"Ceritakan pada Ayah, bagaimana bisa kamu baru pulang pagi ini?" tanya Anton.
Selepas menidurkan Ara, Akira segera menemui ayahnya. Gadis itu menghela napas. Cerita mengalir lancar begitu saja dari mulut Akira. Semua diceritakan tanpa ada kebohongan. "Bagaimana keadaan Samudra sekarang?" "Dia tidak kenapa-napa. Lukanya juga tidak terlalu parah." Anton bernapas lega. "Syukurlah." "Apa perampok itu juga melukaimu?" Akira menggeleng. "Tidak. Karena waktu itu yang keluar hanya Samudra, Akira menunggu di dalam mobil." Selesai bercerita kepada Anton perihal kejadian yang dialaminya bersama Samudra, Akira memutuskan untuk masak. Dan Akira sangat bersyukur, hari ini Samuel memberinya ijin untuk tidak berangkat. "Mbak mau ke mana?" tanya Aji yang sedang membuat layang-layang. Akira yang sudah siap dengan pakaiannya tak lupa kardigan berwarna hitam melekat pada tubuhnya. "Mbak mau ke pasar. Aji mau ikut?" tawar Akira. Aji langsung berdiri, tersenyum mengangguk. "Mau!" Akira terkekeh. "Yaudah ayo!" Mereka berjalan beriringan, melewati jalan setapak yang kumuh dan becek karena sehabis hujan. Jika ada ibu-ibu atau bapak-bapak yang berpapasan dengan Akira, gadis itu tidak sungkan untuk menyapanya. "Akira, mau ke mana?" tanya ibu paruh baya yang sedang duduk di kursi panjang. Akira memberhentikan langkahnya, dengan tersenyum ramah gadis itu menjawab. "Pasar, Bu." "Oalah, yowes ati-ati." (Oalah, yaudah hati-hati) "Iya, Bu," jawab Akira. "Akira pergi dulu," pamitnya yang diangguki ibu tadi. Sesampainya di pasar yang tidak terlalu ramai, mengingat hari sudah mulai siang. Terik matahari yang menyengat tidak membuat Akira mengurungkan niatnya. Membuat kulitnya yang putih bersih sedikit kusam dan berkeringat di pelipisnya. Akira langsung menuju penjual sayur-sayuran. Tadi, Ara bilang padanya jika adiknya itu ingin Akira memasakkannya sop ayam. Mendapat yang diinginkan, Akira menuju penjual ayam. Lalu membeli setengah kilo ayam filet. "Mbak, Aji mau pukis," ujarnya pada Akira. Akira menatap Aji. "Iya sebentar." Selesai melakukan transaksi, Akira menuju penjual pukis yang diinginkan Aji. "Mas, pukisnya lima ribu." Penjual pukis itu mengangguk, lalu memasukkan beberapa pukis berasa coklat dan keju ke dalam mika. ***** Samudra menatap layar tv dengan serius. Acara yang ditampilkan membuat Samudra enggan mengalihkan pandangannya. Lalu tiba-tiba Samudra tergelak, bahkan tawanya memenuhi ruang kamarnya. Ya, Samudra sedang menonton Mr. Bean. Siapa yang tidak mengenal pria konyol yang selalu membawa boneka teddy bear kesayangannya. Bahkan tidak menyangka jika di balik wajahnya yang konyol, beliau adalah dosen. Pintu terbuka, Samuel masuk tanpa menunggu si pemilik kamar mengijinkan. "Sam, Ayah akan berangkat ke Manila, besok." Samudra yang sedang tertawa tiba-tiba berhenti. "Manila?" ujarnya mengulang, "Untuk apa?" "Apa Ayah memiliki pekerjaan di sana? Bahkan Samudra bisa menggantikannya dan ayah beristirahatlah di rumah." Ini yang Samuel suka dari anaknya. Samudra sangat menyayanginya. Bahkan ketika Samudra sudah beranjak dewasa ia yang mengambil alih perusahaannya. Samuel terkekeh. "Ayah tidak ada pekerjaan di sana. Ayah hanya ingin berlibur.'' Samudra cengo. Lalu mendengus. "Bahkan Ayah bisa berlibur di Bali atau Lombok.'' "Apa harus ke Manila? Ayah pasti tau itu jauh," lanjut Samudra. Samuel menggeleng. "Tidak. Masih satu benua dengan Indonesia, Sam." Samudra