjen terasa sesak."Tapi, ke mana aku harus mencari orang. Seorang anak manusia yang terlahir bersama naga seperti yang di inginkan Dewa Abadi? Hm...! Rasa
Ningrum mengeluh dalam hati. Meski belum pernah bertemu, namun menurut keterangan dari mendiang gurunya, tokoh sesat dari timur itu memiliki kesaktian tinggi. Bahkan sama sekali tidak mengenal belas kasihan."Hm...! Rupanya hari ini aku tengah berhadapan dari tokoh sesat dari timur itu. Agaknya aku harus hati-hati. Sebab menurut keterangan Guru, tokoh sesat ini sangat licik dan keji!" kata Ningrum dalam hati."Hm...! Algojo Angin Timur! Kukira, dosamu sudah bertumpuk. Alangkah akan nyamannya bila orang-orang macam kau ini lekas-lekas enyah dari bumi. Dan akulah yang akan mengirim nyawa busukmu menemui kakek moyangmu di alam kubur!" dengus murid Raja Pedang Kupu-kupu ketus.Algojo Angin Timur tertawa bergelak. Saking gelinya, tokoh sesat dari Hutan Karang Kanjen ini sampai mengeluarkan airmata!"Lucu! Lucu sekali! Baru kali ini aku melihat seorang gadis segalak dirimu. Baik, baik! Tunjukkan kebolehanmu, bagaimana caranya menghajarku! Tapi kalau tak s