menggeleng tak percaya. "Yasudah terserah Ayah. Yang penting Ayah bahagia, Samudra juga." "Dan Yah, Samudra ingin meminta persetujuan Ayah. Eh tapi Ayah harus setuju, dan tidak boleh menolak." Samuel mendengus. "Kau tidak usah meminta persetujuan Ayah pun, kau tetap akan melakukannya." Samudra terkekeh, menyetujui kalimat ayahnya. Katakan Samudra keras kepala, ya memang pada nyatanya seperti itu. "Samudra ingin tinggal di apartemen." Samuel menaikkan sebelah alisnya, heran. "Kenapa kau tiba-tiba berpikir ingin tinggal di apartemen Sam?" "Samudra ingin mandiri. Lagipula Ayah bisa sering berlibur nanti." "Tapi Akira bersamaku," lanjutnya. Samuel memicingkan matanya. "Jangan bilang kau memiliki hubungan terlarang dengan Akira, Sam." "Tidak!" sergah Samudra cepat. "Hanya saja Samudra masih sedikit meminta bantuan padanya," jelasnya. Samuel mengangguk. ''Akan Ayah pertimbangkan." ***** Samudra menyeringai mendengar jawaban ayahnya, setidaknya Samuel memberikan peluang untuk mengijinkan Akira dibawanya nanti ketika Samudra pindah ke apartemen. Persetan dengan dirinya yang ingin memonopoli Akira, karena pada nyatanya seperti itu tujuannya. Samudra hanya ingin Akira melayaninya. Entahlah, kadang berjauhan dengan Akira membuatnya tidak nyaman. Mungkin-faktor bibir gadis itu yang sudah menjadi candunya. Sejak pertama kali Samudra bertemu, tingkat kenapsuannya menjadi tinggi. Hanya berdekatan dengan Akira saja sudah membuatnya bergairah, apalagi melakukan hal yang sangat intim. Tapi selama itu Samudra menahannya, hingga ketika Samudra menyuruh Akira menyiapkan air hangat untuknya mandi. Disaat itulah Samudra sudah tidak kuat menahan hasratnya. Samudra jadi membayangkan, tubuh Akira yang polos di bawahnya bergairah karenanya. Membayangkan saja sudah membuatnya tersiksa. Apalagi mendapatkannya, butuh kerja keras. Ah, ditambah wajah Akira yang berkeringat pasti sangat sexy. Samudra mendesah, bagaimana bisa dirinya membayangkan Akira yang notabenya adalah pembantu di rumah ini?! Sepertinya Samudra benar-benar sudah gila. Mungkin Samudra perlu mendatangi seorang psikiater. Ponselnya bergetar membuat semua khayalan Samudra hancur. Mendengus, Samudra mengambil ponselnya yang berada di saku celana lalu menggeser tombol hijau. "Ada apa Raf? Ah, sepertinya aku tidak bisa .... Oke, baiklah aku akan mengusahakannya .... Membawa seorang wanita?" Samudra mendengus. "Ya baiklah, tapi aku tidak berjanji," ujarnya lalu menutup sambungan telpon. Akira. Satu kata yang terlintas dari otaknya ketika Rafi menyuruhnya untuk membawa seorang wanita. Nanti siang, ayahnya akan berangkat ke Manila dan Samudra akan mengantarkannya ke bandara Ahmad Yani. Mungkin setelah itu Samudra langsung menjemput Akira. Tapi, tunggu dulu Samudra tidak tau rumah Akira lebih tepatnya. "Aish!" geramnya. Samudra berdecak, lalu kembali membuka ponselnya mencari nomor Akira karena memang Samudra menyimpannya. Samudra menempelkan ponselnya pada telinga, dering telpon menyambung lalu ketika dering ketiga suara lembut seorang gadis menyapa pendengarannya. "Nanti siang datanglah ke rumah .... Ada yang harus aku bicarakan .... Aku bahkan tidak menerima penolakan, Akira." Dengus Samudra di akhir kalimat sebelum memutus sambungan telpon sepihak. Tadi, Akira sempat menolak karena yang Akira tau Samuel memberinya cuti sehari. Ah, sepertinya Samudra harus membelikan gaun untuk Akira sekarang. Oh, mungkin lebih baik bersama Akira membelinya.Akira menghela napasnya lelah, setelah menerima telpon dari Samudra, Akira terduduk memijat pelipisnya. Akira benar-benar lelah sekarang, sungguh. Samudra menyuruhnya untuk datang ke rumah nanti siang, Akira sempat menolak tapi Samudra dan sifat keras kepalanya benar-benar membuatnya jengkel. Bagaimana tidak? Samudra bahkan menekankan kata bahwa pria itu tidak menerima penolakan dan itu artinya Akira memang harus datang. "Ayah, nanti siang Akira harus ke rumah pak Samuel.''Anton yang sedang berbaring menatap anaknya. "Bukannya Pak Samuel memberimu cuti sehari?""Ya, tapi anaknya yang keras kepala memaksa Akira datang," jawabnya merengek. Anton terkekeh."Yasudah datanglah."Akira mengangguk lesu sebelum berbalik untuk mencari Ara."Araaa," teriak Akira memanggil nama adiknya.Ara yang sedang berada di luar rumah bermain masak-masakan bersuara. "Iya mbak Ilaaa?!""Oh di sini rupanya," kekeh Akira yang sudah menemukan Ara.Akira berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan Ara. "Nanti m
Selama perjalanan pulang, keduanya diam tidak ada yang membuka suara. Akira menatap jendela mobil, memperlihatkan jalanan yang mulai sepi karena sudah larut malam. Bintang dan bulan yang biasanya nampak, kini tidak terlihat. Lama-kelamaan kaca jendela mobil mulai basah, hujan mulai turun rintik-rintik. "Sebaiknya, kamu menginap di rumah. Karena sudah larut malam, Akira," ujar Samudra memecah keheningan. Akira mengangguk, untung Akira sudah berpesan pada Aji untuk menjaga Ara. Akira lalu mengusap bahunya karena dingin. Gaunnya yang terlalu terbuka membuatnya harus menahan hawa dingin yang menusuk hingga tulang. Sedangkan Samudra yang tau, karena tidak sengaja melirik ke arah Akira yang sedang mengusap-usap lengannya menjadi tidak tega. Dengan gagah, Samudra melepas jasnya ketika lampu merah. Lalu memakaikannya pada Akira, membuat gadis itu sedikit terkejut. "Eh." "Pakai, kamu terlihat kedinginan." Akira tersenyum hangat. "Terima kasih." Hujan deras menemani keheningan keduanya
Akira bersandar pada pintu kamar memegang dadanya, jantungnya berdegup lebih cepat. Ini gila! Batinnya. Bagaimana bisa ia membalas ciuman Samudra? Tadi begitu Samudra melepas ciuman mereka yang terjadi cukup lama Akira langsung melesat lari menuju kamar. Dan untung Samudra tidak menghalanginya, membiarkan dirinya pergi begitu saja. Lihat! Akira bercermin, penampilannya sekarang sungguh berantakan. Bibirnya yang membengkak, kemeja Samudra yang dipakainya sangat kusut, lalu rambutnya yang berantakan. Bibirnya berkedut, Akira memegangnya. Bahkan ciuman Samudra masih terasa di bibirnya. Ini benar-benar menjijikkan, batinnya. Akira yang polos seketika berubah menjadi Akira yang nakal dan liar. Dan sekarang tidak ada lagi bibir sucinya, karena ciuman pertamanya sudah dicuri Samudra. Dengan langkah lunglai, Akira berjalan menuju kasur lalu merebahkan dirinya. Menatap langit-langit, matanya menerawang. Ia harus membatasi semuanya sekarang, sebelum terlambat. Ia hanya takut jika Samudra
Seperginya Samudra, Akira segera bersiap-siap untuk pulang. Dan ia meninggalkan rumah dalam keadaan bersih. Samudra juga sudah berpesan jika ia tidak usah memasak makanan karena percuma Samuel tidak ada di rumah. Setelah memesan ojek online, Akira segera melangkahkan kakinya keluar rumah, tak lupa berpamitan pada pak Joko. Ojek Online yang dipesan Akira datang juga, dengan segera Akira menerima helm yang diberikan bapak-bapak yang akan mengantarkannya pulang. Sinar matahari begitu terik membakar kulit Akira yang putih. Untung saja Samudra membelikannya baju lengan panjang dengan celana jeans. Tapi perjalanan siang ini terasa cepat. Entahlah karena apa, yang Akira tau hatinya sedang senang. Ia jadi bertanya-tanya, apakah dirinya sudah jatuh hati pada Samudra karena perlakuan pria itu akhir-akhir ini? Akira menghela napasnya, mungkin ia harus membatasi diri dengan Samudra. Jika tidak ia harus menerima resiko, ya ia akan jatuh cinta pada pria itu. "Mbak sudah sampai," ujar bapak g
Hening. Samudra masih memangut bibir Akira, lama kelamaan gadis itu membalas dengan Samudra yang menuntunnya. Tangan Akira berada pada rambut Samudra, meremasnya. Sedangkan tangan kiri Samudra digunakan untuk menahan tubuhnya, lalu tangan kanannya bergerak tak tinggal diam. Dalam hati Samudra tersenyum miring, Akira yang polos sudah menjadi liar karenanya hanya dalam jangka waktu yang pendek. Tangan kanannya meremas pelan dua buah kenikmatan milik Akira dari luar, hingga suara desahan itu lolos dari bibir gadis itu. Merasa terkejut Akira diam, wajahnya memerah membuat Samudra melepaskan pungutannya. "Kamu sekarang benar-benar liar, Akira," ujar Samudra masih dengan posisinya. Akira yang merasa posisinya terlalu dekat membuatnya gugup. Samudra menatapnya intens. Bibir Akira yang membengkak lalu rambut panjang gadis itu yang berantakan benar-benar menambah kesan sexy. "Aku akan ke kamar," ujar Akira berusaha keluar dari kurungan Samudra. "Tidak boleh," jawab Samudra. Akira menghel
"Ayah, Akira akan bekerja. Akira pamit," ujar seorang gadis cantik mencium tangan pria tua yang terbaring lemah di atas ranjang. Dia—Anton, orang tua yang Akira punya satu-satunya.Pria tua itu mengangguk lemah. "Hati-hati ya, Nak. Jaga dirimu baik-baik, maafkan ayah karena sakit-sakitan ini."Akira menggeleng. "Tidak. Ini semua bukan salah Ayah. Ini memang sudah kewajiban Akira untuk mencari uang menggantikan Ayah. Dan Ayah istirahat saja di rumah."Akira lalu berbalik, berjalan melewati jalanan yang becek dan kumuh. Ya, Akira dan keluarganya tinggal di tempat yang begitu kumuh, rumah yang sempit. Tapi Akira bersyukur, ia masih memiliki tempat tinggal. Walau rumahnya entah bisa dikatakan layak atau tidak.Hidup seperti ini justru membuatnya selalu bersyukur dengan apa yang ia punya. Memiliki rumah kecil dengan keluarga yang menyayanginya. Akira tumbuh dewasa, tanpa seorang ibu. Ibunya itu pergi entah ke mana, karena bosan dengan kehidupannya yang miskin. Lalu meninggalkan ayahnya u
Mereka masih sama-sama terdiam. Mencerna apa yang terjadi beberapa detik yang lalu. Samudra merutuki dirinya. Bagaimana bisa ia sampai kelepasan, tetapi, bibir itu benar-benar terasa manis. Bahkan sekarang, Samudra menginginkannya lagi dan lagi. Seakan, bibir merah ranum itu adalah candunya. Begitu memabukkan.Menatap gadis di depannya yang terlihat ling-lung ditambah bibir yang sedikit membengkak karena ulahnya terlihat sangat sexy. ''Kamu bisa keluar.'' Suara dingin Samudra menyadarkan Akira. Terlihat gadis itu tergugup, menormalkannya kembali lalu undur diri.Anggap saja, itu kecelakaan kecil. Batin Samudra. Ah, tapi Samudra menyadari dirinya benar-benar pria brengsek karena telah memperawani bibir gadis itu.Persetan dengan itu, ia tidak peduli.*****Akira menghela napasnya. Ciuman pertamanya, dicuri oleh anak majikannya. Siapa lagi jika bukan Samudra?Bahkan ia diam, tidak melawan. Lalu pria itu dengan seenak jidatnya tidak meminta maaf. Malah biasa-biasa saja dengan tampang wa
Ciuman tak berlangsung lama karena Samudra langsung melepaskan pungutannya. Pria itu mendengus karena Akira hanya diam, tidak membalas ciumannya. Menarik diri, lalu bersandar pada kursi kemudi. “Ciuman terburuk yang pernah kulakukan,” gumam Samudra mendengus.Akira masih diam. Ia tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi, Samudra menciumnya. Dan ini yang kedua kalinya. Lalu tanpa rasa bersalah, pria itu diam tidak meminta maaf. Akira jadi bertanya-tanya, ada apa dengan mulutnya? Kenapa Samudra suka sekali menciumnya tanpa permisi. Tadi Samudra hanya bertanya, apakah dia kedinginan tapi Akira hanya diam tidak menjawab. Membuat tiba-tiba pria itu menciumnya, melumat bibirnya dalam. Ia hanya diam, tidak membalas. Karena dasarnya ia juga tidak mahir dalam hal seperti itu. Karena itu adalah kedua kalinya dengan orang yang sama.Lalu kaca mobil terketuk, membuat keheningan yang terjadi beberapa menit yang lalu tidak menjadi senyap. Samudra menoleh ke arah kanan, menaikkan sebelah alisny
Hening. Samudra masih memangut bibir Akira, lama kelamaan gadis itu membalas dengan Samudra yang menuntunnya. Tangan Akira berada pada rambut Samudra, meremasnya. Sedangkan tangan kiri Samudra digunakan untuk menahan tubuhnya, lalu tangan kanannya bergerak tak tinggal diam. Dalam hati Samudra tersenyum miring, Akira yang polos sudah menjadi liar karenanya hanya dalam jangka waktu yang pendek. Tangan kanannya meremas pelan dua buah kenikmatan milik Akira dari luar, hingga suara desahan itu lolos dari bibir gadis itu. Merasa terkejut Akira diam, wajahnya memerah membuat Samudra melepaskan pungutannya. "Kamu sekarang benar-benar liar, Akira," ujar Samudra masih dengan posisinya. Akira yang merasa posisinya terlalu dekat membuatnya gugup. Samudra menatapnya intens. Bibir Akira yang membengkak lalu rambut panjang gadis itu yang berantakan benar-benar menambah kesan sexy. "Aku akan ke kamar," ujar Akira berusaha keluar dari kurungan Samudra. "Tidak boleh," jawab Samudra. Akira menghel
Seperginya Samudra, Akira segera bersiap-siap untuk pulang. Dan ia meninggalkan rumah dalam keadaan bersih. Samudra juga sudah berpesan jika ia tidak usah memasak makanan karena percuma Samuel tidak ada di rumah. Setelah memesan ojek online, Akira segera melangkahkan kakinya keluar rumah, tak lupa berpamitan pada pak Joko. Ojek Online yang dipesan Akira datang juga, dengan segera Akira menerima helm yang diberikan bapak-bapak yang akan mengantarkannya pulang. Sinar matahari begitu terik membakar kulit Akira yang putih. Untung saja Samudra membelikannya baju lengan panjang dengan celana jeans. Tapi perjalanan siang ini terasa cepat. Entahlah karena apa, yang Akira tau hatinya sedang senang. Ia jadi bertanya-tanya, apakah dirinya sudah jatuh hati pada Samudra karena perlakuan pria itu akhir-akhir ini? Akira menghela napasnya, mungkin ia harus membatasi diri dengan Samudra. Jika tidak ia harus menerima resiko, ya ia akan jatuh cinta pada pria itu. "Mbak sudah sampai," ujar bapak g
Akira bersandar pada pintu kamar memegang dadanya, jantungnya berdegup lebih cepat. Ini gila! Batinnya. Bagaimana bisa ia membalas ciuman Samudra? Tadi begitu Samudra melepas ciuman mereka yang terjadi cukup lama Akira langsung melesat lari menuju kamar. Dan untung Samudra tidak menghalanginya, membiarkan dirinya pergi begitu saja. Lihat! Akira bercermin, penampilannya sekarang sungguh berantakan. Bibirnya yang membengkak, kemeja Samudra yang dipakainya sangat kusut, lalu rambutnya yang berantakan. Bibirnya berkedut, Akira memegangnya. Bahkan ciuman Samudra masih terasa di bibirnya. Ini benar-benar menjijikkan, batinnya. Akira yang polos seketika berubah menjadi Akira yang nakal dan liar. Dan sekarang tidak ada lagi bibir sucinya, karena ciuman pertamanya sudah dicuri Samudra. Dengan langkah lunglai, Akira berjalan menuju kasur lalu merebahkan dirinya. Menatap langit-langit, matanya menerawang. Ia harus membatasi semuanya sekarang, sebelum terlambat. Ia hanya takut jika Samudra
Selama perjalanan pulang, keduanya diam tidak ada yang membuka suara. Akira menatap jendela mobil, memperlihatkan jalanan yang mulai sepi karena sudah larut malam. Bintang dan bulan yang biasanya nampak, kini tidak terlihat. Lama-kelamaan kaca jendela mobil mulai basah, hujan mulai turun rintik-rintik. "Sebaiknya, kamu menginap di rumah. Karena sudah larut malam, Akira," ujar Samudra memecah keheningan. Akira mengangguk, untung Akira sudah berpesan pada Aji untuk menjaga Ara. Akira lalu mengusap bahunya karena dingin. Gaunnya yang terlalu terbuka membuatnya harus menahan hawa dingin yang menusuk hingga tulang. Sedangkan Samudra yang tau, karena tidak sengaja melirik ke arah Akira yang sedang mengusap-usap lengannya menjadi tidak tega. Dengan gagah, Samudra melepas jasnya ketika lampu merah. Lalu memakaikannya pada Akira, membuat gadis itu sedikit terkejut. "Eh." "Pakai, kamu terlihat kedinginan." Akira tersenyum hangat. "Terima kasih." Hujan deras menemani keheningan keduanya
Akira menghela napasnya lelah, setelah menerima telpon dari Samudra, Akira terduduk memijat pelipisnya. Akira benar-benar lelah sekarang, sungguh. Samudra menyuruhnya untuk datang ke rumah nanti siang, Akira sempat menolak tapi Samudra dan sifat keras kepalanya benar-benar membuatnya jengkel. Bagaimana tidak? Samudra bahkan menekankan kata bahwa pria itu tidak menerima penolakan dan itu artinya Akira memang harus datang. "Ayah, nanti siang Akira harus ke rumah pak Samuel.''Anton yang sedang berbaring menatap anaknya. "Bukannya Pak Samuel memberimu cuti sehari?""Ya, tapi anaknya yang keras kepala memaksa Akira datang," jawabnya merengek. Anton terkekeh."Yasudah datanglah."Akira mengangguk lesu sebelum berbalik untuk mencari Ara."Araaa," teriak Akira memanggil nama adiknya.Ara yang sedang berada di luar rumah bermain masak-masakan bersuara. "Iya mbak Ilaaa?!""Oh di sini rupanya," kekeh Akira yang sudah menemukan Ara.Akira berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan Ara. "Nanti m
"Ceritakan pada Ayah, bagaimana bisa kamu baru pulang pagi ini?" tanya Anton.Selepas menidurkan Ara, Akira segera menemui ayahnya. Gadis itu menghela napas. Cerita mengalir lancar begitu saja dari mulut Akira. Semua diceritakan tanpa ada kebohongan."Bagaimana keadaan Samudra sekarang?""Dia tidak kenapa-napa. Lukanya juga tidak terlalu parah."Anton bernapas lega. "Syukurlah.""Apa perampok itu juga melukaimu?"Akira menggeleng. "Tidak. Karena waktu itu yang keluar hanya Samudra, Akira menunggu di dalam mobil."Selesai bercerita kepada Anton perihal kejadian yang dialaminya bersama Samudra, Akira memutuskan untuk masak. Dan Akira sangat bersyukur, hari ini Samuel memberinya ijin untuk tidak berangkat. "Mbak mau ke mana?" tanya Aji yang sedang membuat layang-layang.Akira yang sudah siap dengan pakaiannya tak lupa kardigan berwarna hitam melekat pada tubuhnya. "Mbak mau ke pasar. Aji mau ikut?" tawar Akira. Aji langsung berdiri, tersenyum mengangguk. "Mau!"Akira terkekeh. "Yaudah
Ciuman tak berlangsung lama karena Samudra langsung melepaskan pungutannya. Pria itu mendengus karena Akira hanya diam, tidak membalas ciumannya. Menarik diri, lalu bersandar pada kursi kemudi. “Ciuman terburuk yang pernah kulakukan,” gumam Samudra mendengus.Akira masih diam. Ia tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi, Samudra menciumnya. Dan ini yang kedua kalinya. Lalu tanpa rasa bersalah, pria itu diam tidak meminta maaf. Akira jadi bertanya-tanya, ada apa dengan mulutnya? Kenapa Samudra suka sekali menciumnya tanpa permisi. Tadi Samudra hanya bertanya, apakah dia kedinginan tapi Akira hanya diam tidak menjawab. Membuat tiba-tiba pria itu menciumnya, melumat bibirnya dalam. Ia hanya diam, tidak membalas. Karena dasarnya ia juga tidak mahir dalam hal seperti itu. Karena itu adalah kedua kalinya dengan orang yang sama.Lalu kaca mobil terketuk, membuat keheningan yang terjadi beberapa menit yang lalu tidak menjadi senyap. Samudra menoleh ke arah kanan, menaikkan sebelah alisny
Mereka masih sama-sama terdiam. Mencerna apa yang terjadi beberapa detik yang lalu. Samudra merutuki dirinya. Bagaimana bisa ia sampai kelepasan, tetapi, bibir itu benar-benar terasa manis. Bahkan sekarang, Samudra menginginkannya lagi dan lagi. Seakan, bibir merah ranum itu adalah candunya. Begitu memabukkan.Menatap gadis di depannya yang terlihat ling-lung ditambah bibir yang sedikit membengkak karena ulahnya terlihat sangat sexy. ''Kamu bisa keluar.'' Suara dingin Samudra menyadarkan Akira. Terlihat gadis itu tergugup, menormalkannya kembali lalu undur diri.Anggap saja, itu kecelakaan kecil. Batin Samudra. Ah, tapi Samudra menyadari dirinya benar-benar pria brengsek karena telah memperawani bibir gadis itu.Persetan dengan itu, ia tidak peduli.*****Akira menghela napasnya. Ciuman pertamanya, dicuri oleh anak majikannya. Siapa lagi jika bukan Samudra?Bahkan ia diam, tidak melawan. Lalu pria itu dengan seenak jidatnya tidak meminta maaf. Malah biasa-biasa saja dengan tampang wa
"Ayah, Akira akan bekerja. Akira pamit," ujar seorang gadis cantik mencium tangan pria tua yang terbaring lemah di atas ranjang. Dia—Anton, orang tua yang Akira punya satu-satunya.Pria tua itu mengangguk lemah. "Hati-hati ya, Nak. Jaga dirimu baik-baik, maafkan ayah karena sakit-sakitan ini."Akira menggeleng. "Tidak. Ini semua bukan salah Ayah. Ini memang sudah kewajiban Akira untuk mencari uang menggantikan Ayah. Dan Ayah istirahat saja di rumah."Akira lalu berbalik, berjalan melewati jalanan yang becek dan kumuh. Ya, Akira dan keluarganya tinggal di tempat yang begitu kumuh, rumah yang sempit. Tapi Akira bersyukur, ia masih memiliki tempat tinggal. Walau rumahnya entah bisa dikatakan layak atau tidak.Hidup seperti ini justru membuatnya selalu bersyukur dengan apa yang ia punya. Memiliki rumah kecil dengan keluarga yang menyayanginya. Akira tumbuh dewasa, tanpa seorang ibu. Ibunya itu pergi entah ke mana, karena bosan dengan kehidupannya yang miskin. Lalu meninggalkan ayahnya u